BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Penelitian
(research) merupakan rangkaian kegiatan ilmiah dalam rangka pemecahan suatu
masalah. Fungsi dari penelitian yaitu mencarikan penjelasan dan jawaban
terhadap permasalahan serta memberikan alternatif bagi kemungkinan yang dapat
digunakan untuk pemecahan masalah. Jawaban dari permasalahan tersebut dapat
berifat umum ataupun sangat konkret/spesifik.
Dalam
suatu penelitian , metode – metode analisis secara rutin dikembangkan,
divalidasi, dikaji secara bersama - sama dan diaplikasikan. Proses validasi
merupakan bagian yang penting karena terpercaya tau tidaknya suatu hasil
penelitian tergantung dari kevalidan metodenya. Pada dasarnya selain validasi
metode ada 3 langkah validasi lagi yang harus dilakukan dalam suatu penelitian
yaitu validasi perangkat lunak, perangkat keras/instrumen,
dan kekesuaian sistem. Namun pada makalah ini akan lebih banyak dibahas
mengenai validasi metode.
Contoh
kasus yang saya angkat dalam makalah ini yaitu validasi metode uji kadar albendazol
dengan menggunakan spektrofotometri uv/vis. Validasi tersebut telah dilakukan oleh Balai Besar Pengujian
Mutu Obat Hewan (BBPMSOH). Metode ini terbilang baru bagi BBPMSOH, sehingga
sebagai laboratorium penguji yang mengacu pada ISO SNI/IEC 17025:2008, maka
BBPMSOH harus melakukan validasi terhadap metode baru tersebut.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang di atas maka rumusan masalah dalam makalah ini yaitu bagaimana
validitas metode spektrofotometri uv/vis yang digunakan dalam menetapkan kadar Albendazol?
C.
Tujuan
Tujuan
makalah ini yaitu untuk mengetahui validitas metode spektrofotometri uv/vis
yang digunakan dalam menetapkan kadar Albendazol.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.
Albendazol
Albendazol
adalah obat cacing derivate benzimidazol berspektrum lebar yang dapat diberikan
per oral. Dosis tunggal efektif utuk infeksi cacing kremi, cacing gelang,
cacing trikuris, cacing S. stercoralis dan cacing tambang. Juga merupakan obat
pilihan untuk penyakit hidatid dan sistiserkosis. Struktur kimianya sebaai
berikut :
Struktur Kimia Albendazol (Tanu, 2007)
Obat
ini bekerja dengan cara berikatan dengan β-tubulin parasit sehingga menghambat
polimerisasi mikrotubulus dan memblok pengambilan glukosa oleh larva maupun
cacing dewasa, sehingga persediaan glikogen menutun dan pembentukan ATP
berkurang, akibatnya cacing akan mati (Tanu, 2007).
Resopsinya
dari usus buruk, tetapi masih lebih baik daripada mebendazol. Di dalam hati,
zat ini segera diubah menjadi sulfoksidanya, yang diekskresikan melalui empedu
dan urin (Tjay dan Rahardja, 2007). Makanan berlemak akan meningkatkan absorpsi
empat kali lebih besar dibanding perut kosong. Kadar puncak metabolit aktif
plasma dicapai dalam 3 jam. Waktu paruh 8-9 jam (Tanu, 2007).
B.
Spektrofotometri UV/Vis
Teknik spektroskopi adalah salah satu teknik analisis fisika-kimia yang mengamati
tentang interaksi antara atom atau molekul dengan radiasi elektromagnetik
(REM). Radiasi elektromagnetik panjang gelombang 380 nm-780 nm merupakan
radiasi yang dapat diterima oleh panca indera mata manusia, sehingga dikenal
sebagai cahaya tampak (visibel). Diluar rentang panjang gelombang cahaya
tampak, REM sudah tidak dapat ditangkap oleh panca indera mata manusia
(Setiyowati, 2009).
Spektrofotometri UV-Visibel merupakan metode
spektrofotometri yang didasarkan pada adanya serapan sinar pada daerah ultra
violet (UV) dan sinar tampak (Visibel) dari suatu senyawa. Senyawa dapat
dianalisis dengan metode ini jika memiliki kemampuan menyerap pada daerah UV
atau daerah tampak. Senyawa yang dapat menyerap intensitas pada daerah UV
disebut dengan kromofor, sedangkan untuk melakukan analisis senyawa dalam
daerah sinar tampak, senyawa harus memiliki warna (Fatimah, 2003).
Pengukuran konsentrasi
cuplikan didasarkan pada hukum Lambert-Beer, yang menyatakan hubungan
antara banyaknya sinar yang diserap sebanding dengan konsentrasi unsur dalam
cuplikan, dengan rumus sebagai berikut:
atau A = a.b.c
dengan A = absorbansi, a = koefisien serapan molar, b = tebal media cuplikan yang
dilewati sinar, c = konsentrasi
unsur dalam larutan cuplikan,
Io = intensitas sinar mula-mula, I = intensitas sinar yang diteruskan. Aplikasi rumusan tersebut dalam
pengukuran kuantitaf dilaksanakan dengan cara komparatif menggunakan kurva kalibrasi
dari hubungan konsentrasi deret larutan standar dengan nilai absorbansinya.
Konsentrasi cuplikan ditentukan dengan substitusi nilai absorban cuplikan ke
dalam persamaan regresi dari kurva kalibrasi (Fatimah et al, 2009).
C.
Validasi Metode
Validasi
merupakan suatu proses yang terdiri atas paling tidak 4 langkah nyata, yaitu:
(1) validasi perangkat lunak (software
validation), (2) validasi perangkat keras/instrumen (instrument/hardware validation), (3) validasi metode, dan (4)
kesesuaian sistem (system suitability)
(Gandjar dan Rohman, 2007). Masing-masing tahap dalam proses validasi ini
merupakan suatu proses yang secara keseluruhan bertujuan untuk mencapai
kesuksesan validasi.
Menurut
ISO SNI/IEC 17025:2008 validasi adalah konfirmasi melalui pengujian dan
penyediaan bukti objektif bahwa persyaratan tertentu untuk suatu maksud
terpenuhi. Jadi validasi metoda pengujian adalah suatu tindakan penilaian
terhadap parameter tertentu, berdasarkan percobaan laboratorium, untuk
membuktikan bahwa parameter tersebut memenuhi persyaratan untuk penggunaannya
(Harmita, 2004).
Validasi
metode sangat penting dilakukan oleh laboratorium, karena dengan melakukan
validasi dapat diketahui tingkat kepercayaan yang dihasilkan dari suatu metode
pengujian. Selain itu, validasi metode merupakan salah satu bentuk jaminan mutu
hasil kepada pelanggan, dimana metode yang digunakan telah terbukti baik
sehingga hasil yang dikeluarkan oleh suatu badan atau laboratorium adalah valid
(Hadi, 2007).
Parameter
unjuk kerja pengujian antara lain adalah presisi (keseksamaan), akurasi
(kecermatan), spesifisitas, batas deteksi, batas kuantisasi, linearitas,
rentang dan ketangguhan. Pemilihan parameter yang akan diuji tergantung dari
jenis dan metode pengujian yang akan divalidasi.
BAB III
MATERI DAN METODE
A.
Alat dan Bahan
Sampel
anthelmintik yang mengandung albendazol, asam asetat glasial 100% (CH3COOH),
asam asetat anhidrida, kristal violet, asam perklorat 70% (HClO4),
metanol p.a., asam klorida 37%, standar albendazol, neraca, erlenmeyer 300 mL,
buret, statif, magnetic stirrer, vortex, labu ukur 500 mL, pipet ukur,
labu ukur 50 mL, spektrofotometer UV-Vis.
B.
Prosedur Kerja
1.
Uji presisi
Timbang
sejumlah sampel setara 50 – 100 mg albendazol, masukkan dalam labu ukur 50 ml
dan encerkan dengan pelarut anthelmentik (8.1 mL HCl 37% dilarutkan dengan
methanol p.a. sampai 500 mL), buat pengenceran bertingkat dengan menggunakan
pelarut anthelmintik sehingga didapatkan konsentrasi akhir 10 – 11 ppm. Untuk
standar, timbang dengan tepat 10 mg standar albendazol (SIGMA), encerkan dan
buat pengenceran bertingkat dengan menggunakan pelarut anthelmintik sehingga
mendapatkan konsentrasi akhir adalah 10 ppm.
Hitung
kadar yang didapat dari sampel dan ulangi pengujian diatas 10 (sepuluh) kali
kemudian hitung koefisien variasi (CV) (BPOM, 2009; Harmita, 2004). Rumus untuk
menghitung kadar albendazol adalah sebagai berikut :
Aspl = serapan sampel
Astd = serapan standar
Cstd = konsentrasi standar
Cspl = konsentrasi sampel
Nilai
CV didapat dengan menghitung standar deviasi (SD), kemudian nilai Relatif
Standar Deviasi (RSD) dengan rumus sebagai berikut:
RSD =
CV = RSD x 100%
n = jumlah pengulangan
x = kadar albendazol pengujian ke-x
x = rata-rata kadar albendazol
Nilai
CV metode pengujian ini kemudian dibandingkan dengan CV Horwitz. Nilai CV
Horwitz didapatkan dengan rumus:
CV (%) = 0.66 X 21-(0.5 x C)
C = konsentrasi analit saat diukur
2.
Uji akurasi
Penghitungan
unjuk kerja akurasi metode dilakukan dengan membandingkan hasil uji
spektrofotometri dengan hasil uji metode standard yaitu dengan metode titrasi
bebas air (BPOM, 2009). Uji spektrofotometer dilakukan sebagaimana dalam uji
presisi sedangkan uji titrasi bebas air dilakukan sebagaimana terdapat dalam Farmakope
Obat Hewan Indonesia.
Cara
kerja uji titrasi bebas air adalah sebagai berikut timbang sampel setara dengan
50 - 100 mg albendazol, tambah 10 ml asam asetat glasial dan 40 ml asam asetat
anhidrida. Titrasi dengan HClO4 0,1 N (larutan 8,5 mL HClO4
70%, 500 mL asam asetat glasial, 21 mL asam asetat anhidrida dan tambah asam
asetat glasial sampai batas volume 1000 mL) dengan menggunakan kristal violet
sebagai indikator. Setiap mL asam perklorat 0,1 N setara dengan 26,53 mg C12H15N3O2S
(albendazol). Hitung kadar albendazol dalam sampel dengan menggunakan rumus:
V = volume (mL) HClO4 0.1 N mencapai titik akhir
B spl = mg kandungan albendazol dalam sampel
Ulangi
masing-masing pengujian tersebut diatas 10 (sepuluh) kali dan lakukan uji
statistik dengan uji t (α = 0.05) untuk mengetahui perbedaan hasil dari kedua
metode tersebut.
3.
Uji Liniearitas
Timbang
sejumlah 10 mg standar albendazol, lakukan pengenceran bertingkat dengan
menggunakan pelarut anthelmintik sehingga mendapatkan 5 (lima) konsentrasi :
2,5 ppm, 5,00 ppm, 7,5 ppm, 10 ppm dan 20 ppm. Ukur serapan dari tiap
konsentrasi dengan menggunakan spektrofotometer UV dengan panjang gelombang 254
nm dan hitung nilai koefisien korelasi (r). Nilai r didapat dari analisis regresi
linier dengan rumus :
y = a + bx
a = intersep
b = slope
x = serapan
4.
Limit deteksi dan limit kuantisasi
Batas
deteksi dan kuantitasi dapat dihitung secara statistik melalui garis regresi
linier dari kurva kalibrasi yang didapat dari uji linearitas. Untuk mendapat
nilai batas deteksi dan kuantisasi gunakan nilai slope (b) dan simpangan baku
residual (SDx). Hitung Limit Deteksi dengan rumus:
Sedangkan
Limit Kuantisasi dihitung dengan rumus:
SDx = simpangan baku residual
b = slope
BAB IV
PEMBAHASAN
Uji Presisi
Presisi atau keseksamaan adalah ukuran yang menunjukkan
derajat kesesuaian antara hasil uji individual, diukur melalui penyebaran hasil
individual dari rata-rata jika prosedur diterapkan secara berulang pada sampel-sampel
yang diambil dari campuran yang homogen (Harmita, 2004). Uji presisi metode ini
dilakukan dengan cara keterulangan yang dilakukan oleh penguji yang sama atau
repeatabilitas. Hasil pengujian kadar albendazol dengan menggunakan
spektrofotometer UV adalah sebagai berikut:
Tabel 1. Hasil Uji Kadar Albendazol dengan Spektrofotometer
Pengulangan ke:
|
Kadar Albendazol
|
1
|
103,19%
|
2
|
98,08 %
|
3
|
98,98 %
|
4
|
99,17 %
|
5
|
98,34 %
|
6
|
96,59 %
|
7
|
97,34 %
|
8
|
95,91 %
|
9
|
95,42 %
|
10
|
94,46 %
|
Rata-rata
|
97,75 %
|
SD
|
2,47
|
RSD
|
0,025
|
Nilai CV dari pengujian ini adalah 2,52 % sedangkan CV
Horwitz yang terhitung adalah 4,19%. Dari hasil tersebut tampak bahwa CV dari
hasil pengujian dengan metode ini lebih kecil dari CV Horwitz. Menurut Harmita
(2004) suatu metode pengujian dikatakan baik jika nilai CV nya lebih kecil dari
CV Horwitz, sehingga bisa dikatakan bahwa metode uji albendazol dengan
menggunakan spektrofotometri mempunyai presisi yang baik.
Uji Akurasi
Uji akurasi dapat dilakukan dengan beberapa metode, salah
satunya adalah dengan membandingkan hasil dari metode yang divalidasi dengan
hasil uji metode standar (BPOM, 2009). Metode standar yang digunakan adalah
dengan titrasi bebas air yang terdapat dalam Farmakope Obat Hewan Indonesia
2009.
Tabel 2. Hasil Uji Kadar Albendazol
dengan Metode Titrasi Bebas Air
Pengulangan ke:
|
Kadar Albendazol
|
1
|
97.90 %
|
2
|
100.34 %
|
3
|
100.34 %
|
4
|
97.90 %
|
5
|
97.90 %
|
6
|
97.90 %
|
7
|
97.90 %
|
8
|
97.90 %
|
9
|
97.90 %
|
10
|
97.90 %
|
Rata-rata
|
98,39 %
|
SD
|
1.029
|
Hasil uji kadar albendazol dengan metode titrasi bebas air
terdapat dalam Tabel 2. Kedua hasil tersebut dibandingkan dan diuji statistik
dengan t-test student (α = 0,05) dan didapatkan bahwa keduanya tidak
menunjukkan perbedaan yang nyata (t hitung = 0,757; t tabel = 2,179; db = 12).
Uji Linearitas
Linearitas adalah kemampuan metode analisis yang
memberikan respon yang secara langsung atau dengan bantuan transformasi
matematik yang baik, proporsional terhadap konsentrasi analit dalam sampel (Harmita,
2004). Hasil absorbansi untuk uji linearitas terdapat dalam tabel 3.
Tabel 3. Hasil Serapan Untuk Uji
Linearitas
Std Albendazol
(mg/L)
|
Serapan
|
Regresi
|
|
|
|
|
|
0,0
|
0,000
|
0,005
|
|
2,5
|
0,070
|
0,073
|
|
5,0
|
0,155
|
0.,141
|
|
10,0
|
0,272
|
0.,277
|
|
20,0
|
0,547
|
0,548
|
|
40,0
|
1,020
|
1,090
|
|
Intersep
|
0,0154
|
||
Slope
|
0,0254
|
||
r
|
0,9992
|
||
Dari data Tabel 3. didapatkan nilai r adalah 0.9992,
sedangkan syarat dari suatu metode uji mempunyai linearitas yang baik jika
nilai r lebih besar dari 0,98 (4). Hal ini membuktikan bahwa metode uji
albendazol dengan spektrofotometri mempunyai linearitas yang baik.
Limit Deteksi dan Limit Kuantisasi
Definisi batas deteksi menurut Harmita (2004) adalah
jumlah terkecil analit dalam sampel yang dapat dideteksi dan masih memberikan
respon signifikan dibandingkan dengan blanko. Dari hasil perhitungan diperoleh
batas deteksi untuk pengujian albendazol dengan metode spektrofotometri yaitu
pada konsentrasi 0,22 μg/mL. Ini berarti bahwa albendazol pada konsentrasi tersebut masih dapat terbaca absorbansinya
tetapi tidak dapat digunakan dalam perhitungan, karena dapat membuat bias dalam
perhitungan.
Sedangkan batas kuantitasi merupakan parameter pada analisis renik dan
diartikan sebagai kuantitas terkecil analit dalam sampel yang masih dapat
memenuhi kriteria cermat dan seksama. Nilai batas kuantitasi pada pengujian ini
sebesar 2,15 μg/mL. Konsentrasi tersebut merupakan konsentrasi terkecil yang
tidak menimbulkan bias dalam perhitungan.
BAB IV
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Berdasarkan
uraian di atas dapat disimpulkan bahwa metode uji kadar albendazol dengan
spektrofotometer telah divalidasi dan memiliki presisi, akurasi dan linearitas
yang baik. Limit deteksinya adalah 0,22 μg/mL dan limit kuantisasi adalah 2,15
μg/mL.
B.
Saran
Perlu
dilakukan kajian lebih mendalam meneganai validasi metode khususnya untuk
obat-obat yang memiliki indeks terapi sempit.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar