Powered By Blogger

Total Tayangan Halaman

Senin, 02 Juni 2014

Salmonella

 Salmonella

 Salmonella  termasuk  Enterobacteriaceae,  merupakan  bakteri  berbentuk  batang
gram-negatif  berukuran  2-3  x  0,6  (m,  tidak  membentuk-spora.  Salmonella  merupakan
organisme  kompleks  yang  menghasilkan  berbagai  faktor  virulensi,  termasuk  antigen
permukaan, invasif, endotoksin, sitotoksin, dan enterotoksin. Peran masing-masing faktor
virulensi menyebabkan Salmonella mampu menimbulkan  berbagai sindrom dalam tubuh
inang  yang  berbeda.  Pada  kenyataannya,  beberapa  serotipe   beradaptasi  dengan  inang
yang spesifik. Sebagai contoh, S. typhimurium menyebabkan sindrom yang sama dengan
demam tifoid pada inang alaminya, pada mencit, tetapi pada manusia hanya terbatas pada
gastroenteritis. Contoh yang sama, terjadi pada S.  typhi yang terbatas pada manusia dan
tidak  menyebabkan  penyakit  pada  hewan  ketika  diberikan  per  oral.  Perbedaan  respon
inang kemungkinan terletak pada kemampuan berbagaiorganisme untuk hidup dalam sel
fagosit  inang.   Hal  ini  menyebabkan  Salmonella  dapat  tumbuh  dalam  lingkungan
ekstraseluler,  dan  beberapa  peneliti  menggunakan  istilah  parasit  intraseluler  fakultatif
untuk menggambarkan patogenesis bakteri ini.

A. Penentu Patogenisitas
Antigen  Permukaan.  Kemampuan  Salmonella  untuk  menempel  pada  reseptor  sel  inang
dan  bertahan  hidup  dalam  sel,  disebabkan  rantai  samping  antigen  O  atau,  dalam  kasus
serotipe  typhi,  termasuk  adanya  antigen  Vi.  Antigen O  Salmonella  penting  untuk
menentukan  kerentanan  sejumlah  serotipe  terhadap  protein  kationik  inang  dan  untuk
berinteraksi  dengan  makrofag  inang.  Salmonella  dengan  antigen  O  yang  utuh  lebih
resisten  terhadap  pembunuhan  berperantara-komplemen dalam  serum  normal,
dibandingkan  dengan  varian  "kasar".  Resistensi  tersebut  kemungkinan  disebabkan
perlindungan polisakarida core LPS dan Lipid A pengaktif-komplemen oleh polisakarida
pada antigen O.
 Tipe  1  atau  fimbria  pengikat-manosa  digambarkan  terdapat  pada  sejumlah
Salmonella. Bagaimanapun, Salmonella dengan  fimbria ini hanya sedikit lebih virulen
dengan strain yang tanpa fimbria. Kemampuan berikatan kepada sel inang, karena adanya
beberapa  faktor  adesi  yang  belum  diketahui.   Plasmid  dengan  berat  molekul  tinggi
sebelumnya  dianggap  penting  untuk  penempelan  dan  invasi.  Penelitian  selanjutnya
memperlihatkan  bahwa  plasmid  tersebut  mengendalikan kemampuan  penyebaran
Salmonella  melebihi  sel  intestin  untuk  bergerak  ke  jaringan  lain, dan  plasmid  ini  tidak
mengendalikan awal penempelan bakteri pada sel intestin.
Kemampuan  Invasi.  Seperti  Shigella,  Salmonella  virulen  dapat  menembus  jalur  epiitel
usus  kecil.  Kelebihannya,  Salmonella  tidak  hanya  menempati  jalur  epitel,  juga  dapat
menembus  jaringan  subepitel.  Saat  ini  terbukti  bahwa  Salmonella  mensintesis  protein
baru  ketika  tumbuh  pada  sel  mamalia  dan  protein  ini penting  untuk  menempel  dan
menembus sel mamalia. Selanjutnya bakteri yang tumbuh pada tekanan oksigen atmosfir
mulai 0-1%, hampir 70% memiliki sifat invasif dan kemampuan menembus yang lebih
besar  dibandingkan  dengan  yang  tumbuh  pada  tekanan  oksigen  20%.  Tingkat  oksigen
dalam  lingkungannya  digunakan  untuk  menghasilkan  protein  baru  tersebut.  Pada  saat
bakteri  mendekati  epitel,  brush  border  (pili-pili  usus)  mulai  dirusak,  dan  bakteri
memasuki  sel  dimana  disebelahnya  dikelilingi  oleh  membran  sitoplasma  yang  serupa
dengan vakuola fagositik. Selanjutnya bakteri melewati sel epitel dan masuk ke lamina
propria.  Kadang-kadang  penembusan  epitel terjadi pada junction/hubungan interseluler.
Setelah  menembus,  bakteri  berkembangbiak  dan  menyebar  ke  bagian  tubuh  lain.
Kerusakan epitel terjadi selama tahap akhir penyakit.
 Perbedaan tipe penyakit disebabkan oleh berbagai serotipe Salmonella, juga dapat
disebabkan tipe sel inang yang diserang. Sebagai contoh, serotipe manusia menyebabkan
gastroenteritis,  menembus  dan  berbiak  dalam  sel  epitel;  sedangkan  sel  target  untuk
serotipe  typhi   adalah  makrofag.  Kemampuan  bakteri  untuk  bertahan  hidup  dalam
makrofag  karena  produksi  protein  yang  menyebabkannya  bertahan  dari  mekanisme
pembunuhan  tergantung-oksigen  dan  tergantung-non-oksigen  oleh  sel  fagositik.
Mekanisme tergantung-oksigen termasuk produksi hidrogen peroksida dan superoksida,
dan  mekanisme  tergantung-non-oksigen  termasuk  produksi  antibakteri  atau  protein
kationik  yang  disebut  defensin.  Pengendalian  genetik  protein  yang  melindungi  bakteri
dari defensin terletak pada lokus phoP. Produk gen ini mempengaruhi kontrol pleiotropik
sejumlah  besar  gen  pada  kromosom  bakteri,  sehingga, dasar  molekuler  proses  tersebut
dan perannya pada pertahanan hidup sel bakteri dalam makrofag menjadi jelas.
Endotoksin. Seperti semua bakteri enterik, endotoksin dapat berperan dalam patogenesis
infeksi  Salmonella,  khususnya  selama  tahap  bakteremik  demam  enterik.  Endotoksin
dianggap  mampu  menyebabkan  demam  pada  pasien.  Apakah  demam  disebabkan   oleh
endotoksin secara langsung atau tidak langsung melalui pelepasan pirogen endogeik dari
leukosit, belum dapat diketahui. Aktivasi endotoksin pada komponen kemotaktik sistem
komplemen  dapat  menyebabkan  lokalisasi  leukosit  pada  lesi  klasik  demam  tifoid.
Bagaimanapun,  peran  endotoksin  belum  jelas  karena  sukarelawan  yang  toleran-
endotoksin  ketika  diinfeksi  dengan  bakteri  tifoid  tetap  memperlihatkan  tanda  demam
tifoid.
Enterotoksin.  Enterotoksin  serupa  dengan  enterotoksin  tahan-panas  dan  enterotoksin
tidak- tahan panas pada E. coli. Bagaimanapun peranenterotoksin pada penyakit belum
digambarkan  secara  jelas.  Karena  seperti  pada  Shigella,  jaringan  target  utama
salmonellosis  adalah  kolon,  dan  enterotoksin  mempengaruhi  usus  kecil.  Selanjutnya,
enterotoksin sel tidak dikeluarkan dari sel, seperti pada V. cholerae dan E. coli. Peran
enterotoksin bisa berbeda untuk setiap bakteri yangmenginfeksi. Serotipe typhimurium
menyebabkan  ileitis  yang  meluas  pada  hewan  percobaan,  sedangkan  strain  lain    yang
juga  memiliki  enterotoksin  tidak  memperlihatkan  hal tersebut.  Apakah  toksin  ini
dihasilkan intraseluler oleh organisme penginfeksi kolon, belum dapat diketahui.
Sitotoksin.  Salmonella  juga  menghasilkan  sitotoksin yang  berbeda  dari  enterotoksin.
Toksin  ini  berhubungan  dengan  membran  luar  bakteri, yang  penting  dalan  invasi  dan
perusakan sel inang. Pada penelitian 131 strain Salmonella , semua strain menghasilkan
sitotoksin, tetapi jumlah toksinnya berbeda untuk setiap strain. Serotipe cholerasuis dan
enteritidis  menghasilkan  banyak  toksin,  sedangkan  serotipe  typhi  menghasilkan  toksin
paling  sedikit.  Perbedaan  ini  mencerminkan  perbedaan  dalam  menyebabkan  spektrum
penyakit.  Meskipun  secara  genetik  sitotoksin  dihasilkan  oleh  semua  Salmonella,  tapi
secara  imunologik  berbeda  dari  Shiga  toksin  dan  SLT-_  dan  SLT-II  pada  E.  coli,
mekanisme  kedua  kelompok  toksin  tersebut  adalah  serupa  yaitu  menghambat  sintesis
protein sel Vero.

B. Epidemiologi
Demam Tifoid. Salmonella serotipe typhi secara khusus diadaptasikan terhadap manusia,
dan  seorang  carrier  merupakan  satu-satunya  sumber  bakteri  ini.  Carrier  dapat   berupa
carrier konvalesen yang mengekskresikan bakteri pada periode waktu yang singkat, atau
carrier  kronik  yang  menyimpan  bakteri  ini  selama  lebih  dari  satu  tahun.  Hampir  3%
pasien  demam  tifoid  menjadi  carrier  kronik.  Kebanyakan  carrier  kronik  adalah  wanita
dewasa penderita penyakit kandung-empedu. Bakteri menempati batu-empedu atau luka
pada  cabang  saluran  empedu  dan  diekskresikan  dalam  jumlah  yang  besar.Beberapa
individu  diinfeksi  melalui  makanan  dan  minuman  yang terkontaminasi  bakteri  dari
carrier.  Ledakan  penyakit  terjadi  di  sejumlah  negara,  karena  makanan-limbah  dari
sejumlah  restoran  yang  terkontaminasi  bakteri  ini.  Kasus  berskala-besar  terjadi  di
Skotlandia (515 kasus) dan di Jerman (344 kasus), disebabkan oleh kontaminasi bakteri
pada salad kentang dan corned beef.
Salmonellosis. Sering dilaporkan, salmonellosis merupakan penyakit asal-makanan pada
manusia,  dan  salmonella  lebih  banyak  ditemukan  sebagai  kontaminan  dalam  berbagai
jenis  makanan  dibandingkan  jenis  mikroorganisme  lain.  Kebiasaan  makan  dan  cara
mengolah makanan merupakan penyebab utama dalam kasus salmonellosis, tetapi secara
epidemiologi data yang tepat hanya terdapat pada beberapa negara.
 Seperti  demam  tifoid,  makanan  dan  air  yang  terkontaminasi  debu  menularkan
infeksi Salmonella. Tidak seperti demam tifoid, sumber utama salmonellosis bukan hanya
manusia,  tetapi  hewan  dan  produk  hewan  juga  merupakan  sumber  utama  penyakit.  Di
sejumlah negara, sumber utama salmonellosis pada manusia adalah daging babi, sapi dan
kuda. Selain itu, daging
 Daging  terkontaminasi-Salmonella  menimbulkan  masalah  kesehatan  masyarakat
yang  cukup  serius,  khususnya  di  berbagai  negara  yang  mengkonsumsi  daging  mentah
atau  kurang-masak.  Sebagai  contoh,  infeksi  sering  disebabkan  karena  mengkonsumsi
masakan  yang  mengandung  daging  babi  atau  kuda.  Masalah  berikutnya  adalah
kontaminasi-silang  pada  produk  daging  dari  daging  mentah.  Sebagai  contoh,  pada  saat
masakan  dipanaskan,  Samonella  dari  daging  mentah  sering  mencemari  proses
pengolahan,  misalnya  salad  ayam,  dan  sndwich  ayam.  Akibatnya,  pendinginan  dan
penanganan  higianis  pada  daging,  pada  seluruh  tahap pengolahan,  mulai  dari
penyembelihan,  pengemasan  sampai  dapur  konsumen,  penting  diperhatikan  untuk
mencegah penyakit asal-makanan tersebut.
 Makanan  lain  yang  sering  terkontaminasi  salmonella adalah  telur,  susu  dan
produk susu, ikan dan kerang, produk sayuran, dan lain-lain.

C. Manifestasi Klinik
 Infeksi Samonella dapat terjadi dalam tiga kesatuan gejala klinik yang berbeda :
terbatas pada gastroenteritis, septikemia dengan lesi fokal, atau demam enterik misalnya
demam tifoid.
Gastroenteritis.  Gastroenteritis  Samonella  merupakan  infeksi  yang  terjadi  hanya  pada
kolon dan biasanya terjadi setelah 18-24 jam penelanan bakteri.  Penyakit ditandai oleh
diarhe, demam, dan sakit perut. Hal ini biasanya terbatas, sekitar 2-5 hari. Sebagian kasus
tidak  memperlihatkan  sakit  dan  menandakan  gejala  "flu  lambung".  Dehodrasi  dan
ketidakseimbangan elektrolit merupakan ancaman dalam meluasnya kasus dan terutama
pada usia yang sangat muda dan orang tuia. Meskipunbakteri dapat diisolasi dari feses
dalam beberapa minggu, tapi jarang terdapat carrierkronik.
Demam  Tifoid  dan  Demam  Enterik   lain.  Prototipe  dan demam  enterik  yang  sangat
meluas/berat  adalah  demam  tifoid.  Salmonella  lain,  khususnya  serotipe  paratyphi  A,
paratyphi  B  juga  menyebabkan  demam  enterik,  tetapi  gejalanya  lebih  ringan,  dan
mortalitasnya rendah.
 Jumlah bakteri dalam makanan dan air yang ditelan,penting dalam menentukan
kecepatan  infeksi  oleh  bakteri  tifoid.  Hasil  penelitian  pada  sukarelawan,  menujukkan
bahwa  hanya  25%  orang  menjadi  terinfeksi  setelah  menelan  105  organisme,  dan
kecepatan infeksi meningkat sampai 95% ketika dosisbakteri ditingkatkan menjadi 109.
Selama minggu pertama, gejala infeksi berupa kelesuan, demam, tidak enak badan, dan
rasa  sakit  yang  umum  dapat  tertukar/keliru  dengan  berbagai  penyakit  lainnya.  Selama
tahap ini, bakteri menembus dinding intestin dan menginfeksi sistem limfatik. Sejumlah
bakteri masuk ke pembuluh darah dan menginfeksi sistem retikuloendotel lainnya. Pada
kedua  tempat  tersebut,  bakteri   ditelan  oleh  monosit  tapi  tidak  dibunuh,  sehingga
mengalami  pembiakan.  Selama  minggu  kedua  keadaan  sakit,  bakteri  memasuki
pembuluh  darah  dan  memperpanjang  bakteremia.  Infeksi  saluran  empedu  juga  terjadi
pada masa tersebut. Pasien dengan penyakit  yang berat mengalami demam sampai 104
oF atau 40oC dan sering mengigau. Badan sakit dan dapat berbintik merah-muda. Diarhe
dimulai  selama  minggu  ke-tiga  keadaan  sakit.  Pada  saat  ini  bakteri  dari  pembuluh
empedu  kembali  menginfeksi  saluran  intestinal  dan  menyebabkan  kerusaklan  Payer's
patches.  Setelah  minggu  ke-tiga,  pasien  melemah  dan tetap  febril/  tidak  berubah,   jika
tidak  terdapat  komplikasi.  Komplikasi  termasuk  perforasi  intestin,  pendarahan  berat,
tromboflebitis,  kolesistitis,  peumonia,  dan  pembentukan  abses.  Kisaran  kecepatan
kematian sekitar 2%-10% dan lebih rendah dengan bantuan terapi secara cepat. Sekitar
20% pasien mengalami kekambuhan.
Septikemia. Septikemia Salmonella diperpanjang dan ditandai dengan demam, anoreksia,
kedinginan,  dan  anemia.  Lesi  fokal  dapat  berkembang dalam  sejumlah  jaringan,
menghasilkan  osteomielitis  sekunder,  pneumonia,  abses  paru,  meningitis,  dan
endokarditis.  Gastroenteritis  jarang,  bahkan  tidak  ada,  dan  bakteri  jarang  dikutur  dari
feses.  Serotipe  cholerasuis  sering  menjadi  penyebab sindrom  tersebut,  dan  khususnya
dihubungkan dengan pasien penderita sickle cell.
 Bakteremia  kronik  juga  digambarkan  pada  pasien  penderita  schistosomiasis.
Schistosoma  membawa  bakteri,  sehingga  hilangnya  bakteremia  tidak  dapat  dicapai
selama schistosomisis belum hilang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar