Powered By Blogger

Total Tayangan Halaman

Jumat, 04 April 2014

PENCEMARAN LINGKUNGAN INDUSTRI FARMASI (limbah kantong darah)

PENCEMARAN LINGKUNGAN
INDUSTRI FARMASI (limbah kantong darah)
Potensi industri telah memberikan sumbangan bagi perekonomian Indonesia melalui barang produk dan jasa yang dihasilkan, namun di sisi lain pertumbuhan industri telah menimbulkan masalah lingkungan yang cukup serius.
Dari 350  industri terdapat kelompok jenis industri pengolahan makanan dengan 110 perusahaan, industri kimia/farmasi 70 perusahaan, permesinan 60 perusahaan, tekstil 40 perusahaan, furniture 30 perusahaan dan kelompok jenis industri kemasan dan lain-lain masing-masing 20 perusahaan, yang umumnya telah mengupayakan minimisasi air limbah pada proses produksinya melalui optimalisasi proses (reduce 74,29%), pemakaian kembali sisa  air proses (reuse 8,57%), pemanfaatan kembali air limbah (recycle 8,57%), melakukan pengambilan kembali air limbah (recovery 5,71%), sedangkan industri yang melakukan penerapan ipal ( 42,85%) atau sebanyak 150 industri.
Peningkatan kebutuhan akan obat di Indonesia telah menyebabkan peningkatan jumlah dan kegiatan industri farmasi. Peningkatan jumlah dan kegiatan industri farmasi ini tentu saja akan mempengaruhi kehidupan lingkungan yang bersinggungan langsung maupun berdekatan dengan lokasi industri farmasi tersebut. Saat ini kurang lebih ada 199 jumlah perusahaan farmasi yang beroperasi di Indonesia.
Produksi dalam industri farmasi harus mengikuti pedoman yang tertera dalam CPOB sehingga menghasilkan produk obat yang senantiasa memenuhi persyaratan mutu yang telah ditetapkan sesuai dengan tujuan penggunaannya. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam proses produksi meliputi pengadaan bahan awal, pencemaran silang, penimbangan dan penyerahan, pengembalian, pengolahan, kegiatan pengemasan, pengawasan selama proses produksi, dan karantina bahan jadi.
Pencemaran lingkungan bukan hal yang asing lagi di telinga kita. Pencemaran lingkungan adalah suatu proses atau keadaan dimana komposisi dan keadaan lingkungan secara langsung atau tidak langsung mengalami perubahan akibat suatu aktivitas manusia, sehingga peruntukkannya pun menjadi berubah pula. Pencemaran dapat menimbulkan dampak dan resiko terhadap kesehatan manusia, keseimbangan ekologi, kualitas bahan, dan estetika/keindahan. Untuk mengatasi hal ini, diperlukan pengetahuan yang cukup dan tepat agar hal ini tidak menimbulkan masalah berkepanjangan.
Limbah di Industri Farmasi
Berdasarkan karakteristik produk yang dihasilkan, industri farmasi berbeda dengan industri yang lain, sekalipun dengan industri kimia. Produk yang dihasilkan mempunyai nilai terapetik bagi manusia dan atau hewan. Berdasarkan jenis dan produk yang dihasilkan, industri farmasi dibagi menjadi industri farmasi sintesis kimia, industri farmasi ekstraksi bahan alam, industri farmasi fermentasi, industri farmasi formulasi/sediaan farmasi, dan riset dan pengembangan (R&D).
Limbah yang dihasilkan oleh suatu industri farmasi dapat berupa senyawa asam, basa, garam dan katalis (logam berat, sianida, dll), pelarut-pelarut, air limbah berupa air pencucian bahan dan peralatan, deterjen, ampas bahan alam yang digunakan, uap pelarut, medium fermentasi, sel dan misel dalam bentuk padat, produk yang gagal dan terbuang, tumpahan bahan-bahan, debu (dari pencampuran dan pencetakan tablet), bahan kemasan yang tak terpakai, dan lain-lain.
Limbah dari Kantong Darah
            Penggunaan phthalate dalam produk-produk peralatan medis telah merevolusi teknik penyimpanan dan pentransfusian darah kepada pasien. Kantong darah yang terbuat dari PVC dengan phthalate (DEHP atau DOP) sebagai plasticizer (pelunak) telah menggantikan penggunaan botol-botol dari gelas semenjak tahun 1950-an. Kantong darah PVC yang bersifat transparan, kuat, mudah disterilisasi, tahan goncangan dan tahan banting serta fleksibel hingga saat ini tetap menjadi pilihan utama untuk penyimpanan dan mendistribusian darah kepada pasien yang memerlukannya. Kantong darah PVC mampu menggandakan masa simpan darah dari 21 hari jika menggunakan bahan lain menjadi 42 hari. Menggunakan kantong darah dari PVC, darah dapat disimpan jauh lebih lama, yang merupakan kontribusi ini sangat penting artinya dalam mengurangi tekanan terhadap banyaknya permintaan darah.
            Dari data BPS tahun 2011 penduduk Indonesia kurang lebih ada 240 juta jiwa. Standar stok darah nasional yang ditetapkan oleh WHO adalah dua persen dari jumlah populasi nasional. Palang Merah Indonesia (PMI) menargetkan 4,8 juta kantong darah tiap tahunnya. Jumlah ini sesuai dengan standar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Di Indonesia, kurang lebih 3,5 juta kantong darah dikumpulkan tiap tahunnya artinya indonesia masih kekurangan sekitar 1,3 juta kantong darah lagi untuk sesuai dengan standar rekomendasi penyimpanan kantong darah dari WHO.
Dari banyaknya jumlah kantong darah yang dikumpulkan pertahunnya maka dapat diperkirakan beberapa tahun kedepannya jika proses pengolahan limbah kantong darah tidak dapat di maksimalkan maka limbah kantong darah tersebut akan menimbulkan banyak dampak negatif buat lingkungan sekitarnya. Limbah kantong darah termasuk dalam limbah klinik rumah sakit dimana limbah kantong darah merupakan limbah yang dihasilkan selama pelayanan pasien secara rutin oleh pembedahan dan di unit-unit resiko tinggi. Limbah ini mungkin berbahaya dan mengakibatkan resiko tinggi infeksi kuman (misalnya : HIV) dan populasi umum dan staf Rumah Sakit. Oleh karena itu perlu diberi label yang jelas sebagai limbah beresiko tinggi.
Pengolahan Limbah Kantong Darah
Teknologi pembakaran (incineration ) adalah alternatif yang menarik dalam teknologi pengolahan limbah. Insinerasi mengurangi volume dan massa limbah hingga sekitar 90% (volume) dan 75% (berat). Teknologi ini sebenarnya bukan solusi final dari sistem pengolahan limbah padat karena pada dasarnya hanya memindahkan limbah dari bentuk padat yang kasat mata ke bentuk gas yang tidak kasat mata.
Inicerator merupakan salah satu alat yang biasa digunakan untuk memusnahkan limbah seperti kantong darah. Keuntungan menggunakan incinerator adalah dapat mengurangi volume sampah, dapat membakar beberapa jenis sampah termasuk sampah B3 (toksik menjadi non toksik, infeksius menjadi non infeksius), lahan yang dibutuhkan relatif tidak luas, pengoperasinnya tidak tergantung pada iklim, dan residu abu dapat digunakan untuk mengisi tanah yang rendah. Sedangkan kerugiannya adalah tidak semua jenis sampah dapat dimusnahkan terutama sampah dari logam dan botol, serta dapat menimbulkan pencemaran udara bila tidak dilengkapi dengan pollution control berupa cyclon (udara berputar) atau bag filter (penghisap debu). Hasil pembakaran berupa residu serta abu dikeluarkan dari incinerator dapat menimbulkan zat toksik seperti dioksin.
Dioksin merupakan zat yang sangat beracun. Zat ini merupakan penyebab kanker dan melemahkan fungsi lever, serta mengurangi sistim kekebalan tubuh seseorang. Hanya satu gram saja, dioksin dikatakan dapat menewaskan atau mencederai 10 ribu orang. Namun kini, sebuah teknologi baru telah dikembangkan untuk memecahkan dioksin yang menyusahkan ini, yakni dengan memaparinya dengan cahaya dan mengubahnya menjadi sesuatu yang tidak berbahaya. Salah satu caranya dengan menggunakan alat seperti titanium oksida.
Titanium Oksida merupakan senyawa yang banyak digunakan dalam pembuatan cat. Jika dikenai pada cahaya, terutama sinar ultra violet, maka senyawa tersebut akan bereaksi dengan oksigen di udara, dan dapat memecahkan materi-materi organik. Peralatan baru tersebut memanfaatkan sifat Titanium Oksida ini. Alat ini dipasang pada pipa gas buangan fasilitas pembakar sampah atau incinerator. Bila sampah dibakar, maka dioksin di dalam gas yang melalui pipa itu akan diurai menjadi karbon dioksida dan air, dengan mengenai Titanium Oksida dalam alat itu dengan sinar ultra violet.
      Dengan menggunakan silika gel (bahan penyerap kelembaban), para ilmuwan telah berhasil menggunakan Titanium dioksida untuk mengurai dioksin. Silika gel tersebut yang berdiameter 3 mm dan permukaannya dilapisi oleh Titanium Oksida digunakan pada alat tersebut. Permukaan silika gel ini memiliki banyak lubang, sehingga memperbesar luas permukaannya, dan itu akan menarik dioksin terus menerus dengan daya serap yang besar. Dioksin yang diserap ke dalam silika gel tersebut kemudian diurai oleh Titanium Oksida yang dikenai pada sinar ultra violet. Hal yang menguntungkan, silika gel tembus pandang sehingga cahaya dapat menembusnya dan menyebabkan reaksi kimia di seluruh tempat. Oleh karena itu, hal ini dapat memecahkan dioksin dengan keandalan tinggi lebih dari 99 persen. Peralatan yang baru dikembangkan ini sangat mudah untuk dipasangkan pada fasilitas pembakar sampah/incinerator yang sudah ada. Dan juga teknologi baru ini ramah lingkungan. Alat ini hanya perlu memaparkan Titanium dioksida pada sinar ultra violet, jadi biaya operasinya hampir dapat dikatakan sangat rendah.