Powered By Blogger

Total Tayangan Halaman

Senin, 02 Juni 2014

Corynebacterium diphtheriae

Corynebacterium diphtheriae

 Difteria  merupakan   infeksi  akut  yang  disebabkan  oleh  Corynebacterium
diphtheriae.  Lesi  primer  biasanya  terdapat  pada  tenggorokan  atau  nasofaring  dan
dicirikan  dengan  adanya  penyebaran  pertumbuhan  pseudomembranosa  keabu-abuan.
Bakteri  berbiak  pada  tempat  tersebut,  dan  mengeluarkan  eksotoksin  yang  dibawa  oleh
darah ke berbagai jaringan tubuh, menyebabkan hemoragik dan kerusakan nekrotik pada
berbagai  organ.  Strain  C.  diphtheriae  toxigenik  dan nontoxigenik   dapat  menyebabkan
penyakit, hanya strain yang menghasilkan toksin yang menyebabkan manifestasi sistemik
yang sering berhubungan dengan penyakit yang berat atau mematikan.
 C. diphtheriae merupakan bakteri bentuk batang ramping, gram-positif, yang tidak
tahan-asam  dan  tidak  membentuk  spora.  Sel  berukuran 0,5-1,0  (m.  Pada  apusan
pewarnaan,  terlihat  sebagai  sel  tunggal,  atau  palisade  (pagar)  dan  satu  dengan  yang
lainnya  membentuk  formasi  sudut  V  atau  L.  Formasi  mirip-huruf  Cina  ini  disebabkan
oleh  "snapping"  pergerakan  yang  dilibatkan  ketika  dua  sel  membelah.  Bentuk  C.
diphtheriae secara umum berupa batang ketika tumbuhpada media nutrisi yang lengkap.
 C. diphtheriae merupakan bakteri aerobik dan anaerobik fakultatif, tetapi tumbuh
baik  dalam  keadaan  aerobik.  Untuk  isolasi  primer  dan  karakterisasi  dibutuhkan  media
lengkap. Sebagian besar strain tumbuh sebagai waxy  pellicle (membran tipis bergelatin)
pada  permukaan  media  cair.  Pada  media  serum  Loffler,  setelah  inkubasi  selama  12-24
jam dengan suhu 37oC, koloni terlihat putih keabu-abuan bercahaya, berukuran kecil.

A. Penentu Patogenisitas

a.  Invasiveness.
Invasiveness  merupakan  faktor  selain  toksin  yang  diperlukan  untuk
membantu keberadaan patogen ini pada manusia, karena strain C. diphtheriae toxigenik
dan  nontoxigenik  mampu  berkolonisasi  pada  membran  mukosa.  Hubungan  yang  tepat
faktor tersebut dalam patogenesis penyakit, digambarkan sebagai keadaan sakit. Sebagai
tambahan,  antigen  K  permukaan  ,bakteri  ini  mengandung  cord  factor  yang  dianggap
sebagai  tambahan  virulensi.  Cord  factor  merupakan  glikolipid  toksik,  diester  6-6'
trehalosa  yang  mengandung  asam  mikolat  ciri  C.  diphtheriae,  asam  corynemikolat
(C32H62O3),  dan  asam  corynemykolenat  (C32H64O3).  Aktivitas  farmakologik  cord
factor  C.  diphtheriae  serupa  dengan  cord  factor  M.  tuberculosis.  Pada  mencit,
menyebabkan  kerusakan  mitokondria,  penurunan  respirasi  dan  fosforilasii  dan
menyebabkan kematian.
 Faktor  lain  yang  mendukung  kemampuan  invasif  C.  diphtheriae  yaitu
neuraminidase dan liase N-asetilneuraminat.Melalui pemecahan asam N-asetilneuraminat
yang  diuraikan  dari  lingkungan  berlendirnya,  enzim  ini  dapat  menyediakan  sumber
energi untuk bakteri selama menempati membran mukosa.
b. Exotoxin. 
Pada difteria, produksi toksin oleh C.diphtheriae merupakan faktor penentu
biokimia  utama  dalam  menentukan  patogenesis  infeksi dan  penting  untuk  semua  efek
sistemik patologik.
Produksi  toksin  dan  Lisogeni.  Toksin  hanya  dihasilkan  oleh  C.  diphtheriae  yang
terinfeksi oleg bakteriofaga temperat yang membawa  struktur gen untuk produksi toksin.
Strain nontoxigenik dapat berubah menjadi lisogenik, keadaan toksigenik melalui infeksi
dengan  corynefaga  tox+.  Perubahan  ke  arah  toksigenitas,  tidak  mutlak  sebagai  sifat
corynefaga.  Meskipun  sebagian  besar  penelitian  menunjukkan  bahwa  produksi  toksin
disebabkan  oleh  corynefaga  (,  tapi  pada  sejumlah  corynefaga  yang  berbeda  secara
serologik dan genetiik juga terdapat gen tox.
 Produksi toksin oleh strain lisogenik tidak membutuhkan pertumbuhan litik faga.
Gen  tox  dapat  diekspresikan  ketika  corynebakteriofaga  (  terdapat  pada  C.  diphtheriae
sebagai  faga  yang  berreplikasi  secara  vegetatif,  sebagai  profaga,  atau  sebagai  suatu
superinfeksi, nonreplicating exogenote dalam sel lisogenik imun. Dalam keadaan normal,
pada  nasofaring  manusia,  gen  tox  mempunyai  nilai  daya  tahan  hidup  untuk  faga  dan
C. diphtheriae.
 Produksi  toksin  dibantu  oleh  kondisi  pertumbuhan, khususnya  besi  anorganik
dalam  medium.  Toksin  difetria  dihasilkan  pada  tingkat  maksimum  hanya  selama  fase
menurun dari siklus pertumbuhan bakteri, ketika besi menjadi substrat pembatas.

B. Epidemiologi
 Difteria  menyebar  luas  di  seluruh  dunia,  tetapi  saat  ini  di  Amerika  Serikat  dan
Eropa  Barat  hampir  tidak  terdapat.  Pada  beberapa  negara  berkembang,  dimana  bayi
terimunisasi  kurang  dari  10%,  diperkirakan  hampr  1  juta  kematian  disebabkan  oleh
difteria.
 Inang alami C. diphtheriae hanya manusia jadi merupakan reservoir infeksi yang
nyata. Carrier tanpa-gejala dan orang dengan tahap inkubasi penyakit merupakan sumber
utama infeksi. Habitat primer C. diphtheriae pada saluran pernafasan atas, dari tempat ini
bakteri   ditularkan  dari  orang-ke-orang,  baik  secara  langsung  maupun  tidak  langsung.
Penularan  melalui  droplet  infeksi  merupakan  mekanisme  utama  transfer  pada  penyakit
pernafasan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar