RICKETTSIA
Kelompok bakteri ini memperbanyak diri dengan pembelahan biner, tidak melalui
siklus perkembangan yang kompleks. Sebagian besar fase hidupnya bersifat intraseluler
obligat, parasitik atau mutualistik, dengan inang eukariot (vertebrata atau arthropoda);
beberapa spesies dapat tumbuh pada media bakteri yang sedikit kompleks dan
mengandung darah. Dinding sel mengandung asam muramat. Glutamat dioksidasi dengan
menghasilkan ATP. Rickettsia merupakan bakteri Gram-negatif, berbentuk batang,
kokoid, dan sering pleomorfik, tanpa flagela; perkecualian dapat muncul gambaran,
sebagai berikut: (1) beberapa terlihat berbentuk-cincin pada sediaan pewarnaan, (2)
beberapa memiliki flagela, dan (3) beberapa dapat bersifat Gram-positif.
Spesies parasitik dihubungkan dengan sel retikuloendotel dan endotel vaskuler
atau eritrosit vertebrata dan sering dihubungkan dengan berbagai organ arthropoda, yang
berperan sebagai vektor atau inang primer. Beberapa spesies merupakan penyebab
penyakit pada manusia atau vertebrata lain dan inang invertebrata. Spesies mutualistik
terdapat pada insekta dan dianggap penting untuk perkembangan dan reproduksi
inangnya.
Terdapat tiga genera yang dapat tumbuh pada media bakteri, Bartonella,
Grahamella, dan Rochalimaea, tetapi ketiganya dikelompokkan ke dalam rickettsia
karena bersifat sebagai parasit intraseluler. Secara filogenetik, Bartonella, Grahamella
masuk ke dalam sub-kelompok (-2 Proteobacteria.
A. Morfologi dan Fisiologi
Rickettsia yang termasuk genera Rickettsia dan Rochalimaea merupakan bakteri
berbentuk pleomorfik, batang sampai kokoid dengan panjang 0,3-0,6 (m dan lebar 0,8-2,0
(m. Bakteri ini kurang jelas terlihat dengan pewarnaan Gram, tetapi mudah diamati
dengan pewarnaan Giemsa (berwarna biru) atau dengan metode Macchiavello (berwarna
merah dan kontras dengan sitoplasma berwarna biru yang mengelilinginya).
Banyak hewan peka terhadap infeksi rickettsia. Rickettsia tumbuh dengan mudah
dalam kantung kuning telur pada telur berembrio (suspensi kantung kuning telur
mengandung sampai 109 partikel rickettsia per ml). Sediaan rickettsia murni dapat
diperoleh dengan sentrifugasi diferensial suspensi kuning telur.
Rickettsia murni mengandung RNA dan DNA dalam rasio 3,5:1 (sama dengan
rasio pada bakteri). Dalam biakan sel, waktu generasinya 8-10 jam pada suhu 34oC.
Rickettsia murni mengandung berbagai enzim yang mengatur metabolisme. Rickettsia
kehilangan aktivitas biologiknya bila disimpan padasuhu -37 oC atau pada media yang
sesuai terliofilisasi. Hal ini disebabkan hilangnyanikotinamid adenin dinukleotida (NAD)
secara progresif. Semua sifat ini dapat diperoleh kembali melalui pengeraman lebih
lanjut dengan NAD.
Rickettsia dapat tumbuh pada berbagai bagian sel. Rickettsia kelompok tifus
ditemukan dalam sitoplasma; kelompok demam berbercak ditemukan dalam inti sel.
Coxiella berukuran lebih kecil dari genus Rickettsia dan morfologinya lebih
bervariasi. Dua tipe sel yang berbeda ditandai dengan besar dan kecil varian sel (LCV
dan SCV), dapat dipisahkan dengan gradien densitas sentrifugasi. Kedua tipe tersebut
bersifat infeksius dan dapat menyebar dengan cara pembelahan biner. Coxiella hanya
tumbuh dalam vakuola sitoplasma. Diperkirakan bahwa rickettsia tumbuh p[aling baik
bila metabolisme sel inang rendah. Jadi, pertumbuhannya meningkat bila suhu embrio
ayam yang terinfeksi diturunkan samapai 32 oC. Bilasuhu embrio dipertahankan 42 oC,
pertumbuhan rickettsia rendah. Keadaan yang mempengaruhi metabolisme inang dapat
mengubah kepekaan inang terhadap infeksi rickettsia.
Pertumbuhan rickettsia akan meningkat jika ada sulfonamida, dan penyakit akan
lebih parah jika ada obat tersebut. Tetrasiklin dan kloramfenikol dapat menghambat
pertumbuhan rickettsia dan dapat dipakai secara efektif untuk pengobatan.
Pada umumnya, rickettsia cepat dirusak oleh panas, pengeringan, dan zat
antibakteri. Walaupun rickettsia biasanya mati bila disimpan dalam suhu kamar, feses
kering kutu yang terinfeksi dapat tetap infektif selama beberapa bulan dalam suhu kamar.
Organisme demam Q merupakan rickettsia yang paling resisten terhadap
pengeringan. Organisme ini dapat tetap hidup setelah pasteurisasi pada suhu 60 oC
selama 30 menit dan bertahan berbulan-bulan dalam tinja kering dan susu. Hal ini
mungkin disebabkan pembentukan struktur mirip endospora oleh Coxiella burnetti.
B. Manifestasi KLinik
Kecuali demam Q, yang tidak disertai lesi pada kulit, infeksi rickettsia ditandai
dengan demam, sakit kepala, lemah, lesu, ruam kulit, dan pembesaran limfa serta hati.
Kelompok Tifus:
a. Tifus epidemik.
Pada tifus epidemik, terjadi infeksi sistemik yang berat disertai perasaan amat
lemah, dan demam yang berlangsung selama kira-kira 2 minggu. Pada penderita berusia
40 tahun, penyakit lebih parah dan sering mematikan. Selama epidemi, angka kematian
kasus ini sekitar 6%-30%.
b. Tifus endemik.
Gambaran tifus endemik banyak persamaannya dengan tifus epidemik, tetapi
penyakit ini lebih ringan dan jarang mematikan kecuali pada penderita berusia lanjut.
Kelompok Demam Berbercak:
Kelompok demam berbercak secara klinik mirip tifus, namun berbeda dengan
ruam pada penyakit rickettsia lainnya, ruam kelompok demam berbercak biasanya timbul
pertama kali pada tungkai, menyebar sentripetal, dan mengenai telapak tangan dan kaki.
Beberapa di antaranya, seperti demam berbercak Brasil, dapat menimbulkan infeksi
berat; demam Laut Tengah, hanya menimbulkan gejala yang ringan. Angka kematian
kasus sangat bervariasi. Pada Rocky Mountain spotted fever yang tidak diobati, angka ini
jauh lebih besar pada kelompok usia lanjut (sampai 50%) daripada orang muda dan anakanak.
Rickettsialpox merupakan penyakit ringan dengan ruam mirip varisela. Kira-kira
seminggu sebelum timbul demam, muncul suatu papula kemerahan yang tegas pada
tempat gigitan tungau dan berkembang menjadi vesikel yaang berakar dalam, selanjutnya
membentuk eschar hitam.
Scrub Typhus:
Penyakit ini secara klinik mirip tifus epidemik. Salah sat gambarannya adalah
eschar, ulkus yang diliputi oleh keropeng hitam yang menunjukkan tempat gigitan
tungau. Limfadenopati umum dan limfositosis seringterjadi. Penyakit menjadi parah jika
jantung dan otak ikut terserang.
Demam Q:
Penyakit ini lebih mirip influenza, pneumonia bakterial, hepatitis, atau
ensefalopati daripada tifus. Tidak terdapat ruam atau lesi lokal. Reaksi Weil-Felix
negatif, tetapi terdapat kenaikan titer antibodi spesifik (misalnya mikroimunofluoresensi)
terhadap Coxiella burnetti , fase 2. Penyebaran terjadi akibat menghirup debu yang
mengandung rickettsia dari tinja kering, air kemih,susu atau dari aerosol dalam rumah
pemotongan hewan.
Meskipun jarang terjadi, pada demam Q dapat timbul endokarditis infektif.
Biakan darah untuk bakteri akan negatif, dan terdapat antibodi untuk Coxiella burnetti,
fase 1 dengan titer yang tinggi. Hampir semua pasien memiliki kelainan katup yang telah
ada sebelumnya. Perawatan terus menerus dengan tetrasiklin selama beberapa bulan,
kadang-kadang dilakukan pergantian katup dapat memperpanjang hidup.
C. Epidemiologi
Berbagai arthropoda, khususnya sengkenit atau tungau, mengandung organisme
mirip rickettsia di dalam sel-sel yang membatasi saluran pencernaan. Sifat patogenik
beberapa organisme tersebut terhadap manusia belum jelas.
Siklus hidup pelbagai rickettsia bervariasi :
a. Rickettsia prowazekii memepunyai siklus hidup yang terbatas pada manusia dan tuma
manusia (Pediculus humanus capitis dan Pediculus humanus corporis). Tumaa
memperoleh rickettsia pada waktu menggigit manusia yang terinfeksi dan
menyebarkannya lewat tinja yang diekskresikan pada permukaan kulit orang lain.Bila
tuma mengigit pada saat yang sama ia berdefekasi. Garukan daerah gigitan
memungkinkan rickettsia yang diekskresi dalam tinja menembus kulit. Akibat infeksi
tersebut tuma mati, tetapi rickettsia hidup terus untuk beberapa waktu dalam tinja kering
tuma tersebut. Rickettsia tidak dsebarkan dari satu generasi tuma ke generasi lainnya.
Epidemi tifus dikendalikan dengan menghilangkan tuma menggunakan insektisida.
Penyakit Brill-Zinsser adalah suatu rekrudesensi infeksi tifus lama Rickettsia dapat tetap
ada selama beberapa tahun dalam kelenjar getah bening seseorang tanpa-gejala yang
nyata. Rickettsia yang diisolasi dari kasus ini berkelakuan seperti R. prowazekii klasik;
ini menimbulkan dugaan bahwa manusia sendiri adalah reservoir rickerttsia tifus
epidemik. Epidemi tifus epidemik dihubungkan denganperang dan menurunkan standar
kebersihan perorangan, yang selanjutnya meningkatkan kesempatan tuma manusia untuk
tumbuh dengan subur. Bila hal ini terjadi pada saatrekrudesensi infeksi tifus yang lama,
akan timbul epidemi. Penyakit Brill timbul pada orang di daerah tifus, juga pada orang
yang pindah dari daerah ini ke tempat-tempat dimanatidak terdapat penyakit ini. Sifatsifat epidemiologik jelas membedakan penyakit Brill dengan tifus epidemik primer.
Antibodi yang timbul lebih dini, IgG bukan IgM, danditemukan setelah infeksi primer.
Titer antibodi mencapai maksimum pada hari kesepuluh masa sakit. Respon antibodi IgG
dini tersebut dan penyakit yang berlangsung ringan menunjukkan bahwa kekebalan
sebagian masih tersisa dari infeksi primer.
Di Amerika Serikat, R. prowazekii mermiliki sumber lain selain manusia, yaitu
tup[ai terbang dari Selatan. Di daerahj asli tempat tupai terbang, infeksi pada manusia
terjadi setelah gigitan ektoparasit hewan pengerattersebut.
b. Rickettsia typhi bersumber pada tikus, pada hewan ini infeksi tidak nyata dan
berlangsung lama. Kutu tikus membawa rickettsia dari tikus ke tikus kadang-kadang dari
tikus ke manusia, yang menimbulkan tifus endemik. Kutu kucing dapat berperan sebagai
vektor. Pada tifus endemik, kutu tidak dapat menularkan rickettsia secara transovarial.
c. Rickettsia tsutsugamushi sebenarnya bersumber pada tungau yang menginfeksi hewan
pengerat. Rickettsia ini tetap berada tikus selama lebih dari satu tahun setelah infeksi.
Tungau menyebarkan infeksi secara transovarial. Kadang-kadang tungau atau tikus yang
terinfeksi menggigit manusia, dan mengakibatkan scrub typhus. Rickettsia tetap berada
dalam siklus tungau-kutu-tungau dalam semak atau hutan tumbuh-tumbuhan sekunder
yang menggantikan hutan asli pada daerah-daerah yang diolah sebagian. Daerah-daerah
seperti ini dapat menjadi sarang tikus dan tungau trombicula.
d. Rickettsia rickettsii dapat ditemukan pada sengkenit kayu sehat (Dermacentor
andersoni) dan diturunkan secara transovarial. Di Amerika Serikat bagian barat, inang
vertebrata seperti hewan pengerat, menjangan, dan manusia kadang-kadang digigit oleh
kutu yang terinfeksi. Terjadinya penularan, karena sengkenit yang membawa rickettsia
penuh berisi darah, dan hal ini akan menambah jumlah rickettsia dalam sengkenit. Jadi,
terdapat selang waktu 45-90 menit antara waktu perlekatan sengkenit dan berubahnya
sengkenit menjadi infektif. Di Amerika Serikat bagian timur, Rocky Mountain spotted
fever disebarkan oleh sengkenit anjing Dermacentor variabilis. Anjing adalah inang
untuk sengkenit anjing tetapi mungkin berperan sebagai sumber infeksi sengkenit. Hewan
pengerat kecil lainnya juga merupakan sumber penularan. Sebagian besar kasus Rocky
Mountain spotted fever di Amerika Serikat sekarang terjadi di bagian timur dan daerah
tenggara.
e. Rickettsia akari mempunyai vektor berupa tungau penghisap darah dari spesies
Allodermanyssus sanguineus. Tungau ini dapat ditemukan pada tikus (Mus musculus)
yang tertangkap di rumah-rumah apartemen di Amerika Serikat, tempat terjadinya
rickettsialpox. Penyebaran rickettsia secara transivarial terjadi pada tungau. Jadi, tungau
dapat berperan sebagai sumber sebenarnya dan juga sebagai vektor. R. akari juga telah
diisolasi di Korea.
f. Coxiella burnetii ditemukan pada sengkenit yaang menyebarkannya ke domba,
kambing, dan ternak. Pekerja pada rumah pemotongan hewan dan pabrik pengolahan
wool dan kulit ternak terkena penyakit akibat menangani jaringan hewan yang terinfeksi.
Kadang-kadang sumber infeksinya adalah kucing yang akan melahirkan. C. burnetii lebih
sering disebarkan melalui saluran pernafasan daripada melalui kulit. Dapat terjadi infeksi
kronik pada kelenjar susu sapi. Pada kasus ini rickettsia diekskresi dalam susu dan
kadang-kadang ditularkan ke manusia lewat susu yangtidak dipasteurisasi.
Biri-biri yang terinfeksi dapat mengekskresi C. burnetii dalam tinja dan air kemih
Yang mengkotaminasi kulit dan lapisan wolnya. Plasenta sapi, biri-biri, kambing, dan
kucing yang terinfeksi mengandung rickettsia, dan proses kelahiran menimbulkan
aerosol yang infeksius. Tanah dapat terkontaminasi dengan hebat oleh salah satu sumber
di atas, dan inhalasi debu yang terinfeksi dapat menimbulkan infeksi pada manusia dan
ternak. Diduga bahwa endospora yang dibentuk oleh C. burnetii menambah persistensi
dan penyebarannya. Coxiella sekarang tersebar luas di antara domba dan ternak di
Amerika Serikat. Coxiella dapat menyebabkan endokarditis pada manusia (dengan
kenaikan titer antibodi C. burnetii fase 1) di samping penumonitis dan hepatitis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar