Powered By Blogger

Total Tayangan Halaman

Selasa, 10 Juni 2014

“Validasi Metode Analisis Penetapan Kadar Senyawa Siklamat Dalam Minuman Ringan”

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Penggunaan bahan sintetik semakin diminati di berbagai lapisan masyarakat, termasuk kalangan industri. Tingkat kemanisan serta harga yang ekonomis menjadi penyebab berbagai kalangan lebih tertarik menggunakan pemanis sintetik tersebut dibandingkan pemanis alami yang cenderung lebih mahal.
Siklamat merupakan pemanis sintetis non-kalori yang paling besar jumlahnya dikonsumsi di Indonesia. Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia, penggunaannya hanya diperbolehkan untuk pasien diabetes ataupun orang yang membutuhkan makanan berkalori rendah (Farida, 1989). Tetapi pada kenyataannya penggunaan siklamat semakin meluas pada berbagai kalangan dan beragam produk (Winarno dan Birowo, 1988). 
Penggunaan siklamat sempat dilarang dibeberapa Negara di dunia seperti  Amerika Serikat, Kanada, Inggris pada tahun 1970-an. Alasan pelarangan didasarkan atas dugaan adanya sifat karsinogenik yang disebabkan oleh hasil uraiannya berupa sikloheksamin.
Di Indonesia penggunaan siklamat untuk dikonsumsi telah diatur oleh Badan POM dalam Peraturan Teknis Penggunaan Bahan Tambahan Pangan Pemanis Buatan dalam Produk Pangan (BPOM, 2004). Aturan ini membahas batas penggunaan maksimum siklamat untuk tiap katagori pangan dengan mendasarkan perhitungannya pada Acceptable Daily Intake (ADI). Sebagai lembaga yang berwenang dalam hal pengawasan obat dan makanan yang beredar dipasaran Indonesia, serta memperhatikan aspek keamanan terhadap penggunaan bahan pemanis sintetis, Badan POM menegaskan pada setiap industri yang akan menggunakan siklamat sebagai pemanis harus mencantumkan laporan hasil uji siklamat yang dilakukan oleh lembaga (Laboratorium pengujian) terakreditasi.
Sampai saat ini analisis siklamat masih dilakukan menggunakan metode konvensional secara gravimetri. Akan tetapi teknik tersebut memerlukan waktu yang cukup lama dengan resiko analisis yang cukup tinggi, sehingga dilakukan teknik analisis yang lebih praktis dan mudah serta dalam waktu relative singkat dengan menggunakan teknik kromatografi cair.
Metode analisis siklamat secara KCKT telah dilakukan oleh Inggris dan dibakukan dalam British Standard versi EN 1379 : 1996. Di Indonesia sendiri belum banyak industri maupun laboratorium uji yang menggunakan metode ini dalam menganalisis siklamat secara kualitatif maupun kuantitatif. Oleh sebab itu untuk menjamin keabsahan hasil analisis maka metode tersebut harus divalidasi terlebih dahulu. Validasi merupakan konfirmasi bahwa metode dapat memenuhi persyaratan tujuan penggunaannya melalui pengujian metode dan mengumpulkan bukti-bukti yang objektif (Harmita, 2004).
Sebagai tindak lanjut fungsi pengawasan tersebut, maka diperlukan adanya suatu metode pengujian yang dapat menganalisis kandungan siklamat dalam berbagai produk terutama produk pangan contohnya pada minuman dingin.

B.     Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari makalah ini yaitu apakah metode analisis dengan KCKT dapat digunakan untuk menentukan kadar siklamat dalam minuman ringan ?

C.    Tujuan
Tujuan dari makalah ini adalah untuk menentukan apakah metode KCKT valid digunakan untuk analisis siklamat dalam minuman ringan.




BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Beberapa aspek yang diukur dalam validasi metode adalah selektivitas, linieritas, presisi, akurasi, limit deteksi dan uji ketegaran. Penetapan selektivitas dilakukan dengan membandingkan kromatogram standar yang dihasilkan dengan blanko. Sedangkan uji linieritas diperoleh dari data pengukuran larutan deret standar yang telah dibuat sehingga diperoleh kurva kalibrasi dan persamaan regresinya. Uji presisi dilakukan dengan cara pengulangan (repeatability) 7 kali larutan contoh yang di buat sesuai prosedur yang diinjekkan pada hari yang sama sehingga diperoleh data yang akan dinyatakan nilai presisinya sebagai simpangan baku relative (% SBR). Uji akurasi (uji perolehan kembali) dilakukan dengan membuat larutan sample sesuai prosedur diulangi sebanyak 7 kali dan masing-masing diinjekkan ke dalam alat KCKT. Nilai akurasi dinyatakan sebagai % recovery. Pengukuran limit deteksi dilakukan dengan mengolah data yang diperoleh dari hasil pengukuran linieritas standar sehingga diperoleh nilai Limit of Detection (LOD) dan Limit of Quantitation (LOQ). Nilai tersebut dijadikan dasar dalam menentukan limit deteksi metode (LDM). Kemudian dilakukan uji ketegaran yang dilakukan dengan memvariasikan komposisi fasa gerak yang digunakan yaitu 70:30 sebagai control,  60:40 dan 80 :20.



BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengujian zat aditif di dalam suatu produk, terutama pangan bersifat amat krusial, guna menjamin keamanan penggunaan produk. Anaisis ini harus menghasilkan data yang benar mengenai kandungan analit dalam produk. Selain itu metode yang digunakan dalam pengujian harus dapat diandalkan sehingga dapat menjamin kebenaran data yang diperoleh.
Metode uji yang diadopsi berprinsipkan pada serapan molekuler siklamat terhadap cahaya UV pada daerah panjang gelombang 200 nm, pemisahan analitik melalui kolom C18 menggunakan fasa gerak (mobile phase) KH2PO4 0.0125 mg/L dan methanol HPLC grade dengan perbandingan (70:30) dengan laju alir 1 mL/menit. Dan alat yang digunakan adalah KCKT dengan detektor UV.

a.      VALIDASI METODE 
Kehandalan suatu metode yang digunakan dapat ditentukan dari Beberapa faktor antara lain, akurasi, presisi dan limit deteksi. Dalam penelitian ini dilakukan parameter-parameter yang meliputi, selektivitas, linieritas, limit deteksi metode presisi, akurasi dan uji ketegaran. 
1.      Selektivitas 
Selektivitas dilakukan dengan membandingkan kromatogram standar dengan blanko. Hasil penelitian menunjukkan dari hasil penginjekkan standar muncul peak area pada retention time (RT)/waktu retensi 4 menit. Sedangkan pada larutan blanko tidak terdapat peak yang dihasilkan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa peak yang diperoleh pada waktu retensi 4 menit tersebut merupakan senyawa siklamat. Gambar kromatogram uji selektivitas dapat dilihat pada Gambar 1 berikut ini.
















Gambar 1  Kromatogram Uji Selektivitas Standar Siklamat

2.      Linieritas Standar
Nilai koefisien korelasi (R) merupakan indikator kualitas dari parameter linieritas yang menggambarkan proposionalitas respon analitik (luas area) terhadap konsentrasi yang diukur. Berdasarkan data evaluasi kalibrasi deret standar siklamat pada level konsentrasi antara 10.8 mg/L sampai 1018 mg/L diperoleh persamaan regresi linier y = 150.59x – 913.2 dengan nilai koefisien korelasi sebesar 0.9997. Nilai koefisien yang diperoleh menunjukkan hasil yang baik karena mendekati nilai 1. Hal ini menginformasikan bahwa terdapat hubungan yang proporsional antara respon analitik dengan konsentrasi yang diukur. Dari hasil uji linieritas dapat dilihat kurva deret standar pada Gambar 2 berikut ini.







Gambar 2  Kurva Deret Standar Siklamat

3.      Limit Deteksi dan Limit Kuantitasi
Pembahasan limit deteksi dan limit kuantitasi tidak dapat dipisahkan karena diantara keduanya terdapat hubungan yang sangat kuat. Secara praktis cara evaluasi keduanya dapat dikatakan tidak ada perbedaan yang signifikan. Perbedaan diantara keduanya hanya pada sifat kuantitatif data yang diperoleh. Jika pada limit deteksi didefinisikan sebagai konsentrasi terkecil yang dapat dideteksi namun tidak perlu secara kuantitatif, sedangkan pada definisi limit kuantitasi dikatakan konsentrasi terkecil analit yang dapat diukur secara kuantitatif. Secara statistik perhitungan batas deteksi dan batas kuantitasi diperoleh melalui garis regresi linier dari kurva kalibrasi standar siklamat. Dari hasil perhitungan diperoleh nilai limit of detection (LOD) sebesar 24.8 mg/L dan limit of quantitation sebesar 82.5 mg/L.
4.      Presisi (Keterulangan)
Uji presisi dilakukan untuk melihat kedekatan antara hasil uji yang dilakukan secara berulang pada sample. Pengujian dilakukan dengan metode ripitabilitas (pengulangan) sehingga diperoleh ketepatan system dalam memberikan respon terhadap analit yang dideteksi. Sebagai syarat keberterimaan digunakan persamaan koefisien variasi Horwitz sesuai AOAC (Association of Official Analytical Chemist, 2005) yang menjadi acuan dalam penelitian ini. Presisi suatu metode dikatakan memenuhi syarat keberterimaan jika nilai %RSD lebih kecil dari 2/3CV.
Uji presisi dilakukan dengan menginjekkan larutan sebanyak 7 kali. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh nilai %RSD untuk uji presisi sebesar 3.03 %. Nilai tersebut memenuhi  persyaratan AOAC =2/3 CV 3.73 %. Hal ini menginformasikan bahwa system operasional alat dan analis memiliki nilai presisi yang baik terhadap metode dengan respon yang relative konstan, sehingga hasil pengukuran memiliki nilai presisi yang memenuhi persyaratan. Data uji presisi dapat dilihat pada Tabel 1 berikut ini.
Tabel 1  Data Hasil Uji Presisi

















5.      Akurasi 
Berbeda halnya dengan presisi yang merujuk pada pengertian ketelitian, akurasi merujuk pada pengertian ketepatan (kecermatan). Hasil evaluasi menunjukkan bahwa metode terpilih memiliki kisaran % perolehan kembali (% recovery) yang menyatakan tingkat akurasi yang memenuhi syarat keberterimaan. Nilai recovery yang mendekati 100% menunjukkan bahwa metode tersebut memiliki ketepatan yang baik dalam menunjukkan tingkat kesesuaian dari rata-rata suatu pengukuran yang sebanding dengan nilai sebenarnya (true value). Hasil uji akurasi dapat dilihat pada Tabel 2 berikut.
Tabel 2  Data Hasil Uji Akurasi










Pada Tabel 2 diperoleh % recovery berada pada rentang 86 – 109% dengan rata-rata % recovery 101%. Nilai recovery hasil pengujian menunjukkan kecenderungan terjadinya kesalahan acak, dimana nilai % recovery yang dihasilkan berada dibawah dan diatas 100%. Sumber kesalahan acak yang terjadi pada praktek disebabkan adanya senyawa lain yang ada pada matriks yang masih terbawa meskipun telah dilakukan penyaringan. Senyawa ini menyebabkan analisis terganggu, sehingga konsentrasi yang terukur oleh alat sebagian lebih tinggi dan sebagian lebih rendah dari 100%. Kesalahan acak tersebut dapat diminimalisasi dengan melakukan sonikasi terhadap larutan uji pada rentang waktu tertentu.

6.      LIMIT DETEKSI METODE 
Limit deteksi metode (LDM) adalah konsentrasi terendah yang terbaca dari pengukuran suatu sample dengan mengasplikasikan secara lengkap metode pengukuran sample tersebut, sehingga nilai yang diperoleh memenuhi criteria cermat dan seksama. Nilai LDM diperoleh dari hasil percobaan dengan melakukan secara langsung konsentrasi analit terendah yang diperkirakan sebagai limit kuantitasi. Setelah dilakukan pengujian diperoleh hasil konsentrasi terendah yang terdeteksi oleh alat sebesar 154 ppm.
Nilai konsentrasi praktis menyatakan nilai terendah yang dapat terkuantitasi serta memenuhi criteria cermat dan seksama oleh metode yang digunakan, dengan nilai SBR sebagai indikator kualitas presisi (cermat) sebesar 1.52% dan nilai recovery sebagai indicator kualitas akurasi (seksama) berkisar antara 94.16% - 98.68%. Hasil pengukuran dapat dilihat pada Tabel 3 berikut ini




Tabel 3  Data Hasil Uji Limit Deteksi Metode (LDM)















BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

            Adapun kesimpulan dan saran dari makalah ini adalah sebagai berikut :
1.      Metode HPLC dapat digunakan untuk penetapan siklamat sebagai metode standar. 
2.      Limit deteksi pada metode ini adalah 24.8 mg/L, sedangkan limit kuantitasi adalah 154  mg/L.
3.      Untuk mengantisipasi maksimum limit siklamat dalam produk pangan,  dan mempermudah dalam analisis maka metode ini perlu terdaftar dalam Standar Nasional Indonesia.
4.      Metode standar yang digunakan dalam penelitian ini perlu disosialisasikan kepada laboratorium lain.



DAFTAR PUSTAKA

Novelina, Yus Maria. Dkk. 2009. Validasi Metode Analisis Penetapan Kadar Senyawa Siklamat Dalam Minuman Ringan. Prosiding PPI Standardisasi. 2009 - Jakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar