PENGERTIAN
DASAR INTERAKSI OBAT
DEFENISI DAN
TERMINOLOGI
·
Kejadian di mana
suatu zat mempengaruhi aktivitas obat.
Efek-efeknya bisa meningkatkan atau mengurangi
aktivitas, atau menghasilkan efek baru yang tidak dimiliki sebelumnya.
·
Modifikasi efek suatu
obat lain yang diberikan bersamaan.
Bila dua atau lebih obat berinteraksi sedemikian rupa
sehingga keefektifan suatu obat berubah.
·
Interaksi obat adalah perubahan efek suatu obat akibat
pemakaian obat lain (interaksi obat-obat) atau oleh makanan, obat tradisional
dan senyawa kimia lain.
Interaksi obat yang signifikan dapat terjadi jika dua atau
lebih obat digunakan bersama-sama
Pada prinsipnya interaksi obat dapat menyebabkan dua hal
penting. Yang pertama, interaksi obat dapat mengurangi atau bahkan
menghilangkan khasiat obat. Yang kedua, interaksi obat dapat menyebabkan
gangguan atau masalah kesehatan yang serius, karena meningkatnya efek samping
dari obat- obat tertentu. Resiko kesehatan dari interaksi obat ini sangat
bervariasi, bisa hanya sedikit menurunkan khasiat obat namun bisa pula fatal.
Obat merupakan bahan kimia yang
memungkinkan terjadinya interaksi bila tercampur dengan bahan kimia lain baik
yang berupa makanan, minuman ataupun obat-obatan. Interaksi juga terjadi pada
berbagai kondisi kesehatan seperti diabetes, penyakit ginjal atau tekanan darah
tinggi. Dalam hal ini terminologi interaksi obat dikhususkan pada interaksi
obat dengan obat.
Dalam interaksi obat-obat, obat yang
mempengaruhi disebut presipitan, sedangkan obat yang dipengaruhi disebut objek.
Contoh presipitan adalah aspirin, fenilbutazon dan sulfa. Object drug biasanya
bersifat mempunyai kurva dose-response yang curam (narrow therapeutic margin),
dosis toksik letaknya dekat dosis terapi (indeks terapi sempit). Contoh :
digoksin, gentamisin, warfarin, dilantin, obat sitotoksik, kontraseptif oral,
dan obat-obat sistem saraf pusat.
Berdasarkan jenis atau bentuknya interaksi obat
diklasifikasikan atas:
1. Interaksi secara kimia atau farmasetis
2. Interaksi secara farmakokinetik
3. Interaksi secara fisiologi
4. Interaksi secara farmakodinamik
Interaksi secara kimia / farmasetis terjadi apabila secara fisik atau kimia suatu obat inkompatibel dengan obat lainnya. Pencampuran obat yang inkompatibel akan mengakibatkan inaktivasi obat. Interaksi ini sering terjadi pada cairan infus yang mencampurkan berbagai macam obat .
Interaksi secara farmakokinetik terjadi
apabila suatu obat mempengaruhi absorpsi, distribusi, biotransformasi /
metabolisme, atau ekskresi obat lain.
Secara fisiologi interaksi terjadi
apabila suatu obat merubah aktivitas obat lain pada lokasi yang terpisah dari
tempat aksinya.
Sedangkan interaksi secara farmakodinamik
terjadi apabila suatu obat mempengaruhi aktivitas obat lain pada atau dekat
sisi reseptornya.
Interaksi antar obat dapat berakibat
menguntungkan atau merugikan. Interaksi yang menguntungkan, misalnya (1)
Penicillin dengan probenesit: probenesit menghambat sekresi penicillin di
tubuli ginjal sehingga meningkatkan kadar penicillin dalam plasma dan dengan
demikian meningkatkan efektifitas dalam terapi gonore; (2) Kombinasi obat anti
hipertensi: meningkatkan efektifitas dan mengurangi efek samping: (3) Kombinasi
obat anti kanker: juga meningkatkan efektifitas dan mengurangi efek samping (4)
kombinasi obat anti tuberculosis: memperlambat timbulnya resistansi kuman
terhadap obat; (5) antagonisme efek toksik obat oleh antidotnya masing-masing.
Interaksi obat dianggap penting secara
klinik bila berakibat meningkatkan toksisitas dan atau mengurangi efektifitas
obat yang berinteraksi, jadi terutama bila menyangkut obat dengan batas
keamanan yang sempit, misalnya glikosida jantung, antikoagulan, dan obat-obat sitotastik.
Demikian juga interaksi yang menyangkut obat-obat yang biasa digunakan atau
yang sering diberikan bersama tentu lebih penting daripada obat yang dipakai sekali-kali.
FAKTOR-FAKTOR
PENUNJANG INTERAKSI OBAT
Insidens interaksi obat yang penting dalam klinik sukar
diperkirakan karena :
1.
Dokumentasinya
masih sangat kurang;
2.
Seringkali
lolos dari pengamatan karena kurangnya pengetahuan para dokter akan mekanisme
dan kemungkinan terjadinya interaksi obat sehingga interaksi obat berupa
peningkatan toksisitas seringkali dianggap sebagai reaksi idiosinkrasi terhadap
salah satu obat sedangkan interaksi berupa penurunan efektifitas seringkali
diduga akibat bertambahnya keparahan penyakit; selain itu, terlalu banyak obat
yang saling berinteraksi sehingga sulit untuk diingat;
3.
Kejadian
atau keparahan interaksi dipengaruhi oleh variasi individual (populasi tertentu
lebih peka misalnya penderita lanjut usia atau yang berpenyakit parah, adanya
perbedaan kapasitas metabolisme antar individu ), penyakit tertentu ( terutama
gagal ginjal atau penyakit hati yang parah), dan faktor- faktor lain ( dosis
besar, obat ditelan bersama-sama, pemberian kronik).
1. USIA
Fisiologi
tubuh, metabolisme dan eliminasi pada bayi, anak dan orang dewasa berbeda.
2.
BOBOT BADAN
Perbandingan
dosis obat – bobot badan menentukan konsentrasi obat yang mencapai sasaran.
3.
KEHAMILAN
Pengosongan
lambung↑, metabolisme ↑, ekskresi/filtrasi glomerolus ↑.
4.
OBAT DALAM ASI
Ampisilin, eritromisin,
kanamisin, linkomisin, kloramfenikol, rifampisin, streptomisin sulfat,
tetrasiklin, dll.
5.
VARIASI DIURENAL
Hormon
kortikosteroid dari korteks adrenal pada pagi hari ↑, mlm hari ↓
6.
TOLERANSI
MK : Induksi enzim
7.
SUHU TUBUH
Distribusi ekskresi, ikatan,
aktivitas enzim
8.
KONDISI PATOLOGIK
Gangguan fungsi hati, gangguan
fungsi ginjal.
9.
GENETIK
Defisiensi enzim
10. WAKTU
PEMBERIAN
Sesudah
makan/ sebelum makan
4
X y mg ≠ 2 X 2y mg
Sekarang ini, potensi efek yang tidak terduga sebagai akibat
dari interaksi antara obat dan obat lain atau makanan telah ditetapkan. Risiko
interaksi obat akan meningkat seiring dengan peningkatan jumlah obat yang
digunakan oleh individu. Hal ini juga menyiratkan risiko yang lebih besar pada
orang tua dan mengalami penyakit kronis, karena mereka akan menggunakan
obat-obatan lebih banyak daripada populasi umum. Risiko juga meningkat bila
rejimen pasien berasal dari beberapa resep. Peresepan dari satu apotek saja
mungkin dapat menurunkan risiko interaksi yang tidak terdeteksi (McCabe, et.al.,
2003). Interaksi obat potensial seringkali terjadi pada pasien rawat inap yang
diresepkan banyak pengobatan. Prevalensi interaksi obat meningkat secara linear
seiring dengan peningkatan jumlah obat yang diresepkan, jumlah kelas obat dalam
terapi, jenis kelamin dan usia pasien
MEKANISME DASAR INTERAKSI OBAT
Pada kenyataanya banyak obat yang
berinteraksi obat terjadi tidak hanya dengan satu mekanisme tetapi melibatkan
dua atau lebih mekanisme. Akan tetapi secara umum mekanisme interaksi obat
dalam tubuh dapat dijelaskan atas dua mekanisme utama, yaitu interaksi
farmakokinetik dan interaksi farmakodinamik.
Pemberian suatu obat (A) dapat
mempengaruhi aksi obat lainnya (B) dengan mekanisme berikut:
1.
Modifikasi efek farmakologi obat B tanpa mempengaruhi
konsentrasinya di cairan jaringan (interaksi farmakodinamik).
Interaksi farmakodinamik adalah
interaksi yang terjadi antara obat yang memiliki efek farmakologis, antagonis
atau efek samping yang hampir sama. Interaksi ini dapat terjadi karena
kompetisi pada reseptor atau terjadi antara obat-obat yang bekerja pada sistem
fisiologis yang sama. Interaksi ini biasanya dapat diprediksi dari pengetahuan
tentang farmakologi obat-obat yang berinteraksi
Interaksi farmakodinamik meliputi aditif
, potensiasi, sinergisme dan antagonisme. Mekanisme yang terlibat dalam
interaksi farmakodinamik adalah perubahan efek pada jaringan atau reseptor.
2.
Mempengaruhi konsentrasi obat B yang mencapai situs aksinya
(interaksi farmakokinetik).
a.
Interaksi ini penting secara klinis mungkin karena indeks
terapi obat B sempit (misalnya, pengurangan sedikit saja efek akan menyebabkan
kehilangan efikasi dan atau peningkatan sedikit saja efek akan menyebabkan
toksisitas).
b.
Interaksi ini penting secara klinis mungkin karena kurva
dosis-respon curam (sehingga perubahan sedikit saja konsentrasi plasma akan
menyebabkan perubahan efek secara substansial).
c.
Untuk kebanyakan obat, kondisi ini tidak ditemui, peningkatan
yang sedikit besar konsentrasi plasma obat-obat yang relatif tidak toksik
seperti penisilin hampir tidak menyebabkan peningkatan masalah klinis karena
batas keamanannya lebar.
d.
Sejumlah obat memiliki hubungan dosis-respon yang curam dan
batas terapi yang sempit, interaksi obat dapat menyebabkan masalah utama,
sebagai contohnya obat antitrombotik, antidisritmik, antiepilepsi, litium,
sejumlah antineoplastik dan obat-obat imunosupresan
Interaksi farmakokinetik terjadi ketika
suatu obat mempengaruhi absorbsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi obat
lainnya sehingga meningkatkan atau mengurangi jumlah obat yang tersedia untuk
menghasilkan efek farmakologisnya
Interaksi farmakokinetik ditandai dengan
perubahan kadar plasma obat, area di bawah kurva (AUC), onset aksi, waktu paruh
dsb
Salah satu faktor yang dapat mengubah
respon terhadap obat adalah pemberian bersamaan dengan obat-obat lain. Ada
beberapa mekanisme dimana obat dapat berinteraksi, tetapi kebanyakan dapat
dikategorikan secara farmakokinetik (absorpsi, distribusi, metabolisme,
eksresi), farmakodinamik, atau toksisitas kombinasi.
Pengetahuan tentang mekanisme dimana
timbulnya interaksi obat yang diberikan sering bermanfaat secara klinik, karena
mekanisme dapat mempengaruhi baik waktu pemberian obat maupun metode interaksi.
Beberapa interaksi obat yang penting timbul akibat dua mekanisme atau lebih.
Akibat interaksi obat dapat terjadi keadaan :
a)
Sumasi
(adiktif).
b)
Sinergisme,
contoh : Sulfonamid mencegah bakteri untuk mensintesa dihidrofolat, sedangkan
trimetoprim menghambat reduksi dihidrofolat menjadi tetrahidrofolat. Kedua obat
ini bila diberikan bersama-sama akan memiliki efek sinergistik yang kuat
sebagai obat anti bakteri.
c)
Antagonisme,
contoh : Antagonis reseptor beta (beta bloker) mengurangi efektifitas obat-obat
bronkhodilator seperti salbutamol yang merupakan agonis beta reseptor.
d)
Potensiasi,
contoh :
1)
banyak
diuretika yang menurunkan kadar kalium plasma, dan yang akan memperkuat efek
glikosid jantung yang mempermudah timbulnya toksisitas glikosid.
2)
Penghambat
monoamin oksidase meningkatkan jumlah noradrenalin di ujung syaraf adrenergik
dan karena itu memperkuat efek obat-obat seperti efedrin dan tiramin yang
bekerja dengan cara melepaskan noradrenalin.
1. OBAT YANG RENTANG TERAPINYA SEMPIT
Contoh:
antiepilepsi, digoksin, lithium, siklosporin, warfarin
2. OBAT YANG MEMERLUKAN PENGATURAN DOSIS TELITI
Contoh:
antihipertensi
3. PENGINDUKSI ENZIM
Contoh: asap
rokok, barbiturat, fenitoin, griseofulvin, karbamzepin, rifampisin.
4. PENGHAMBAT ENZIM
Contoh:
amiodaron, diltiazem, eritromisin, ketokonazol, metronidazol, simetidin,
siprofloksasin, verapamil
HAL YANG PERLU DIPERHATIKAN INTERAKSI OBAT
2. Interaksi tidak selamanya merugikan.
3. Jika dua obat berinteraksi tidak berarti tidak
boleh diberikan
4. Interaksi tidak hanya untuk terapi yang berbeda
tetapi kadang untuk mengobati penyakit yang sama.
5. Interaksi dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan
pengobatan.
GUNA INTERAKSI OBAT
1. MENINGKATKAN
KERJA OBAT
Contoh :
sulfametoksasol, analgetik dan kafein
2. MENGURANGI
EFEK SAMPING
Contoh :
anestetika dan adrenalin
3. MEMPERLUAS
SPEKTRUM
Contoh :
kombinasi antiinfeksi
4. MEMPERPANJANG
KERJA OBAT
Probenesid
dan penisilin.
PASIEN YANG RENTAN TERHADAP INTERAKSI OBAT
Pasien lanjut usia
Pasien yang mengkonsumsi lebih
dari satu macam obat
Pasien dengan gangguan fungsi
ginjal dan hati
Pasien dengan penyakit akut
Pasien dengan penyakit yang
tidak tidak stabil (kadang kambuh)
Pasien dengan karakteristik
genetik tertentu
Pasien yang dirawat oleh lebih
dari satu dokter.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar