Powered By Blogger

Total Tayangan Halaman

Senin, 02 Juni 2014

Treponema pallidum

Treponema pallidum 

 Treponema berasal dari bahasa Latin trepo dan nema, yang berarti lilitan benang.
Treponema pallidum memiliki panjang 5-20 (m dengan diameter 0,09-0,5 (m.
 Selnya  terlihat  panjang  dengan  8-14  lekukan   gelombang.  Bergerak  lambat,
dengan gerakan melayang, gemulai dan lentur. Pergerakan terlihat nyata pada lingkungan
dengan viskositas relatif tinggi.
 Struktur  T.  pallidum  umumnya  serupa  dengan  Spirochaetaceae  lain  dan  teridri
dari membran sitoplasma multilayer, fibril mirip-flagel, dinsing sel dan sampul sel paling
luar. T. pallidum patogenik memiliki sampul paling luar mirip-kapsul yang tidak terdapat
pada spesies tidakpatogenik.
 Sampai  saat  ini,  T.  pallidum  tidak  dapat  tumbuh  secara  invitro,  meskipun
dipelihara selama 4-7 hari pada suhu 25 oC pada medium anaerobik yang mengandung
albumin, natrium bikarbonat, piruvat sistein, dan ultrafiltrat serum bovin. Dengan teknik
kultur  jaringan  yang  sangat  khusus  dan  penurunan  tekanan  oksigen,  bakteri  ini  dapat
memperbanyak  diri  beberapa  generasi  pada  kultur  jaringan  primer  sel  epitel  kelinci.
Dalam  sistem  ini,  virulensinya  terpelihara,  tetapi  bakteri  tidak  dapat  dikultur  kembali.
Strain  virulen  (contohnya,  strain  Nochols)  dipropagasi  melalui  inokulasi  intratestikuler
kelinci.
 T. pallidum cbersifat mikroaerofilik dan dapat bertahan hidup untuk waktu yang
lebih lama pada tekanan oksigen 3%-5%. Memperlihatkan, adanya ambilan oksigen dan
sistem  transport  elektron.  Ambilan  oksigen  bergantung  pada  glukosa,  dan  oksidasi
piruvat hanya terjadi jika terdapat oksigen.

A. Epidemiologi
 Sifilis bukan penyakit yang mudah menyebar, seseorang yang mengalami kontak
seksual  dengan  orang  yang  terinfeksi  memiliki  kemungkinan  1  :  10  tertular  penyakit.
Penyakit  ini  juga  memiliki  periode  inkubasi  yang  panjang  selama  waktu  kontak  tidak
bersifat  infektif.  Karena  alasan  tersebut,   mencari dan  mengobati  orang  yang  kontak
dengan  bentuk  infektif  merupakan  cara  yang  efektif  untuk  mengendalikan  penyebaran
penyakit tersebut. Walaupun demikian, saat ini terdapat bukti peningkatan jumlah kasus
sifilis  infektif.  Di  Amerika  serikat,  tingkat  sifilis  primer  dan  sekunder  mencapai
14/100.000  populasi,  dan  tercatat  lebih  dari  25.  000  kasus.  Pada  tahun  1989  tercatat
22/100.000  kasus,  dan  jumlah  tersebut  terus  mengalami  peningkatan.  Kewcepatan
peningkatan sifilis infektif terjadi pada tahun 1980-an, terutama penularan dari pria-kepria.  Infeksi  relatif  menurun  diantara  pria,  dan  saat  ini  meningkat  di  antara  wanita.
Kelompok  yang  secara  signifikan  dipengaruhi  oleh  penyakit  tersebut  antara  lain;
pengguna  obat-obatan  terlarang,  prostitusi  untuk  memperoleh  obat-obatan  tersebut atau
uang pembelian obat merupakan salah satu aspek masalah pada pusat epidemiologik.
B. Penularan
 T.  pallidum  berkemampuan  memasuki  membran  mukus  atau  kulit  yang  lecet.
Inokulasi langsung melalui kontak dengan orang yangterinfeksi bersifat penting dalam
infeksi  juga  untuk  bakteri  beratahan  hidup  yang  terbatas  di  luar  tubuh  inang.  Kontak
seksual  merupakan  metode  penularan  dan  daerah  yang  terinokulasi  biasanya  organ
genital,  vagina,  atau  serviks  pada  wanita,  penis  pada  pria.  Daerah  lain  termasuk  bibir,
yang dapat terinfeksi pada saat berciuman, juga kulit dapat terinfeksi karena lecet. Dokter
atau  ahli  patologik  dapat    terinfeksi  melalui  cara tersebut  jika  tidak  menggunakan
pelindung.
C. Patogenesis
 Sifilis  merupakan  penyakit  pembuluh  darah  daerah  perivaskuler.  Setelah  invasi
bakteri cepat berbiak dan menyebar luas. Penyebaranmelalui limfatik perivaskuler dan
selanjutnya sirkulasi sistemik sebelum perkembanganlesi primer. Sepuluh sampai 90 hari
berikutya,  tetapi  biasanya  dalam  3-4  minggu,  pasien bermanifestasi  respon  peradangan
terhadap  infeksi  pada  daerah  inokulasi.  Lesi,  kankre,  dicikan  banyak  menghasilkan
spiroket;  dengan  kumpulan  leukosit  mononuklear,  limfosit  dan  sel  plasma;  dan
pembengkakan  endoltel  kapiler.  Daerah  nodus  limfatik  membesar,  dan  infiltrasi  seluler
dari lesi primer tersebut. Pemecahan lesi primer terjadi melalui fibrosis.
 Dalam sistem percobaan, T. pallidum patogenik secara in vitro dan in vivo dapat
menyerang berbagai galur sel dan spesimen jaringan.Antibodi terhadap fragmen protein
nampaknya  tersedia  sebagai  ligand  untuk  sel  mamalia sitaderensi  akan  menghalangi
penempelan  bakteri  terhadap  sel.  Penempelan  treponema  terhadap  sel  mamalia  dibantu
oleh adanya selaput fibronektin pada bakteri. Strain Treponema avirulen, tidak melekat
pada sel yang dikultur.
 Lesi  sekunder  berkembang  pada  jaringan  ektodermal, seperti  kulit,  membran
mukus, sistem saraf pusat, mengikutsertakan respon peradangan.
 Sifilis  tersier  melibatkan  beberapa   sistem  organ dan  sering  bersifat  asimetrik.
Gummas  merupakan  tipe  lesi  akiba  perluasan  nekrosis,  sejumlah  sel  giant,  dan
berkurangnya bakteri. Hal ini sering terjadi pada organ dalam, tulang dan kulit. Bentuk
lesi  tersier  lain-suatu  penyebaran  peradangan  kronik  dengan  sel  plasma  dan  limfosit
tetapi  tanpa  kaseasi  dapat  diakibatkan  aneurisma  aorta,  demensia  paralitik  dan  tabes
dotrsalis.  Pembengkakan  endotel  kapiler  kronik  dan  fibrosis  diakibatkan  perubahan
karakteristik jaringan.
D. Manifestasi Klinik
Penyakit  Sifilis  Primer.  Kankre  sifilis  primer  merupakan  tipe  lesi  tunggal,  keras  dan
kokoh  dengan  permukaan  bersih,  permukaan  meninggi  dan  berwarna  kemerahan.  Hal
tersebut sering diabaikan oleh wanita yang memilikinya pada serviks atau pada dinding
vagina,  atau  pada  saluran  anus  pria.  Tidak  terdapat tanda  sistemik  atau  gejala,  tetapi
nodus limfatik sering membesar dan mengeras.
Penyakit  Sifilis Sekunder. Dua sampai 10  minggu setelah terbentuk lesi  primer, pasien
dapat mengalami penyakit sekunder. Penampilan yang  mencolok termasuk demam, sakit
tenggorokan,  umumnya  limfadenopati,  sakit  kepala,  dan  ruam.  Lesi  pada  membran
mukosa terlihat sebagai bidang kecil mukosa berwarna putih. Terjadi kondilomata lata di
sekeliling daerah yang lembab, juga pada anus dan vagina. Semua lesi sekunder kulit dan
membran mukosa sangat infektif.
 Tanda lain pada tahap sekunder penyakit ini umumnya berupa respon imunologik.
Sindrom nefrotik dengan nefritis kompleks imun disebabkan deposisi kompleks antigenantibodi dengan membran dasar glomeruler.
 Setelah  melewati  episode  penyakit  sekunder,  pasien memasuki  tahap  penyakit
laten, 4 tahun pertama yang dianggap awal tahap laten dan periode berikutnya tahap laten
akhir.  Dengan  definisi,  orang  yang  berada  pada  tahap  laten  akhir  penyakit  ini  tidak
memiliki  tanda  atau  gejala  sifilis  aktif  tetapi  tetap  seroaktif.  Jika  terapi  untuk  sifilis
pertama  diberikan  selama  tahap  ini,  pasien  tidak  mungkin  memperlihatkan  penurunan
antibodi nontreponema.  Sekitar 60% pasien pada tahap laten  yang tidak  diobati, secara
terus-menerus bebas-gejala, sedangkan sekitar 40% pasien memiliki gejala penyakit laten
tahap akhir.
Penyakit Sifilis Tersier
Gummas. Tiga sampai sepuluh tahun setelah penyakitsekunder berakhir, pasien dapat
mengalami  perkembangan  lokalisasi  lesi  pada  bagian  dermis  atau  struktur  pendukung
tubuh,  yang  disebut  gummas.  Lesi  ini  relaif  tetap  maka  sering  digunakan  istilah  sifilis
tersier  jinak.  Spiroket  secara  ekstrim  berkurang  dan  menghilang.  Reaksi  gumma
merupakan reaksi imunologik inang primer.
Neurosifilis.  Selama  tahap  awal  sifilis,  sekitar  sepertiga  pasien  mengalami  gangguan
sistem  saraf  pusat,  tetapi  jika  tidak  diobati  setengah  dari  pasien  tersebut  selanjutnya
memasuki  tahap  neurosifilis  akhir.  Interval  antara  penyakit  primer   dengan  neurosifilis
akhir  biasanya  lebih  dari  5  tahun.  Neurosifilis  akhir  dapat  terjadi  melalui  beberapa
bentuk. Penampilan klasik termasuk demensia paralitik, tabes dorsalis, sklerosis lateral
amiotropik,  sifilis  meningovaskuler,  seizures,  atrofi  optik,  dan  perubahan  gumma  pada
korda. Neurosifilis dapat menyerupai penyakit neurologik lain.
Sifilis Kardiovaskuler. Sekitar 10-40 tahun setelahterjadi sifilis primer, pada pasien yang
tidak  diobati  dapat  berkembang  tanda-tanda  penyakit pada  kardiovaskuler.  Organ  yang
sering terlibat antara lain pembuluh darah besar pada jantung, tempat terjadinya sifilis
aorta dan arteritis pulmoner. Reaksi inflamasi jugadapat menyebabkan stenosis, dengan
akibat angina, kerusakan otot jantung dan kematian.
Sifilis Kongenital.
 Sifilis  kongenital  dapat  diakibatkan  infeksi  transplasenta  pada  perkembangan
janin dan sering meluas serta bentuk penyakit yang bersifat merusak.
 Ketika  sifilis  kongenital  mendadak  menyerang,  T.  pallidum  secara  bebas
memasuki peredaran darah janin, spiroket mengakibatkan septikemia dengan penyebaran
yang luas. Sifilis kongenital yang tidak diobati tingkat kematiannya sekitar 25%, sebagai
tambahan  40%  anak-anak  menderita  stigmata  akhir.  Sifilis  kongenital  dapat
menyebabkan  aborsi  biasanya  terjadi  pada  trimester  kedua  kehamilan,  dan  pada  waktu
tersebut reaksi histopatologik terhadap T. pallidumjarang ditemukan pada jaringan janin.
Terdapat  anggapan  yang  umum  bahwa  janin  terlindung  dari  sifilis  kongenital  sampai
minggu  keenam  kehamilan,  pada  saat  lapisan  Langhan's  korion  atrofi.  Walaupun
demikian terdapat bukti bahwa respon inflamasi yang mengakibatkan kerusakan jaringan
dan  kematian  janin  tidak  terjadi  sebelum  janin  memiliki  kekuatan  imunologik.  Wanita
hamil penderita sifilis yang tidak diobati dapat menularkan infeksi pada beberapa tahap
penyakit  terhadap  janin.  Umumnya  pada  saat  wanita  tersebut  mengalami  tahap  primer
dan  sekundersifilis.  Tanpa  pengobatan,  hampir  semua wanita  penderita  sifilis  primer,
90%  penderita  sifilis  sekunder,  dan  40%  penderita  sifilis  laten  awal,  dapat  menularkan
infeksi kepada janinnya.
 Ciri  dan  intensitas  manifestasi  sifilis  kongenital sangat  bervariasi.  Khususnya
gejala  awal  yang  mencolok  termasuk  hepatosplenomegali,  penyakikuning,  anemia
hemolitik,  pneumonia,  multiple  long  bone.  Terdapat  snuffles,  lesi  kulit,  dan  masa
testikuler.
 Manifesasi  akhir  sifilis  kongenital  diakibatkan  luka  penyakit  aktif  dan  dari
perkembangan  penyakit  aktif.  Beberapa  perubahan  dapat  dicegah  melalui  pengobatan
secara awal, tetapi tahap lain penyakit sering berkembang walaupun dengan pengobatan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar