BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Perkembangan ilmu
pengetahuan sejalan dengan perkembangan tekhnologi. Berbagai alat dengan
kecanggihan semakin meningkat. Hal ini juga termasuk perkembangan dalam ilmu farmasi,
tidak terkecuali bidang Analisis farmasi. Dalam bidang ini, selama beberapa tahun terakhir
terjadi perkembangan yang pesat untuk teknik pemisahan. Penerapan metode
seperti kromatografi dianggap metode modern yang saat ini sering digunakan dalam
berbagai riset dan penelitian. Hal ini terbukti dengan banyaknya publikasi
ilmiah yang berkaitan dengan penggunaan metode tersebut, baik untuk tujuan
analisis kualitatif maupun kuantitatif.
Kromatografi banyak
dipilih karena merupakan metode pemisahan yang
sederhana. Kromatografi mencakup berbagai proses yang berdasarkan pada
perbedaan distribusi dari penyusunan cuplikan antara dua fasa.Satu fasa tetap
tinggal pada sistem dan dinamakan
fasa diam. Fasa lainnya dinamakan fasa gerak menyebabkan perbedaan migrasi
dari penyusun cuplikan. Kromatografi juga dapat digunakan, jika metode klasik tidak dapat dilakukan karena jumlah
cuplikan rendah, kompleksitas campuran yang hendak dipisahkan atau sifat berkerabat zat
yang sulit dipisah (Gandjar
dan Rohman, 2007).
Kromatografi ada
bermacam-macam diantaranya kromatografi kertas, kromatografi lapis tipis,
penukar ion, penyaringan gel dan elektroforesis (Sastrohamidjojo,
1985). Namun dalam makalah ini hanya
akan dibahas mengenai teknik Kromatografi Lapis Tipis (KLT).
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka
rumusan masalah dalam makalah ini yaitu :
1.
Apa yang dimaksud
Kromatografi Lapis Tipis (KLT)?
2. Apa
kelebihan dan kekurangan Kromatografi Lapis Tipis (KLT)?
3. Bagaimana
prinsip kerja Kromatografi Lapis Tipis (KLT)?
4. Apa
fase diam dan fase gerak yang sering digunakan pada Kromatografi Lapis Tipis
(KLT)?
5. Bagaimana
prosedur kerja pemisahan sampel dengan Kromatografi Lapis Tipis (KLT)?
6. Bagaimana
cara deteksi bercak dalam Kromatografi Lapis Tipis (KLT)?
7.
Bagaimana penggunaaan Kromatografi
Lapis Tipis (KLT) untuk analisis obat-obatan?
C.
Tujuan
Tujuan makalah ini yaitu :
1.
Untuk mengetahui definisi
Kromatografi Lapis Tipis (KLT).
2. Untuk
mengetahui kelebihan dan kekurangan Kromatografi Lapis Tipis (KLT).
3. Untuk mengetahui
prinsip kerja Kromatografi Lapis Tipis (KLT).
4. Untuk
mengetahui fase diam dan fase gerak yang sering digunakan pada Kromatografi
Lapis Tipis (KLT).
5. Untuk
mengetahui prosedur kerja pemisahan sampel dengan Kromatografi Lapis Tipis
(KLT).
6. Untuk mengetahui
cara deteksi bercak dalam Kromatografi Lapis Tipis (KLT).
7.
Untuk mengetahui cara penggunaaan
Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dalam analisis obat-obatan?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Definisi KLT
Kromatografi Lapis Tipis (KLT) pertama
kali dikembangkan oleh Izmailoff dan Schraiber pada tahun 1938. KLT
merupakan bentuk kromatografi planar , yang fase diamnya berupa lapisan seragam
(uniform) pada permukaan bidng datar
yang didukung oleh lempeng kaca, plat aluminium, atau plat plastik (Gandjar dan
Rohman, 2007).
KLT merupakan salah satu metode isolasi
yang terjadi berdasarkan perbedaan daya serap (adsorpsi) dan
daya partisi serta kelarutan dari komponen-komponen kimia yang akan bergerak
mengikuti kepolaran eluen. Oleh karena daya serap adsorben terhadap komponen
kimia tidak sama, maka komponen bergerak dengan kecepatan yang berbeda sehingga
hal inilah yang menyebabkan pemisahan (Hostettmann et al, 1995).
Pada proses adsorpsi senyawa kimia dapat
terpisah-pisah disebabkan oleh daya serap adsorban terhadap tiap-tiap komponen
kimia tidak sama. Sedangkan partisi adalah kelarutan tiap-tiap komponen kimia
dalam cairan pengelusi (eluen) tidak sama dimana arah gerakan eluen disebabkan
oleh gaya sentrifugal sehingga komponen kimia dapat bergerak dengan kecepatan
yang berbeda-beda.
Kromatografi lapis tipis merupakan jenis
kromatografi yang dapat digunakan untuk menganalisis senyawa secara kualitatif
maupun kuantitatif. Lapisan yang memisahkan terdiri atas bahan berbutir
(fase diam) ditempatkan pada penyangga berupa pelat gelas, logam, atau lapisan
yang cocok. Campuran yang akan dipisah berupa larutan, ditotolkan berupa bercak
atau pita, setelah pelat/lapisan ditaruh dalam bejana tertutup rapat yang
berisi larutan pengembang yang cocok (fase gerak). Pemisahan terjadi setelah
perambatan kapiler (pengembangan), selanjutnya senyawa yang tidak berwarna
harus ditampakkan/dideteksi. Deteksi dilakukan dengan menggunakan sinar UV (Sudjadi, 1988).
B.
Kelebihan dan Kekurangan KLT
Beberapa kelebihan KLT yaitu:
1.
KLT lebih banyak digunakan untuk
tujuan analisis.
2. Identifikasi
pemisahan komponen dapat dilakukan dengan pereaksi warna, fluoresensi, atau
dengan radiasi menggunakan sinar ultraviolet.
3.
Dapat dilakukan elusi secara
mekanik (ascending), menurun (descending), atau dengan cara elusi 2
dimensi.
4.
Ketepatan penentuan kadar
akan lebih baik karena komponen yang akan ditentukan merupakan bercak yang
tidak bergerak.
5.
Hanya membutuhkan sedikit
pelarut.
6.
Biaya yang dibutuhkan terjangkau.
7.
Jumlah perlengkapan sedikit.
8.
Preparasi sample yang mudah
9.
Dapat untuk memisahkan senyawa hidrofobik (lipid dan
hidrokarbon) yang dengan metode kertas tidak bisa (Gandjar
dan Rohman, 2007).
Adapun kekurangan KLT
yaitu:
1.
Butuh ketekunan dan kesabaran
yang ekstra untuk mendapatkan bercak/noda yang diharapkan.
2.
Butuh sistem trial and eror untuk menentukan sistem eluen
yang cocok.
3.
Memerlukan waktu yang cukup
lama jika dilakukan secara tidak tekun
C.
Prinsip Kerja KLT
Pada dasarnya KLT digunakan untuk
memisahkan komponen-komponen berdasarkan perbedaan adsorpsi atau partisi oleh
fase diam di bawah gerakan pelarut pengembang (Watson, 2010). KLT
sangat mirip dengan kromatografi kertas, terutama pada cara pelaksanaannya. Perbedaan
nyata terlihat pada fase diamnya atau media pemisahnya, yakni digunakan lapisan
tipis adsorben sebagai pengganti kertas.
Pada proses pemisahan dengan
kromatografi lapis tipis, terjadi hubungan kesetimbangan antara fase diam dan
fasa gerak, dimana ada interaksi antara permukaan fase diam dengan gugus fungsi
senyawa organik yang akan diidentifikasi yang telah berinteraksi dengan fasa
geraknya. Kesetimbangan ini dipengaruhi oleh 3 faktor, yaitu : kepolaran fase
diam, kepolaran fase gerak, serta kepolaran dan ukuran molekul.
Gambar 1. Kesetimbangan yang terjadi pada KLT
D. Fase
Diam dan Fase Gerak
Fase diam yang digunakan dalam KLT
merupakan penjerap berukuran kecil dengan diameter partikel antara 10-30 µm
(Gandjar dan Rohman, 2007). Semakin kecil ukuran rata-rata partikel fase diam
dan semakin sempit kisaran ukuran fase diam, maka semakin baik kinerja KLT
dalam hal efisiensi dan resolusinya.
Silika gel salah satu contoh fase diam
yang terbentuk dari silikon dioksida
(silika). Atom silikon dihubungkan oleh atom oksigen dalam struktur kovalen
yang besar. Namun, pada permukaan silika gel, atom silikon berlekatan pada
gugus -OH.
Jadi, pada permukaan jel silika terdapat
ikatan Si-O-H selain Si-O-Si. Gambar ini menunjukkan bagian kecil dari
permukaan silika.
Gambar 2. Struktur Silika
Permukaan silika gel sangat polar dan
karenanya gugus -OH dapat membentuk ikatan hidrogen dengan senyawa-senyawa yang
sesuai disekitarnya, sebagaimana halnya gaya van der Waals dan atraksi
dipol-dipol.
Fase diam lainnya yang biasa digunakan
adalah alumina dari aluminium oksida. Atom aluminium pada permukaan juga memiliki
gugus -OH. Pada dasarnya sifat serta penggunaannya mirip silika gel.
Tabel 1. Fase diam
yang sering digunakan pada KLT (Kealey dan Haines, 2002)
Fasa Diam
|
Mekanisme Sorpsi
|
Penggunaan
|
Silika
gel
|
Adsorpsi
|
Asam
amino, hidrokarbon, vitamin, alkaloid
|
Serbuk
selulosa
|
Partisi
|
Asam
amino, nukleotida, karbohidrat
|
Selulosa
penukar ion
|
Pertukaran
ion
|
Asam
nukleat, nukleotida, halida dan ion-ion logam
|
Gel
sephadex
|
Eksklusi
|
Polimer,
protein, kompleks logam
|
Β-siklodekstrin
|
Interaksi
adsorpsi stereospesifik
|
Campuran
enansiomer
|
Selain
fasa diam, dalam KLT juga diperlukan fasa gerak/eluent yang berperan penting pada proses elusi bagi larutan umpan (feed)
untuk melewati fasa diam (adsorbent). Interaksi antara adsorbent dengan
eluent sangat menentukan
terjadinya pemisahan komponen. Oleh sebab itu pemisahan komponen secara kromatografi dipengaruhi oleh laju alir eluent dan jumlah umpan. Eluent dapat digolongkan menurut
ukuran kekuatan teradsorpsinya pelarut atau campuran pelarut tersebut pada
adsorben dan dalam hal ini yang banyak digunakan adalah jenis adsorben alumina atau sebuah lapis tipis
silika. Suatu pelarut yang bersifat larutan relatif polar, dapat mengusir
pelarut yang tak polar dari ikatannya dengan alumina (gel silika). Semakin
dekat kepolaran antara senyawa dengan eluen maka senyawa akan semakin terbawa
oleh fase gerak tersebut. Hal ini berdasarkan prinsip “like dissolved like” (Watson,
2010).
E.
Prosedur Kerja dengan KLT
Pada
KLT, fasa diam berupa plat yang biasanya disi dengan silica gel. Sebuah garis pensil digambar dekat bagian bawah fasa
diam dan setetes larutan sampel ditempatkan di atasnya. Sampel ditotol dengan bantuan pipa kapiler. Garis pada fasa diam berguna untuk menunjukkan
posisi asli sampel. Pembuatan garis harus menggunakan
pensil karena jika semua ini dilakukan dengan tinta, pewarna dari tinta juga
akan bergerak sebagai kromatogram berkembang. Ketika titik campuran kering,
fasa diam diletakkan berdiri dalam gelas tertutup yang telah berisi fasa gerak
dengan posisi fasa gerak di bawah garis. Digunakan gelas tertutup untuk
memastikan bahwa suasana dalam gelas jenuh dengan uap pelarut.
Gambar 3. Rangkaian Alat KLT
Pelarut (fasa gerak) perlahan-lahan bergerak naik. Komponen-komponen yang
berbeda dari campuran berjalanan pada tingkat yang berbeda dan campuran
dipisahkan memiliki warna yang berbeda.
Gambar 4. Bercak Senyawa Organik
Diagram menunjukkan plat setelah pelarut telah bergerak sekitar setengah
jalan. Pelarut diperbolehkan untuk naik hingga hampir mencapai bagian atas plat
yang akan memberikan pemisahan maksimal dari komponen-komponen pewarna untuk
kombinasi tertentu dari pelarut dan fase diam.
Gambar 5. Proses pemisahan dengan KLT
Identifikasi dari senyawa-senyawa yang terpisah pada lapisan tipis lebih
baik dikerjakan dengan pereaksi kimia dan reaksi-reaksi warna. Untuk
identifikasi menggunakan harga Rf meskipun harga-harga Rf
dalam lapisan tipis kurang tepat bila dibandingkan pada kertas. Seperti halnya
pada kertas harga Rf didefinisikan sebagai berikut (Gritter et al,
1991):
Harga
Rf = jarak yang ditempuh senyawa
Jarak yang ditempuh
pelarut
|
Jarak yang ditempuh pelarut
|
Harga-harga
Rf untuk senyawa-senyawa murni dapat dibandingkan dengan harga-harga
standard. Perlu diperhatikan bahwa harga-harga Rf yang diperoleh
berlaku untuk campuran tertentu dari pelarut dan penyerap yang digunakan, meskipun
daftar dari harga-harga Rf untuk berbagai campuran dari pelarut dan
penyerap dapat diperoleh (Gritter et al, 1991).
Pengukuran
lain yang sering dipakai adalah menggunakan pengertian Rx atau Rstd
yang didefinisikan sebagai berikut (Gritter et al, 1991):
Harga
Rx atau Rstd
= jarak yang ditempuh senyawa yang
tidak diketahui
Jarak yang ditempuh
pelarut
|
Jarak yang ditempuh senyawa standart yang
diketahui
|
Senyawa
standard biasanya memiliki sifat-sifat kimia yang mirip dengan senyawa yang
dipisahkan pada kromatogram. Misal perbandingan suatu hidrolisa protein
dengan glisin atau alanin.
F. Deteksi
Bercak
Ada dua cara untuk menyelesaikan
analisis sampel yang tidak berwarna, yaitu:
1.
Menggunakan pendarflour
Fase diam pada sebuah lempengan lapis tipis seringkali memiliki substansi
yang ditambahkan kedalamnya, supaya menghasilkan pendaran flour ketika
diberikan sinar ultraviolet (UV). Itu berarti jika sinar UV disinarkan, maka
sampel akan berpendar.
Pendaran ini ditutupi pada posisi dimana bercak pada kromatogram berada,
meskipun bercak-bercak itu tidak tampak berwarna jika dilihat dengan mata. Itu
berarti bahwa jika disinarkan sinar UV pada lempengan, akan timbul pendaran
dari posisi yang berbeda dengan posisi bercak-bercak. Bercak tampak sebagai
bidang kecil yang gelap.
Gambar 6. Deteksi Bercak dengan UV
Sementara UV tetap disinarkan pada
lempengan,, kita harus menandai posisi-posisi dari bercak-bercak dengan
menggunakan pensil dan melingkari daerah
bercak-bercak itu. Karena jika kita mematikan sinar UV tersebut, bercak-bercaknya
tidak tampak kembali.
2.
Penunjukkan bercak secara kimia
Dalam beberapa kasus, dimungkinkan untuk
membuat bercak-bercak menjadi tampak dengan cara mereaksikannya dengan zat
kimia sehingga menghasilkan produk yang berwarna. Sebuah contoh yang baik adalah
kromatogram yang dihasilkan dari campuran asam amino. Kromatogram dapat
dikeringkan dan disemprotkan dengan larutan ninhidrin. Ninhidrin bereaksi dengan asam amino menghasilkan
senyawa-senyawa berwarna, umumnya coklat atau ungu.
Gambar 7. Deteksi Bercak dengan Larutan Ninhidrin
Dalam metode lain, kromatogram
dikeringkan kembali dan kemudian ditempatkan pada wadah bertutup (seperti gelas
kimia dengan tutupan gelas arloji) bersama dengan kristal iodium. Uap iodium dalam wadah dapat berekasi dengan
bercak pada kromatogram, atau dapat dilekatkan lebih dekat pada bercak daripada
lempengan. Substansi yang dianalisis tampak sebagai bercak-bercak kecoklatan.
G. Penerapan
KLT
KLT
bisanya merupakan metode pilihan pertama jika sesorang ingin memisahkan suatu
campuran. Hal ini disebabkan karena KLT merupakan metode yang sederhana dan
cepat. KLT digunakan secara luas untk analisis obat. Berikut adalah penggunaan
KLT untuk analisis beberapa sediaan farmasi:
Tabel 2. Penerapan KLT untuk analisis obat (gandjar dan
Rohman, 2007)
Obat (sediaan)
|
Fase diam
|
Fase gerak
|
Deteksi
|
Asetaminofen (serbuk)
|
Silika gel
|
Heksan:aseton (75:25)
|
UV
|
Albendazol (serbuk)
|
Silika
|
Metilen klorid-asam aseat- eter (6:1:1)
|
UV panjang gelombang pendek
|
Amoksisilin (tablet, kapsul, suspensi)
|
Silika
|
Metanol-piridin-kloroform-air (90:10:80:10)
|
Ninhidrin
|
Ampisilin (kapsul, suspensi oral)
|
Silika
|
Aseton-toluen-air-asam asetat (650:100:10025)
|
Ninhidrin
|
Vitamin C (serbuk)
|
silika
|
Metanol-aseton-air (20:40:3)
|
UV
|
Dosisiklin
|
Silika disemprot EDTA 10%, pH 9,0
|
Metilen klorid-metanol-air (59:35:6)
|
UV 280 nm
|
Ketamin (serbuk)
|
Silika
|
Benzen-metanol-amonium hidroksida (80:20:1)
|
Dragendorff
|
Morfin (penyalahgunaan obat)
|
Silika (dijenuhkan dengan NaOH 0,1 N)
|
Dikembangkan dengan cara 2 dimensi:
sikloheksan-toluen-dietilamin (75:15:10) lalu kloroform-metanol (9:1)
|
UV 279 nm
|
Nifedipin (serbuk)
|
Silika
|
Diisopropill eter
|
UV 254
|
Nitrofurantoin (serbuk)
|
Silika
|
Nitrometan-metanol (9:1)
|
Dipanaskan, UV 254
|
Nistatin (salep dengan kliquinol)
|
Silika
|
Benzen-metanol (9:1)
|
UV 254 nm
|
Progesteron (serbuk)
|
Silika (yang telah diaktifkan pada suhu 105oC)
|
Kloroform-etil asetat (2:1)
|
UV 241 nm
|
Prostaglandin (serbuk)
|
Silika
|
Etil asetat-isooktan-etanol-asam format (35:0,5;0,1)
|
Asam fosfomolibdat
|
Teofilin (kapsul dengan guuaifensin)
|
Selulosa
|
Metanol-air
|
UV 254 nm
|
Vinblastin (serbuk)
|
Silika
|
Benzen-kloroform-dietilamin (40:20:3)
|
UV 254 nm
|
Vinkristin (injeksi)
|
Silika
|
Eter-metanol-metilamin 40% (40:20:3)
|
Amonium sulfat
|
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas dapat
disimpulkan:
1.
KLT merupakan bentuk kromatografi planar ,
yang fase diamnya berupa lapisan seragam (uniform)
pada permukaan bidng datar yang didukung oleh lempeng kaca, plat aluminium,
atau plat plastik.
2.
Keuntungan KLT yaitu ketepatan penentuan kadar baik
karena komponen yang akan ditentukan merupakan bercak yang tidak bergerak. Kerugiannya memerlukan waktu
untuk menentuan sistem eluen yang cocok.
3.
Prinsip KLT yaitu pemisahan
komponen-komponen berdasarkan perbedaan adsorpsi atau partisi oleh fase diam dibawah
gerakan pelarut pengembang.
4.
Fase diam yang sering digunakan pada KLT yaitu silika gel
sedangkan fase gerak (eluen) merupakan campuran dari dua pelarut atau lebih.
5.
Kerja dengan KLT
dimulai dari (1) penyiapan plat, eluen dan sampel, (2) penotolan, (3) elusi,
(4) deteksi bercak/noda.
6.
Cara mendeteksi bercak ada 2 yaitu menggunakan UV dan
campuran zat kimia tertentu.
7.
KLT bisa digunakan untuk analisis obat seperti Asetaminofen, Albendazol, Amoksisilin, Ampisilin, dan lain-lain.
B.
Saran
Perlu dilakukan kajian lebih mendalam
mengenai Kromatografi Lapis Tipis (KLT) mengingat cakupan materinya yang sangat
luas.
DAFTAR
PUSTAKA
Gandjar, IG dan Rohman, A. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.
Gritter
RJ, Bobbit JM, Arthur SE. 1991. Pengantar
Kromatografi. Penerbit ITB. Bandung
Hostettmann K, Hostettmann
M, Marston A. 1995. Cara
Kromatografi Preparatif.
Penerbit ITB. Bandung.
Kealey D dan Haines PJ.
2002. Instant Notes: Analytical Chemistry.
BIOS Scientific Publishers Limited. New York.
Sastroharmidjojo H. 1985. Kromatografi.
Penerbit Liberty. Yogyakarta.
Sudjadi.1988.
Metode Pemisahan. Penerbit Kanisius.Yogyakarta.
Watson,
DG. 2010. Analisis Farmasi. Penerbit
Buku Kedokteran. Jakarta.
gambarnya gak ada mas ?
BalasHapus