Powered By Blogger

Total Tayangan Halaman

Senin, 02 Juni 2014

Bordetella pertussis

Bordetella pertussis

Terdapat  tiga  spesies  Bordetella  :  B.  pertussis,  B.  parapertussis,  dan  B.
bronchiseptica.   Hubungan  sifat  genetis,  fisiologi,  dan  antigenik serta  komponen
isoenzim  yang menyebabkan tiga spesies ini ditempatkan dalam satu genus. Bakteri ini
merupakan  kokobasil  berukuran  panjang  0,5-1,0  (µm  )  dengan  lebar  0,2-0,3  (  µm),
terdapat sebagai sel tunggal, berpasangan, atau kelompok kecil.
 Bordetellae merupakan parasit obligat pada manusiadan hewan. Berbiak di antara
silia sel epitel. Manusia hanya merupakan inang alami B. pertussis, B. parapertussis, dan,
sedangkan  B.  bronchiseptica  tetap  merupakan  patogen pada  hewan.  Bordetella
merupakan  bakteri  aerob  sempurna,  tidak  menghasilkan  hidrogen  sulfida,  indol  atau
asetilmetilkarbinol.

A. Penentu Patogenisitas
      B.  pertussis  merupakan  bakteri  patogenik  dengan  sifat  yang  unik.  Berbagai
aktivitas  biologik  dan  antigenisitas  bakteri  ini  sudah  diketahui  sejak   lama,  tapi  dalam
dekade terakhir batuk rejan diketahui sebagai penyakit berperantara-toksin.
Toksin Pertussis : Histamin-sensitizing  Factor (HSF),  Lymphocytosis-promoting  Factor
(LPF),  dan  Islet-activating  Protein  (IAP).  Dengan  pemurnian  dari  pembungkus  B.
pertussis,  HSF  diketahui  sebagai  protein  tunggal  dengan  B.M  73-77  kDa,  yang  juga
merupakan LPF dan IAP. Spesies Bordetella lain jugamemiliki urutan gen toksin, tetapi
tidak  diekspresikan.   Protein  ini  berdifusi  ke  dalam  medium  kultur,  dan  ketika  diberi
formaldehid protein ini kehilangan aktivitas biologik, tapi bukan antigeniknya. Protein ini
tahan-panas, dan struktur molekul serta aktivitas katalitiknya sebanding dengan model AB toksin. Protein heksamer dengan subunit 1-5 ditentandai oleh berat molekul dari yang
terbesar sampai yang terkecil.
Hemaglutinin.  B.  pertussis  memiliki  dua  hemaglutinin  yang  memerantarai  perlekatan
bakteri  ini  kepada  silia  saluran  pernafasan  manusia.  Satu  dari  protein  filamen  ini
diperkirakan  memiliki  B.M  130.000.  Hemaglutinin  (FHA)  ini  berhubungan  dengan
permukaan  dan  protein  yang  disekresikan  pada  permukaan  bakteri.   FHA  merupakan
adesin terbanyak untuk perlekatan bakteri kepada sel epitel pernafasan.
Hemaglutinin  kedua,  pertussis  toxin-hemagglutinin  (TOX-HA),  merupakan  molekul
bundar dengan kekuatan hemaglutinasi 21 kali FHA.  Hemaglutinin ini melekat kepada
reseptor  mengandung-asam  sialat  dan  hanya  diekspresikan  pada   fase  I  bakteri.  Oleh
karena  itu,  bagian  molekul  hemaglutinin  penting  untuk  perlekatan  toksin  kepada  sel
epitel.
Adenilat  Siklase.  Paling  sedikit  terdapat  dua  kompleks  adenilat  siklase  (AC)  yang
distimulasi  oleh  calmodulin  intraseluler  pada  B.  pertussis.  Pertama  merupakan  adenilat
siklase  intraseluler,  tahan-panas  pada  100oC,  dan  ditemukan  hanya  pada  B.
pertussis.Kedua merupakan adenilat siklase ekstrasitoplasma, larut, tidak tahan pada suhu
56oC,  dihasilkan  oleh  fase  I  B.  pertussis,  B.  parapertussis,  dan  B.  bronchiseptica.
Adenilat siklase yang terdapat pada spesies tersebut dilibatkan dalam aktivasi heat-labile
toxin (HLT). Enzim ini merupakan eksotoksin dengan  B.M 70,6 kDa. Enzim ini masuk
ke dalam sel inang, dimana diaktifkan oleh calmodulin untuk menghasilkan cAMP dari
AMP sel inang. Adenilat siklase mutlak sebagai faktor virulensi bakteri ini. Toksin AC
merupakan  hemolisin  yang  menghasilkan  pori  pada  membran  eritrosit.  Bagaimanapun,
aktivitas enzimatik dan hemolitiknya tidak bergantung pada fungsinya.
Toksin  Dermonekrotik  atau  HLT.  HLT  dihasilkan  oleh  semua  spesies  Bordetella,
terdapat sebagai protein sitoplasma dalam bentuk prekursor, membutuhkan aktivasi untuk
menginduksi toksisitasnya.. Dilepaskan melalui lisis sel fase I. Toksin dermonekrotik ini
mematikan mencit, ketika diberikan secara intraperitonium dan intravena.
Lipopolisakarida/LPS  (Heat-stable  Toxin/HST).  LPS  atau  endotoksin  dinding  sel
merupakan toksin tahan-panas dan serupa dengan endotoksin Enterobacteriaceae, kecuali
berbeda dalam struktur makromolekulnya dan aktivitas pirogwniknya lebih rendah. HST
terdiri dari dua polisakarida yang berbeda, masing-masing diakhiri oleh molekul asam 3-dioksi-2-aktulosonat.  Dua  fragmen  lipid  yang  berbeda,  lipid  A  dan  X,  mengandung
glukosamin,  asam  lemak,  dan  fosfat  teresterifikasi, dengan  perbandingan  yang  sama.
Lipid  X  merupakan  penyebab  toksisitas  akut.  LPS  tidak  menginduksi  pembentukan
antibodi.
Sitotoksin Trakhea. Molekul Citotoxin Tracheal (TCT) merupakan fragmen monomerik
peptidoglikan  dengan  B.M  912  dalton.  Komponen  toksik  ini  merusak  sel  bersilia  sab
menghambat diferensiasi sel tidak-bersilia, jadi mampu mencegah perbaikan mukosa dan
memperpanjang efek kerusakan silia mukosa.
Pertaktin (protein membran luar 69 kDa). Pertaktin  yang terdapat pada beberapa vaksin,
membantu  perlekatan  bakteri  ini.  Tingkat  antibodi  terhadap  protein  ini  dapat  dideteksi
pada penderita dalam masa penyembuhan dan penerima  vaksin. Pada mencit, protein ini
memberi perlindungan dari serangan tantangan intranasal oleh B. pertussis.

B. Epidemiologi
 Penyakit  mudah  menyebar,  suaatu  bukti  diperlihatkan  melalui  tingkat  serangan
90%  dalam  anggota  keluarga  yang  tidak  diimunisasi  melalui  kontak  orang  dengan
pertussis.  Manusia  hanya  sumber  yang  diketahui  B.  pertussis,  dan  ekskresi  kuman
dibatasi pada penderita infeksi aktif. Imunisasi dapat merubah pola epidemiologik. Orang
dewasa dan anak-remaja diinfeksi dan membawa bakteri ini ke dalam keluarga.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar