Powered By Blogger

Total Tayangan Halaman

Senin, 02 Juni 2014

Clostridium botulinum

Clostridium botulinum 

 Clostridium  botulinum  merupakan  gram-positif  lurus sampai  kurva  langsing
dengan  ujung  membundar  dan  merupakan  anaerob  kuat.  Spora  C.  botulinum
menghasilkan spora yang lebih tahan-panas dibandingkan anaerob lain; derajat ketahanan
terhadap  berbagai  faktor  kimia  dan  fisik  bergantung pada   strain  spesifik  dan  tipe
serologik  organsime.  Tipe  A  lebih  resisten  dari  tipe  B,  C,  dan  D;  tipe  E  adalah  yang
paling sedikit tahan panas, tetapi sudah ditemukan macam dari tipe ini yang tahan-panas.
Umumnya, spora dapat bertahan selama beberapa jam pada suhu 100oC dan lebih dari 10
menit pada 120 oC . Spora juga tahan terhadap irradiasi dan dapat bertahan pada suhu -190 oC. C. botulinum diketahui menghasilkan eksotoksin yang sangat poten. Toksin ini
merupakan neurotoksin, yang menyebabkan botulism, suatu penyakit neuroparalisis yang
hebat  ditandai  oleh  serangan  yang   tiba-tiba  dan  juga  cepat,  diakhiri  dengan  paralisis
berat  dan  'pulmonary  arrest'.  Meskipun  penyakit  yang  disebabkan  oleh  toksin  C.
botulinum jarang terjadi pada manusia, hal ini sering terjadi pada hewan. Seperti toksin
tetanus, secara serologik terdapat delapan perbedaan toksin botulinum, ditandai A, B, C1,
C2, D, E, F, dan G.

 Bentuk  botulism  yang  sering  terjadi  ialah  botulism makanan  sisa,  suatu
intoksikasi  yang  disebabkan  penelanan  bentuk  awal  toksin  botulinum  dalam  makanan
yang terkontaminasi.
 Toksin  botulinum  menambah  akses  terhadap  sistem  saraf  periferal,  dimana  aksi
awalnya  terhadap  ujung  saraf  kolinergik  untuk  memblock  pelepasan  neurotransmitter,
asetilkholin,  dari  ujung  saraf  persimbangan  neuromuskular.  Dari  hasil  percobaan
diketahui bahwa aksi toksin dianggap memiliki tiga tahap yang berbeda:
1.  Berikatannya  toksin  dengan  reseptor  pada  permukaan  membran  plasma  dengan  efek
yang tidak nyata pada transmisi neuromuskuler,
2. Translokasi atau internalisasi toksin, dan
3. Suatu peristiwa intraseluler, efek akhir yang disebabkan oleh bockade stimulus saraf-
penyebab lepasnya asetilkolin.
Tipe Botulism Pada Manusia
 Di Amerika Serikat, kasus botulism dikelompokkan menjadi empat katagori:
Botulism  makanan-limbah  merupakan  suatu  keracunan  makanan  yang  mematikan  yang
disebabkan oleh D. Clostridium botulinum
 Clostridium  botulinum  merupakan  gram-positif  lurus sampai  kurva  langsing
dengan  ujung  membundar  dan  merupakan  anaerob  kuat.  Spora  C.  botulinum
menghasilkan spora yang lebih tahan-panas dibandingkan anaerob lain; derajat ketahanan
terhadap  berbagai  faktor  kimia  dan  fisik  bergantung pada   strain  spesifik  dan  tipe
serologik  organsime.  Tipe  A  lebih  resisten  dari  tipe  B,  C,  dan  D;  tipe  E  adalah  yang
paling sedikit tahan panas, tetapi sudah ditemukan macam dari tipe ini yang tahan-panas.
Umumnya, spora dapat bertahan selama beberapa jam pada suhu 100oC dan lebih dari 10
menit pada 120 oC . Spora juga tahan terhadap irradiasi dan dapat bertahan pada suhu -190 oC. C. botulinum diketahui menghasilkan eksotoksin yang sangat poten. Toksin ini
merupakan neurotoksin, yang menyebabkan botulism, suatu penyakit neuroparalisis yang
hebat  ditandai  oleh  serangan  yang   tiba-tiba  dan  juga  cepat,  diakhiri  dengan  paralisis
berat  dan  'pulmonary  arrest'.  Meskipun  penyakit  yang  disebabkan  oleh  toksin  C.
botulinum jarang terjadi pada manusia, hal ini sering terjadi pada hewan. Seperti toksin
tetanus, secara serologik terdapat delapan perbedaan toksin botulinum, ditandai A, B, C1,
C2, D, E, F, dan G.

 Bentuk  botulism  yang  sering  terjadi  ialah  botulism makanan  sisa,  suatu
intoksikasi  yang  disebabkan  penelanan  bentuk  awal  toksin  botulinum  dalam  makanan
yang terkontaminasi.
 Toksin  botulinum  menambah  akses  terhadap  sistem  saraf  periferal,  dimana  aksi
awalnya  terhadap  ujung  saraf  kolinergik  untuk  memblock  pelepasan  neurotransmitter,
asetilkholin,  dari  ujung  saraf  persimbangan  neuromuskular.  Dari  hasil  percobaan
diketahui bahwa aksi toksin dianggap memiliki tiga tahap yang berbeda:
1. Berikatannya toksin dengan reseptor pada permukaan membran plasma dengan efek
yang tidak nyata pada transmisi neuromuskuler,
2. Translokasi atau internalisasi toksin, dan
3. Suatu peristiwa intraseluler, efek akhir yang disebabkan oleh bockade stimulus saraf-
penyebab lepasnya asetilkolin.
Tipe Botulism Pada Manusia

 Di Amerika Serikat, kasus botulism dikelompokkan menjadi empat katagori:
1. Botulism makanan-limbah merupakan suatu keracunan makanan yang mematikan yang
disebabkan  oleh  penelanan  neurotoksin  dalam  makanan terkontaminasi  Clostridium
botulinum, yang dimasak secara tidak-sempurna.
2.  Botulism  pada  bayi  dihubungkan  dengan  penelanan  spora  C.  botulinum  oleh  bayi,
perbanyakan  organisme  dalam  saluran  gastrointestinal,  dan  tahap  selanjutnya
penyerapan toksin.
3.  Botulism  luka,  yang  jarang  terjadi,  merupakan  penyakit  neuroparalisis  berhubungan
dengan luka yang memperlihatkan sedikit bukti klinik dari infeksi aktif.
4. Botulism yang tidak-dikelompokkan terjadi pada seseorang berumur lebih dari 1 tahun
dimana  memiliki  gejala  klinis  botulism  dengan  pembawa  transmisi  yang  tidak
teridentifikasi
5.  Neurotoksin  dalam  makanan  terkontaminasi  Clostridium  botulinum,  yang  dimasak
secara tidak-sempurna.
6.  Botulism  pada  bayi  dihubungkan  dengan  penelanan  spora  C.  botulinum  oleh  bayi,
perbanyakan  organisme  dalam  saluran  gastrointestinal,  dan  tahap  selanjutnya
penyerapan toksin.
7.  Botulism  luka,  yang  jarang  terjadi,  merupakan  penyakit  neuroparalisis  berhubungan
dengan luka yang memperlihatkan sedikit bukti klinik dari infeksi aktif.
8. Botulism yang tidak-dikelompokkan terjadi pada seseorang berumur lebih dari 1 tahun
dimana  memiliki  gejala  klinis  botulism  dengan  pembawa  transmisi  yang  tidak
teridentifikasi.

 Periode  inkubasi  dan  manifestasi  klinisnya  sama  untuk  semua  tipe  toksin
botulism.  Karena  panjang  periode  inkubasi  sangat  berhubungan  dengan  dosis  toksin,
periode  inkubasi  terpendek,  dan  kurangnya  gejala.  Gejala,  dimulai  12  sampai  36  jam
setelah  penelanan  makanan  yang  terkontaminasi  atau  paling  lambat  8  hari  sesudahnya.
Botulism tipe E, memiliki periode inkubasi lebih pendek daripada tipe A dan B. Mual dan
muntah seringkali disebabkan oleh intoksikasi tipe  E , jarang terjadi oleh tipe A dan B.
Kelemahan, kelesuan dan pusing-pusing seringkali merupakan awal keluhan. Dalam hal
ini  biasanya  tidak  terjadi  diarhe,  tetapi  terjadi  konstipasi.Gejala  awal  botulism  pada
pasien,akan cepat menapat perhatian seorang dokter.Gejala yang diperlihatkan biasanya
kelumpuhan saraf kranial: secara klasik, diplopia (penglihatan-ganda), dysfagia (kesulitan
menelan),  dan  dysfonia  (kesulitan  berbicara).  Pupil membesar  dan  lidah  sangat  kering
dan  'furry'.  Pada  intoksikasi  tipe  E,  khususnya  terjadi  kehilangan  tekanan  abdominal.
Demam  jarang  terjadi,  dan  proses  mental  tetap  utuh. Sebagai  peningkatan  penyakit  ,
kelemahan  kelompok  otot  (khususnya  leher,  ekstremitas  proksimal,  muskulatur
respiratory),  mengawali  paralisis  respiratory,   merintangi  jaran  udara,  dan   kematian.
Kecepatan kematian dipengaruhi oleh tipe toksin yang dikonsumd\si, penyebaran toksin
dalam  makanan,  kecepatan  diagnosis  penyakit,  dan  dimulainya  terapi  antitoksin.
Sekarang ini, kematian disebabkan oleh sekitar 32% untuk tipe A, 17% untuk tipe B, dan
40% untuk tipe E.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar