Treponema pallidum
Treponema berasal dari bahasa Latin trepo dan nema, yang berarti lilitan benang.
Treponema pallidum memiliki panjang 5-20 (m dengan diameter 0,09-0,5 (m.
Selnya terlihat panjang dengan 8-14 lekukan gelombang. Bergerak lambat,
dengan gerakan melayang, gemulai dan lentur. Pergerakan terlihat nyata pada lingkungan
dengan viskositas relatif tinggi.
Struktur T. pallidum umumnya serupa dengan Spirochaetaceae lain dan teridri
dari membran sitoplasma multilayer, fibril mirip-flagel, dinsing sel dan sampul sel paling
luar. T. pallidum patogenik memiliki sampul paling luar mirip-kapsul yang tidak terdapat
pada spesies tidakpatogenik.
Sampai saat ini, T. pallidum tidak dapat tumbuh secara invitro, meskipun
dipelihara selama 4-7 hari pada suhu 25 oC pada medium anaerobik yang mengandung
albumin, natrium bikarbonat, piruvat sistein, dan ultrafiltrat serum bovin. Dengan teknik
kultur jaringan yang sangat khusus dan penurunan tekanan oksigen, bakteri ini dapat
memperbanyak diri beberapa generasi pada kultur jaringan primer sel epitel kelinci.
Dalam sistem ini, virulensinya terpelihara, tetapi bakteri tidak dapat dikultur kembali.
Strain virulen (contohnya, strain Nochols) dipropagasi melalui inokulasi intratestikuler
kelinci.
T. pallidum cbersifat mikroaerofilik dan dapat bertahan hidup untuk waktu yang
lebih lama pada tekanan oksigen 3%-5%. Memperlihatkan, adanya ambilan oksigen dan
sistem transport elektron. Ambilan oksigen bergantung pada glukosa, dan oksidasi
piruvat hanya terjadi jika terdapat oksigen.
A. Epidemiologi
Sifilis bukan penyakit yang mudah menyebar, seseorang yang mengalami kontak
seksual dengan orang yang terinfeksi memiliki kemungkinan 1 : 10 tertular penyakit.
Penyakit ini juga memiliki periode inkubasi yang panjang selama waktu kontak tidak
bersifat infektif. Karena alasan tersebut, mencari dan mengobati orang yang kontak
dengan bentuk infektif merupakan cara yang efektif untuk mengendalikan penyebaran
penyakit tersebut. Walaupun demikian, saat ini terdapat bukti peningkatan jumlah kasus
sifilis infektif. Di Amerika serikat, tingkat sifilis primer dan sekunder mencapai
14/100.000 populasi, dan tercatat lebih dari 25. 000 kasus. Pada tahun 1989 tercatat
22/100.000 kasus, dan jumlah tersebut terus mengalami peningkatan. Kewcepatan
peningkatan sifilis infektif terjadi pada tahun 1980-an, terutama penularan dari pria-kepria. Infeksi relatif menurun diantara pria, dan saat ini meningkat di antara wanita.
Kelompok yang secara signifikan dipengaruhi oleh penyakit tersebut antara lain;
pengguna obat-obatan terlarang, prostitusi untuk memperoleh obat-obatan tersebut atau
uang pembelian obat merupakan salah satu aspek masalah pada pusat epidemiologik.
B. Penularan
T. pallidum berkemampuan memasuki membran mukus atau kulit yang lecet.
Inokulasi langsung melalui kontak dengan orang yangterinfeksi bersifat penting dalam
infeksi juga untuk bakteri beratahan hidup yang terbatas di luar tubuh inang. Kontak
seksual merupakan metode penularan dan daerah yang terinokulasi biasanya organ
genital, vagina, atau serviks pada wanita, penis pada pria. Daerah lain termasuk bibir,
yang dapat terinfeksi pada saat berciuman, juga kulit dapat terinfeksi karena lecet. Dokter
atau ahli patologik dapat terinfeksi melalui cara tersebut jika tidak menggunakan
pelindung.
C. Patogenesis
Sifilis merupakan penyakit pembuluh darah daerah perivaskuler. Setelah invasi
bakteri cepat berbiak dan menyebar luas. Penyebaranmelalui limfatik perivaskuler dan
selanjutnya sirkulasi sistemik sebelum perkembanganlesi primer. Sepuluh sampai 90 hari
berikutya, tetapi biasanya dalam 3-4 minggu, pasien bermanifestasi respon peradangan
terhadap infeksi pada daerah inokulasi. Lesi, kankre, dicikan banyak menghasilkan
spiroket; dengan kumpulan leukosit mononuklear, limfosit dan sel plasma; dan
pembengkakan endoltel kapiler. Daerah nodus limfatik membesar, dan infiltrasi seluler
dari lesi primer tersebut. Pemecahan lesi primer terjadi melalui fibrosis.
Dalam sistem percobaan, T. pallidum patogenik secara in vitro dan in vivo dapat
menyerang berbagai galur sel dan spesimen jaringan.Antibodi terhadap fragmen protein
nampaknya tersedia sebagai ligand untuk sel mamalia sitaderensi akan menghalangi
penempelan bakteri terhadap sel. Penempelan treponema terhadap sel mamalia dibantu
oleh adanya selaput fibronektin pada bakteri. Strain Treponema avirulen, tidak melekat
pada sel yang dikultur.
Lesi sekunder berkembang pada jaringan ektodermal, seperti kulit, membran
mukus, sistem saraf pusat, mengikutsertakan respon peradangan.
Sifilis tersier melibatkan beberapa sistem organ dan sering bersifat asimetrik.
Gummas merupakan tipe lesi akiba perluasan nekrosis, sejumlah sel giant, dan
berkurangnya bakteri. Hal ini sering terjadi pada organ dalam, tulang dan kulit. Bentuk
lesi tersier lain-suatu penyebaran peradangan kronik dengan sel plasma dan limfosit
tetapi tanpa kaseasi dapat diakibatkan aneurisma aorta, demensia paralitik dan tabes
dotrsalis. Pembengkakan endotel kapiler kronik dan fibrosis diakibatkan perubahan
karakteristik jaringan.
D. Manifestasi Klinik
Penyakit Sifilis Primer. Kankre sifilis primer merupakan tipe lesi tunggal, keras dan
kokoh dengan permukaan bersih, permukaan meninggi dan berwarna kemerahan. Hal
tersebut sering diabaikan oleh wanita yang memilikinya pada serviks atau pada dinding
vagina, atau pada saluran anus pria. Tidak terdapat tanda sistemik atau gejala, tetapi
nodus limfatik sering membesar dan mengeras.
Penyakit Sifilis Sekunder. Dua sampai 10 minggu setelah terbentuk lesi primer, pasien
dapat mengalami penyakit sekunder. Penampilan yang mencolok termasuk demam, sakit
tenggorokan, umumnya limfadenopati, sakit kepala, dan ruam. Lesi pada membran
mukosa terlihat sebagai bidang kecil mukosa berwarna putih. Terjadi kondilomata lata di
sekeliling daerah yang lembab, juga pada anus dan vagina. Semua lesi sekunder kulit dan
membran mukosa sangat infektif.
Tanda lain pada tahap sekunder penyakit ini umumnya berupa respon imunologik.
Sindrom nefrotik dengan nefritis kompleks imun disebabkan deposisi kompleks antigenantibodi dengan membran dasar glomeruler.
Setelah melewati episode penyakit sekunder, pasien memasuki tahap penyakit
laten, 4 tahun pertama yang dianggap awal tahap laten dan periode berikutnya tahap laten
akhir. Dengan definisi, orang yang berada pada tahap laten akhir penyakit ini tidak
memiliki tanda atau gejala sifilis aktif tetapi tetap seroaktif. Jika terapi untuk sifilis
pertama diberikan selama tahap ini, pasien tidak mungkin memperlihatkan penurunan
antibodi nontreponema. Sekitar 60% pasien pada tahap laten yang tidak diobati, secara
terus-menerus bebas-gejala, sedangkan sekitar 40% pasien memiliki gejala penyakit laten
tahap akhir.
Penyakit Sifilis Tersier
Gummas. Tiga sampai sepuluh tahun setelah penyakitsekunder berakhir, pasien dapat
mengalami perkembangan lokalisasi lesi pada bagian dermis atau struktur pendukung
tubuh, yang disebut gummas. Lesi ini relaif tetap maka sering digunakan istilah sifilis
tersier jinak. Spiroket secara ekstrim berkurang dan menghilang. Reaksi gumma
merupakan reaksi imunologik inang primer.
Neurosifilis. Selama tahap awal sifilis, sekitar sepertiga pasien mengalami gangguan
sistem saraf pusat, tetapi jika tidak diobati setengah dari pasien tersebut selanjutnya
memasuki tahap neurosifilis akhir. Interval antara penyakit primer dengan neurosifilis
akhir biasanya lebih dari 5 tahun. Neurosifilis akhir dapat terjadi melalui beberapa
bentuk. Penampilan klasik termasuk demensia paralitik, tabes dorsalis, sklerosis lateral
amiotropik, sifilis meningovaskuler, seizures, atrofi optik, dan perubahan gumma pada
korda. Neurosifilis dapat menyerupai penyakit neurologik lain.
Sifilis Kardiovaskuler. Sekitar 10-40 tahun setelahterjadi sifilis primer, pada pasien yang
tidak diobati dapat berkembang tanda-tanda penyakit pada kardiovaskuler. Organ yang
sering terlibat antara lain pembuluh darah besar pada jantung, tempat terjadinya sifilis
aorta dan arteritis pulmoner. Reaksi inflamasi jugadapat menyebabkan stenosis, dengan
akibat angina, kerusakan otot jantung dan kematian.
Sifilis Kongenital.
Sifilis kongenital dapat diakibatkan infeksi transplasenta pada perkembangan
janin dan sering meluas serta bentuk penyakit yang bersifat merusak.
Ketika sifilis kongenital mendadak menyerang, T. pallidum secara bebas
memasuki peredaran darah janin, spiroket mengakibatkan septikemia dengan penyebaran
yang luas. Sifilis kongenital yang tidak diobati tingkat kematiannya sekitar 25%, sebagai
tambahan 40% anak-anak menderita stigmata akhir. Sifilis kongenital dapat
menyebabkan aborsi biasanya terjadi pada trimester kedua kehamilan, dan pada waktu
tersebut reaksi histopatologik terhadap T. pallidumjarang ditemukan pada jaringan janin.
Terdapat anggapan yang umum bahwa janin terlindung dari sifilis kongenital sampai
minggu keenam kehamilan, pada saat lapisan Langhan's korion atrofi. Walaupun
demikian terdapat bukti bahwa respon inflamasi yang mengakibatkan kerusakan jaringan
dan kematian janin tidak terjadi sebelum janin memiliki kekuatan imunologik. Wanita
hamil penderita sifilis yang tidak diobati dapat menularkan infeksi pada beberapa tahap
penyakit terhadap janin. Umumnya pada saat wanita tersebut mengalami tahap primer
dan sekundersifilis. Tanpa pengobatan, hampir semua wanita penderita sifilis primer,
90% penderita sifilis sekunder, dan 40% penderita sifilis laten awal, dapat menularkan
infeksi kepada janinnya.
Ciri dan intensitas manifestasi sifilis kongenital sangat bervariasi. Khususnya
gejala awal yang mencolok termasuk hepatosplenomegali, penyakikuning, anemia
hemolitik, pneumonia, multiple long bone. Terdapat snuffles, lesi kulit, dan masa
testikuler.
Manifesasi akhir sifilis kongenital diakibatkan luka penyakit aktif dan dari
perkembangan penyakit aktif. Beberapa perubahan dapat dicegah melalui pengobatan
secara awal, tetapi tahap lain penyakit sering berkembang walaupun dengan pengobatan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar