BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Setiap obat
mempunyai karakteristik masing – masing berkaitan dengan ADME-nya (Adsorbsi,
Distribusi, Metabolisme, Ekskresi). ADME akan menetukan kadar obat dalam
reseptornya sehingga akan menentukan timbulnya efek farmakologi atau efek
toksiknya (Priyanto, 2010). Hal tersebut dapat dikaji dalam studi
Farmakokinetik. Studi ini memberikan banyak manfaat diantaranya : mencegah
antaraksi obat yang tidak diinginkan, melakukan penyesuaian posologi pada kasus
gagal ginjal atau hati, merencanakan skema terapik obat baru, mendeteksi
perbedaan individual dalam metabolisme obat, menangani obat yang kurang aman,
dan lain – lain.
Dalam
tubuh, obat berada dalam suatu keadaan dinamik. Dalam suatu sistem biologik
peristiwa – peristiwa yang dialami obat sering terjadi secara serentak.dalam
menggambarkan sistem biologik yang kompleks tersebut, dibuat penyederhanaan
anggapan mengenai pergerakan obat itu. Suatu hipotesis atau model disusun
dengan menggunakan istilah matematik,yang memberi arti singkat dari pernyataan
hubungan kuantitatif. Berbagai model matematik dapat dirancang untuk meniru
proses laju absorpsi, distribusi, dan eliminasi obat. Model matematik ini
memungkinkan pengembangan persamaan untuk menggambarkan konsentrasi obat dalam
tubuh sebagai fungsi waktu (Shargel dan Andrew, 2005).
Suatu
kompartemen bukan suatu daerah fisiologik atau anatomik yang nyata, tetapi
dianggap sebagai sutu jaringan atau kelompok jaringan yang mempunyai aliran
darah dan afinitas obat yang sama. Dalam masing – masing kompartemen, obat
dianggap didistribusi secara merata. Model kompartemen didasarkan atas anggapan
linier yang menggunakan persamaan diferensial linier (Shargel dan Andrew,
2005).
Secara
konseptual, obat bergerak masuk dan keluar kompartemen secara dinamik. Tetapan
laju reaksi diperlukan untuk menyatakan semua proses laju obat masuk dan keluar
dari kompartemen. Model kompartemen kemudian diuji kebenarannya dan selanjutnya
diperoleh parameter – parameter farmakokinetiknya (Shargel dan Andrew, 2005).
Oleh karena
pentingnya persoalan model kompartemen, laju reaksi, dan parameter
farmakokinetika dalam kajian ilmu farmakokinetika, maka akan dibhas lebih
lanjut dalam makalah ini.
B.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas,
maka rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut.
1. Bagaimana
konsep model kompartemen?
2. Apa
itu laju reaksi dan orde reaksi?
3. Apa
saja parameter farmakokinetika?
C.
Tujuan
Adapun tujuan penulisan makalah ini
adalah sebagai berikut.
1. Untuk
mengetahui konsep model – model kompartemen.
2. Untuk
mengetahui tentang laju reaksi dan orde reaksi.
3. Untuk
mengetahui jenis – jenis parameter farmakokinetika.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Model
Kompartemen
Nasib obat
sesudah diminum adalah didistribusikan ke seluruh tubuh oleh cairan tubuh
(darah), tetapi kita tidak mengetahui dengan pasti kemana dan berapa jumlahnya
pada jaringan penerima distribusi. Untuk mengirakan hal tersebut, maka secara
farmakokinetik dibuatlah model - model yang melihat tubuh sebagai kompartemen. Sebagai
bapak dari model kompartemen adalah Teorell yang mengatakan tujuan
farmakokinetika adalah menurunkan persamaan matematika yang memungkinkan kita
menerangkan kinetika dan distribusi obat dalam tubuh. Dikemukakan terdapat dua
jenis model kompartemen yaitu model satu kompartemen dan model multi
kompartemen (yang terbanyak dua kompartemen dari model multi kompartemen).
1.
Model Satu Kompartemen
Jika suatu obat
diberikan dalam bentuk injeksi intravena cepat (IV bolus), seluruh dosis obat
masuk tubuh
dengan segera. Oleh karena itu, laju absorpsi obat diberikan dalam perhitungan.
Dalam banyak hal, obat tersebut didistribusikan ke semua jaringan di dalam
tubuh melalui sistem sirkulasi dan secara cepat berkesetimbangan di dalam
tubuh.
Gambar 1. Model Satu
Kompartemen
Keterangan
:
1
= Pemberian suntikan IV dengan dosis Xo
2
= Pemberian yang harus melewati membran (misal: oral) untuk sampai ke
kompartemen
dengan jumlah obat tersedia untuk diabsorbsi (Xa) dan
tetapan
kecepatan absorbsi Ka
K
= Tetapan kecepatan eksresi obat dari kompartemen.
Model
kompartemen satu terbuka menganggap bahwa berbagai perubahan yang sebanding
dengan kadar obat dalam jaringan. Tetapi, model ini tidak menganggap bahwa
konsentrasi obat dalam tiap jaringan tersebut adalah sama pada berbagai waktu.
Disamping itu DB juga
tidak dapat ditentukan secara langsung, tetapi dapat ditentukan konsentrasi
obatnya dengan menggunakan cuplikan cairan tubuh (seperti darah). Volume distribusi, Vd adalah
volume dalam tubuh dimana obat terlarut.
Laju eliminasi
untuk sebagian besar obat merupakan suatu proses order kesatu. Tetapan laju
eliminasi, K adalah suatu tetapan
laju eliminasi order kesatu dengan satuan waktu-1. Pada umunya hanya
obat induk atau obat yang aktif yang ditentukan dalam kompartemen vaskular.
Pemindahan atau eliminasi obat secara total dari kompartemen ini dipengaruhi
oleh proses metabolisme (biotransformasi) dan ekskresi.
Volume
distribusi menyatakan suatu faktor yang harus diperhitungkan dalam
memperkirakan jumlah obat dalam tubuh dari konsetrasi obat yang ditemukan dalam
kompartemen cuplikan. Volume distribusi juga dapat dianggap sebagai volume (Vd)
dimana obat terlarut. Untuk sebagian besar obat dianggap bahwa obat bersetimbangan
secara cepat dalam tubuh. Tiap jaringan dapat mengandung suatu konsentrasi obat
yang berbeda sehubungan dengan perbedaan afinitas obat terhadap jaringan
tersebut. Jumlah obat dalam tubuh tidak dapat ditentukan secara langsung tetapi
suatu cuplikan darah dapat diambil pada jarak waktu secara berkala dan
dianalisis konsentrasi obat tersebut.
2.
Model Dua Kompartemen
Kurva kadar
dalam plasma waktu dari beberapa obat yang diberikan dalam suatu dosis tertentu
intravena tunggal dapat digambar dengan anggapan bahwa pemindahan obat antar
kompartemen mengikuti reaksi order kesatu. Dalam model kompartemen dua dianggap
bahwa obat terdistribusi ke dalam dua kompartemen. Kompartemen kesatu, dikenal
sebagai kompartemen sentral, yaitu darah, cairan ekstra selular, dan
jaringan-jaringan dengan perfusi tinggi, kompartemen-kompartemen ini secara
cepat terdifusi oleh obat. Kompartemen kedua merupakan kompartemen jaringan,
yang berisi jaringan-jaringan yang berkesetimbangan secara lebih lambat dengan
obat. Model ini menganggap obat dieliminasi dari kompartemen sentral.
Gambar
2. Model Kompartemen Dua
Pemberian obat
dari segi farmakokinetika dapat dibagi dua, yang pertama adalah pemberian
secara langsung ke kompartemen yang mendistribusikan obat seperti pemberian suntikan
intra vena seperti pada persamaan 1.1 dan 1.2 dan yang kedua adalah pemberian
yang harus
melewati membran sebelum mencapai kompartemen pendistribusi seperti pada
persamaan 1.3 dan 1.4. Dari model tersebut diturunkan persamaan
farmakokinetiknya :
Persamaan 1.1
x = xo
e-Kt x = VC
C = Co
e-Kt
Persamaan 1.2
ka . xa – K . x
-Kt – e Ka t )
-Kt – e Ka t )
Persamaan 1.3
k21
Xp – k12 Xc – k10 Xc
= A e-α t – B e-β t
Dimana, α +
β = k12 + k21 + k10
α β = k21
k10
Persamaan
1.4
ka
XA – k12 Xc + k21 Xp – k10
Xc
Cc
= L e-α t + M e-β t – N e-Ka t
Persamaan di
atas diturunkan berdasarkan asumsi bahwa proses yang terjadi mengikuti kinetika
oder pertama. Proses-proses ini bias juga orde nol atau kinetika enzimatis.
Persamaan kinetika disesuaikan dengan proses yang terjadi.
Dengan
memberikan obat secara suntikan intra vena, kemudian ditentukan kadar obat
dalam darah pada waktu-waktu tertentu, akan didapat parameter farmakokinetika V
dan K pada model satu kompartemen serta Vc, k12, k21,
dan k10 pada model dua kompartemen. Harga ka dan F
didapat dari pemberian obat yang harus melewati membran untuk sampai ke
kompartemen pusat. Dengan mengetahui harga parameter farmakokinetika dan model
kompartemen berapa yang diikuti oleh obat, maka dapatlah dihitung berapa dosis
obat dan berapa selang waktu pemberian obat pada pemakaian ganda. Obat akan
bekerja dengan manjur dan aman jika kadarnya berada di atas konsentrasi minimum
efektif (MEC) tetapi di bawah konsentrasi maksimum yang dapat menimbulkan
gejala keracunan (MTC). Makin dekat jarak antara MEC dan MTC, maka perhitungan
farmakokinetika dilakukan dengan teliti.
B.
Orde
Reaksi
Pada umumnya hanya obat induk (obat
yang aktif farmakologik) yang ditentukan dalam percobaan. Sedangkan metabolit
obat atau hasil urai obat tidak dapat atau sangat sukar ditentukan secara
kuantitatif. Oleh karena itu, laju reaksi ditentukan melalui percobaan dengan
cara mengukur obat A dalam jarak waktu yang ditentukan.
Laju suatu rekasi kimia atau proses
kimia diartikan sebagai kecepatan terjadinya suatu rekasi kimia. Orde suatu
reaksi ialah jumlah semua eksponen (dari konsentrasi dalam persamaan laju. Orde
reaksi juga menunjukkan cara bagaiman konsentrasi obat atau pereaksi
mempengaruhi laju suatu reaksi kimia.
1.
Reaksi
Orde Nol
Bila jumlah obat A berkurang dalam
suatu jarak waktu yang tetap, t, maka laju hilangnya obat A dinyatakan sebagai
:
= -K0
K0 adalah tetapan laju
reaksi orde nol dan dinyatakan dalam satuan massa/waktu (misal mg/menit).
2.
Reaksi
Orde Pertama
Jika jumlah obat A berkurang dengan
laju yang berbanding lurus dengan pangkat satu jumlah obat yang tersisa, maka
laju hilangnya obat A dinyatakan sebagai :
= -KA
Reaksi itu dikatakan sebagai
reaksi orde pertama. K adalah tetapan laju reaksi orde pertama dan
dinyatakan dalam satuan waktu-1 (misal jam-1).
C.
Parameter
Farmakokinetika
Parameter farmakokinetika adalah
besaran yang diturunkan secara matematis dari model kompartemen berdasarkan
hasil pengukuran kadar obat utuh dan atau metabolitnya dalam darah, urine atau
cairan hayati lainnya. Darah merupakan tempat yang paling cepat dicapai obat
dan paling ideal sebagai data penetapan kadar obat dalam tubuh, karena darah
yang mengambil obat dari tempat absorpsi lalu menyebarkannya ke tempat kerja
dan membuangnya melalui proses eliminasi. Berikut beberapa parameter
farmakokinetika.
1.
Bioavailabilitas
Bioavailabilitas adalah jumlah dan
kecepatan obat yang diabsorpsi melalui jalur pemberian tertentu masuk ke
sirkulasi sistemik. Besarnya nilai bioavailabilitas umumnya dibandingkan dengan
jumlah obat yang masuk sirkulasi sistemik melalui pemberoan injeksi intravena
(IV). Pada pemberian IV obat dianggap 100% masuk ke dalam tubuh. Sehingga
bioavailabilitas menunjukkan % (fraksi) obat yang terabsorpsi. Cara menghitung
bioavailabilitas adalah membagi luas di bawah kurva (area under the curve, AUC)
pada kurva hubungan antara kadar obat versus waktu setelah pemberian obat
tunggal dibagi dengan AUC pemberian obat yang sama melalui injeksi IV
(Priyanto, 2010).
2.
Kliren
Total
Kliren (Cl) ialah kecepatan obat
dibersihkan dari dalam tubuh atau volume plasma yang dibersihkan dari obat
persatuan waktu (volume/waktu). Kliren total adalah jumlah kliren dari berbagai
organ, seperti hepar, ginjal, empedu, paru – paru, dan lain – lain. Namun
demikian, kliren total sudah cukup jika diwakili dari jumlah kliren hepar
ditambah dengan kliren ginjal. Cara menghitung kliren :
Cl
=
Keterangan
:
Ro
= Kecepatan obat dibersihkan dari dalam tubuh (mg/menit)
Cp
= Kadar obat dalam plasma
Cl
= Kliren (Priyanto, 2010).
3.
Volume
Distribusi (Vd)
Volume distribusi (Vd) adalah
volume perkiraan (apparent) obat terlarut dan terdistribusi dalam tubuh.
Semakin besar nilainya, semakin luas distribusinya. Cara menghitung Vd :
Vd
=
Keterangan
:
CPO = Kadar obat dalam plasma pada waktu nol
(kadar tinggi)
Vd
= Volume distribusi
Menghitung Vd sama dengan menghitung
volume tempat obat dilarutkan. Contoh :
1000
mg serbuk obat dimasukkan dalam beker glas yang berisi air, setelah larut
cairan diambil dan ditetapkan kadarnya diperoleh kadar 1 mg/ml. Berapa volume air
tempat obat melarut tersebut?
Volume
= = = 1000 ml
Disamping rumus di atas, Vd dapat
dihitung berdasarkan rumus :
Vd
=
Keterangan
:
Cl
= Kliren
K
= Konstanta kecepatan eleminasi (Priyanto, 2010).
4.
Waktu
Paruh (t ½)
Waktu paruh (t ½)
menyatakan waktu yang diperoleh oleh sejumlah obat untuk berkurang menjadi
separuhnya.
Harga t ½ untuk reaksi
orde pertama dapat diperoleh dari persamaan berikut :
t1/2 =
Dari
persamaan itu tampak bahwa untuk reaksi orde pertama, t
½ adalah konstan. Tanpa perlu diperhatikan berapajumlah atau
konsentrasi obat pada keadaan awal, maka waktu yang diperlukan untuk berkurang
menjadi separuhnya adalah konstan.
Adapun t ½ orde nol
berjalan tidak tetap. Harga t ½ reaksi orde nol adalah sebanding
dengan jumlah atau konsentrasi awal obat dan berbanding terbalik dengan tetapan
laju reaksi orde nol, Ko :
t1/2 =
Oleh karena t1/2 berubah
secara berkala dengan berkurangnya konsentrasi obat, maka t1/2 untuk
reaksi orde nol ini hanya sedikit kegunannya (Shargel dan Andrew, 2005).
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Berdasarkan
pembahasan di atas dapat disimpulkan :
1. Terdapat dua jenis model kompartemen yaitu model satu
kompartemen dan model dua / multi kompartemen.
2. Laju
rekasi kimia adalah kecepatan terjadinya suatu rekasi kimia. Orde suatu reaksi
ialah jumlah semua eksponen (dari konsentrasi dalam persamaan laju. Orde reaksi
juga menunjukkan cara bagaiman konsentrasi obat atau pereaksi mempengaruhi laju
suatu reaksi kimia.
3. Ada
beberapa parameter farmakokinetika, yaitu bioavailabilitas, kliren total,
volume distribusi, dan waktu paruh.
B.
Saran
Melalui makalah ini penulis
menyarankan perlunya peran aktif dari mahasiswa untuk memahami materi model
kompartemen, mengingat cakupannya yang sangat luas.
DAFTAR PUSTAKA
Priyanto,
2010, Farmakologi Dasar, Edisi II,
Lembaga Studi dan Konsultasi Farmakologi, Jakarta.
Shargel,
L. dan Andrew B.C.YU., 2005, Biofarmasetika
dan Farmakokinetika Terapan, Edisi kedua, Airlangga University Press,
Surabaya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar