Bordetella pertussis
Terdapat tiga spesies Bordetella : B. pertussis, B. parapertussis, dan B.
bronchiseptica. Hubungan sifat genetis, fisiologi, dan antigenik serta komponen
isoenzim yang menyebabkan tiga spesies ini ditempatkan dalam satu genus. Bakteri ini
merupakan kokobasil berukuran panjang 0,5-1,0 (µm ) dengan lebar 0,2-0,3 ( µm),
terdapat sebagai sel tunggal, berpasangan, atau kelompok kecil.
Bordetellae merupakan parasit obligat pada manusiadan hewan. Berbiak di antara
silia sel epitel. Manusia hanya merupakan inang alami B. pertussis, B. parapertussis, dan,
sedangkan B. bronchiseptica tetap merupakan patogen pada hewan. Bordetella
merupakan bakteri aerob sempurna, tidak menghasilkan hidrogen sulfida, indol atau
asetilmetilkarbinol.
A. Penentu Patogenisitas
B. pertussis merupakan bakteri patogenik dengan sifat yang unik. Berbagai
aktivitas biologik dan antigenisitas bakteri ini sudah diketahui sejak lama, tapi dalam
dekade terakhir batuk rejan diketahui sebagai penyakit berperantara-toksin.
Toksin Pertussis : Histamin-sensitizing Factor (HSF), Lymphocytosis-promoting Factor
(LPF), dan Islet-activating Protein (IAP). Dengan pemurnian dari pembungkus B.
pertussis, HSF diketahui sebagai protein tunggal dengan B.M 73-77 kDa, yang juga
merupakan LPF dan IAP. Spesies Bordetella lain jugamemiliki urutan gen toksin, tetapi
tidak diekspresikan. Protein ini berdifusi ke dalam medium kultur, dan ketika diberi
formaldehid protein ini kehilangan aktivitas biologik, tapi bukan antigeniknya. Protein ini
tahan-panas, dan struktur molekul serta aktivitas katalitiknya sebanding dengan model AB toksin. Protein heksamer dengan subunit 1-5 ditentandai oleh berat molekul dari yang
terbesar sampai yang terkecil.
Hemaglutinin. B. pertussis memiliki dua hemaglutinin yang memerantarai perlekatan
bakteri ini kepada silia saluran pernafasan manusia. Satu dari protein filamen ini
diperkirakan memiliki B.M 130.000. Hemaglutinin (FHA) ini berhubungan dengan
permukaan dan protein yang disekresikan pada permukaan bakteri. FHA merupakan
adesin terbanyak untuk perlekatan bakteri kepada sel epitel pernafasan.
Hemaglutinin kedua, pertussis toxin-hemagglutinin (TOX-HA), merupakan molekul
bundar dengan kekuatan hemaglutinasi 21 kali FHA. Hemaglutinin ini melekat kepada
reseptor mengandung-asam sialat dan hanya diekspresikan pada fase I bakteri. Oleh
karena itu, bagian molekul hemaglutinin penting untuk perlekatan toksin kepada sel
epitel.
Adenilat Siklase. Paling sedikit terdapat dua kompleks adenilat siklase (AC) yang
distimulasi oleh calmodulin intraseluler pada B. pertussis. Pertama merupakan adenilat
siklase intraseluler, tahan-panas pada 100oC, dan ditemukan hanya pada B.
pertussis.Kedua merupakan adenilat siklase ekstrasitoplasma, larut, tidak tahan pada suhu
56oC, dihasilkan oleh fase I B. pertussis, B. parapertussis, dan B. bronchiseptica.
Adenilat siklase yang terdapat pada spesies tersebut dilibatkan dalam aktivasi heat-labile
toxin (HLT). Enzim ini merupakan eksotoksin dengan B.M 70,6 kDa. Enzim ini masuk
ke dalam sel inang, dimana diaktifkan oleh calmodulin untuk menghasilkan cAMP dari
AMP sel inang. Adenilat siklase mutlak sebagai faktor virulensi bakteri ini. Toksin AC
merupakan hemolisin yang menghasilkan pori pada membran eritrosit. Bagaimanapun,
aktivitas enzimatik dan hemolitiknya tidak bergantung pada fungsinya.
Toksin Dermonekrotik atau HLT. HLT dihasilkan oleh semua spesies Bordetella,
terdapat sebagai protein sitoplasma dalam bentuk prekursor, membutuhkan aktivasi untuk
menginduksi toksisitasnya.. Dilepaskan melalui lisis sel fase I. Toksin dermonekrotik ini
mematikan mencit, ketika diberikan secara intraperitonium dan intravena.
Lipopolisakarida/LPS (Heat-stable Toxin/HST). LPS atau endotoksin dinding sel
merupakan toksin tahan-panas dan serupa dengan endotoksin Enterobacteriaceae, kecuali
berbeda dalam struktur makromolekulnya dan aktivitas pirogwniknya lebih rendah. HST
terdiri dari dua polisakarida yang berbeda, masing-masing diakhiri oleh molekul asam 3-dioksi-2-aktulosonat. Dua fragmen lipid yang berbeda, lipid A dan X, mengandung
glukosamin, asam lemak, dan fosfat teresterifikasi, dengan perbandingan yang sama.
Lipid X merupakan penyebab toksisitas akut. LPS tidak menginduksi pembentukan
antibodi.
Sitotoksin Trakhea. Molekul Citotoxin Tracheal (TCT) merupakan fragmen monomerik
peptidoglikan dengan B.M 912 dalton. Komponen toksik ini merusak sel bersilia sab
menghambat diferensiasi sel tidak-bersilia, jadi mampu mencegah perbaikan mukosa dan
memperpanjang efek kerusakan silia mukosa.
Pertaktin (protein membran luar 69 kDa). Pertaktin yang terdapat pada beberapa vaksin,
membantu perlekatan bakteri ini. Tingkat antibodi terhadap protein ini dapat dideteksi
pada penderita dalam masa penyembuhan dan penerima vaksin. Pada mencit, protein ini
memberi perlindungan dari serangan tantangan intranasal oleh B. pertussis.
B. Epidemiologi
Penyakit mudah menyebar, suaatu bukti diperlihatkan melalui tingkat serangan
90% dalam anggota keluarga yang tidak diimunisasi melalui kontak orang dengan
pertussis. Manusia hanya sumber yang diketahui B. pertussis, dan ekskresi kuman
dibatasi pada penderita infeksi aktif. Imunisasi dapat merubah pola epidemiologik. Orang
dewasa dan anak-remaja diinfeksi dan membawa bakteri ini ke dalam keluarga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar