BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Teknik spektroskopi adalah salah
satu teknik analisis fisika-kimia yang mengamati tentang interaksi antara atom
atau molekul dengan radiasi elektromagnetik (REM). Radiasi elektromagnetik
panjang gelombang 380 nm-780 nm merupakan radiasi yang dapat diterima oleh
panca indera mata manusia, sehingga dikenal sebagai cahaya tampak (visibel).
Diluar rentang panjang gelombang cahaya tampak, REM sudah tidak dapat ditangkap
oleh panca indera mata manusia (Setiyowati, 2009).
Perkembangan ilmu pengetahuan juga sejalan dengan perkembangan tekhnologi.
Berbagai alat dengan kecanggihan semakin meningkat. Hal ini juga termasuk
perkembangan ilmu dan tekhnologi di bidang kimia dan farmasi. Berbagai
kecanggihan di bidang kimia dan farmasi berkembang pesat, sehingga sangat membantu
banyak orang dalam melakukan riset dan penelitian terkini. Dan diantara
perkembangan tersebut adalah perkembangan dalam analisis farmasi
yang erat kaitannya dengan interaksi cahaya dengan materi, yakni analisis terkait ilmu spektroskopi atau spektrofotometri.
Para ahli kimia sudah lama menggunakan warna sebagai suatu pembantu dalam
mengidentifikasi zat kimia. dimana, serapan atom telah dikenal bertahun-tahun
yang lalu. dewasa ini penggunaan istilah spektrofotometri menyiratkan
pengukuran jauhnya penyerapan energi. cahaya oleh suatu sistem kimia itu
sebagai fungsi dari panjang gelombang tertentu. perpanjangan spektrofotometri
serapan atom ke unsur-unsur lain semula merupakan akibat
perkembangan spektroskopi pancaran nyala. bila disinari
dengan benar, kadang-kadang dapat terlihat tetes-tetes sampel yang belum
menguap dari puncak nyala, dan gas-gas itu terencerkan oleh udara yang
menyerobot masuk sebagai akibat tekanan rendah yang diciptakan oleh kecepatan
tinggi, lagi pula sistem optis itu tidak memeriksa seluruh nyala, melainkan
hanya mengurusi suatu daerah dengan jarak tertentu di atas titik puncak
pembakar
(Sudjadi, 2007).
Selain dengan metode serapan
atom unsur-unsur dengan energy eksitasi rendah dapat juga dianalisis dengan
fotometri nyala, tetapi untuk unsur-unsur dengan energy eksitasi tinggi hanya
dapat dilakukan dengan spektrometri serapan atom. untuk analisis dengan garis
spektrum resonansi antara
400-800 nm, fotometri nyala sangat berguna, sedangkan antara 200-300 nm, metode
aas lebih baik dari fotometri nyala. untuk analisis kualitatif, metode
fotometri nyala lebih disukai dari aas, karena aas memerlukan lampu katoda
spesifik (hallow cathode). kemonokromatisan dalam aas merupakan syarat utama.
suatu perubahan temperature nyala akan mengganggu proses eksitasi sehingga
analisis dari fotometri nyala berfilter. dapat dikatakan bahwa metode fotometri
nyala dan aas merupakan komplementer satu sama lainnya (Watson, 2005).
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang di atas maka rumusan masalah dalam makalah ini yaitu :
1. Bagaimana profil SSA?
2. Apa saja jenis-jenis SSA?
3. Bagaimana instrumentasi SSA?
4. Bagaimana cara bekerja dengan SSA?
5. Bagaimana contoh penerapan SSA dalam bidang farmasi?
C.
Tujuan
Tujuan
makalah ini yaitu :
1.
Untuk mengetahui profil
SSA.
2.
Untuk menegatahui
jenis-jenis SSA.
3.
Untuk mengetahui
instrumentasi SSA.
4.
Untuk mengatahui cara
bekerja dengan SSA.
5.
Untuk mengetahui contoh penerapan SSA dalam bidang farmasi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.
Profil
SSA
Metode Spektroskopi Serapan Atom
(SSA) mendasarkan pada prinsip absopsi cahaya oleh atom. Atom-atom akan
menyerap cahaya pada panjang gelombang tertentu, tergantung pada sifat
unsurnya. Cahaya pada panjang gelombang ini mempunyai cukup energi untuk
mengubah tingkat elektronik suatu atom yang mana transisi elektronik suatu atom
bersifat spesifik. Dengan menyerap suatu energi, maka atom akan memperoleh
energi sehingga suatu atom pada keadaan dasar dapat ditingkatkan energinya ke
tingkat eksitasi (Gandjar dan Rohman, 2007).
Prinsip SSA yaitu atom-atom suatu
logam diuapkan ke dalam suatu nyala dan serapannya pada suatu pita radiasi
sempit yang dihasilkan oleh suatu lampu katoda rongga, dilapisi dengan logam
tertentu yang sedang ditetukan, kemudian diukur. Kelebihan SSA yaitu: (1) lebih
peka dibanding SEA, (2) suatu metode analisis yang sangat spesifik yang
bermanfaat dalam beberapa aspek pengendalian mutu. Adapun kekurangannya yaitu:
(1) hanya dapat diterapkan pada unsur-unsur logam, (2) masing-masing unsur
memerlukan lampu katoda rongga yang berbeda untuk penentuannya (Watson, 2010).
Keberhasilan analisis dengan SSA
ini tergantung pada proses esitasi dan cara memperoleh garis resonansi yang
tepat. Temperatur nyala harus sangat tinggi. Jumlah atom yang tereksitasi dari
keadaan azas (3s) ke keadaan tereksitasi 3p adalah kecil (misal pada suhu 2500oK).
Hal ini dapat diterangkan menggunakan persamaan Bolztman :
dimana:
k : tetapan Boltzman
(1,38 x 10-16 energi/derajat Kelvin)
T : suhu dalam
derajat (K)
Ej : selisih energi
(erg) antara keadaan tereksitasi dengan keadaan azas
Nj : jumlah atom dalam
keadaan tereksitasi
No : jumlah atom dalam
keadaan azas
Pj : jumlah keadaan
kuatum dengan energi yang sama pada keadaan tereksitasi
Po : jumlah keadaan
kuantum dengan energi yang sama dalam keadaan azas (Gandjar dan Rohman, 2007).
Metode analisis berdasarkan serapan atom berpotensi
sangat spesifik karena garis serapan atom yang sangat sempit (0,002 sampai
0,005 nm) dan karena energi transisi elektronik yang unik untuk setiap elemen.
Di sisi lain, lebar garis tertentu menciptakan masalah tidak biasanya ditemui
dalam spektroskopi serapan molekul. Ada hubungan linear antara sinyal
analitik (absorbansi) dan konsentrasi. Hukum beer harus ditaati dan sumber cahaya harus relatif
sempit dengan puncak penyerapan lebar (Skoog et al, 1998).
B. Jenis-Jenis SSA
Berbagai
teknik yang mencakup spektrometri atom,
antara lain Flame atomic absorption
spectroscopy (FAAS), graphite furnace
atomic absorption spectroscopy (GFAAS), inductively
coupled plasma-atomic emission spectroscopy (ICP- AES) dan inductively coupled plasma–mass spectrometry
(ICP-MS) telah digunakan selama bertahun-tahun untuk analisis logam dan
metaloid dalam berbagai jenis sampel, termasuk komponen farmasetik. Baik tehnik
FAAS dan GFAAS, yang didasarkan berdasarkan hukum Lambert-Beer, telah digunakan lebih lama untuk analisis logam
dan/atau metalod dalam obat-obatan dibandingkan ICP-AES atau ICP-MS. FAAS
kurang sensitif dibandingkan GFAAS, dengan FAAS umumnya memiliki kepekaan
bagian per juta (ppm, w/w), dan GFAAS mampu bagian per miliar (ppb, w/w). Baik
FAAS dan GFAAS memerlukan penggunaan hollow
katoda (HCL) atau electrodeless
discharge lamp (EDL) untuk setiap analit yang bersangkutan (Lewen, 2011).
Dalam FAAS,
sampel cair dialirkan ke dalam nyala melalui nebulizer. Dalam nebulizer, sampel
diubah menjadi kabut, dan tetesan kabut yang mudah terbakar dalam api, yang berperan
sebagai sel sampel. Nyala menyediakan sumber atom atau molekul netral atau untuk
menyerap energi, dan bertindak untuk mendesolvasi dan atomisasi sampel. Nyala
api yang paling umum digunakan adalah udara/asetilen api, yang membakar dalam
kisaran suhu 2120-2400◦C, sementara api nitrous oxide, yang dapat membantu
untuk menghancurkan oksida yang bisa terbentuk, membakar dalam kisaran suhu
260-28000C. Sebagai sumber cahaya digunakan hollow katoda (HCL) atau electrodeless
discharge lamp (EDL), yang memancarkan garis spektrum yang sesuai dengan
energi yang dibutuhkan untuk memperoleh transisi elektronik dari keadaan dasar
ke keadaan tereksitasi dalam sampel. Penyerapan radiasi dari sumber cahaya
eksternal sebanding dengan populasi spesies / konsentrasi analit yang
disemprotkan ke nyala (Lewen, 2011).
Volpe et al
(2012) mengaplikasikan tehnik Flame
atomic absorption spectroscopy (FAAS) dan dalam evaluasi kandungan timbal
pada eyeshadow dari Cina, Italia, dan Amerika Serikat. Nikel merupakan penyebab
dermatitis, produk kosmetik harus mengandung nikel kurang dari 5mg/g dan
sebaiknya berada dibawah 1mg/g-1 untuk meminimalkan risiko reaksi alergi atau eczema
kelopak mata.
Pada
analisis tersebut digunakan bahan bakar: udara, 13,50L/menit; asetilena,
2,00L/menit yang digunakan. Absorbansi dibaca pada 217 nm. Kurva kalibrasi
diperoleh dengan menggunakan tiga larutan standar dengan konsentrasi berbeda,
yang diperoleh dari larutan standar Pb(NO3)2 diencerkan
dalam HNO3 1% yang juga
digunakan untuk melarutkan sampel. Produk yang dianalisis selain sampel dari
China memiliki konsentrasi nikel di bawah batas tersebut.
Dalam GFAAS, sampel
(biasanya cairan) dimasukkan melalui celah kecil ke dalam tabung grafit yang dipanaskan,
yang dikenal sebagai mini-Massmann furnace. Di dalam tungku, yang berfungsi
sebagai sel sampel, atom atau molekul netral tereksitasi dari keadaan dasar
ketika tabung dipanaskan. Sampel dapat disimpan secara langsung ke dinding
tungku grafit, atau ke platform grafit kecil, yang dikenal sebagai L’vov
platform, yang berada dalam tungku grafit (Lewen, 2011).
Serangkaian
langkah-langkah pemanasan dijalankan, dengan langkah-langkah utama termasuk
pengeringan, charring atau ashing, atomisasi dan clean-out. Langkah pemanasan
lain dapat digunakan, tergantung pada sifat sampel. Pada tahap atomisasi,
tungku dipanaskan dengan cepat sampai suhu tinggi (biasanya sampai berpijar),
biasanya di kisaran 2500-27000C. Penyerapan signal yang dipancarkan
oleh sampel di dalam tabung terjadi pada analit yang teratomisasi dan kemudian
diukur (Lewen, 2011).
Contado & Antonella (2012) menggunakan tehnik Graphite furnace atomic absorption
spectroscopy (GFAAS) untuk mengevaluasi kandungan logam dalam serbuk
eyeshadow. Unsur logam yang dianalisis antara lain Cr, Co and Ni. Sampel yang
dianalisis adalah 9 produk ayeshadow padat yang harganya sangat murah yang
dijual di italia. Produk tersebut ditujukan untuk anak-anak dan orang dewasa.
Pada analisis terssebut diperoleh kesimpulan bahwa tidak ada sampel yang
mengandung kadar Nikel, Kobalt dan Kromium diatas 1 ppm atau 5 ppm, yang
merupakan batasan kadar logam-logam tersebut untuk tidak menimbulkan reaksi alergi
kulit.
C.
Instrumentasi
SSA
Secara
umum, instrumen
harus mampu memberikan lebar pita yang cukup
sempit untuk mengisolasi garis yang dipilih untuk
pengukuran dari jalur lain
yang dapat mengganggu atau mengurangi sensitivitas analisis. Sebuah kaca
filter sudah cukup untuk beberapa
logam alkali, yang
hanya memiliki garis resonansi beberapa banyak
spasi di daerah tampak. Sebuah
alat yang dilengkapi dengan
filter gangguan mudah
dipertukarkan tersedia secara komersial. Sebuah sumber
cahaya yang
terpisah digunakan
untuk setiap unsur. Sehingga diperoleh hasil yang memuaskan untuk analisis tiap logam
(Skoog
et al, 1998).
Suatu spektrofotometer serapan atom terdiri atas
komponen-komponen berikut ini:
- Sumber cahaya. Sumber yang paling umum untuk pengukuran
serapan atom adalah lampu katoda berongga.
Jenis
lampu ini terdiri dari anoda tungsten dan katoda clyndrical dibungkus dalam sebuah tabung gelas yang diisi
dengan neon atau argon
pada tekanan dari 1-5 torr. Katoda
terbuat dari logam yang spektrum yang
diinginkan atau berfungsi
untuk lapisan supporta
logam itu
- Nyala. Nyala biasanya berupa
udara/asetilen, menghasilkan suhu ±2500oC. Dinitrogen
oksida/asetilen dapat digunakan untuk menghasilkan suhu sampai 3000oC,
yang diperlukan untuk menguapkan garam-garam dari unsur-unsur seperti
alumunium atau kalsium.
- Monokromator. Monokromator digunakan
untuk menyempitkan lebar pita radiasi yang sedang diperiksa sehingga
diatur untuk memantau panjang gelombang yang sedang dipancarkan oleh lampu
katode rongga. Ini menghilangkan interferensi oleh radiasi yang
dipancarkan dari nyala tersebut, dan gas pengisi didalam lampu katode
rongga, dan dari unsur-unsur lain di dalam sampel tersebut.
- Detektor. Detektor digunakan untuk
mengukur intensitas cahaya yang melalui tempat pengatoman. Detektor
berupa sel fotosensitif
- Readout merupakan suatu alat penunjuk
atau sistem pencatatan hasil. Pencatatan hasil dilakukan oleh suatu alat
yang telah terkalibrasi untuk pembacaan suatu transmisi atau absorbsi
(Watson, 2010).
Gambar 1. Instrumentasi SSA
(Sudunagunta et al, 2012)
Instrumen serapan
atom sebagian menggunakan tabung pengganda foto
sebagai transduser. Seperti disebutkan sebelumnya, sistem
elektronik mampu membedakan antara sinyal termodulasi dari sumber dan sinyal
kontinyu dari nyala api yang diperlukan. Kebanyakan instrumen saat ini di pasaran
dilengkapi dengan sistem komputer mikro yang digunakan
untuk mengontrol parameter instrumen dan untuk mengontrol dan memanipulasi data
(Skoog
et al, 1998).
D.
Cara Penggunaan
SSA
Untuk
keperluan analisis kuantitatif dengan SSA, maka sampel harus dalam bentuk
larutan. Untuk menyiapkan larutan, sampel harus diperlakukan sedemikian rupa
yang pelaksanaannya tergantung dari macam dan jenis sampel. Yang penting untuk
diingat adalah bahwa larutan yang akan dianalisis haruslah sangat encer. Ada
beberapa cara untuk melarutkan sampel, yaitu:
-
Larutan dilarutkan dalam pelarut yang sesuai.
-
Sampel dilarutkan dalam suatu asam.
-
Sampel dilarutkan dalam suatu basa atau dilebur dahulu dengan
basa kemudian hasil leburan dilarutkan dalam pelarut yang sesuai.
Metode pelarutan apapun yang akan
dipilih untuk dilakukan analisis dengan SSA, yang terpenting adalah bahwa
larutan yang dihasilkan harus jernih, stabil dan tidak mengganggu zat-zat yang
akan dianalisis (Gandjar dan Rohman, 2007).
E. Metode Analisis
Ada tiga teknik yang biasa dipakai dalam analisis secara spektrometri. Ketiga
teknik tersebut adalah:
1. Metode
Standar Tunggal
Metode ini
sangat praktis karena hanya menggunakan satu larutan standar yang telah
diketahui konsentrasinya (Cstd). Selanjutnya absorbsi larutan standar (Asta)
dan absorbsi larutan sampel (Asmp) diukur dengan spektrometri. Dari hukum Beer
diperoleh:
Sehingga,
Astd/Cstd =
Csmp/Asmp -> Csmp = (Asmp/Astd) x Cstd
Dengan mengukur
absorbansi larutan sampel dan standar, konsentrasi larutan sampel dapat
dihitung.
2. Metode kurva
kalibrasi
Dalam metode
ini dibuat suatu seri larutan standar dengan berbagai konsentrasi dan
absorbansi dari larutan tersebut diukur dengan AAS. Langkah selanjutnya adalah
membuat grafik antara konsentrasi(C) dengan absorbansi (A) yang merupakan garis
lurus yang melewati titik nol dengan slobe = atau = a.b. konsentrasi
larutan sampel dapat dicari setelah absorbansi larutan sampel diukur dan
diintrapolasi ke dalam kurva kalibrasi atau dimasukkan ke dalam persamaan garis
lurus yang diperoleh dengan menggunakan program regresi linewar pada
kurvakalibrasi.
3. Metode adisi
standar
Metode ini
dipakai secara luas karena mampu meminimalkan kesalahan yang disebabkan oleh
perbedaan kondisi lingkungan (matriks) sampel dan standar. Dalam metode ini dua
atau lebih sejumlah volume tertentu dari sampel dipindahkan ke dalam labu
takar. Satu larutan diencerkan sampai volume tertentu kemudiaan larutan yang
lain sebelum diukur absorbansinya ditambah terlebih dahulu dengan sejumlah
larutan standar tertentu dan diencerkan seperti pada larutan yang pertama.
Menurut hukum
Beer akan berlaku hal-hal berikut:
Ax = k.Ck
AT = k(Cs+Cx)
Dimana,
Cx =
konsentrasi zat sampel
Cs =
konsentrasi zat standar yang ditambahkan ke larutan sampel
Ax =
absorbansi zat sampel (tanpa penambahan zat standar)
AT =
absorbansi zat sampel + zat standar
Jika kedua
rumus digabung maka akan diperoleh Cx = Cs + {Ax/(AT-Ax)}
Konsentrasi zat
dalam sampel (Cx) dapat dihitung dengan mengukur Ax dan AT dengan spektrometri.
Jika dibuat suatu seri penambahan zat standar dapat pula dibuat grafik antara
AT lawan Cs garis lurus yang diperoleh dari ekstrapolasi ke AT = 0, sehingga
diperoleh:
Cx = Cs x
{Ax/(0-Ax)} ; Cx = Cs x (Ax/-Ax)
Cx = Cs x (-1)
atau Cx = -Cs
Salah satu
penggunaan dari alat spektrofotometri serapan atom adalah untuk metode
pengambilan sampel dan analisis kandungan logam Pb di udara. Secara umum
pertikulat yang terdapat diudara adalah sebuah sistem fase multi kompleks
padatan dan partikel-partikel cair dengan tekanan uap rendah dengan ukuran
partikel antara 0,01 – 100 μm.
(Sudjadi, 2007).
Cara menggunakan spektrofotometer serapan atom :
- Pertama-tama
gas di buka terlebih dahulu, kemudian kompresor, lalu ducting, main unit,
dan komputer secara berurutan.
- Di
buka program SAA (Spectrum Analyse Specialist), kemudian muncul perintah
”apakah ingin mengganti lampu katoda, jika ingin mengganti klik Yes dan
jika tidak No.
- Dipilih
yes untuk masuk ke menu individual command, dimasukkan nomor lampu katoda
yang dipasang ke dalam kotak dialog, kemudian diklik setup, kemudian
soket lampu katoda akan berputar menuju posisi paling atas supaya lampu
katoda yang baru dapat diganti atau ditambahkan dengan mudah.
- Dipilih
No jika tidak ingin mengganti lampu katoda yang baru.
- Pada
program SAS 3.0, dipilih menu select element and working mode.Dipilih
unsur yang akan dianalisis dengan mengklik langsung pada symbol unsur yang
diinginkan
- Jika
telah selesai klik ok, kemudian muncul tampilan condition settings. Diatur
parameter yang dianalisis dengan mensetting fuel flow :1,2 ;
measurement; concentration ; number of sample: 2 ; unit concentration :
ppm ; number of standard : 3 ; standard list : 1 ppm, 3 ppm, 9 ppm.
- Diklik
ok and setup, ditunggu hingga selesai warming up.
- Diklik
icon bergambar burner/ pembakar, setelah pembakar dan lampu menyala alat
siap digunakan untuk mengukur logam.
- Pada
menu measurements pilih measure sample.
- Dimasukkan
blanko, didiamkan hingga garis lurus terbentuk, kemudian dipindahkan ke
standar 1 ppm hingga data keluar.
- Dimasukkan
blanko untuk meluruskan kurva, diukur dengan tahapan yang sama untuk
standar 3 ppm dan 9 ppm.
- Jika
data kurang baik akan ada perintah untuk pengukuran ulang, dilakukan
pengukuran blanko, hingga kurva yang dihasilkan turun dan lurus.
- Dimasukkan
ke sampel 1 hingga kurva naik dan belok baru dilakukan pengukuran.
- Dimasukkan
blanko kembali dan dilakukan pengukuran sampel ke 2.
- Setelah
pengukuran selesai, data dapat diperoleh dengan mengklikicon print atau
pada baris menu dengan mengklik file lalu print.
- Apabila
pengukuran telah selesai, aspirasikan air deionisasi untuk membilas burner
selama 10 menit, api dan lampu burner dimatikan, program pada komputer
dimatikan, lalu main unit AAS, kemudian kompresor, setelah itu ducting dan
terakhir gas (Hendayana, 1994).
BAB III
PEMBAHASAN
Sesuai Amerika
Serikat Federal Makanan Dan Drug Administration (USFDA), produk farmasi/senyawa
harus benar-benar ditandai. Logam ditemukan dalam semua tahap proses
pengembangan obat, dari sintesis obat untuk kontrol kualitas (QC), logam yang
digunakan dalam sintesis zat obat, sebagai eksipien dalam tablet, kapsul,
cairan dan produk berbasis logam digunakan sebagai gambar agen dan peralatan
yang digunakan dalam pembuatan obat atau zat senyawa dapat menjadi sumber untuk
melacak logam. Berbagai teknik serapan atom berbasis seperti AAS sering
digunakan untuk membantu mengkarakterisasi sepenuhnya dari produk farmasi.
Spektrometri atom memungkinkan penentuan obat dengan sensitivitas yang lebih
tinggi dan akurasi. Metode ini bebas dari campur tangan eksipien hadir dalam
formulasi obat.
Berbagai macam
logam dan metaloid yang digunakan dalam pembuatan obat-obatan dan beberapa juga
digunakan sebagai bahan farmasi aktif “active pharmaceutical ingredient “ (API)
dalam produk obat. Paladium, platinum biasanya digunakan katalis dalam industri
farmasi. Karena rute yang potensial masuk untuk logam dan metaloid menjadi
produk farmasi, industri farmasi yang tertarik dalam memantau elemen pada semua
tahap proses pembangunan. Elemen analisis menggunakan spektroskopi atom
mencakup tidak hanya API, tetapi juga membersihkan validasi dan sidik jari
obat. Berbagai zat telah diperiksa untuk banyak unsur, seperti timbal (Pb),
Kadmium (Cd) dalam sirup pediatrik komersial dan magnesium (Mg) distribusi di
tablet. Teknik AAS berbasis juga telah digunakan untuk memberikan penentuan
langsung dari obat-obatan seperti ciprofloxacin, amoksisilin dan
natrium diklofenak. Kuantifikasi timah dalam bubuk antihelminthic: senyawa
timah organik seperti dibutil-n-tindilaurate dalam bubuk antihelminthic yang
dirawat karena infestasi cacing pada hewan. Penentuan lithium di
antidepressives oleh nyala AAS, Palladium dalam obat sintetis dapat dilakukan
oleh tabung grafit atau bahan tungku AAS. Telah
digunakan dalam kedokteran gigi dianalisis untuk penentuan zirkonium oleh AAS.
HG-AAS dapat
digunakan untuk penentuan arsenik dalam sampel komersial obat suntik yang
mengandung konsentrasi tinggi Sb (V) berdasarkan prinsip efek kulit untuk Sb
sitrat, asam oksalat dan asetat sebagai media reaksi setelah predigestion
sampel. Jumlah vanadat (V) terikat albumin serum manusia (HSA) dalam larutan
infus dapat ditentukan dengan menggunakan ET-AAS.
Penentuan AAS tidak
langsung dari komponen aktif dalam sediaan farmasi dapat dicapai dengan terus menerus
ekstraksi cair-cair digabungkan pada baris ke spektrometer serapan atom dengan
sensitivitas yang jauh lebih tinggi. Konsentrasi rendah promazine dapat
ditentukan secara tidak langsung oleh reaksi garam Reinecke dengan promazine
yang membentuk senyawa ion-asosiasi kemerahan. Antibakteri Flouroquinolone
seperti gatifloksasin, moksifloksasin dan sparfloxacin dapat diperkirakan
secara akurat oleh AAS oleh reaksi amonium Reinecke untuk membentuk endapan
stabil kompleks pasangan ion. Sebuah metode tidak langsung berdasarkan pada
kompleksasi kaptopril dengan
kelebihan Pb (II) ion digunakan untuk penentuan kaptopril dalam sediaan farmasi oleh AAS. Kompleks yang dihasilkan dapat disedot pada AAS setelah resoluting pada resin pertukaran kationik.
kelebihan Pb (II) ion digunakan untuk penentuan kaptopril dalam sediaan farmasi oleh AAS. Kompleks yang dihasilkan dapat disedot pada AAS setelah resoluting pada resin pertukaran kationik.
AAS dapat digunakan
untuk mengetahui keberadaan proporsi berbagai logam penting bersama dengan
konsentrasi bervariasi dari ion dalam persiapan ayurveda dari ion logam.
Penggunaan kompleks
mengkoordinasikan platinum (II) seperti cis-dichlorodiamine platinum sebagai
obat kemoterapi dapat menyebabkan efek toksik. Platinum mengandung senyawa
dapat dipantau dengan cepat, sensitif dan tepat seperti spektroskopi tungku
grafit serapan atom.
Penerapan metode SSA dalam analisis farmasi salah
satunya dapat digunakan untuk menetapkan kadar logam-logam di dalam sejumlah
sediaan. Dalam makalah ini kami mengangkat contoh penelitian yang menggunakan
SSA dari jurnal “Analisis Lengkap Asam
Askorbat sebagai Bahan Baku Suplemen Makanan Di PT Bayer Indonesia Cabang
Cimanggis” (Anisa, 2011).
Mutu
produk akan sangat ditentukan oleh mutu bahan bakunya. Oleh sebab itu,
pengujian terhadap setiap bahan baku sangat penting dilakukan. Asam askorbat
merupakan salah satu bahan baku utama pada produk suplemen makanan yang
diproduksi oleh PT Bayer Indonesia. Analisis lengkap asam askorbat bertujuan
menjamin agar produk suplemen yang diperoleh aman dan bermutu sesuai dengan
kriteria yang dianjurkan oleh Farmakope Eropa. Dalam hal ini akan dianalisis
kandungan tembaga dan besi dalam sediaan asam askorbat produksi PT Bayer
Indonesia.
Penentuan
kadar tembaga dan besi dengan AAS diawali dengan preparasi pelarut, standar,
dan sampel. Larutan HNO3 0.1M digunakan sebagai pelarut. Standar Cu dan Fe 10
ppm dibuat dengan cara memipet 1 mL larutan standar induk Cu dan Fe (1000 ppm)
kedalam labu takar 100 mL, kemudian ditera dengan air distilasi. Deret standar
Cu dan Fe 0.2; 0.4; dan 0.6 ppm dibuat dengan mengencerkan lebih lanjut larutan
standar Cu dan Fe 10 ppm dengan HNO3 0.1M. Deret standar dibuat sebanyak 3 kali
ulangan.
Untuk
penentuan logam Cu, ditimbang 2 g asam askorbat dan untuk penentuan logam Fe, 5
g asam askorbat, masing-masing dimasukkan kedalam 13 labu takar 25 mL, dan
ditera dengan HNO3 0.1 M. Deret standar dan sampel diukur kadar besi
dan tembaganya dengan menggunakan AAS Varian 220 F.
Penentuan
kadar tembaga dilakukan dengan AAS pada panjang gelombang 324.8 nm, sementara
kadar besi ditentukan pada panjang gelombang 248.3 nm. Asam nitrat 0.1 M
digunakan sebagai pelarut, standar dengan konsentrasi tembaga dan besi
masing-masing 0.2, 0.4, dan 0.6 ppm. Deret standar tersebut diukur triplo dan
digunakan sebagai pengoreksi kesalahan kerja. Data dapat diterima jika 3
ulangan standar menghasilkan simpangan baku relatif (% RSD) ≤ 5.0% dan nisbah
absorbans standarnya tidak melebihi yang telah ditetapkan oleh Farmakope Eropa
yaitu, 95–105%.
AAS bekerja dengan cara :
1. Sumber sinar yang berupa tabung katoda berongga (Hollow
Chatode Lamp) menghasilkan sinar monokromatis yang
mempunyai beberapa garis resonansi
2. Sampel diubah fasenya dari larutan menjadi uap atom bebas
di dalam atomizer dengan nyala api yang dihasilkan dari pembakaran
bahan bakar dengan oksigen
3. Monokromator akan mengisolasi salah satu garis resonansi
yang sesuai dengan sampel dari beberapa garis resonansi
yang berasal dari sumber sinar
4. Energi sinar dari monokromator akan diubah menjadi energi
listrik dalam detektor
5.
Energi
listrik dari detektor inilah yang akan menggerakkan
jarum dan mengeluarkan grafik
6.
Sistem
pembacaan akan menampilkan data yang dapat
dibaca dari grafik
Tabel.1 Hasil Perhitungan Kadar Cu dan Fe dalam asam askorbat
Kadar
tembaga dalam sampel asam askorbat sebesar 0.25 ppm masih memenuhi kriteria
yang dianjurkan oleh Farmakope Eropa, yaitu maksimal 5 ppm. Demikian pula kadar
besi asam askorbat diperoleh sebesar 0.04 ppm. Jika kadarnya melebihi standar
yang telah ditentukan, asam askorbat akan mudah rusak karena tembaga dan besi
merupakan logam transisi yang berpotensi mengoksidasi asam askorbat. Kelat asam
askorbat dengan logam yang bersifat reduktor kuat seperti Fe(III) dan Cu(II) mudah terbentuk,
dengan asam askorbat berperan sebagai ligan bidentat.
Keberadaan tembaga dimungkinkan berasal dari proses
pembuatan asam askorbat. Asam askorbat sintetik berasal dari D-glukosa dan
dalam pembuatannya melibatkan katalis logam, yaitu CuCrO2. Sementara besi yang
terkandung dalam asam askorbat dapat berasal dari proses pembuatan yang
menggunakan peralatan industri berbahan dasar besi. Walaupun tembaga dan besi
dibutuhkan oleh tubuh manusia, kedua unsur ini tidak diinginkan keberadaannya
dalam asam askorbat maupun suplemen makanan.
BAB IV
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas dapat
disimpulkan:
·
Prinsip SSA yaitu
atom-atom suatu logam diuapkan ke dalam suatu nyala dan serapannya pada suatu
pita radiasi sempit yang dihasilkan oleh suatu lampu katoda rongga, dilapisi
dengan logam tertentu yang sedang ditetukan, kemudian diukur.
·
Kelebihan SSA yaitu:
(1) lebih peka dibanding SEA, (2) suatu metode analisis yang sangat spesifik
yang bermanfaat dalam beberapa aspek pengendalian mutu. Adapun kekurangannya
yaitu: (1) hanya dapat diterapkan pada unsur-unsur logam, (2) masing-masing
unsur memerlukan lampu katoda rongga yang berbeda untuk penentuannya.
·
Jenis-jenis SSA antara lain Flame
atomic absorption spectroscopy (FAAS), graphite
furnace atomic absorption spectroscopy (GFAAS), inductively coupled plasma-atomic emission spectroscopy (ICP- AES)
dan inductively coupled plasma–mass
spectrometry (ICP-MS)
·
Instrumen SSA terdiri dari sumber
cahaya, nyala, monokromator, detector dan readout.
·
Penggunaan SSA untuk keperluan analisis kuantitatif dengan SSA, sampel harus dalam bentuk larutan
·
SSA sering diaplikasikan dalam bidang farmasi untuk
membantu mengkarakterisasi sepenuhnya dari produk farmasi karena spektrometri
atom memungkinkan penentuan obat dengan sensitivitas yang lebih tinggi dan
akurasi
B.
Saran
Perlu
dilakukan kajian lebih mendalam meneganai SSA
mengingat cakupan materinya yang sangat luas.
DAFTAR PUSTAKA
Anisa. 2011. Analisis Lengkap Asam Askorbat sebagai Bahan Baku
Suplemen Makanan Di PT Bayer Indonesia Cabang Cimanggis. Institut pertanian Bogor.
Contado, Catia
& Antonella Pagnoni. 2012. A new strategy for pressed powder eye shadow
analysis: Allergenic metal ion content and particle size distribution. Science of the Total Environment. 483:
173–179
Gandjar, IG
dan Rohman, A. 2007. Kimia Farmasi
Analisis. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.
Hendayana,
dkk, 1994, Kimia AnalitikInstrumen, IKIP Semarang.
Lewen, N.
2011. The use of atomic spectroscopy in the pharmaceutical industry for the
determination of trace elements in pharmaceuticals. Journal of Pharmaceutical and Biomedical Analysis. 55:
653–661
Setiyowati.
2009. Validasi dan Pengembangan Penetapan
Kadar Tablet Besi Sulfat dengan Spektrofotometri Visibel dan Serimetri sebagai
Pembanding. Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Surakarta. Surakarta.
Skoog, Holler, Nieman. 1998. Principles of Instrumental Analysis, 5th
ed. Saunders College Publishing. USA.
Volpe, M.G.,
M. Nazzaro, R. Coppola, F. Rapuano & R.P. Aquino. 2012. Determination and
assessments of selected heavy metals in eye shadow cosmetics from China, Italy,
and USA. Microchemical Journal. 101:
65-69
Tidak ada komentar:
Posting Komentar