Powered By Blogger

Total Tayangan Halaman

Selasa, 10 Juni 2014

“PENETAPAN KADAR AMPISILIN DALAM TABLET DENGAN NAMA GENERIK DAN DAGANG MENGGUNAKAN KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI (KCKT)"

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Pendahuluan
Penisilin pertama kali diisolasi dari kultur jamur Penicillium notatum dan Penicillium chrysogenum.  Dari P. chrysogenum  telah berhasil diisolasi asam 6 aminopenisilinat (6-amino penicillanic acid = 6-APA), yang digunakan sebagai bahan dasar sintesis sejumlah besar penisilin (penisilin semisintetik). Turunan penisilin adalah senyawa bakterisid dengan indeks terapetik tinggi.  Penisilin sering digunakan sebagai obat pilihan untuk pencegahan dan pengobatan infeksi yang disebabkan oleh bakteri tertentu pada penderita yang tidak alergi (Istiantoro dan Gan, 1999). Amoxicillin merupakan antibiotika yang paling laku di seluruh dunia. Obat yang mempunyai nama generik Amoxicillin ini mempunyai nama paten yang jumlahnya mencapai ratusan buah. Penmox, Intermoxyl, Ospamox, Amoxsan, Hufanoxyl, Yusimox merupakan beberapa nama dagang/paten dari antibiotika ini.
Obat lain yang termasuk ke dalam golongan ini antara lain Ampicillin, Piperacillin, Ticarcillin, dan lain lain. Karena berada dalam satu golongan maka semua obat tersebut mempunyai mekanisme kerja yang mirip. Obat ini tidak membunuh bakteri secara langsung tetapi dengan cara mencegah bakteri membentuk semacam lapisan yang melekat disekujur tubuhnya. Lapisan ini bagi bakteri berfungsi sangat vital yaitu untuk melindungi bakteri dari perubahan lingkungan dan menjaga agar tubuh bakteri tidak tercerai berai. Bakteri tidak akan mampu bertahan hidup tanpa adanya lapisan ini.
Sampai saat ini ampisilin masih digunakan secara luas sebagai obat pilihan untuk pengobatan infeksi.  Hal ini dikarenakan ampisilin mempunyai spektrum antimikroba yang luas, dimana senyawa ini aktif terhadap Haemophilus influenzae, Bordetella pertusis,  Neisseria gonorrhoeae, N meningitidis,  Salmonella typhy, Proteus mirabilis,  dan berbagai galur E. coli. Ampisilin banyak digunakan dalam pengobatan infeksi pada saluran napas dan saluran seni, gonorhu, gastroenteritis, dan meningitis (Wattimena, 1991).
Ampisilin stabil terhadap asam dan karena itu dapat digunakan secara oral. Laju absorpsinya sekitar 50% dan akan meningkat dengan adanya makanan. Obat terikat oleh protein plasma lebih kurang 20%. Kadar darah maksimalnya dicapai dalam 5 menit setelah injeksi intra vena, 1 jam setelah injeksi intra muskular, dan 2 jam setelah pemberian oral (Mutschler, 1991).
Ampisilin berupa serbuk hablur; putih; praktis tidak berbau; rasa pahit; higroskopis. Gararn trihidratnya stabil pada suhu kamar. (Anonim, 1979; Anonim, 1995).
Di dalam beberapa literatur ampisilin dapat ditentukan kadarnya secara : titrasi sebagai basa (Kovar, 1987), spektrofotometri ultra violet (Depkes RI, 1979), kromatografi cair kinerja tinggi dengan fase gerak air : asetonitril : KH2PO4 1 M : asam asetat 1 N (909: 80: 10: 1) (Depkes RI, 1995), dan KCKT dengan fase gerak campuran 0,067 M KH2PO4  pH 4,6 : metanol (425 : 75) v/v (Munson, 1991).  Sedangkan dalam sediaan tablet, kapsul, dan suspensi oral ditentukan secara iodometri (Depkes RI, 1995).
Metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) memiliki banyak keuntungan, antara lain cepat, daya pisahnya baik, peka, ideal untuk molekul besar dan ion, mudah untuk memperoleh kembali cuplikan, kolom dapat digunakan berulang kali, dan tekniknya tidak memerlukan keahlian khusus, serta perangkatnya dapat digunakan secara otomatis dan kuantitatif.
Berdasarkan hal tersebut di atas, penulis tertarik menggunakan metode KCKT untuk penetapan kadar ampisilin dalam sediaan tablet dengan nama dagang dan gencrik yang beredar di pasaran dan membandingkan hasil yang diperoleh dengan persyaratan yang tercantum dalam Farmakope Indonesia Edisi V,(Anonim 1995).
Uji validasi dari metode ini dilakukan penetapan kadar ampisilin baku yang diserbukkan bersama dengan bahan tambahan yang umumnya digunakan dalam pembuatan tablet.
B.     Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari makalah ini yaitu bagaimana penentuan kadar ampisillin dengan menggunakan metode KCKT serta mengetahui kadar dari ampisillin yang sebenarnya dalam sediaan kaplet nama dagang dan nama generik untuk Ampicillin.
C.     Tujuan
Selarasnya dengan rumusan masalah, tujuan dari makalah ini yaitu untuk menelaah kemampuan metode KCKT untuk penetapan kadar ampisilin dalam sediaan tablet dengan nama dagang dan generiknya dan membandingkan hasil yang diperoleh dengan persyaratan yang terdapat dlm FI IV.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

KCKT merupakan metode tidak desktruktif dan dapat digunakan baik dalam analisis kualitatif maupun kuantitatif. Kromatografi merupakan teknik yang mana solute (zat terlarut) terpisah oleh perbedaan kecepatan elusi, dikarenakan solute-solut ini melewati suatu kolom kromatografi. Interaksi KCKT pada dasarnya terdiri atas 8 komponen pokok, yaitu : wadah fase gerak, system penghantaran fase gerak, alat untuk memasukkan sampel, kolom, detector, wadah penampung buangan fase gerak, tabung penghubung, suatu computer atau integrator atau penekan(Rohman & Ganjar, 2009).
Pada kromatografi cair ini digunakan kolom tabung gelas dengan bermacam dimeter. KCKT berbeda dari kromatografi cair klasik. HPLC menggunakan kolom dengan diameter kecil, 2-8mm dengan ukuran partikel penunjang penunjang 50mm, sedangkan laju aliran dipertinggi dengan tekanan yang tinggi(Khopkar, 1990).
KCKT adalah suatu metode yang menggabungkan koefisien kolom dan kecepatan analisis. KCKT termasuk metode analisis terbaru yaitu suatu teknik kromatografi dengan fase gerak cairan dan fase diam cairan ataupun padat. Kelebihan KCKT antara lain dapat dilaksanakan pada suhu kamar, cepat dan mudah pelaksanaannya, peka dari detector KCKT dapat divariasi dan unik, pelarut pengembang dapat dipakai berulang kali demikian juga dengan kolomnya, ideal untuk molekul besar dan ion, mudah memperoleh cuplikan, daya pisahnya baik, dan dapat dihindari terjadinya dekomposisi/kerusakan bahan yang dianalisis(Harbone, 1987).
Berdasarkan sistem peralatannya maka HPLC termasuk kromatografi kolom karena dipakai pada fase diam yang terpacking dalam kolom sedangkan berdasarkan proses pemisahannya HPLC digolongkan sebagai kromatografi adsorbs dan partisi. Prinsip kromatografi partisi linarut antara 2 pelarut yang tidak bercampur yang ada pada fase diam dan fase gerak. Jika linarut ditambahkan ke dalam sistem yang terdiri dari dua pelarut yang tidak tercampur dan keseluruhan sistem dibiarkan setimbang, linarut akan tersebar antara dua fase(Dirjen POM, 1995).
Ampisilin berbentuk anhidrat atau trihidrat mengandung tidak kurang dari 900 g tiap milligram C16H19N3O4S dihitung terhadap zat anhidrat. Secara komersial, sediaan ampisilin tersedia dalam bentuk trihidrat untuk sediaan oral dan garam natrium untuk sediaan injeksi. Potensi ampisilin trihidrat dan natrium penisilin dihitung berdasarkan basis anhidrous. Ampisilin trihidrat berwarna putih, praktis tidak berbau, serbuk kristal, dan larut dalam air. Ampisilin trihidrat mempunyai kelarutan dalam air sekitar 6 mg/mL pada suhu 200C dan 10 mg/mL pada suhu 400C. Ampisilin sodium berwarna hampir putih, praktis tidak berbau, serbuk kristal, serbuk hidroskopis, sangat larut dalam air, mengandung 0,9% natrium klorida. Pelarutan natrium ampicilin dengan larutan yang sesuai, maka 10 mg ampicilin per mL memiliki pH 8 - 10. Jika dilarutkan secara langsung ampisillin trihidrat oral suspensi memiliki pH antara 5 – 7,5. Serbuk hablur renik; putih; tidak berbau atau hampir tidak berbau; rasa pahit(Dirjen POM,1979).
Mekanisme aksi ampisilin yaitu menghambat sintesis dinding sel bakteri dengan mengikat satu atau lebih pada ikatan penisilin - protein (PBPs – Protein binding penisilin’s), sehingga menyebabkan penghambatan pada tahapan akhir transpeptidase sintesis peptidoglikan dalam dinding sel bakteri, akibatnya biosintesis dinding sel terhambat dan sel bakteri menjadi pecah (lisis). Kelompok ampisilin, walaupun spektrum AM-nya lebar, aktivitasnya terhadap mikroba Gram-positif tidak sekuat penisilin G, tetapi efektif terhadap beberapa mikroba Gram-negatif dan atahn asam, sehingga dapat diberikan per oral(Gunawan,2007).


BAB III
METODE PENELITIAN
A.    Alat
Alat  yang digunakan dalam penelitian ini adalah satu unit alat KCKT (Perkin-Elmer) yang terdiri dari  vacuum degasser, pompa, UV/Vis detector, integrator, printer (Okidata), kolom Selectosphere Cl8 (4,6 x 250 mm). 
B.     Bahan
Bahan kimia yang tidak disebutkan asalnya semua dari  (E.Merck dengan derajat p.a., atau Pharmaceutical Grade),  laktosa, amylum manihot, talkum, Mg stearat, aquades, ampisilin BPFI (PPOM Jakarta), ampisilin baku (Phapros), Kaplet Ampicillin (Kimia Farma), Kaplet Ampicillin (Indofarma), Kaplet Ampicillin  (Phapros), Kaplet Binotal (Bayer), Kaplet Kalpicillin (Kalbe Farma), Kaplet Parpicillin (Prafa), Kaplet Cetacillin (Soho).
C.     Metode Kerja
Pembuatan Larutan KH2PO4 1 M (Dilarutkan sebanyak 136,09 gram KH2PO4 dalam air bebas CO2, sampai 1000,0 ml), asam asetat 1 N dibuat dari 60 ml asam asetat glassial diencerkan dengan air bebas oksigen  sampai 1000,0 ml. Pembuatan pengencer digunakan untuk melarutkan yang dibuat dari 10  ml KH2PO4  1 M dicampur dengan 1 ml asam asetat 1 N, kemudian diencerkan dengan air sampai 1000,0 ml.
Pembuatan Fase Gerak
 Dicampurkan sebanyak 909 ml air, 80 ml asetonitril, 10 ml KH2PO4  1 M, dan 1 ml asam asetat 1M dimasukkan dalam botol kaca, disaring menggunakan millipore 0,45 µm, kemudian diawaudarakan selama 15 menit.  Komposisi fase gerak (air : asetonitril : KH2PO4  1 M : asam asetat 1 M = 909 : 80 : 10 : 1) V/V .
Penentuan Kualitatif
Ampisilin BPFI, ampisilin baku (Phapros), kaplet Ampicillin (Kimia Farma), kaplet Ampicillin Indofarma), kaplet Ampicillin (Phapros), kaplet Binotal (Bayer), kaplet Kalpicillin (Kalbe Farma), kaplet Parpicillin (Prafa), dan kaplet Cetacillin (Soho), dengan konsentrasi 500 µg/ml masing-masing disuntikkan ke sistem KCKT dengan volume penyuntikan 20 µl. Puncak yang ditunjukkan diperhatikan dan dicatat waktu
hambatnya.


Penentuan Kuantitatif
Pembuatan Larutan Induk Ampisilin BPFI (LIB) Ditimbang seksama sejumlah 25,0 mg Ampisilin BPFI lalu dimasukkan dalam labu tentukur 25 ml, dilarutkan dengan pengencer sampai garis tanda hingga diperoleh larutan dengan konsentrasi 1000 µg/ml, disaring, filtratnya digunakan sebagai larutan induk. 
Pembuatan Kurva Kalibrasi Ampisilin BPFI
Dari LIB dipipet sebanyak 2,0; 3,0; 4,0; 5,0; 6,0; 7,0 ml dan masing-masing dimasukkan ke dalam labu tentukur 10 ml lalu dicukupkan dengan pengencer sampai garis tanda sehingga diperoleh konsentrasi 200, 300, 400, 500, 600, dan 700 µg/ml. Kemudian masing-masing konsentrasi diinjeksikan sebanyak 6 kali ke sistem KCKT pada l 254 nm dengan laju alir fase gerak 2,5 ml/menit, lalu dicatat luas puncaknya yang ditunjukkan pada kromatogram dan dibuat kurva kalibrasi serta persamaan regresinya.
Uji Perolehan Kembali  
Ditimbang sebanyak 10 gram ampisilin baku (Phapros), 600 mg amylum manihot, 120 mg talkum 120 mg Mg stearat, dan 1,16 gram laktosa, dicampurkan lalu digerus homogen. Kemudian ditimbang seksama sejumlah 120 mg serbuk campuran, dimasukkan dalam labu tentukur 100 ml dan dilarutkan dengan pengencer sampai larut sempurna. Lalu ditambahkan pengencer sampai  garis tanda sehingga diperoleh larutan dengan konsentrasi 1000 µg/ml, kemudian disaring, filtratnya yang jernih digunakan sebagai larutan uji. Dari larutan ini diaambil 5,0 ml, dimasukkan dalam labu tentukur 10 ml, ditambahkan pengencer sampai garis tanda sehingga diperoleh larutan dengan konsentrasi 500 µg/ml. Larutan ini diinjeksikan ke sistem KCKT sebanyak 6 kali pada l 254 nm dan laju aliran 2,5 ml/menit lalu dihitung kadarnya. 
Penetapan Kadar Kaplet Ampisillin
Ditimbang 20 kaplet ampisilin, kemudian digerus, ditimbang seksama sejumlah serbuk ampisilin setara dengan 100 mg ampisilin anhidrat, dimasukkan dalam labu tentukur 100 ml, dilarutkan dengan pengencer sampai larut sempurna, dan ditambahkan pengencer sampai garis tanda sehingga diperoleh larutan dengan konsentrasi 1000 µg/ml, disaring, filtratnya digunakan sebagai larutan uji. Kemudian dari larutan ini dipipet 5,0 ml, dimasukkan dalam labu tentukur 10 ml dan ditambahkan pengencer sampai garis tanda
sehingga diperoleh larutan dengan konsentrasi 500 µg/ml. Larutan ini diinjeksikan sebanyak 6 kali ke sistem KCKT pada l 254 nm dengan laju alir 2,5 ml/menit. Prosedur ini dilakukan untuk kaplet Ampicillin (Kimia Farma, Indofarma, Phapros), kaplet Binotal (Bayer), Kaplet Kalpicillin (Kalbe Farma), Kaplet Parpicillin (Prafa), dan Kaplet Cetacillin (Soho).
Analisa Data secara Statistik
Untuk menghitung kadar sebenarnya dari hasil percobaan dapat digunakan rumus :
SD=
Keterangan :
SD = Standar Deviasi; X = kadar sampel; x = kadar rata-rata sampel; n = jumlah perlakuan. Dengan dasar penolakan data adalah (X - X) > 2,58 SD
Untuk mencari kadar sebenarnya dengan  = 0,01, dk = n-1, dapat digunakan rumus :
µ = X (1-1/2 ),dk X


BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

Menurut Farmakope Indonesia edisi IV, Penetapan kadar ampisilin dalam sediaan tablet dilakukan secara Iodometri. Dalam penelitian ini telah dicoba dengan cara yang berbeda yaitu dengan menggunakan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) seperti yang tercantum dalam monografi Ampisillin menggunakan pelarut carnpuran KH2PO4 1 M dan Asam asetat 1 M, fase gerak campuran air : Asetonitril : KH2PO4 1 M : Asam asetat 1 M (909: 80: 10: 1), kolom C18 (4 mm x 30 cm), laju aliran 2,0 ml/menit, detektor spektrofotometer UV pada  l 254 nm dan volume penyuntikan 20,0  µl, dengan kondisi yang sedikit berbeda yaitu dengan menggunakan kolom C18 (4,6 x 250 mm) dan laju aliran 2,5 ml/menit.
Dari hasil uji identifikasi ampisilin diperolch waktu tambat yang sama antarA ampisilin BPFI, ampisilin baku (Phapros), dan ampisilin yang terdapat dalam sediaan kaplet Ampicillin (Kimia Farma), kaplet Ampicillin (Indofarma), kaplet Ampicillin (Phapros), kaplet Binotal (Bayer), kaplet Kalpicillin (Kalbe Farma), kaplet Parpicillin (Prafa), dan kaplet Cetacillin (Soho) yaitu 5 menit.  Hal ini menunjukkan bahwa semua tablet yang dianalisis hanya mengandung satu senyawa yaitu ampisilin. 
Untuk membuat kurva kalibrasi dibuat satu seri larutan standar dengan konsentrasi 200 - 700 µg/ml dan diinjeksikan masing-masing konsentrasi 6 kali ke sistem KCKT, diperoleh data seperti pada Tabel 1.
Tabel 1. Data hasil penyuntikan larutan Ampisillin BPFI
Hasil penentuan linieritas kurva kalibrasi dari ampisilin BPFI dengan rentang konsentrasi 200 sampai 700  µg/ml yang diukur pada l 254 nm dengan laju aliran 2,5 ml/menit, didapat hubungan yang linier antara konsentrasi versus luas puncak dengan koefisien korelasi (r) = 0,9984 dengan persamaan regresi Y = 249,89 X - 4305,15 ( gambar 1 ).

Gambar 1. Kurva regresi linier larutan ampisillin, konsentrasi versus luas puncak. Persamaan garis : Y = 249,89 X - 4305,1 dan koefisien korelasi, R = 0,9969
Dari hasil uji perolehan kembali dari ampisilin baku (Phapros), secara statistik diperoleh kadar ampisilin sebenarnya 99,36% 104,76% dengan kesalahan relatif (KR) = 2,06% dan koefisien korelasi (KV) = 1,61%. Sedangkan dalam sertifikat analisisnya dituliskan bahwa kadar dari ampisilin tersebut adalah 98,88%. Dari parameter kesalahan relatif dan koefisien variasi di atas membuktikan bahwa metoda yang digunakan dalam penelitian ini dapat diterima untuk penetapan kadar ampisilin dalam sediaan tablet secara KCKT.
Hasil pengolahan data penyuntikan kaplet Ampisillin yang ditetapkan kadarnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
Tabel 2. Hasil temuan kadar ampisilin dari berbagai sediaan setelah dihitung dengan kurva regresi linier


Tabel 3. Hasil temuan kadar ampisilin dalam beberapa sediaan setelah dihitung dengan kurva regresi linier
Dari hasil percobaan yang dilakukan pada sediaan kaplet dengan nama dagang dan nama generik secara statistik diperoleh kadar ampisilin sebenarnya seperti data di bawah ini.          
Tabel 4.  Data kadar ampisilin dalam sediaan kaplet dengan nama dagang dan nama generik yang dianalisa secara KCKT
Ketujuh sediaan kaplet dengan nama dagang dan generik yang ditentukan kadarnya keseluruhannya memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Farmakope Indonesia edisi IV (1995) yaitu mengandung ampisilin tidak kurang dari 90,0% dan tidak lebih dari 120% dari jumlah yang tertera pada etiket.


BAB V
KESIMPULAN

Menurut Farmakope Indonesia edisi IV (1995), kadar ampisilin dalam sediaan tablet adalah tidak  kurang dari 90,0% dan tidak lebih dari 120,0%. Dari hasil penelitian diperoleh kadar ampisilin  sebenarnya dalam sediaan kaplet dengan nama generik untuk Ampicillin (PT. Kimia Farma) = 95,70%  102,44%; Ampicillin (PT. Indofarma) = 99,69% 
  104,99%; Ampicillin (PT.  Phapros) = 91,03%    97,53%; Binotal (PT. Bayer) = 93,38%  98,44%; Kalpicillin (PT, Kalbe Farma) = 91,41%  97,95%; Parpicillin
(PT.  Prafa) = 97,19% 101,67%; dan Cetacillin (PT.  Soho) = 95,60% 98,58%.
Kadar yang diperoleh dari hasil pcrcobaan untuk semua kaplet ampisilin yang dianalisis memenuhi persyaratan kadar yang tertera pada Farmakope Indonesia edisi IV (1995) yaitu mengandung ampisilin tidak kurang dari 90,0% dan tidak lebih dari 120,0% dari jumlah yang tertera pada etiket.


DAFTAR PUSTAKA

Dirjen POM, 1979, Farmakope Indonesia, Edisi III, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.

Dirjen POM, 1995, Farmakope Indonesia, Edisi IV, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.

De, Effendy, L.P., 2002, Penetapan Kadar Ampisilin Dalam Tablet Dengan Nama Generik dan Nama Dagang Menggunakan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT), Majalah Farmasi Indonesia, Volume 13, Edisi:4 .

Gandjar, Ibnu Gholib., Abdul Rohman. 2010, Kimia Farmasi Analisis, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.

Gunawan, 2009, Farmakologi dan Terapi, Edisi 5 cetak ulang dengan perbaikan, Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.

Khopar,S.M., 1990, Konsep Dasar Kimia Analitik, Alih bahasa: Saptorahardjo, Universitas Indonesia Press, Jakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar