BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Penggunaan
bahan sintetik semakin diminati di berbagai lapisan masyarakat, termasuk
kalangan industri. Tingkat kemanisan serta harga yang ekonomis menjadi penyebab
berbagai kalangan lebih tertarik menggunakan pemanis sintetik tersebut
dibandingkan pemanis alami yang cenderung lebih mahal.
Siklamat
merupakan pemanis sintetis non-kalori yang paling besar jumlahnya dikonsumsi di
Indonesia. Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia, penggunaannya hanya
diperbolehkan untuk pasien diabetes ataupun orang yang membutuhkan makanan
berkalori rendah (Farida, 1989). Tetapi pada kenyataannya penggunaan siklamat
semakin meluas pada berbagai kalangan dan beragam produk (Winarno dan Birowo,
1988).
Penggunaan
siklamat sempat dilarang dibeberapa Negara di dunia seperti Amerika Serikat, Kanada, Inggris pada tahun
1970-an.
Alasan pelarangan didasarkan atas dugaan adanya sifat karsinogenik yang
disebabkan oleh hasil uraiannya berupa sikloheksamin.
Di
Indonesia penggunaan siklamat untuk dikonsumsi telah diatur oleh Badan POM
dalam Peraturan Teknis Penggunaan Bahan Tambahan Pangan Pemanis Buatan dalam
Produk Pangan (BPOM, 2004). Aturan ini membahas batas penggunaan maksimum
siklamat untuk tiap katagori pangan dengan mendasarkan perhitungannya pada
Acceptable Daily Intake (ADI). Sebagai lembaga yang berwenang dalam hal
pengawasan obat dan makanan yang beredar dipasaran Indonesia, serta
memperhatikan aspek keamanan terhadap penggunaan bahan pemanis sintetis, Badan
POM menegaskan pada setiap industri yang akan menggunakan siklamat sebagai
pemanis harus mencantumkan laporan hasil uji siklamat yang dilakukan oleh
lembaga (Laboratorium pengujian) terakreditasi.
Sampai
saat ini analisis siklamat masih dilakukan menggunakan metode konvensional
secara gravimetri. Akan tetapi teknik tersebut memerlukan waktu yang cukup lama
dengan resiko analisis yang cukup tinggi, sehingga dilakukan teknik analisis
yang lebih praktis dan mudah serta dalam waktu relative singkat dengan
menggunakan teknik kromatografi cair.
Metode
analisis siklamat secara KCKT telah dilakukan oleh Inggris dan dibakukan dalam
British Standard versi EN 1379 : 1996. Di Indonesia sendiri belum banyak
industri maupun laboratorium uji yang menggunakan metode ini dalam menganalisis
siklamat secara kualitatif maupun kuantitatif. Oleh sebab itu untuk menjamin
keabsahan hasil analisis maka metode tersebut harus divalidasi terlebih dahulu.
Validasi merupakan konfirmasi bahwa metode dapat memenuhi persyaratan tujuan
penggunaannya melalui pengujian metode dan mengumpulkan bukti-bukti yang
objektif (Harmita, 2004).
Sebagai
tindak lanjut fungsi pengawasan tersebut, maka diperlukan adanya suatu metode
pengujian yang dapat menganalisis kandungan siklamat dalam berbagai produk
terutama produk pangan contohnya
pada minuman dingin.
B. Rumusan
Masalah
Rumusan masalah dari makalah ini yaitu apakah
metode analisis dengan KCKT dapat digunakan untuk menentukan kadar siklamat
dalam minuman ringan ?
C. Tujuan
Tujuan dari makalah ini adalah untuk menentukan
apakah metode KCKT valid digunakan untuk analisis siklamat dalam minuman
ringan.
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
Beberapa aspek yang diukur dalam validasi metode adalah
selektivitas, linieritas, presisi, akurasi, limit deteksi dan uji ketegaran.
Penetapan selektivitas dilakukan dengan membandingkan kromatogram standar yang
dihasilkan dengan blanko. Sedangkan uji linieritas diperoleh dari data
pengukuran larutan deret standar yang telah dibuat sehingga diperoleh kurva
kalibrasi dan persamaan regresinya. Uji presisi dilakukan dengan cara
pengulangan (repeatability) 7 kali larutan contoh yang di buat sesuai prosedur
yang diinjekkan pada hari yang sama sehingga diperoleh data yang akan
dinyatakan nilai presisinya sebagai simpangan baku relative (% SBR). Uji
akurasi (uji perolehan kembali) dilakukan dengan membuat larutan sample sesuai
prosedur diulangi sebanyak 7 kali dan masing-masing diinjekkan ke dalam alat
KCKT. Nilai akurasi dinyatakan sebagai % recovery. Pengukuran limit deteksi
dilakukan dengan mengolah data yang diperoleh dari hasil pengukuran linieritas
standar sehingga diperoleh nilai Limit of Detection (LOD) dan Limit of
Quantitation (LOQ). Nilai tersebut dijadikan dasar dalam menentukan limit
deteksi metode (LDM). Kemudian dilakukan uji ketegaran yang dilakukan dengan
memvariasikan komposisi fasa gerak yang digunakan yaitu 70:30 sebagai
control, 60:40 dan 80 :20.
BAB
III
HASIL
DAN PEMBAHASAN
Pengujian zat aditif di dalam suatu produk, terutama pangan
bersifat amat krusial, guna menjamin keamanan penggunaan produk. Anaisis ini
harus menghasilkan data yang benar mengenai kandungan analit dalam produk.
Selain itu metode yang digunakan dalam pengujian harus dapat diandalkan
sehingga dapat menjamin kebenaran data yang diperoleh.
Metode uji yang diadopsi berprinsipkan pada serapan
molekuler siklamat terhadap cahaya UV pada daerah panjang gelombang 200 nm,
pemisahan analitik melalui kolom C18 menggunakan fasa gerak (mobile phase)
KH2PO4 0.0125 mg/L dan methanol HPLC grade dengan perbandingan (70:30) dengan
laju alir 1 mL/menit. Dan alat yang digunakan adalah KCKT dengan detektor UV.
a. VALIDASI METODE
Kehandalan
suatu metode yang digunakan dapat ditentukan dari Beberapa faktor antara lain,
akurasi, presisi dan limit deteksi. Dalam penelitian ini dilakukan
parameter-parameter yang meliputi, selektivitas, linieritas, limit deteksi
metode presisi, akurasi dan uji ketegaran.
1.
Selektivitas
Selektivitas
dilakukan dengan membandingkan kromatogram standar dengan blanko. Hasil
penelitian menunjukkan dari hasil penginjekkan standar muncul peak area pada
retention time (RT)/waktu retensi 4 menit. Sedangkan pada larutan blanko tidak
terdapat peak yang dihasilkan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa peak yang
diperoleh pada waktu retensi 4 menit tersebut merupakan senyawa siklamat.
Gambar kromatogram uji selektivitas dapat dilihat pada Gambar 1 berikut ini.
Gambar 1 Kromatogram Uji
Selektivitas Standar Siklamat
2. Linieritas Standar
Nilai koefisien
korelasi (R) merupakan indikator kualitas dari parameter linieritas yang
menggambarkan proposionalitas respon analitik (luas area) terhadap konsentrasi
yang diukur. Berdasarkan data evaluasi kalibrasi deret standar siklamat pada
level konsentrasi antara 10.8 mg/L sampai 1018 mg/L diperoleh persamaan regresi
linier y = 150.59x – 913.2 dengan nilai koefisien korelasi sebesar 0.9997.
Nilai koefisien yang diperoleh menunjukkan hasil yang baik karena mendekati
nilai 1. Hal ini menginformasikan bahwa terdapat hubungan yang proporsional
antara respon analitik dengan konsentrasi yang diukur. Dari hasil uji
linieritas dapat dilihat kurva deret standar pada Gambar 2 berikut ini.
Gambar 2 Kurva Deret Standar
Siklamat
3. Limit Deteksi dan Limit Kuantitasi
Pembahasan
limit deteksi dan limit kuantitasi tidak dapat dipisahkan karena diantara
keduanya terdapat hubungan yang sangat kuat. Secara praktis cara evaluasi
keduanya dapat dikatakan tidak ada perbedaan yang signifikan. Perbedaan
diantara keduanya hanya pada sifat kuantitatif data yang diperoleh. Jika pada
limit deteksi didefinisikan sebagai konsentrasi terkecil yang dapat dideteksi
namun tidak perlu secara kuantitatif, sedangkan pada definisi limit kuantitasi
dikatakan konsentrasi terkecil analit yang dapat diukur secara kuantitatif.
Secara statistik perhitungan batas deteksi dan batas kuantitasi diperoleh
melalui garis regresi linier dari kurva kalibrasi standar siklamat. Dari hasil
perhitungan diperoleh nilai limit of detection (LOD) sebesar 24.8 mg/L dan
limit of quantitation sebesar 82.5 mg/L.
4.
Presisi (Keterulangan)
Uji
presisi dilakukan untuk melihat kedekatan antara hasil uji yang dilakukan
secara berulang pada sample. Pengujian dilakukan dengan metode ripitabilitas
(pengulangan) sehingga diperoleh ketepatan system dalam memberikan respon
terhadap analit yang dideteksi. Sebagai syarat keberterimaan digunakan
persamaan koefisien variasi Horwitz sesuai AOAC (Association of Official
Analytical Chemist, 2005) yang menjadi acuan dalam penelitian ini. Presisi
suatu metode dikatakan memenuhi syarat keberterimaan jika nilai %RSD lebih
kecil dari 2/3CV.
Uji
presisi dilakukan dengan menginjekkan larutan sebanyak 7 kali. Berdasarkan
hasil penelitian diperoleh nilai %RSD untuk uji presisi sebesar 3.03 %. Nilai
tersebut memenuhi persyaratan AOAC =2/3
CV 3.73
%. Hal ini menginformasikan bahwa system operasional alat dan analis memiliki
nilai presisi yang baik terhadap metode dengan respon yang relative konstan,
sehingga hasil pengukuran memiliki nilai presisi yang memenuhi persyaratan.
Data uji presisi dapat dilihat pada Tabel 1 berikut ini.
Tabel
1 Data Hasil Uji Presisi
5.
Akurasi
Berbeda
halnya dengan presisi yang merujuk pada pengertian ketelitian, akurasi merujuk
pada pengertian ketepatan (kecermatan). Hasil evaluasi menunjukkan bahwa metode
terpilih memiliki kisaran % perolehan kembali (% recovery) yang menyatakan
tingkat akurasi yang memenuhi syarat keberterimaan. Nilai recovery yang
mendekati 100% menunjukkan bahwa metode tersebut memiliki ketepatan yang baik
dalam menunjukkan tingkat kesesuaian dari rata-rata suatu pengukuran yang
sebanding dengan nilai sebenarnya (true value). Hasil uji akurasi dapat dilihat
pada Tabel 2 berikut.
Tabel
2 Data Hasil Uji Akurasi
Pada
Tabel 2 diperoleh % recovery berada pada rentang 86 – 109% dengan rata-rata %
recovery 101%. Nilai recovery hasil pengujian menunjukkan kecenderungan
terjadinya kesalahan acak, dimana nilai % recovery yang dihasilkan berada
dibawah dan diatas 100%. Sumber kesalahan acak yang terjadi pada praktek
disebabkan adanya senyawa lain yang ada pada matriks yang masih terbawa meskipun telah
dilakukan penyaringan. Senyawa ini menyebabkan analisis terganggu, sehingga
konsentrasi yang terukur oleh alat sebagian lebih tinggi dan sebagian lebih
rendah dari 100%. Kesalahan acak tersebut dapat diminimalisasi dengan melakukan
sonikasi terhadap larutan uji pada rentang waktu tertentu.
6.
LIMIT DETEKSI METODE
Limit
deteksi metode (LDM) adalah konsentrasi terendah yang terbaca dari pengukuran
suatu sample dengan mengasplikasikan secara lengkap metode pengukuran sample
tersebut, sehingga nilai yang diperoleh memenuhi criteria cermat dan seksama.
Nilai LDM diperoleh dari hasil percobaan dengan melakukan secara langsung
konsentrasi analit terendah yang diperkirakan sebagai limit kuantitasi. Setelah
dilakukan pengujian diperoleh hasil konsentrasi terendah yang terdeteksi oleh
alat sebesar 154 ppm.
Nilai
konsentrasi praktis menyatakan nilai terendah yang dapat terkuantitasi serta
memenuhi criteria cermat dan seksama oleh metode yang digunakan, dengan nilai
SBR sebagai indikator kualitas presisi (cermat) sebesar 1.52% dan nilai
recovery sebagai indicator kualitas akurasi (seksama) berkisar antara 94.16% -
98.68%. Hasil pengukuran dapat dilihat pada Tabel 3 berikut ini
Tabel 3 Data Hasil Uji Limit Deteksi Metode (LDM)
BAB
IV
KESIMPULAN
DAN SARAN
Adapun
kesimpulan dan saran dari makalah ini adalah sebagai berikut :
1.
Metode HPLC dapat digunakan untuk
penetapan siklamat sebagai metode standar.
2.
Limit deteksi pada metode ini
adalah 24.8 mg/L, sedangkan limit kuantitasi adalah 154 mg/L.
3.
Untuk mengantisipasi maksimum
limit siklamat dalam produk pangan, dan
mempermudah dalam analisis maka metode ini perlu terdaftar dalam Standar
Nasional Indonesia.
4.
Metode standar yang digunakan
dalam penelitian ini perlu disosialisasikan kepada laboratorium lain.
DAFTAR
PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar