BAB I
PENDAHULUAN
A. Pendahuluan
Penisilin pertama kali
diisolasi dari kultur jamur Penicillium notatum dan Penicillium
chrysogenum. Dari P. chrysogenum telah berhasil diisolasi asam 6 aminopenisilinat
(6-amino penicillanic acid = 6-APA), yang digunakan sebagai bahan dasar
sintesis sejumlah besar penisilin (penisilin semisintetik). Turunan penisilin
adalah senyawa bakterisid dengan indeks terapetik tinggi. Penisilin sering digunakan sebagai obat
pilihan untuk pencegahan dan pengobatan infeksi yang disebabkan oleh bakteri
tertentu pada penderita yang tidak alergi (Istiantoro dan Gan, 1999). Amoxicillin
merupakan antibiotika yang paling laku di seluruh dunia. Obat yang mempunyai
nama generik Amoxicillin ini mempunyai nama paten yang jumlahnya mencapai
ratusan buah. Penmox, Intermoxyl, Ospamox, Amoxsan, Hufanoxyl, Yusimox
merupakan beberapa nama dagang/paten dari antibiotika ini.
Obat lain yang termasuk
ke dalam golongan ini antara lain Ampicillin, Piperacillin, Ticarcillin, dan
lain lain. Karena berada dalam satu golongan maka semua obat tersebut mempunyai
mekanisme kerja yang mirip. Obat ini tidak membunuh bakteri secara langsung
tetapi dengan cara mencegah bakteri membentuk semacam lapisan yang melekat
disekujur tubuhnya. Lapisan ini bagi bakteri berfungsi sangat vital yaitu untuk
melindungi bakteri dari perubahan lingkungan dan menjaga agar tubuh bakteri
tidak tercerai berai. Bakteri tidak akan mampu bertahan hidup tanpa adanya
lapisan ini.
Sampai saat ini
ampisilin masih digunakan secara luas sebagai obat pilihan untuk pengobatan
infeksi. Hal ini dikarenakan ampisilin
mempunyai spektrum antimikroba yang luas, dimana senyawa ini aktif terhadap Haemophilus influenzae, Bordetella
pertusis, Neisseria gonorrhoeae, N
meningitidis, Salmonella typhy, Proteus
mirabilis, dan berbagai galur E. coli. Ampisilin banyak digunakan
dalam pengobatan infeksi pada saluran napas dan saluran seni, gonorhu,
gastroenteritis, dan meningitis (Wattimena, 1991).
Ampisilin stabil
terhadap asam dan karena itu dapat digunakan secara oral. Laju absorpsinya
sekitar 50% dan akan meningkat dengan adanya makanan. Obat terikat oleh protein
plasma lebih kurang 20%. Kadar darah maksimalnya dicapai dalam 5 menit setelah
injeksi intra vena, 1 jam setelah injeksi intra muskular, dan 2 jam setelah
pemberian oral (Mutschler, 1991).
Ampisilin berupa serbuk
hablur; putih; praktis tidak berbau; rasa pahit; higroskopis. Gararn
trihidratnya stabil pada suhu kamar. (Anonim, 1979; Anonim, 1995).
Di dalam beberapa
literatur ampisilin dapat ditentukan kadarnya secara : titrasi sebagai basa
(Kovar, 1987), spektrofotometri ultra violet (Depkes RI, 1979), kromatografi
cair kinerja tinggi dengan fase gerak air : asetonitril : KH2PO4 1 M : asam asetat
1 N (909: 80: 10: 1) (Depkes RI, 1995), dan KCKT dengan fase gerak campuran
0,067 M KH2PO4 pH 4,6 : metanol (425 :
75) v/v (Munson, 1991). Sedangkan dalam
sediaan tablet, kapsul, dan suspensi oral ditentukan secara iodometri (Depkes
RI, 1995).
Metode Kromatografi
Cair Kinerja Tinggi (KCKT) memiliki banyak keuntungan, antara lain cepat, daya
pisahnya baik, peka, ideal untuk molekul besar dan ion, mudah untuk memperoleh
kembali cuplikan, kolom dapat digunakan berulang kali, dan tekniknya tidak memerlukan
keahlian khusus, serta perangkatnya dapat digunakan secara otomatis dan
kuantitatif.
Berdasarkan hal
tersebut di atas, penulis tertarik menggunakan metode KCKT untuk penetapan
kadar ampisilin dalam sediaan tablet dengan nama dagang dan gencrik yang
beredar di pasaran dan membandingkan hasil yang diperoleh dengan persyaratan
yang tercantum dalam Farmakope Indonesia Edisi V,(Anonim 1995).
Uji validasi dari
metode ini dilakukan penetapan kadar ampisilin baku yang diserbukkan bersama
dengan bahan tambahan yang umumnya digunakan dalam pembuatan tablet.
B. Rumusan
Masalah
Rumusan masalah dari
makalah ini yaitu bagaimana penentuan kadar ampisillin dengan menggunakan
metode KCKT serta mengetahui kadar dari ampisillin yang sebenarnya dalam
sediaan kaplet nama dagang dan nama generik untuk Ampicillin.
C. Tujuan
Selarasnya dengan
rumusan masalah, tujuan dari makalah ini yaitu untuk menelaah kemampuan metode
KCKT untuk penetapan kadar ampisilin dalam sediaan tablet dengan nama dagang
dan generiknya dan membandingkan hasil yang diperoleh dengan persyaratan yang
terdapat dlm FI IV.
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
KCKT merupakan metode tidak desktruktif dan dapat
digunakan baik dalam analisis kualitatif maupun kuantitatif. Kromatografi
merupakan teknik yang mana solute (zat terlarut) terpisah oleh perbedaan
kecepatan elusi, dikarenakan solute-solut ini melewati suatu kolom
kromatografi. Interaksi KCKT pada dasarnya terdiri atas 8 komponen pokok, yaitu
: wadah fase gerak, system penghantaran fase gerak, alat untuk memasukkan sampel,
kolom, detector, wadah penampung buangan fase gerak, tabung penghubung, suatu
computer atau integrator atau penekan(Rohman & Ganjar, 2009).
Pada kromatografi cair ini digunakan kolom tabung
gelas dengan bermacam dimeter. KCKT berbeda dari kromatografi cair klasik. HPLC
menggunakan kolom dengan diameter kecil, 2-8mm dengan ukuran partikel penunjang
penunjang 50mm, sedangkan laju aliran dipertinggi dengan tekanan yang tinggi(Khopkar,
1990).
KCKT adalah
suatu metode yang menggabungkan koefisien kolom dan kecepatan analisis. KCKT
termasuk metode analisis terbaru yaitu suatu teknik kromatografi dengan fase
gerak cairan dan fase diam cairan ataupun padat. Kelebihan KCKT antara lain
dapat dilaksanakan pada suhu kamar, cepat dan mudah pelaksanaannya, peka dari
detector KCKT dapat divariasi dan unik, pelarut pengembang dapat dipakai
berulang kali demikian juga dengan kolomnya, ideal untuk molekul besar dan ion,
mudah memperoleh cuplikan, daya pisahnya baik, dan dapat dihindari terjadinya
dekomposisi/kerusakan bahan yang dianalisis(Harbone, 1987).
Berdasarkan
sistem peralatannya maka HPLC termasuk kromatografi kolom karena dipakai pada
fase diam yang terpacking dalam kolom sedangkan berdasarkan proses pemisahannya
HPLC digolongkan sebagai kromatografi adsorbs dan partisi. Prinsip kromatografi
partisi linarut antara 2 pelarut yang tidak bercampur yang ada pada fase diam
dan fase gerak. Jika linarut ditambahkan ke dalam sistem yang terdiri dari dua
pelarut yang tidak tercampur dan keseluruhan sistem dibiarkan setimbang, linarut
akan tersebar antara dua fase(Dirjen POM, 1995).
Ampisilin berbentuk anhidrat atau
trihidrat mengandung tidak kurang dari 900 g tiap milligram C16H19N3O4S
dihitung terhadap zat anhidrat. Secara komersial, sediaan ampisilin tersedia dalam
bentuk trihidrat untuk sediaan oral dan garam natrium untuk sediaan injeksi.
Potensi ampisilin trihidrat dan natrium penisilin dihitung berdasarkan basis
anhidrous. Ampisilin trihidrat berwarna putih, praktis tidak berbau, serbuk
kristal, dan larut dalam air. Ampisilin trihidrat mempunyai kelarutan dalam air
sekitar 6 mg/mL pada suhu 200C dan 10 mg/mL pada suhu 400C.
Ampisilin sodium berwarna hampir putih, praktis tidak berbau, serbuk kristal,
serbuk hidroskopis, sangat larut dalam air, mengandung 0,9% natrium klorida.
Pelarutan natrium ampicilin dengan larutan yang sesuai, maka 10 mg ampicilin
per mL memiliki pH 8 - 10. Jika dilarutkan secara langsung ampisillin trihidrat
oral suspensi memiliki pH antara 5 – 7,5. Serbuk hablur renik; putih; tidak berbau
atau hampir tidak berbau; rasa pahit(Dirjen POM,1979).
Mekanisme aksi ampisilin yaitu
menghambat sintesis dinding sel bakteri dengan mengikat satu atau lebih pada
ikatan penisilin - protein (PBPs – Protein binding penisilin’s), sehingga
menyebabkan penghambatan pada tahapan akhir transpeptidase sintesis
peptidoglikan dalam dinding sel bakteri, akibatnya biosintesis dinding sel
terhambat dan sel bakteri menjadi pecah (lisis). Kelompok ampisilin, walaupun
spektrum AM-nya lebar, aktivitasnya terhadap mikroba Gram-positif tidak sekuat
penisilin G, tetapi efektif terhadap beberapa mikroba Gram-negatif dan atahn
asam, sehingga dapat diberikan per oral(Gunawan,2007).
BAB III
METODE
PENELITIAN
A.
Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah
satu unit alat KCKT (Perkin-Elmer) yang terdiri dari vacuum degasser, pompa, UV/Vis detector,
integrator, printer (Okidata), kolom Selectosphere Cl8 (4,6 x 250 mm).
B.
Bahan
Bahan kimia
yang tidak disebutkan asalnya semua dari
(E.Merck dengan derajat p.a., atau Pharmaceutical Grade), laktosa, amylum manihot, talkum, Mg stearat,
aquades, ampisilin BPFI (PPOM Jakarta), ampisilin baku (Phapros), Kaplet
Ampicillin (Kimia Farma), Kaplet Ampicillin (Indofarma), Kaplet Ampicillin (Phapros), Kaplet Binotal (Bayer), Kaplet
Kalpicillin (Kalbe Farma), Kaplet Parpicillin (Prafa), Kaplet Cetacillin
(Soho).
C.
Metode Kerja
Pembuatan
Larutan KH2PO4 1 M (Dilarutkan sebanyak 136,09 gram KH2PO4 dalam air bebas CO2,
sampai 1000,0 ml), asam asetat 1 N dibuat dari 60 ml asam asetat glassial
diencerkan dengan air bebas oksigen
sampai 1000,0 ml. Pembuatan pengencer digunakan untuk melarutkan yang
dibuat dari 10 ml KH2PO4 1 M dicampur dengan 1 ml asam asetat 1 N,
kemudian diencerkan dengan air sampai 1000,0 ml.
Pembuatan
Fase Gerak
Dicampurkan sebanyak 909 ml air, 80 ml
asetonitril, 10 ml KH2PO4 1 M, dan 1 ml
asam asetat 1M dimasukkan dalam botol kaca, disaring menggunakan millipore 0,45
µm, kemudian diawaudarakan selama 15 menit.
Komposisi fase gerak (air : asetonitril : KH2PO4 1 M : asam asetat 1 M = 909 : 80 : 10 : 1)
V/V .
Penentuan
Kualitatif
Ampisilin BPFI, ampisilin baku
(Phapros), kaplet Ampicillin (Kimia Farma), kaplet Ampicillin Indofarma),
kaplet Ampicillin (Phapros), kaplet Binotal (Bayer), kaplet Kalpicillin (Kalbe
Farma), kaplet Parpicillin (Prafa), dan kaplet Cetacillin (Soho), dengan
konsentrasi 500 µg/ml masing-masing disuntikkan ke sistem KCKT dengan volume
penyuntikan 20 µl. Puncak yang ditunjukkan diperhatikan dan dicatat waktu
hambatnya.
Penentuan
Kuantitatif
Pembuatan Larutan Induk Ampisilin
BPFI (LIB) Ditimbang seksama sejumlah 25,0 mg Ampisilin BPFI lalu dimasukkan
dalam labu tentukur 25 ml, dilarutkan dengan pengencer sampai garis tanda
hingga diperoleh larutan dengan konsentrasi 1000 µg/ml, disaring, filtratnya
digunakan sebagai larutan induk.
Pembuatan
Kurva Kalibrasi Ampisilin BPFI
Dari LIB dipipet sebanyak 2,0; 3,0;
4,0; 5,0; 6,0; 7,0 ml dan masing-masing dimasukkan ke dalam labu tentukur 10 ml
lalu dicukupkan dengan pengencer sampai garis tanda sehingga diperoleh
konsentrasi 200, 300, 400, 500, 600, dan 700 µg/ml. Kemudian masing-masing
konsentrasi diinjeksikan sebanyak 6 kali ke sistem KCKT pada l 254 nm dengan laju alir fase gerak
2,5 ml/menit, lalu dicatat luas puncaknya yang ditunjukkan pada kromatogram dan
dibuat kurva kalibrasi serta persamaan regresinya.
Uji
Perolehan Kembali
Ditimbang sebanyak 10 gram ampisilin
baku (Phapros), 600 mg amylum manihot, 120 mg talkum 120 mg Mg stearat, dan
1,16 gram laktosa, dicampurkan lalu digerus homogen. Kemudian ditimbang seksama
sejumlah 120 mg serbuk campuran, dimasukkan dalam labu tentukur 100 ml dan
dilarutkan dengan pengencer sampai larut sempurna. Lalu ditambahkan pengencer
sampai garis tanda sehingga diperoleh
larutan dengan konsentrasi 1000 µg/ml, kemudian disaring, filtratnya yang
jernih digunakan sebagai larutan uji. Dari larutan ini diaambil 5,0 ml,
dimasukkan dalam labu tentukur 10 ml, ditambahkan pengencer sampai garis tanda
sehingga diperoleh larutan dengan konsentrasi 500 µg/ml. Larutan ini
diinjeksikan ke sistem KCKT sebanyak 6 kali pada l 254 nm dan laju aliran 2,5 ml/menit
lalu dihitung kadarnya.
Penetapan
Kadar Kaplet Ampisillin
Ditimbang 20 kaplet ampisilin,
kemudian digerus, ditimbang seksama sejumlah serbuk ampisilin setara dengan 100
mg ampisilin anhidrat, dimasukkan dalam labu tentukur 100 ml, dilarutkan dengan
pengencer sampai larut sempurna, dan ditambahkan pengencer sampai garis tanda
sehingga diperoleh larutan dengan konsentrasi 1000 µg/ml, disaring, filtratnya
digunakan sebagai larutan uji. Kemudian dari larutan ini dipipet 5,0 ml,
dimasukkan dalam labu tentukur 10 ml dan ditambahkan pengencer sampai garis
tanda
sehingga diperoleh larutan dengan
konsentrasi 500 µg/ml. Larutan ini diinjeksikan sebanyak 6 kali ke sistem KCKT
pada l 254 nm
dengan laju alir 2,5 ml/menit. Prosedur ini dilakukan untuk kaplet Ampicillin
(Kimia Farma, Indofarma, Phapros), kaplet Binotal (Bayer), Kaplet Kalpicillin
(Kalbe Farma), Kaplet Parpicillin (Prafa), dan Kaplet Cetacillin (Soho).
Analisa Data
secara Statistik
Untuk menghitung kadar sebenarnya
dari hasil percobaan dapat digunakan rumus :
SD=
Keterangan :
SD = Standar Deviasi; X = kadar
sampel; x = kadar rata-rata sampel; n = jumlah perlakuan. Dengan dasar
penolakan data adalah (X - X) > 2,58 SD
Untuk mencari kadar sebenarnya
dengan = 0,01, dk = n-1, dapat digunakan rumus :
µ = X
(1-1/2
),dk X
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Menurut
Farmakope Indonesia edisi IV, Penetapan kadar ampisilin dalam sediaan tablet
dilakukan secara Iodometri. Dalam penelitian ini telah dicoba dengan cara yang
berbeda yaitu dengan menggunakan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)
seperti yang tercantum dalam monografi Ampisillin menggunakan pelarut carnpuran
KH2PO4 1 M dan Asam asetat 1 M, fase gerak campuran air : Asetonitril : KH2PO4
1 M : Asam asetat 1 M (909: 80: 10: 1), kolom C18 (4 mm x 30 cm), laju aliran
2,0 ml/menit, detektor spektrofotometer UV pada l
254 nm dan
volume penyuntikan 20,0 µl, dengan
kondisi yang sedikit berbeda yaitu dengan menggunakan kolom C18 (4,6 x 250 mm)
dan laju aliran 2,5 ml/menit.
Dari hasil
uji identifikasi ampisilin diperolch waktu tambat yang sama antarA ampisilin
BPFI, ampisilin baku (Phapros), dan ampisilin yang terdapat dalam sediaan
kaplet Ampicillin (Kimia Farma), kaplet Ampicillin (Indofarma), kaplet
Ampicillin (Phapros), kaplet Binotal (Bayer), kaplet Kalpicillin (Kalbe Farma),
kaplet Parpicillin (Prafa), dan kaplet Cetacillin (Soho) yaitu 5 menit. Hal ini menunjukkan bahwa semua tablet yang
dianalisis hanya mengandung satu senyawa yaitu ampisilin.
Untuk
membuat kurva kalibrasi dibuat satu seri larutan standar dengan konsentrasi 200
- 700 µg/ml dan diinjeksikan masing-masing konsentrasi 6 kali ke sistem KCKT,
diperoleh data seperti pada Tabel 1.
Tabel 1. Data
hasil penyuntikan larutan Ampisillin BPFI
Hasil
penentuan linieritas kurva kalibrasi dari ampisilin BPFI dengan rentang
konsentrasi 200 sampai 700 µg/ml yang
diukur pada l 254 nm
dengan laju aliran 2,5 ml/menit, didapat hubungan yang linier antara
konsentrasi versus luas puncak dengan koefisien korelasi (r) = 0,9984 dengan persamaan
regresi Y = 249,89 X - 4305,15 ( gambar 1 ).
Gambar 1. Kurva
regresi linier larutan ampisillin, konsentrasi versus luas puncak. Persamaan garis
: Y = 249,89 X - 4305,1 dan koefisien korelasi, R = 0,9969
Dari hasil
uji perolehan kembali dari ampisilin baku (Phapros), secara statistik diperoleh
kadar ampisilin sebenarnya 99,36%
104,76% dengan kesalahan relatif (KR) = 2,06% dan
koefisien korelasi (KV) = 1,61%. Sedangkan dalam sertifikat analisisnya
dituliskan bahwa kadar dari ampisilin tersebut adalah 98,88%. Dari parameter
kesalahan relatif dan koefisien variasi di atas membuktikan bahwa metoda yang
digunakan dalam penelitian ini dapat diterima untuk penetapan kadar ampisilin
dalam sediaan tablet secara KCKT.
Hasil
pengolahan data penyuntikan kaplet Ampisillin yang ditetapkan kadarnya dapat
dilihat pada tabel di bawah ini :
Tabel 2.
Hasil temuan kadar ampisilin dari berbagai sediaan setelah dihitung dengan
kurva regresi linier
Tabel 3.
Hasil temuan kadar ampisilin dalam beberapa sediaan setelah dihitung dengan
kurva regresi linier
Dari hasil percobaan yang dilakukan
pada sediaan kaplet dengan nama dagang dan nama generik secara statistik
diperoleh kadar ampisilin sebenarnya seperti data di bawah ini.
Tabel
4. Data kadar ampisilin dalam sediaan
kaplet dengan nama dagang dan nama generik yang dianalisa secara KCKT
Ketujuh sediaan kaplet dengan nama
dagang dan generik yang ditentukan kadarnya keseluruhannya memenuhi persyaratan
yang ditetapkan dalam Farmakope Indonesia edisi IV (1995) yaitu mengandung
ampisilin tidak kurang dari 90,0% dan tidak lebih dari 120% dari jumlah yang
tertera pada etiket.
BAB V
KESIMPULAN
Menurut
Farmakope Indonesia edisi IV (1995), kadar ampisilin dalam sediaan tablet
adalah tidak kurang dari 90,0% dan tidak
lebih dari 120,0%. Dari hasil penelitian diperoleh kadar ampisilin sebenarnya dalam sediaan kaplet dengan nama
generik untuk Ampicillin (PT. Kimia Farma) = 95,70%
102,44%; Ampicillin (PT. Indofarma)
= 99,69%
(PT. Prafa) = 97,19%
101,67%; dan Cetacillin (PT. Soho) = 95,60%
98,58%.
Kadar yang diperoleh dari hasil
pcrcobaan untuk semua kaplet ampisilin yang dianalisis memenuhi persyaratan
kadar yang tertera pada Farmakope Indonesia edisi IV (1995) yaitu mengandung
ampisilin tidak kurang dari 90,0% dan tidak lebih dari 120,0% dari jumlah yang
tertera pada etiket.
DAFTAR PUSTAKA
Dirjen POM,
1979, Farmakope Indonesia, Edisi III,
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
Dirjen POM,
1995, Farmakope Indonesia, Edisi IV,
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
De, Effendy, L.P., 2002, Penetapan Kadar Ampisilin
Dalam Tablet Dengan Nama Generik dan Nama Dagang Menggunakan Kromatografi Cair
Kinerja Tinggi (KCKT), Majalah Farmasi
Indonesia, Volume 13, Edisi:4 .
Gandjar, Ibnu Gholib., Abdul Rohman. 2010, Kimia
Farmasi Analisis, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
Gunawan,
2009, Farmakologi dan Terapi, Edisi 5
cetak ulang dengan perbaikan, Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas
kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.
Khopar,S.M., 1990, Konsep Dasar Kimia Analitik,
Alih bahasa: Saptorahardjo, Universitas Indonesia Press, Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar