BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
belakang
Sekitar 15 jenis kanker terbanyak
di dunia, tiga diantaranya adalah kanker ginekologi, yaitu kanker serviks,
kanker ovarium, dan kanker uterus. Distribusi
menurut epidemiologi adalah kanker vulva 0,6%, kanker vagina 0,3%,
kanker serviks uteri 69,1%, kanker korpus uteri 3,2%, kanker ovarium 21%,
koriokanker 5,5%, dan kanker tuba 0,2%.
Keganasan ovarium dapat terjadi pada semua kelompok usia, tetapi tipe histologi
berbeda tiap-tiap kelompok umur. Pada usia kurang dari 20 tahun pada umumnya
tipe germ cell, sedangkan tipe
epitelial sering pada usia lebih dari 50 tahun. Insidensi meningkat dengan
semakin tuanya usia, diperkirakan 15 kasus baru per 100.000 populasi per tahun
pada wanita usia 40–44 tahun, menjadi paling tinggi dengan angka 57 per 100.000
pada usia 70–74 tahun dan angka harapan hidup 5 tahun secara keseluruhan hanya
30%. Kanker ovarium merupakan penyebab kematian kanker ke-4 setelah kanker
paru, payudara, dan kolon (Benedet,2003; Stirrat,2003; Aziz,2006).
Masalah penyakit kanker ovarium di negara berkembang memiliki
insidensi
dan prevalensi yang cukup tinggi, banyak kasus datang pada stadium lanjut
menyebabkan meningkatnya angka morbiditas dan mortalitas pada penderita.
Kendala faktor ekonomi termasuk biaya diagnostik dan terapi sangat tinggi,
masalah deteksi dini dipersulit dengan gejala
awal penyakit yang tidak spesifik dan belum ada metode skrining yang efektif
mengakibatkan 70% kasus kanker ovarium ditemukan pada stadium lanjut dan sudah
menyebar jauh diluar ovarium. Penyebaran melalui perluasan lesi lokal, kelenjar
limfatik, implantasi intraperitoneal, hematogen, dan transdiafragma
memungkinkan terjadinya kanker pada organ tubuh lainnya (sekunder).
Prognosis diperburuk dengan semakin tingginya stadium penyakit
pada saat pertama kali didiagnosa (Berek, 2002).
Kanker ovarium dikenal sebagai penyakit yang tumbuh
diam-diam namun mematikan (silent killer), karena pada stadium awal
penyakit ini tidak menunjukkan gejala klinis yang spesifik. Oleh karena itu
perlu adanya identifikasi untuk mendapatkan suatu gambaran pola ciri organ yang
berhubungan dengan ovarium yaitu organ liver, ginjal, dan uterus sebagai
indikasi terhadap penderita kanker ovarium. Salah satu diagnosis dari kanker
ovarium adalah melakukan pemeriksaan CT scan yang bertujuan untuk
menentukan adanya keganasan atau tidak, dan dapat menilai perluasan tumor (Kuswardani et al,2011).
Kanker ovarium merupakan kanker
kandungan dengan penderita terbanyak setelah kanker leher rahim, namun memiliki
tingkat kematian yang lebih besar daripada kanker leher rahim. Angka kematian 5
tahun tergantung dari luasnya penyakit (stadium). Menurut FIGO (Federasi
Obstetri dan Ginekologi Sedunia) angka kematian mencapai 11,1%; 25,1%; 58,5%;
dan 82,1% masing-masing untuk stadium I, II, III, dan IV.
Probabilitas terjadinya kanker ovarium meningkat dengan
tajam pada umur 45−54 tahun dan terus meningkat sepanjang sisa usia, paralel
dengan kadar hormon gonadotropin (Widayati et al, 2009). Makalah ini akan membahas lebih
lanjut tentang kanker ovarium serta terapi penyembuhannya.
B. Rumusan
masalah
Rumusan
masalah makalah ini adalah :
1.
Apa
itu kanker ovarium ?
2.
Bagaimana
contoh kasus kanker ovarium ?
3.
Bagaimana
treatment disease pada kanker ovarium ?
4.
Bagaimana
pengobatan kanker ovarium ?
C. Tujuan
Tujuan
makalah ini adalah :
1.
Untuk
mengetahui kanker ovarium
2.
Contoh
kasus kanker ovarium
3.
Untuk
mengetahui treatment disease pada kanker
ovarium
4.
Untuk
mengetahui pengobatan kanker ovarium
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Kanker Ovarium
Kanker ovarium (indung telur) adalah tumor ganas
pada ovarium yang salah satu penyebarannya melalui pembuluh darah ke hati
(liver) dan paru-paru (Kuswardani et
al,2011).
Patofisiologi
kanker ovarium
Penyebab
kanker ovarium masih belum diketahui secara pasti, (Ari, 2008). Namun teori
yang banyak dianut adalah teori Fathalla yang menyatakan bahwa diperkirakan
pada saat terjadi ovulasi, terjadi kerusakan pada sel-sel epitel ovarium. Untuk
penyembuhan luka yang sempurna diperlukan waktu. Jika sebelum penyembuhan
tercapai terjadi lagi ovulasi atau trauma baru, proses penyembuhan akan terganggu
sehingga dapat menimbulkan proses transformasi menjadi sel-sel tumor (Busmar,
2006:469).
Gejala kanker ovarium
Pada stadium dini gejala-gejala
kanker ovarium tidak khas, lebih dari 70% penderita kanker ovarium sudah dalam
stadium lanjut. (Busmar, 2006:474).
Gejala kanker ovarium yang sering
ditemukan : Nyeri perut (50,8%), Perut buncit (49,5%), Gangguan fungsi saluran
cerna (21,6%), Berat badan turun secara nyata (17,5%), Perdarahan pervaginam
yang tidak normal (17,1%), Gangguan saluran kencing (16,4%), Rasa tertekan pada
rongga panggul (5,0%), Nyeri punggung (4,9%), Penderita bisa meraba sendiri
tumor di bagian bawah perut (2,8%) (Yatim, 2008:32).
Penentuan stadium
Penentuan stadium merupakan landasan
kokoh dalam menetapkan strategi penatalaksanaan kanker ovarium. Pada tahun 1986
FIGO merevisi pembagian stadium dengan menambahkan factor kelenjar getah bening
dan besarnya residual tumor dalam pembagian stadium.
a. Stadium I : pertumbuhan terbatas pada ovarium
-
Ia.
: pertumbuhan terbatas pada satu ovarium; tidak pada asites.Tidak ada tumor
pada permukaan luas.
-
Ib.
: pertumbuhan terbatas pada 2 ovarium; tidak ada asites. Tidak ada tumor pada
permukaan luar; kapsul utuh .
-
Ic.
: tumor stadium Ia dan Ib tetapi ada tumor pada permukaan luar pada satu atau
kedua ovarium; atau dengan kapsul pecah; atau ada asites dengan sel-sel ganas
atau dengan sitology bilasan peritoneum positif.
b. Stadium II : pertumbuhan mengenai 1 atau 2 ovarium dengan perluasan ke pelvis.
-
IIa :
perluasan dan atau metastasis ke uterus dan atau tuba
-
IIb :
perluasan kejaringan pelvis lainnya
-
IIc :
tumor stadium IIa dan IIb tetapi dengan tumor pada permukaan satu atau kedua
tumor; atau dengan kapsul (kapsul-kapsul) utuh; atau dengan asites mengandung
sel ganas atau dengan sitology bilasan peritoneum positif.
c. Stadium III : tumor mengenai satu
atau kedua ovarium dengan pertumbuhan di peritoneum di luar pelvis dan atau KGB
retroperitoneal dan inguinal positif. Metastasis superfisial di pelvis minor,
tetapi secara histologi.
-
IIIa : tumor secara makroskopis terbatas pada
pelvis minor dengan kelenjar getah bening negative tetapi dengan pertumbuhan
mikroskopik ke permukaan peritoneum abdominalis yang diperkuat secara
histologic.
-
IIIb : tumor pada satu atau kedua ovarium dengan
pertumbuhan pada permukaan peritoneum abdominalis yang terbukti secara
histologic, diameter tidak melebihi 2 cm. kelenjar getah bening negative.
-
IIIc : pertumbuhan abdominal dengan diameter 2 cm
dan atau kelenjar getah bening retroperitonel atau inguinal positif.
d. Stadium IV : pertumbuhan mengenai
satu atau kedua ovarium dengan metastasis jauh. Kalau efusi pleura ada dan
sitologinya positif maka di masukkan stadium IV. Metastasis ke parenkim hepar
sama dengan stadium IV (Sjamsuddin,1992).
B. Kasus
Kanker Ovarium
Seorang
wanita yang
bernama Ibu Ina, 55 tahun masuk
Rumah Sakit dengan keluhan rasa tak nyaman dan
kembung di bagian perutnya. Dia didiagnosis Ca Ovarium 10 bulan yang lalu dan telah menjalani
kemoterapi dengan Cisplatin / Cylophospamide sampai siklus ke 6. Selain itu
juga diberi Ferrous sulfate 325mg PO TID.
Sebelumnya Ibu Ina telah menjalani kemoterapi dengan
menggunakan cysplatin dan cyclophospamid selama 6 siklus (1 siklus selama 3-4
minggu). Pada GU ditemukan menurunnya mobilitas uterus dengan tumor di bagian
tengah selain itu pada abdomen mengembung dengan ascites dan gas. Ibu Ina juga
punya riwayat merokok, minum alkohol, dan melakukan seks bebas. Diduga penyebab
utama terjadinya kanker ovarium itu karena seks bebas (seks bebas dapat
menginduksi terjadinya kanker ovarium dan kanker serviks) selain itu diinduksi
juga karena pola hidup yang tidak sehat (merokok dan minum alkohol).
Untuk penanganan pada kasus ini, Ibu Ina membutuhkan
adanya pembedahan karena masih dalam stage ! dimana kanker yang terjadi masih
pada epitelial ovarium dan belum mengalami penyebaran (metastase), sehingga
akan lebih baik bila dilakukan pembedahan. Setelah pembedahan, pasien tetap diberikan terapi, yaitu dengan
khemoterapi dengan menggunakan kombinasi cysplatin dan paclitaxcel. Kedua obat
tersebut merupakan terapi platinum untuk mengatasi kanker ovarium.
Selain pemberian obat kanker pasien juga perlu diberi
suplemen (sangobion) untuk mengatasi rendahnya hemoglobin. Penurunan hemoglobin
ini dikarenakan pasien kanker biasanya mengalami anemia sebagai salah satu
manifetasi dari terjadinya kanker. Hal lain yang
perlu diperhatikan adalah cisplatin menyebabkan mual muntah. Pada kasus ini,
tidak diberikan obat-obatan anti emetik, karena sebelum pemberian terapi
sudah diberikan Ranitidine, Dexametason,
Difenhidramin sebagai terapi premedikasi sebelum pemberian cisplatin yang
berfungsi untuk mencegah nausea and vomiting. Selain itu, Cisplatin memiliki
efek samping menyebabkan gangguan ginjal, untuk mencegah dan mendeteksi secara
dini dapat dilakukan monitoring fungsi ginjal yang digambarkan salah satunya
melalui GFR. Saat pasien mengalami gangguan ginjal maka akan terjadi penurunan
GFR jika hal ini terjadi pada ibu Ina maka perlu dilakukan adjusment dosis.
C.
Treatment
Disease
1. Stadium
I
a.) Stadium IA dan IB
Pembedahan :
o
Ooforektomi
+ reseksi tumor
o
Histerektomi
+ salpingoooforektomi bilateral + omentektomi
b.)
Stadium
IC
·
Pembedahan
:
o
Ooforektomi
+ reseksi tumor
o
Histerektomi
+ salpingoooforektomi bilateral + omentektomi
·
Terapi
radiasi : radoisotop intraperitoneal
·
Kemoterapi
: kombinasi Cis platinum dan endoxan
2.
Stadium II
·
Pembedahan
o
Ooforektomi
+ reseksi tumor
o
Histerektomi
+ salpingoooforektomi bilateral + omentektomi, eksisi,adhesi, biopsi diagfragma
dan pelvis
·
Terapi
radiasi defenitif pada seluruh abdomen/pelvis
·
Kemoterapi
3. Stadium
III
·
Pembedahan
: sitoreduktif
·
Terapi
radiasi paliatif
·
Kemoterapi
4. Stadium
IV
·
Pembedahan
: debulking
·
Terapi
radiasi paliatif
·
Kemoterapi (Busmar, 2006).
D.
Pengobatan Kanker Ovarium
1. Operasi
Pembedahan primer
Sebagaimana telah
diterangkan sebelumnya pembedahan pada kanker ovarium bertujuan untuk
diagnosis, penetapan stadium (perluasan penyakit) dan pengangkatan tumor. Pada
pembedahan, uterus diangkat karena dapat terkena akibat penjalaran secara
langsung, melalui getah bening secara retrograd melalui tuba, disamping pada
endometrium dapat juga tumbuh kanker primer. Oleh karena insiden terkenanya ovarium
sisi lain cukup besar, maka perlu juga mengangkat kedua adneksa. Bahkan kalau
ovarium dan tuba sisi lainnya terlihat normal, tidak dianjurkan untuk
meninggalkannya, kecuali pada keadaan tertentu(Sjamsuddin,1992).
Bagi tumor-tumor yang
telah menyebar keluar dari ovarium tersebut, tindakan
pembedahan mulanya adalah dalam bentuk sitoreduktif dimana tumor yang tidak
dapat disembuhkan melaui pembedahan dikeluarkan sebagian untuk mempertinggi
kemampuan terapi lanjutan. Tujuan dari pembedahan sitoreduktif atau debulking adalah mengangkat bila mungkin
uterus, kedua adneksa, ometum dan memperkecil massa tumor di rongga abdomen.
Adapun alasan utama yang mendorong melakukan pembedahan sitoreduktif untuk
mengurangi besarnya tumor adalah untuk membuat tumor tersebut peka terhadap
terapi lanjutan yakni kemoterapi. Pada kanker stadium lanjut sering dijumpai
anatomi pelvis sukar dikenal karena tertutupi massa tumor. Pada keadaan
demikian maka pengangkatan tumor dilakukan secara retroperitoneal. Ruang retroperitoneal
bilateral dibuka dengan memotong peritoneum parietal latero-posterior dari vena
iliaka eksterna. Kedua ureter diidentifikasi ketika melewati bifurkasio arteri
iliaka komunis. Kemudian kedua ligamentum infudibupolopelvikum dipotong dan
diikat untuk mengurangi pendarahan. Pengangkatan tumor di daerah pelvis
dipermudah dengan meneruskan insisi peritoneum ke depan sampai bertemu di atas
kandung kencing, sedangkan insisi peritoneum dibelakang bertemu didepan rektum
dan sakrum. Peritoneum yang telah terkena biasanya dapat di reseksi dari otot
kandung kencing dan rektum. Setelah arteri uterina di ikat dilakukan
histerektomi total atau subtotal sebagai kalanjutan pengangkatan massa tumor.
Histeroktomi subtotal lebih dianjurkan bila kavum douglasi penuh massa tumor, untuk menghindari kemungkinan
pertumbuhan tumor kelak pada tunggul vagina. Bila tumor telah menyerang rektum,
kolon sigmoid atau mesenterium sigmoid, perlu dilakukan reseksi anterior rendah
dari kolon. Kelenjar getah bening pelvik dan paraaorta yang membesar diangkat,
kemudian dilakukan reperitonisasi pelvik; bila hal ini tidak mungkin maka kolon
sigmoid dan sektum sapat digunakan untuk membantu menutup pelvis. Perhatian
kemudian dialihkan ke rongga abdomen bagian atas, bila tidak ada keterlibatan
yang mencolok dari omentum maka cukup dilakukan omentektomi infrakolika, tetapi
bila ditemukan omental cake maka dilakukan omentektomi total. Reseksi terbatas
pada usus kecil dapat dilakukan bila didapatkan massa tumor pada masenterium
atau telah ditemukan infiltrasi keluar batas serosa. Karena ileus merupakan
komplikasi yang sering dijumpai, maka pemasangan gastrostony tube akan sangat membantu kenyamanan pasien pasca
bedah. Bila kandung kencing terkena infiltrasi tumor, dilakukan sistektomia
partialis. Bila bagian distal ureter yang terkena, dilakukan reseksi ureter
distal dan selanjuttnya dilakukan pembedahan rekonstruksi traktus urinarius
(ureterosistostomik atau transureterkutaneustomi) . setelah dilakukan reseksi
tumor , rongga peritonium dicuci dengan NaCl san dinding abdomen ditutup dengan
jahitan Smead-Jones. Pemasanagn drain sebaiknya dihindari, tetapi bila dianggap
menguntungkan dapat digunakan yang berukuran 10mm. Adalah penting bahwa ahli
bedah dengan teliti mencatat tempat dan ukuran dari semua nodul tumor yang
tertinggal setelah selesai pembedahan (Sjamsuddin,1992).
Pembedahan
sitoreduktif dinyatakan optimal bila diameter terbesar sisa tumor kerang dari 1
cm. Angka ketahanan hidup 5 tahun di dapatkan sebanyak 30% bila diameter sisa tumor kurang
dari 1 cm,
dibandingkan 2%
bila diameter sisa tumor lebih dari 1cm (Sjamsuddin,1992).
Pembedahan sekunder
Pembedahan
sekunder terbagi atas 2 yakni:
1.
Pembedahan primer ulang. Dilakukan bila
pembedahan pertama kurang adekuat, baik dalam penentuan stadium maupun
pengangkatan massa tumor yang kurang optimal. Atau bila tumor dinyatakan
operabel setelah pemberian kemoterapi.
2.
Pembedahan sekunder setelah pemberian
kemoterapi (second-look laparotomy).
Dilakukan apabila pemberian kemoterapi tampak memberikan hasil yang memuaskan
secara klinik , tetapi masih diragukan apakah tumor/sisa tumor telah
benar-benar dapat dihilangkan. Hal ini dilakukan karena cara-cara non-invasi
yang tersedian saat ini belum mampu mendeteksi sisa-sisa tumor yang kecil di
rongga abdomen.prosedur pembedahan ini sama dengan pembedahan primer (Sjamsuddin,1992).
2. Kemoterapi
Evolusi
kemoterapi pada kanker ovarium stadium lanjut selama lebih dari 30 tahun
semakin bermanfaat. Kanker ovarium adalah satu tumor maligna solid pertama yang
menunjukkan respon terhadap kemoterapi. Efektifitas berbagai kemoterapi telah
ditunjukkan dalam bentuk angka respon (biasanya respon komplit atau parsial),
angka second-look negatif, dan median survival. Semua ukuran hasil akhir
tersebut adalah subyek error dan walaupun yang paling reliable adalah median progression-free
survival dan median overall survival.
o Docetaxel
Mekanisme Aksi : Merupakan
racun spindle ® mencegah penggabungan
tubulus dengan monomer tubulin. Kontra
Indikasi : Hipersensitifitas berat terhadap Docetaxel atau Polisorbat
80, jumlah neutrofil kurang dari 1500 sel/mm³ kerusakan hati berat, hamil &
menyusui. Efek Samping : Neurotoksik dan depresi sutul.
Mekanisme Aksi : Merupakan racun spindle ® mencegah
penggabungan tubulus dengan monomer tubulin. Kontra Indikasi : Neutropenia ( kurang lebih 1500 sel per mm³ ),
Hamil dan laktasi. Efek Samping : netropenia,
trombositopenia, neuropati perifer, dan reaksi hipersensitif (selama infuse).
o Cyclophosphamide
Mekanisme Aksi: merilis
acrolein (penyebab haemorrhagic cystitis) ® dijerat oleh mercaptoethanesulfonate (mesna) ® insidens menurun.
Kontra Indikasi: Hipersensitif
dan haemorrhagic cystitis (radang kandung kemih. Kelainan tulang belakang.
Kehamilan & menyusui. Efek
Samping: gangguan GIT, mielosupresi, alopecia, disfungsi jantung, toksisitas
pulmoner, sindroma gangguan sekresi ADH.
o Cisplatin
Mekanisme Aksi : Cisplatin
bekerja sebagai anti kanker dengan cara menempelkan diri pada DNA
(deoxyribonucleic acid) sel kanker dan mencegah pertumbuhannya. Kontra Indikasi
: Hipersensitif terhadap cisplatin dan komponen
platinum lain, kehamilan, menyususi, adanya depresi sumsum tulang yang berat,
gangguan fungsi ginjal, dan sistem hematopieti. Efek Samping : gangguan GIT, hematotoksik ringan, neurotoksik (neuritis
perifer, kerusakan saraf akustik).
3. Radioterapi
Teknik
terapi radiasi mencakup instilasi kromium fosfat radioaktif ke intraperitoneal
dan radiasi external-beam ke abdomen dan pelvis. Pasien dengan karsinoma
epithelial ovarium yang dipilih untuk mendapat irradiasi pasca operasi harus
mendapat terapi pada seluruh abdomen dan juga radiasi padapelvis. Lapangan
terapi yang luas ini didasarkan pada analisis terhadap kekambuhan pasca
irradiasi pada tumor stadiumI dan II, yang menunjukkan bahwa sebagian besar
kekambuhan atau rekurensi terjadi diluar pelvis. Tidak ada penutup pada pelvis,
dan sel-sel maligna akan meluruh dari tumor ovarium primer dan bersirkulasi
melalui seluruh rongga abdomen. Penyebaran limfatik juga mungkin terjadi (Gondo).
Dua
teknik terapi radiasi yang berbeda telah digunakan untuk irradiasi abdomen.
Biasanya digunakan portal yang besar, dengan dosis 2500-3000 cGy diberikan
selama 4-5 minggu ke seluruh abdomen. Ginjal dan kemungkinan lobus kanan hepar
dilindungi untuk membatasi dosis hingga 2000-25000 cGy. Biasanya prosedur ini
menyebabkan mual dan muntah, dan terapi biasanya terganggu (Gondo). Terapi
radiasi sebagai terapi lini kedua pada pasien dengan kemoterapi persisten atau
kanker oarium rekuren semakin banyak pendukungnya. Seperti yang telah
disebutkan sebelumnya, terapi radiasi sebagai bagian dari terapi inisial telah
ditinggalkan dan lebih dipilih kemoterapi. Yang mendorong ketertarikan kembali
pada terapi radiasi lini kedua adalah bahwa kemoterapi lini kedua tidak bermanfaat.
Cmelak dan Kapp melaporkan, pengalamannya dengan 41 pasien yang gagal merespon
kemoterapi (Gondo).
4. Monoclonal
antibody
Terapi
antibodi monoklonal merupakan bentuk pasif dari imunoterapi, karena antibodi
dibuat dalam kuantitas besar di luar tubuh (di laboratorium). Jadi terapi ini
tidak membutuhkan sistem imun pasien untuk bersikap aktif melawan kanker.
Antibodi
diproduksi secara masal dalam laboratorium dengan menggabungkan sel myeloma
(tipe kanker sumsum tulang) dari sel B mencit yang menghasilkan antibodi
spesifik. Sel hasil penggabungan ini disebut hybridoma. Kombinasi sel B yang bisa mengenali antigen
khusus dan sel myeloma yang hidup akan membuat sel hibridoma menjadi semacam
pabrik produksi antibodi yang tidak ada habisnya. Karena semua antibodi yang
dihasilkan identik, berasal dari satu (mono) sel hibridoma, mereka disebut
antibodi monoklonal (kadang disingkat MoAbs atau MAbs).
Ilmuwan
bisa membuat antibodi monoklonal yang mampu bereaksi dengan antigen spesifik
berbagai jenis sel kanker. Dengan ditemukannya lebih banyak lagi antigen
kanker, berarti akan semakin banyak antibodi monoklonal yang bisa digunakan
untuk terapi berbagai jenis kanker. Uji
klinis terapi dengan antibodi monoklonal kini mengalami kemajuan pada hampir
semua jenis kanker (http://www.majalah-farmacia .com/rubri k/one_news_print.a
sp?IDNews =282 ).
Pada
kanker ovarium dapat digunakan monoklonal (OV632) untuk
mendeteksi ovarium Antigen Karsinoma pada sampel manusia. monoklonal (OV632) telah berhasil digunakan dalam imunohistokimia (beku) aplikasi.
Anti-ovarium Carcinoma
Antigen Antibodi monoklonal
(OV632) imunogen adalah
dari cairan kista dari kistadenokarsinoma serous( http://www.theantibodyshop.com/primary_antibody/anti-ovarian-carcinoma-antigen-monoclonal-antibody-ov632
).
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Adapun
kesimpulan pada makalah ini yaitu:
1.
Kanker ovarium (indung telur) adalah
tumor ganas pada ovarium yang salah satu penyebarannya melalui pembuluh darah
ke hati (liver) dan paru-paru
2. Seorang wanita yang bernama Ibu Ina, 55 tahun masuk Rumah Sakit dengan keluhan rasa tak nyaman dan
kembung di bagian perutnya. Dia didiagnosis Ca Ovarium 10 bulan yang lalu dan telah menjalani
kemoterapi dengan Cisplatin / Cylophospamide sampai siklus ke 6. Selain itu
juga diberi Ferrous sulfate 325mg PO TID.
3.
Treatment
disease pada kanker ovarium disesuaikan
dengan stadium kanker ovarium yang diderita.
4.
Pengobatan
kanker ovarum dapat dilakukan dengan cara operasi, kemoterapi, radioterapi dan
monoclonal antibody.
DAFTAR PUSTAKA
Benedet JL, Hacker NF, Ngan HYS. Staging classification and
clinical practice guidelines of gynaecologic cancers. FIGO Committee on
Gynecologic Oncology and IGCS Guidelines. 2nd ed. Elsevier; 2003.
p.92–114.
Stirrat GM, Mills MS,
Draycott TJ. Ovarian neoplasma. In: Obstetrics and gynaecology. British:
Churchill Livingstone; 2003. p.308–17.
Aziz MF, Andrijono, Saifuddin AB. Buku acuan nasional
onkologi ginekologi. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2006.
Widayati
P, Agus A, Wening L,. 2009. Produksi
Kit Immunoradiometricassay (Irma) Ca-125 Untuk Deteksi Dini Kanker
Ovarium. “Jurnal Ilmu Kefarmasian”. Vol. 7, No. 2 Issn 1693-1831. Pusat Radioisotop Radiofarmaka (Prr)-Batan.
Tangerang.
Busmar, Boy,
2006, Kanker ovarium dalam Aziz, M.
Farid, dkk., Buku Acuan Nasional Onkologi
Ginekologi, Cetakan I. Yayasan Bina Pustaka Sarwono. Jakarta.
Sjamsuddin
S,.1992. manajemen pembedahan pada kanker ovarium.” Majalah kedokteran”. Vol.
42 No. 12. Fakultas kedokteran UI : Jakarta.
Yatim,
Faisal, 2008, Penyakit Kandungan, Edisi II. Pustaka Popouler
Obor. Jakarta.
SUMBER INTERNET
Diakses 10
Desember 2012.
Diakses 10
Desember 2012
http://www.majalah-farmacia
.com/rubri k/one_news_print.a sp?IDNews =282
Tidak ada komentar:
Posting Komentar