BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Obat adalah bahan atau
zat yang berasal dari tumbuhan, hewan,mineral maupun zat kimia tertentu yang
dapat digunakan untuk mengurangi rasa sakit, memperlambat proses penyakit dan
atau menyembuhkan penyakit. Obat ada yang bersifat tradisional seperti jamu,
obat herbal dan ada yang telah melalui proses kimiawi atau fisika tertentu
serta telah di uji khasiatnya. Obat harus sesuai dosis agar efek terapi atau
khasiatnya bisa kita dapatkan.
Di
dalam tubuh obat mengalami berbagai macam proses hingga akhirnya obat dikeluarkan
lagi dari tubuh. Proses-proses tersebut meliputi, absorpsi, distribusi,
metabolisme (biotransformasi), dan eliminasi, atau biasa dikenal dengan ADME. Absorpsi
merupakan proses penyerapan obat dari tempat pemberian, menyangkut kelengkapan
dan kecepatan proses. Setelah diabsorpsi obat akan didistribusi keseluruh tubuh
melalui sirkulasi darah, karena selain tergantung dari aliran darah, distribusi
obat juga ditentukan oleh sifat fisikokimianya (Putradewa, 2010).
Obat
dikeluarkan dari tubuh melalui berbagai organ ekskresi dalam bentuk metabolit
hasil biotransformasi atau dalam bentuk asalnya. Ginjal merupakan organ
ekskresi yang terpenting dan ekskresi disini merupakan resultan dari 3 proses,
yaitu filtrasi di glomerulus, sekresi aktif di tubuli proksimal, dan reabsorpsi
pasif di tubuli proksimal dan distal (Neal, 2005).
Dalam
menentukan dosis obat suatu individu, seringkali perhatian khusus perlu
diberikan, sehubungan dengan kemampuan tubuh individu untuk mengeliminasi obat
yang diberikan. Ini dapat dijumpai misalnya pada individu dengan usia lanjut, bayi,
kelainan fungsi alat-alat eliminasi, atau karena terjadi interaksi dengan obat
lain sehingga eliminasinya terhambat. Untuk mengetahui kemampuan tubuh
mengeliminasi obat tertentu, pengukuran parameter-parameter kinetika eliminasi merupakan
metoda yang telah banyak dikenal dan dipergunakan. Pengukuran parameter-
parameter ini meliputi kecepatan eliminasi (kel), waktu paro
biologik (t1/2), dan klirens tubuh total (Cl) yang memerlukan
pengambilan sampel darah secara berkala selama waktu tertentu (Suryawati,
1985).
Tentu
saja ini merupakan metode yang rumit dan kurang menyenangkan bagi pasien. Untuk
obat-obat tertentu, terutama yang mengalami eliminasi dengan cara ekskresi
melalui ginjal, dengan mengukur nilai klirens ginjal kita telah mendapatkan
gambaran kemampuan tubuh untuk mengeliminasi obat tersebut. Ini berdasarkan
asumsi bahwa klirens total sama dengan klirens ginjal ditambah klirens selain
ginjal. Apabila ekskresi ginjal merupakan cara eliminasi utama untuk suatu
obat, maka dapat diasumsikan klirens total sama dengan klirens ginjal. Dalam
makalah ini akan dibahas lebih lanjut mengenai klirens ginjal.
B.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas,
rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut.
1.
Bagaimana kondisi
anatomi dan fisiologi ginjal?
2. Apa
yang dimaksud dengan klirens obat?
3. Apa
yang dimaksud klirens ginjal?
4. Bagaimana
mekanisme klirens ginjal?
C.
Tujuan
Tujuan penulisan
makalah ini adalah sebagai berikut.
1. Untuk
mengetahui kondisi anatomi dan fisiologi ginjal.
2. Untuk
mengetahui tentang klirens obat.
3. Untuk
mengatahui tentang klirens ginjal.
4. Untuk
mengetahui mekanisme klirens ginjal.
D.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Ginjal
Ginjal merupakan organ yang
berbentuk seperti kacang, terletak retroperitoneal, di kedua sisi kolumna
vertebralis daerah lumbal. Ginjal kanan sedikit lebih rendah dibandingkan
dengan ginjal kiri karena tertekan ke bawah oleh hati. Kutub atasnya terletak
setinggi kosta 12, sedangkan kutub atas ginjal kiri terletak setinggi kosta 11. Panjang ginjal pada orang dewasa
sekitar 6,75 cm, tebal 1,5-2,5 cm dan berat sekitar 140 gram.
Setiap ginjal terdiri dari 600.000 nefron. Nefron struktur halus ginjal terdiri
atas banyak nefron yang merupakan satuan fungsional ginjal, jumlahnya sekitar
1.000.000 pada setiap ginjal. Setiap nefron dimulai sebagai berkas kapiler
(badan malphigi atau glomerulus) yang tertanam dalam ujung atas yang lebar pada
urinefrus atau nefron. Nefron terdiri atas glomerulus
dengan sebuah kapiler yang berfungsi sebagai filter. Penyaringan terjadi di
dalam sel-sel epitelial yang menghubungkan setiap glomerulus (Tobing, 2010).
Ginjal merupakan organ terpenting
dari tubuh manusia maka dari itu ginjal mempunyai beberapa fungsi seperti :
mengatur keseimbangan cairan tubuh dan elektrolit dan asam basa dengan cara
menyaring darah yang melalui ginjal, reabsorpsi selektif air, elektrolit dan
non elektrolit, serta mengekskresikan kelebihannya sebagai kemih. Ginjal juga
mengeluarkan sampah metabolisme (seperti urea, kreatinin, dan asam urat) dan
zat kimia asing. Akhirnya selain regulasi dan ekskresi, ginjal juga mensekresi
renin yang penting untuk mengatur tekanan darah, juga bentuk aktif vitamin D
yaitu penting untuk mengatur kalsium, serta eritropoeitin yang penting untuk
sintesis darah (Yusri, 2011).
B.
Klirens
Obat
Klirens obat adalah suatu ukuran
eliminasi obat dari tubuh tanpa mempermasalahkan mekanisme prosesnya. Umumnya,
jaringan tubuh atau organ dianggap sebagai suatu kompartemen cairan dengan
volume terbatas (volume distribusi) dimana obat terlarut di dalamnya. Dari
konsep ini, klirens diartikan sebagai volume cairan (yang mengandung obat) yang
dibersihkan dari obat per satuan waktu. Sebagai contoh, jika klirens penisislin
15 ml/menit pada seorang penderita dengan volume distribusi (Vd) 12 liter, maka
15 ml dari 12 liter dibersihkan dari obat per menit.
dDu/dt
adalah laju eliminasi obat. Persamaan di atasmenunjukkan bahwa laju eliminasi
obat berbanding langsung dengan konsentrasi obat dalam plasma (Cp). Harga
klirens konstan untuk berbagai konsentrasi obat dalam plasma. Hal ini berlaku
selama laju eliminasi obat merupakan suatu proses orde kesatu.
Dengan menggunakan contoh penisislin,
dianggap bahwa konsentrasinya dalam plasma 10 dan 15 dari 12 liter (volume distribusi)
dibersihkan per menit. Jadi, laju pembersihan obat =
15ml/menit x 10 = 150 .
Jadi, 150 penisislin dieliminasi setiap menit dari tubuh
ketika konsentrasi plasma 10 .
Oleh karena itu, klirens dapat digunakan untuk memperkirakan laju eliminasi
obat pada berbagai konsentrasi.
Contoh tadi memberi suatu cara untuk
menghitung klirens. Dianggap laju eliminasi penisilin adalah 150
,
yang diukur dengan ekskresi urin dan konsentrasi penisilin dalam plasma saat
ini 10 .
Klirens penisilin dapat dihitung : Clpenisislin = 150mg/menit : 10
mg/ml = 15 ml/menit.
Klirens tubuh total adalah jumlah total
dari seluruh jalur klirens dalam tubuh, termasuk klirens obat lewat ginjal
(klirens ginjal) dan klirens hepar (klirens hepatik). Klirens dapat dinyatakan
per kilogram berat badan sama dengan metode yang digunakan untuk menyatakan
volume distribusi dengan dasar berat badan, karena kedua parameter
farmakokinetik ini tetap dalam kondisi normal (Shargel dan Yu, 2005).
C.
Klirens
Ginjal
Klirens
ginjal suatu obat didefinisikan sebagai volume darah yang dapat dibersihkan
dari obat tersebut oleh ginjal per satuan
waktu, sehingga sebenarnya nilai klirens ginjal ini merupakan suatu ukuran yang
menggambarkan kemampuan ginjal untuk membersihkan obat dari tubuh. Secara lebih
sederhana klirens ginjal dapat didefinisikan, dalam hubungannya dengan
pembuangan obat melalui ginjal, sebagai hasil dari kecepatan aliran darah
ginjal (Qr) dan extraction ratioginjal (Er). Clr = Qr x Er (volume/unit waktu),
sedangkan Er adalah selisih kadar obat dalam plasma arteri dan vena per kadar obat
dalam plasma arteri.
Dapat
dikatakan pula, sebenarnya nilai klirens ginjal tersebut merupakan tetapan yang
menggambarkan hubungan antara kecepatan ekskresi obat pada waktu t (=dAe/dt)
dengan konsentrasi obat dalam plasma pada waktu t (=C) atau dirumuskan sebagai
berikut.
Perlu
diperhatikan bahwa sebenarnya klirens ginjal merupakan hasil dari proses-proses
filtrasi glomeruler dan sekresi maupun reabsorpsi di sepanjang tubuli renis.
Banyak manfaat yang dapat diambil dari
pengukuran kadar obat dalam urin. Keterbatasan kemampuan ekskresi ginjal suatu
obat misalnya, dapat diketahui dari nilai klirens ginjal yang terukur setelah
pemberian dosis bertingkat. Manfaat yang sangat besar dalam hubungannya dengan
terapi obat itu untuk mengetahui kemampuan tubuh mengeliminasi obat yang
diberikan bila obat tersebut dieliminasi terutama dengan ekskresi ginjal. Untuk
obat-obat ini, perubahan kemampuan ekskresi ginjal akan memberikan akibat yang
nyata pada efek farmakologiknya. Selain itu, pengukuran klirens ginjal juga bermanfaat
untuk kepentingan monitoring terapi obat, terutama pada keadaan-keadaan dimana
overdosis perlu dicurigai. Selain itu, untuk obat-obat yang eliminasi utamanya
adalah ekskresi ginjal ini, pengukuran jumlah obat dalam urin dapat memberikan gambaran
kemampuan absorpsinya tanpa harus memberikan obat secara intravenosa
(Suryawati, 1985).
D.
Mekanisme
Klirens Ginjal
Cara eliminasi bervariasi menurut jenis
obatnya. Sebagian obat dieliminasi tanpa
perubahan sementara sebagian lainnya setelah mengalami metabolisme yang
ekstensif. Kebanyakan obat akan diekskresikan lewat
ginjal, kendati empedu juga merupakan jalur ekskresi yang penting. Banyak obat
masuk ke dalam ASI. Alkohol mempunyai jalur eliminasi yang tidak lazim karena
5-10 persennya akan dieliminasi lewat paru-paru, keringat dan urine. Bagi
sebagian besar obat, eliminasi meliputi metabolisme dalam hati plus ekskresi
lewat ginjal.
Ekskresi ginjal merupakan rute terbesar
eliminasi untuk beberapa obat. Obat-obat yang larut dalam air, mempunyai berat
molekul rendah (BM≤ 300), atau yang mengalami biotransformasi secara lambat
oleh hati akan dieliminasi dengan ekskresi ginjal. Proses ekskresi obat lewat
ginjal dapat meliputi berbagai kombinasi yaitu filtrasi glomerulus, sekresi
tubular aktif, dan reabsorpsi tubular.
Filtrasi
Glomerulus
Filtrasi glomerulus merupakan suatu proses
tidak langsung yang terjadi untuk sebagian besar molekul-molekul kecil (BM
<500), meliputi obat-obat yang tidak terionisasi dan terionisasi. Obat-obat
yang terikat protein berkelakuan sebagai molekul-molekul besar dan tidak dapat
difiltrasi pada glomerulus. Sebagian besar gaya penggerak untuk filtrasi glomerulus
adalah tekanan hidrostatik dalam kapiler-kapiler glomerulus. Ginjal menerima
pasokan darah yang besar kira-kira 25% curah jantung melalui arteri ginjal
dengan penurunan tekanan hidrostatik yang sangat kecil.
Laju filtrasi glomerulus (GFR) diukur
dengan menggunakan suatu obat yang dieliminasikan hanya dengan filtrasi (yakni
tidak direarsorpsi atau disekresi). Contoh obat-obat tersebut adalah inulin dan
kreatini. Oleh karena itu, klierens inulin akan sama dengan laju filtrasi
glomerulus, sama dengan 125-130 ml/menit. Harga laju filtrasi glomerulus
mempunyai kolerasi cukup baik dengan permukaan tubuh. Filtasi glomerulus obat
berhubungan langsung dengan konsentrasi obat bebas atau obat yang terikat bukan
dengan protein dalam plasma. Bila konsentrasi obat bebas dalam plasma naik,
maka filtrasi glomerulus obat akan naik secara proporsional.
Sekresi
Tubular Aktif
Sekresi aktif lewat ginjal merupakan
suatu proses transpor aktif. Sekresi aktif lewat ginjal merupakan sistem yang
diperantarai pembawa yang memerlukan masukan energi, karena obat diangkat
melawan suatu gradien konsentrasi.sistem pembawa kapasitasnya terbatas dan
dapat dijenuhkan. Obat dengan struktur yang sama dapat bersaing untuk sistem
pembawa yang sama. Dua sistem sekresi aktif ginjal yang telah diketahui, yaitu
sistem untuk asam lemah dan basa lemah. Sebagai contoh, probenesid akan
bersaing dengan penisilin untuk suatu sistem pembawa yang sama (asam lemah).
Laju sekresi tubular aktif tergantung pada aliran plasma ginjal. Obat-obat yang
umum digunakan pada pengukuran tubular aktif meliputi asam p-aminohipurat (PAH) dan iodopiraset (Diodras). Kedua senyawa ini
difiltrasi oleh glomerulus dan diekskresikan oleh sel tubular. Sekresi aktif
untuk obat-obat ini sangat cepat, dan praktis semua obat yang dibawa ke ginjal
dieliminasi dalam satu jalur. Oleh karena itu, klierens untuk obat-obat ini
mencerminkan aliran plasma ginjal efektif. Aliran plasma ginjal efektif (ERPF)
bervariasi dari 425 sampai 650 ml/menit. Untuk suatu obat yang semata-mata
diekskresi oleh filtrasi glomerulus, waktu-paruh eliminasi dapat berubah secara
nyata sehubungan afinitas ikatan obat dengan protein plasma. Sebaliknya ikatan
protein mempunyai efek yang sangat kecil terhadap waktu-paruh eliminasi suatu
obat yang terutama diekskresikan dengan sekresi aktif. Karena ikatan protein-
obet reversibel, obat terikat dan obat bebas diekskresi dengan sekresi aktif
selama melewati ginjal pertama kali. Sebagai contoh, beberapa penisilin secara
ekstrim terikat protein, tetapi waktu-paruh eliminasinya pendek sehubungan
dengan eliminasi yang cepat oleh sekresi aktif.
Reabsorpsi Tubular
Reabsorpsi tubular terjadi setelah obat
difiltrasi melalui glomerulus dan dapat aktif atau pasif. Jika suatu obat
direabsorpsi sempurna (misal glukosa), maka harga klierens obat mendekati nol.
Untuk obat-obat yang direabsorpsi sebagian, harga klierensnya akan menjadi
lebih kecil daripada GFR 125-130 ml/menit.
Reabsorpsi obat-obat asam atau basa lemah
dipengaruhi oleh pH cairan dalam tubulus ginjal (yakni pH urin) dan pKa
obat. Kedua faktor itu secara bersama-sama menentukan presentase obat
terionisasi dan tidak terionisasi. Umumnya spesies tidak terionisasi lebih
larut dalam lemak dan memiliki permeabilitas membran yang lebih besar.
Obat-obat yang tidak terionisasi dengan mudah direabsorpsi dari tubulus ginjal
kemali ke dalam tubuh. Proses reabsorpsi obat ini secara bermakna dapat
mengurangi jumlah obat yang diekskresi, nergantung pada pH cairan urin dan pKa
obat. pKa obat akan tetap, tetapi pH urin normal dapt berubah-ubah
dari 4,5 sampai 8,0 bergantung pada diet, patofisiologi, dan masukan obat. Diet
sayur-sayuran atau diet kaya karbohidrat akan mengakibatkan pH urin yang lebih
tinggi, sedangkan diet kaya protein akan mengakibatkan pH urin menjadi rendah. Obat-obat
seperti asam askorbat dan antasid seperti Natrium karbonat dapat mengubah pH
urin bila diberikan dalam jumlah besar. Lebih lanjut perubahan yang paling
penting dalam pH urin disebabkan oleh cairan yang diberikan secara intravena.
Cairan-cairan intravena seperti larutan bikarbonat atau ammonium klorida
digunakan dalam terapi asam-basa. Ekskresi larutan ini secara drastis dapat
mengubah pH urin dan reabsorpsi obat.
Presentase obat asam lemah yang terionisasi
sehubungan dengan pengaturan pH dapat diperoleh dari persmaan
Handerson-Hasselbach:
pH = pKa + log
penyusun
kembali persamaan ini menghasilkan,
= 10
pH- pKa
Untuk obat-obatan asam dengan pKa 3 sampai 8, perubahan pH
urin akan mempengaruhi tingkat dissosiasi. Tingkat dissosiasi lebih dipengaruhi
oleh perubahan. Sebagai contoh, amfetamin, suatu basa lemah (Shargel dan Yu,
2005).
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan di atas dapat
diambil kesimpulan sebagai berikut.
1. Ginjal
merupakan organ utama ekskresi yang berbentuk seperti kacang, terletak
retroperitoneal, di kedua sisi kolumna vertebralis daerah lumbal.
2. Klirens
obat merupakan volume cairan (yang mengandung obat) yang dibersihkan dari obat
per satuan waktu.
3. Klirens
ginjal merupakan suatu ukuran yang menggambarkan kemampuan ginjal
untuk membersihkan obat dari tubuh
4. Mekanisme
klirens ginjal meliputi kombinasi filtrasi glomerulus, sekresi tubular aktif,
dan reabsorpsi tubular.
B.
Saran
Melalui makalah ini kami menyarankan
agar mahasiswa lebih aktif lagi dalam mempelajari materi Klirens Ginjal
mengingat cakupannya yang sangat luas.
DAFTAR PUSTAKA
Neal,
M.J., 2005, At a Glance Farmakologi Medis,
Edisi V, Erlangga, Jakarta.
Putradewa,
2010, Farmakologi, http://putramahadewa.wordpress.com/2010/03/30/farmakologi/,
diakses 7 Mei 2012.
Shargel,
L. dan Andrew B.C.Y., 2005, Biofarmasetika
dan Farmakokinetika Terapan, Edisi kedua, Airlangga University Press,
Surabaya.
Suryawati,
S., 1985, Pengukuran Klirens Ginjal Obat, Cermin
Dunia Kedokteran, No.37, disajikan
pada Seminar Berkala I Ikatan Ahli Farmakologi dan Simposium Farmakokinetla
Klinik-Yogyakarta, 3-4 Desember 1984.
Tobing,
2010, Anatomi ginjal dan Saluran Kemih, http://sectiocadaveris.wordpress.com/artikel-kedokteran/anatomi-ginjal-dan-saluran-kemih/,
diakses 7 Mei 2012.
Yusri,
2011, Fungsi Ginjal – Organ Ekskresi, http://www.kesehatan123.com/1007/fungsi-ginjal/,
diakses 7 Mei 2012.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar