Powered By Blogger

Total Tayangan Halaman

Kamis, 12 Juni 2014

Model Kompartemen

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Setiap obat mempunyai karakteristik masing – masing berkaitan dengan ADME-nya (Adsorbsi, Distribusi, Metabolisme, Ekskresi). ADME akan menetukan kadar obat dalam reseptornya sehingga akan menentukan timbulnya efek farmakologi atau efek toksiknya (Priyanto, 2010). Hal tersebut dapat dikaji dalam studi Farmakokinetik. Studi ini memberikan banyak manfaat diantaranya : mencegah antaraksi obat yang tidak diinginkan, melakukan penyesuaian posologi pada kasus gagal ginjal atau hati, merencanakan skema terapik obat baru, mendeteksi perbedaan individual dalam metabolisme obat, menangani obat yang kurang aman, dan lain – lain.
Dalam tubuh, obat berada dalam suatu keadaan dinamik. Dalam suatu sistem biologik peristiwa – peristiwa yang dialami obat sering terjadi secara serentak.dalam menggambarkan sistem biologik yang kompleks tersebut, dibuat penyederhanaan anggapan mengenai pergerakan obat itu. Suatu hipotesis atau model disusun dengan menggunakan istilah matematik,yang memberi arti singkat dari pernyataan hubungan kuantitatif. Berbagai model matematik dapat dirancang untuk meniru proses laju absorpsi, distribusi, dan eliminasi obat. Model matematik ini memungkinkan pengembangan persamaan untuk menggambarkan konsentrasi obat dalam tubuh sebagai fungsi waktu (Shargel dan Andrew, 2005).
Suatu kompartemen bukan suatu daerah fisiologik atau anatomik yang nyata, tetapi dianggap sebagai sutu jaringan atau kelompok jaringan yang mempunyai aliran darah dan afinitas obat yang sama. Dalam masing – masing kompartemen, obat dianggap didistribusi secara merata. Model kompartemen didasarkan atas anggapan linier yang menggunakan persamaan diferensial linier (Shargel dan Andrew, 2005).
Secara konseptual, obat bergerak masuk dan keluar kompartemen secara dinamik. Tetapan laju reaksi diperlukan untuk menyatakan semua proses laju obat masuk dan keluar dari kompartemen. Model kompartemen kemudian diuji kebenarannya dan selanjutnya diperoleh parameter – parameter farmakokinetiknya (Shargel dan Andrew, 2005).
Oleh karena pentingnya persoalan model kompartemen, laju reaksi, dan parameter farmakokinetika dalam kajian ilmu farmakokinetika, maka akan dibhas lebih lanjut dalam makalah ini.
B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut.
1.      Bagaimana konsep model kompartemen?
2.      Apa itu laju reaksi dan orde reaksi?
3.      Apa saja parameter farmakokinetika?



C.    Tujuan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut.
1.      Untuk mengetahui konsep model – model kompartemen.
2.      Untuk mengetahui tentang laju reaksi dan orde reaksi.
3.      Untuk mengetahui jenis – jenis parameter farmakokinetika.




BAB II
PEMBAHASAN

A.    Model Kompartemen
Nasib obat sesudah diminum adalah didistribusikan ke seluruh tubuh oleh cairan tubuh (darah), tetapi kita tidak mengetahui dengan pasti kemana dan berapa jumlahnya pada jaringan penerima distribusi. Untuk mengirakan hal tersebut, maka secara farmakokinetik dibuatlah model - model yang melihat tubuh sebagai kompartemen. Sebagai bapak dari model kompartemen adalah Teorell yang mengatakan tujuan farmakokinetika adalah menurunkan persamaan matematika yang memungkinkan kita menerangkan kinetika dan distribusi obat dalam tubuh. Dikemukakan terdapat dua jenis model kompartemen yaitu model satu kompartemen dan model multi kompartemen (yang terbanyak dua kompartemen dari model multi kompartemen).
1.    Model Satu Kompartemen
Jika suatu obat diberikan dalam bentuk injeksi intravena cepat (IV bolus), seluruh dosis obat masuk tubuh dengan segera. Oleh karena itu, laju absorpsi obat diberikan dalam perhitungan. Dalam banyak hal, obat tersebut didistribusikan ke semua jaringan di dalam tubuh melalui sistem sirkulasi dan secara cepat berkesetimbangan di dalam tubuh.
kompartemen1.bmp
Gambar 1. Model Satu Kompartemen
Keterangan :
1 = Pemberian suntikan IV dengan dosis Xo
2 = Pemberian yang harus melewati membran (misal: oral) untuk sampai ke
kompartemen dengan jumlah obat tersedia untuk diabsorbsi (Xa) dan
tetapan kecepatan absorbsi Ka
K = Tetapan kecepatan eksresi obat dari kompartemen.
Model kompartemen satu terbuka menganggap bahwa berbagai perubahan yang sebanding dengan kadar obat dalam jaringan. Tetapi, model ini tidak menganggap bahwa konsentrasi obat dalam tiap jaringan tersebut adalah sama pada berbagai waktu. Disamping itu B juga tidak dapat ditentukan secara langsung, tetapi dapat ditentukan konsentrasi obatnya dengan menggunakan cuplikan cairan tubuh (seperti darah). Volume distribusi, Vd adalah volume dalam tubuh dimana obat terlarut.
Laju eliminasi untuk sebagian besar obat merupakan suatu proses order kesatu. Tetapan laju eliminasi, K adalah suatu tetapan laju eliminasi order kesatu dengan satuan waktu-1. Pada umunya hanya obat induk atau obat yang aktif yang ditentukan dalam kompartemen vaskular. Pemindahan atau eliminasi obat secara total dari kompartemen ini dipengaruhi oleh proses metabolisme (biotransformasi) dan ekskresi.
Volume distribusi menyatakan suatu faktor yang harus diperhitungkan dalam memperkirakan jumlah obat dalam tubuh dari konsetrasi obat yang ditemukan dalam kompartemen cuplikan. Volume distribusi juga dapat dianggap sebagai volume (Vd) dimana obat terlarut. Untuk sebagian besar obat dianggap bahwa obat bersetimbangan secara cepat dalam tubuh. Tiap jaringan dapat mengandung suatu konsentrasi obat yang berbeda sehubungan dengan perbedaan afinitas obat terhadap jaringan tersebut. Jumlah obat dalam tubuh tidak dapat ditentukan secara langsung tetapi suatu cuplikan darah dapat diambil pada jarak waktu secara berkala dan dianalisis konsentrasi obat tersebut.
2.        Model Dua Kompartemen
Kurva kadar dalam plasma waktu dari beberapa obat yang diberikan dalam suatu dosis tertentu intravena tunggal dapat digambar dengan anggapan bahwa pemindahan obat antar kompartemen mengikuti reaksi order kesatu. Dalam model kompartemen dua dianggap bahwa obat terdistribusi ke dalam dua kompartemen. Kompartemen kesatu, dikenal sebagai kompartemen sentral, yaitu darah, cairan ekstra selular, dan jaringan-jaringan dengan perfusi tinggi, kompartemen-kompartemen ini secara cepat terdifusi oleh obat. Kompartemen kedua merupakan kompartemen jaringan, yang berisi jaringan-jaringan yang berkesetimbangan secara lebih lambat dengan obat. Model ini menganggap obat dieliminasi dari kompartemen sentral.
kompartemen2.bmp
Gambar 2. Model Kompartemen Dua
Pemberian obat dari segi farmakokinetika dapat dibagi dua, yang pertama adalah pemberian secara langsung ke kompartemen yang mendistribusikan obat seperti pemberian suntikan intra vena seperti pada persamaan 1.1 dan 1.2 dan yang kedua adalah pemberian yang harus melewati membran sebelum mencapai kompartemen pendistribusi seperti pada persamaan 1.3 dan 1.4. Dari model tersebut diturunkan persamaan farmakokinetiknya :
Persamaan 1.1
x = xo e-Kt        x = VC
C = Co e-Kt
      
Persamaan 1.2
 ka . xa – K . x
-Kt – e Ka t )
-Kt – e Ka t )
Persamaan 1.3
k21 Xp – k12 Xc – k10 Xc
 = A e-α t – B e-β t
Dimana, α + β = k12 + k21 + k10
α β = k21 k10
Persamaan 1.4
ka XA – k12 Xc + k21 Xp – k10 Xc
Cc = L e-α t + M e-β t – N e-Ka t
Persamaan di atas diturunkan berdasarkan asumsi bahwa proses yang terjadi mengikuti kinetika oder pertama. Proses-proses ini bias juga orde nol atau kinetika enzimatis. Persamaan kinetika disesuaikan dengan proses yang terjadi.
Dengan memberikan obat secara suntikan intra vena, kemudian ditentukan kadar obat dalam darah pada waktu-waktu tertentu, akan didapat parameter farmakokinetika V dan K pada model satu kompartemen serta Vc, k12, k21, dan k10 pada model dua kompartemen. Harga ka dan F didapat dari pemberian obat yang harus melewati membran untuk sampai ke kompartemen pusat. Dengan mengetahui harga parameter farmakokinetika dan model kompartemen berapa yang diikuti oleh obat, maka dapatlah dihitung berapa dosis obat dan berapa selang waktu pemberian obat pada pemakaian ganda. Obat akan bekerja dengan manjur dan aman jika kadarnya berada di atas konsentrasi minimum efektif (MEC) tetapi di bawah konsentrasi maksimum yang dapat menimbulkan gejala keracunan (MTC). Makin dekat jarak antara MEC dan MTC, maka perhitungan farmakokinetika dilakukan dengan teliti.  

B.     Orde Reaksi
Pada umumnya hanya obat induk (obat yang aktif farmakologik) yang ditentukan dalam percobaan. Sedangkan metabolit obat atau hasil urai obat tidak dapat atau sangat sukar ditentukan secara kuantitatif. Oleh karena itu, laju reaksi ditentukan melalui percobaan dengan cara mengukur obat A dalam jarak waktu yang ditentukan.
Laju suatu rekasi kimia atau proses kimia diartikan sebagai kecepatan terjadinya suatu rekasi kimia. Orde suatu reaksi ialah jumlah semua eksponen (dari konsentrasi dalam persamaan laju. Orde reaksi juga menunjukkan cara bagaiman konsentrasi obat atau pereaksi mempengaruhi laju suatu reaksi kimia.
1.    Reaksi Orde Nol
Bila jumlah obat A berkurang dalam suatu jarak waktu yang tetap, t, maka laju hilangnya obat A dinyatakan sebagai :
 = -K0
K0 adalah tetapan laju reaksi orde nol dan dinyatakan dalam satuan massa/waktu (misal mg/menit).
2.    Reaksi Orde Pertama
Jika jumlah obat A berkurang dengan laju yang berbanding lurus dengan pangkat satu jumlah obat yang tersisa, maka laju hilangnya obat A dinyatakan sebagai :
 = -KA
Reaksi itu dikatakan sebagai reaksi  orde pertama. K adalah tetapan laju reaksi orde pertama dan dinyatakan dalam satuan waktu-1 (misal jam-1).

C.    Parameter Farmakokinetika
Parameter farmakokinetika adalah besaran yang diturunkan secara matematis dari model kompartemen berdasarkan hasil pengukuran kadar obat utuh dan atau metabolitnya dalam darah, urine atau cairan hayati lainnya. Darah merupakan tempat yang paling cepat dicapai obat dan paling ideal sebagai data penetapan kadar obat dalam tubuh, karena darah yang mengambil obat dari tempat absorpsi lalu menyebarkannya ke tempat kerja dan membuangnya melalui proses eliminasi. Berikut beberapa parameter farmakokinetika.
1.      Bioavailabilitas
Bioavailabilitas adalah jumlah dan kecepatan obat yang diabsorpsi melalui jalur pemberian tertentu masuk ke sirkulasi sistemik. Besarnya nilai bioavailabilitas umumnya dibandingkan dengan jumlah obat yang masuk sirkulasi sistemik melalui pemberoan injeksi intravena (IV). Pada pemberian IV obat dianggap 100% masuk ke dalam tubuh. Sehingga bioavailabilitas menunjukkan % (fraksi) obat yang terabsorpsi. Cara menghitung bioavailabilitas adalah membagi luas di bawah kurva (area under the curve, AUC) pada kurva hubungan antara kadar obat versus waktu setelah pemberian obat tunggal dibagi dengan AUC pemberian obat yang sama melalui injeksi IV (Priyanto, 2010).
2.      Kliren Total
Kliren (Cl) ialah kecepatan obat dibersihkan dari dalam tubuh atau volume plasma yang dibersihkan dari obat persatuan waktu (volume/waktu). Kliren total adalah jumlah kliren dari berbagai organ, seperti hepar, ginjal, empedu, paru – paru, dan lain – lain. Namun demikian, kliren total sudah cukup jika diwakili dari jumlah kliren hepar ditambah dengan kliren ginjal. Cara menghitung kliren :
Cl =
Keterangan :
Ro = Kecepatan obat dibersihkan dari dalam tubuh (mg/menit)
Cp = Kadar obat dalam plasma
Cl = Kliren (Priyanto, 2010).



3.      Volume Distribusi (Vd)
Volume distribusi (Vd) adalah volume perkiraan (apparent) obat terlarut dan terdistribusi dalam tubuh. Semakin besar nilainya, semakin luas distribusinya. Cara menghitung Vd :
Vd =
Keterangan :
CPO    = Kadar obat dalam plasma pada waktu nol (kadar tinggi)
Vd       = Volume distribusi
Menghitung Vd sama dengan menghitung volume tempat obat dilarutkan. Contoh :
1000 mg serbuk obat dimasukkan dalam beker glas yang berisi air, setelah larut cairan diambil dan ditetapkan kadarnya diperoleh kadar 1 mg/ml. Berapa volume air tempat obat melarut tersebut?
Volume =  =  = 1000 ml
Disamping rumus di atas, Vd dapat dihitung berdasarkan rumus :
Vd =
Keterangan :
Cl = Kliren
K = Konstanta kecepatan eleminasi (Priyanto, 2010).



4.      Waktu Paruh (t ½)
Waktu paruh (t ½) menyatakan waktu yang diperoleh oleh sejumlah obat untuk berkurang menjadi separuhnya.
Harga t ½ untuk reaksi orde pertama dapat diperoleh dari persamaan berikut :
t1/2 =
Dari persamaan itu tampak bahwa untuk reaksi orde pertama, t ½ adalah konstan. Tanpa perlu diperhatikan berapajumlah atau konsentrasi obat pada keadaan awal, maka waktu yang diperlukan untuk berkurang menjadi separuhnya adalah konstan.
            Adapun t ½ orde nol berjalan tidak tetap. Harga t ½ reaksi orde nol adalah sebanding dengan jumlah atau konsentrasi awal obat dan berbanding terbalik dengan tetapan laju reaksi orde nol, Ko :
t1/2 =
Oleh karena t1/2 berubah secara berkala dengan berkurangnya konsentrasi obat, maka t1/2 untuk reaksi orde nol ini hanya sedikit kegunannya (Shargel dan Andrew, 2005).     



BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan di atas dapat disimpulkan :
1.      Terdapat dua jenis model kompartemen yaitu model satu kompartemen dan model dua / multi kompartemen.
kompartemen1.bmpkompartemen2.bmp
2.      Laju rekasi kimia adalah kecepatan terjadinya suatu rekasi kimia. Orde suatu reaksi ialah jumlah semua eksponen (dari konsentrasi dalam persamaan laju. Orde reaksi juga menunjukkan cara bagaiman konsentrasi obat atau pereaksi mempengaruhi laju suatu reaksi kimia.
3.      Ada beberapa parameter farmakokinetika, yaitu bioavailabilitas, kliren total, volume distribusi, dan waktu paruh.
B.     Saran
Melalui makalah ini penulis menyarankan perlunya peran aktif dari mahasiswa untuk memahami materi model kompartemen, mengingat cakupannya yang sangat luas.
DAFTAR PUSTAKA

Priyanto, 2010, Farmakologi Dasar, Edisi II, Lembaga Studi dan Konsultasi Farmakologi, Jakarta.


Shargel, L. dan Andrew B.C.YU., 2005, Biofarmasetika dan Farmakokinetika Terapan, Edisi kedua, Airlangga University Press, Surabaya.     

Tidak ada komentar:

Posting Komentar