1. Pengertian dan Fungsi Kemasan
Dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia, kemasan
didefinisikan sebagai bungkus pelindung barang dagangan. Dengan kata
lain, kemasan adalah
wadah atau tempat yang terbuat dari timah, kayu, kertas, gelas,
besi, plastik, selulosa transparan, kain, karton, atau material lainnya, yang digunakan
untuk penyampaian barang dari produsen ke konsumen. Pengemasan merupakan sistem yang terkoordinasi untuk
menyiapkan barang menjadi siap untuk ditransportasikan, didistribusikan, disimpan, dijual, dan dipakai.
Adanya wadah atau pembungkus dapat membantu mencegah atau mengurangi kerusakan,
melindungi produk yang ada di dalamnya, melindungi
dari bahaya pencemaran serta gangguan fisik (gesekan, benturan, getaran). Di samping itu pengemasan
berfungsi untuk menempatkan suatu hasil pengolahan atau
produk industri agar mempunyai bentuk-bentuk
yang memudahkan dalam penyimpanan,
pengangkutan dan distribusi. Dari segi promosi wadah atau
pembungkus berfungsi sebagai perangsang atau daya tarik pembeli. Karena itu
bentuk, warna dan dekorasi dari kemasan perlu diperhatikan dalam
perencanaannya.
Fungsi kemasan adalah:
1. Melindungi produk terhadap pengaruh cuaca, sinar
matahari, benturan, kotoran dan lain-lain
2. Menarik perhatian konsumen
3. Memudahkan distribusi, penyimpanan dan pemajangan (display)
4. Tempat penempelan label yang berisi informasi
tentang nama produk, komposisi bahan (ingridient), isi bersih, nama dan
alamat produsen/importir, nomor pendaftaran, kode produksi, tanggal
kadaluwarsa, petunjuk penggunaan, informasi nilai gizi (nutrition fact),
tanda halal, serta klaim/pernyataan khusus.
Kemasan juga harus dirancang agar memenuhi beberapa
persyaratan penting, yaitu:
1. Faktor ergonomi, meliputi kemudahan untuk dibawa,
dibuka, dan dipegang
2. Faktor estetika, meliputi paduan warna, logo,
ilustrasi, huruf dan tata letak tulisan
3. Faktor identitas agar tampil beda dengan produk lain
dan mudah dikenali.
2. Jenis kemasan
- Berdasarkan urutan dan
jaraknya dengan produk, kemasan dapat dibedakan atas kemasan primer,
sekunder dan tersier.
1. Kemasan
primer adalah kemasan yang langsung bersentuhan dengan
produk, sehingga bisa saja terjadi migrasi komponen bahan kemasan ke produk
yang berpengaruh terhadap kualitas produk.
2. Kemasan
sekunder adalah kemasan lapis kedua setelah kemasan primer,
dengan tujuan untuk lebih memberikan perlindungan kepada produk.
3. Kemasan
tersier adalah kemasan lapis ketiga setelah kemasan
sekunder, dengan tujuan untuk memudahkan proses transportasi agar lebih praktis
dan efisien. Kemasan tersier bisa berupa kotak karton atau peti kayu.
- Berdasarkan proses
pengemasannya, kemasan dibedakan atas kemasan aseptik dan non-aseptik.
1. Kemasan
aseptik adalah kemasan yang dapat melindungi produk dari
berbagai kontaminasi lingkungan luar. Pengemasan jenis ini biasanya dipakai pada
bahan pangan yang diproses dengan teknik sterilisasi.
2. Kemasan
non-aseptik, kontaminasi mudah terjadi, sehingga masa simpan
produk umumnya relatif lebih rendah. Untuk memperpanjang masa simpan, produk
dapat ditambahkan gula, garam atau dikeringkan hingga kadar air tertentu.
- Berdasarkan bahannya,
kemasan dapat dibedakan atas kemasan kertas, karton, plastik, aluminium
foil, logam, gelas dan Styrofoam. Masing-masing kemasan tersebut
memiliki keunggulan dan kelemahan, serta hanya cocok untuk jenis produk
tertentu.
Wadah dan sumbatnya tidak boleh
memengaruhi bahan yang disimpan di dalamnya baik secara kimia maupun secara
fisika, yang dapat mengakibatkan perubahan kekuatan, mutu, atau kemurniaannya
hingga tidak memenuhi persyaratan resmi.
·
Beberapa istilah wadah yaitu:
1.
Kemasan
tahan dirusak, wadah suatu bahan steril yang dimaksudkan untuk
pengobatan mata atau telinga, kecuali yang disiapkan segera sebelum diserahkan
atas dasar resep, harus disegel sedemikian rupa hingga isinya tidak dapat
digunakan tanpa merusak segel.
2.
Wadah
tidak tembus cahaya, harus dapat melindungi isi dari
pengaruh cahaya, dibuat dari bahan khusus yang mempunyai sifat menahan cahaya
atau dengan melapisi wadah tersebut. Wadah yang bening dan tidak berwarna atau
wadah yang tembus cahaya dapat dibuat tidak tembus cahaya dengan cara memberi
pembungkus yang buram. Dalam hal ini pada etiket harus disebutkan bahwa
pembungkus buram diperlukan sampai isi dari wadah habis karena diminum atau
digunakan untuk keperluan lain.
Jika dalam
monografi dinyatakan “terlindung dari cahaya”, dimaksudkan agar penyimpanan
dilakukan dalam wadah tidak tembus cahaya.
3. Wadah tertutup baik harus
dapat melindungi isi terhadap masuknya bahan padat dan mencegah hilangnya isi
selama penanganan, pengangkutan, penyimpanan, dan pendistribusian.
4. Wadah tertutup rapat harus
dapat melindungi isi terhadap masuknya bahan cair, bahan padat, atau uap dan
mencegah kehilangan, merekat, mencair atau menguapnya bahan selama penanganan,
pengangkutan, penyimpanan, dan distribusi dan harus dapat ditutup rapat
kembali. Wadah ini dapat diganti dengan wadah tertutup kedap untuk bahan dosis
tunggal.
5. Wadah tertutup kedap harus
dapat mencegah menembusnya udara atau gas selama penanganan, pengangkutan,
penyimpanan, dan distribusi.
6. Wadah
satuan tunggal digunakan untuk produk obat yang dimasukkan untuk digunakan
sebagai dosis tunggal yang harus digunakan segera setelah dibuka. Wadah atau
pembungkusnya sebaiknya dirancang sedemikian rupa hingga dapat diketahui
apabila wadah tersebut pernah dibuka. Tiap wadah satuan tunggal harus diberi
etiket yang menyebutkan identitas, kadar atau kekuatan, nama produsen, nomor
batch, dan tanggal kadaluwarsa.
7. Wadah dosis tunggal adalah
wadah satuan tunggal untuk bahan yang hanya digunakan secara parenteral. Contoh : ampul
8. Wadah dosis satuan adalah
wadah satuan tunggal untuk bahan yang digunakan bukan secara parenteral dalam
dosis tunggal, tetapi langsung dari wadah.
9. Wadah satuan ganda adalah
wadah yang memungkinkan isinya dapat diambil beberapa kali tanpa mengakibatkan
perubahan kekuatan, mutu, atau kemurnian sisa zat dalam wadah tersebut. Contoh : obat tetes mata
10. Wadah dosis ganda adalah
wadah satuan ganda untuk bahan yang digunakan hanya secara parenteral. Contoh : vial
3. Bahan Pengemas
Dalam industri farmasi, kemasan
yang dipilih harus cukup melindungi kelengkapan suatu produk. Oleh karena itu
seleksi kemasan dimulai dengan penentuan sifat fisika kimia dari produk.
Bahan-bahan yang dipilih harus mempunyai kriteria sebagai berikut :
1.
Harus cukup kuat untuk menjaga isi wadah dari kerusakan
2.
Bahan yang digunakan untuk membuat wadah tidak bereaksi dengan isi wadah
3.
Penutup wadah harus bisa mencegah isi:
· Kehilangan
yang tidak diinginkan dari kandungan isi wadah
· Kontaminasi
produk oleh kotoran yang masuk seperti mikroorganisme atau uap yang akan
mempengaruhi penampilan dan bau produk.
4.
Untuk sediaan jenis tertentu harus dapat melindungi isi wadah dari
cahaya
5.
Bahan aktif atau komponen obat lainnya tidak boleh diadsorpsi oleh bahan
pembuat wadah dan penutupnya, wadah dan penutup harus mencegah terjadinya
difusi melalui dinding wadah serta wadah tidak boleh melepaskan partikel asing
ke dalam isi wadah
6.
Menunjukkan penampilan sediaan farmasi yang menarik.
Wadah Gelas
Gelas umumnya digunakan untuk
kemasan dalam farmasi, karena memiliki beberapa
keuntungan. Kelebihan menggunakan gelas antara lain, inert, kedap
udara, dibuat dari bahan yang relatif murah, tidak mudah terbakar, bentuknya
tetap, mudah diisi, mudah ditutup, dapat dikemas menggunakan packaging line,
mudah disterilisasi, mudah dibersihkan dan dapat digunakan kembali.
Kekurangan
gelas sebagai wadah untuk menyimpan sediaan semisolid dibandingkan dengan logam dan
plastik adalah lebih rapuh (mudah pecah) dan lebih berat untuk pengiriman. Kemasan
untuk konsumen yang terbuat dari gelas bukan merupakan wadah yang paling
higienis karena wadah akan sering dibuka berulang – ulang oleh konsumen, dimana
tangannya tidak selalu bersih.
a.
Komposisi gelas
Gelas terutama tersusun dari
pasir, soda abu, batu kapur, dan cullet.
Pasir adalah silica yang hampir murni, soda abu adalah natriumkarbonat, dan
batu kapur adalah kalsium karbonat. Cullet
adalah pecahan gelas yang dicampur dengan batch
pembuatan dan berfungsi sebagai bahan penyatu untuk seluruh campuran. Komposisi gelas bervariasi,
dan biasanya diatur untuk tujuan-tujuan tertentu. Kation-kation yang paling
umum didapatkan dalam bahan gelas
farmasi adalah silicon, alumunium, boron, natrium, kalium, kalsium, magnesium,
zink dan barium. Satu-satunya anion yang paling penting adalah oksigen.
b.
Pembuatan Gelas
Dalam produksi gelas ada empat
dasar pembuatan, diantaranya : meniup, menarik, menekan, dn menuang. Peniupan menggunakan udara yang ditekan
untuk membentuk cairan gelas kedalam ruang cetakan dari logam. Pada penarikan, cairan gelas ditarik melalui
gulungan atau cetakan yang member bentuk pada gelas yang lunak. Dalam penekanan digunakan kekuatan mekanik
untuk menekan caira gelas pada sisis cetakan. Cara menuang menggunakan kekuatan grafitasi atau sentrifugasi yang
menyebabkan cairan terbentuk dalam ruang cetakan.
Gelas
Berwarna-Perlindungan terhadap Cahaya
Wadah gelas untuk obat umumnya terdapat sebagai gelas jernih tidak berwarna
atau berwarna amber. Untuk tujuan dekoratif, warna-warna kusus seperti biru,
hijau zamrud, dan kunig opal dapat diperoleh dari pengusaha gelas. Hanya gelas
berwarna amber dan merah yang efektif untuk melindungi isi botol dari pengaruh
cahaya matahari dengan menyaring keluar sinar ultra violet yang berbahaya.
Spesifikasi dalam USP untuk wadah tahan cahaya harus memberikan perlindungan
terhadap cahaya dengan kekuatan 2900 sampai 4500
amstrong. Gelas amber memenuhi spesifikasi ini, tetapi oksida besi yang
ditambahkan dapat lepas dan masuk ke dalam obat.
Gelas
untuk Obat
USP dan NF menguraikan tipe gelas
dan memberikan pengujian gelas yang diserbukkan dan pengaruh air terhadap gelas
untuk mengevaluasi ketahanan kimiawi gelas. Pengujian yang diserbukkan
dilakukan terhadap butir-butir yang hancur dengan ukuran tertentu, dan pegujian
pengaruh air terhadap gelas hanya dikerjakan terhadap gelas tipe II yang telah
dipaparkan pada uap sulfur dioksida.
Tipe I-
Gelas Borosilikat
Pada gelas yang paling resisten
ini, sebagian besar alkali
dan kation tanah diganti dengan boron dan alumunium serta zink. Penambahan
boron kurang lebih 6 % untuk membentuk gelas borosilikat tipe I mengurangi
proses pelepasannya, sehinga hanya 0,5 bagian per sejuta yang terlarut dalam
waktu satu tahun.
Tipe II-
Gelas natrium Karbonat yang Diolah
Bila alat gelas disimpan beberapa
bulan lamanya, terutama dalam atmosfer
yang lembab atau dengan variasi temperature yang ekstrem, pembasahan permukaan
oleh uap air yang terkondensasi mengakibatkan terlarutnya garam-garam dan
gelas. Wadah tipe II dibuat dari gelas natrium karbonat yang ada dalam
prdagangan dan telah didealkalisasi atau diolah sehingga alkali dipermukaannya
hilang. Pengolahan dengan sulfur menetralkan alkali oksida pada permukaan,
sehingga menyebabkan gelas lebih tahan terhadap bahan kimia.
Tipe III-
Gelas natrium Karbonat Biasa
Wadah-wadah tidak diolah dulu dan
dibuat dari gelas natrium karbonat yang ada dalam perdagangan dengan ketahanan
terhadap bahan kimia yang sedang atau lebih dari sedang.
Tipe IV-
Gelas natrium Karbonat untuk Penggunaan Umum
Wadah-wadah terbuat dari natrium
karbonat dipasok untuk produk non-parental yang dimaksud untuk pemakaian
topical atau oral.
c.
Uji pada wadah gelas
Alat:
Spektrofotometer
dengan kepekaan dan ketelitian yang sesuai untuk pengukuran jumlah cahaya yang
ditransmisi oleh wadah sediaan farmasi yang terbuat dari bahan gelas.
Penyiapan
contoh:
Potong wadah kaca dengan gergaji
melingkar yang dipasang dengan roda abrasif basah, seperti suatu roda berlian.
Wadah dari kaca tiup dipilih bagian yang mewakili ketebalan rata-rata dinding
dan potong secukupnya hingga dapat sesuai untuk dipasang dalam
spektrofotometer. Wadah gelas tadi dicuci dan dikeringkan dengan hati-hati
untuk menghindari adanya goresan pada permukaan. Gelas contoh kemudian
dibersihkan dengan kertas lensa dan dipasang pegangan contoh dengan bantuan
paku lilin.
Prosedur:
Potongan diletakkan dalam
spektrofotometer denagn sumbu silindris sejajar terhadap bidang celah dan lebih
kurang di tengah celah. Jika diletakkan dengan benar, sorotan cahaya normal
terhadap permukaan potongan dan kehilangan pantulan cahaya minimum. Ukur
tranmitans potongan dibandingkan dengan udara pada daerah spektrum yang
diinginkan terus-menerus dengan alat perekam atau pada interval lebih kurang 20
nm dengan alat manual pada daerah panjang gelombang 290 nm—450nm.
Batas:
Transmisi
cahaya yang diukur tidak melewati batas yang tertera pada tabel 1, untuk wadah
sediaan parenterral. Transmisi cahaya wadah kaca atau gelas tipe NP untuk
sediaan oral atau topikal tidak lebih dari 10% pada setiap panjang gelombang
dalam rentang 290nm—450nm.
Ukuran nominal
(dalam ml)
|
Presentase maksimum Transmisi Cahaya pada panjang
gelombang antara 290 dan 450 nm
|
|
Wadah segel-bakar
|
Wadah segel tutup rapat
|
|
1
2
5
10
20
50
|
50
45
40
35
30
15
|
25
20
15
13
12
10
|
Catatan
setiap wadah dengan ukuran antara seperti yang tertera pada tabel di atas
menunjukkan transmisi tidak lebih dari wadah ukuran lebih besar seperti yang
tertera pada tabel. Untuk wadah lebih dari 50 ml, gunakan batas untuk 50 ml.
2.
Uji Tahan
Bahan Kimia
Prinsip:
Menetapkan daya tahan wadah kaca atau gelas baru (yang belum pernah digunakan)
terhadap air. Tingkat ketahanan ditentukan dari jumlah alkali yang terlepas
dari kaca karena pengaruh media pada kondisi ynag telah ditentukan.
Pengujian
dilakukan di ruangan yang relatif bebas dari asap dan debu berlebihan.
Tabel 3.
Alat dan pereaksi untuk uji bahan kimia
Alat
|
Pereaksi
|
1) Otoklaf
dengan suhu yang dipertahankan 121° ± 2,0° dan mampu menampung 12 wadah di atas permukaan
air.
2) Lumpang dan alu yang terbuat dari baja-diperkeras
3) Pengayak terbuat dari baja tahan karat ukuran 20,3
cm yaitu nomor 20,40 dan 50
4) Labu erlenmeyer 250ml terbuat dari kaca tahan
lekang
5) Palu 900 g
6) Magnit permanen
7) Desikator
8) Alat volumetrik secukupnya
|
1) Air kemurnian tinggi dengan konduktivitas 0,15mm
2) Larutan merah metil
|
Prosedur
:
Bahan uji ditambahkan 5 tetes indikator dn memerlukan tidak lebih dari 0,020ml
natrium hidroksida 0,020 N LV untuk mengubah warna indikator dan ini terjadi
pada pH 5,6.
3.
Uji
Serbuk Kaca
Penyiapan
contoh:
Pilih
secara acak 6 atau lebih wadah, bilas dengan air murni, keringkan dengan udar
bersih dan kering. Hancurkan wadah hingga menjadi ukuran lebih kurang 25mm.
Lalu pecahan kaca dtumbuk dengan lumpang dan alu diteruskan dengan pengayakan
nomor 20 setelah itu nomor 40. Ulangi kembali penghancuran dan pengayakan.
Kemudian pecahan kaca diayak dengan ayakan yang menggunakan penggoyang mekanis
selama 5 menit. Pindahkan bagian yang tertinggal pada ayakan nomor 50, yang
bobotnya harus lebih dari 10 g ke dalam wadah bertutup dan simpan dalam
desikator hingga saat pengujian
Sebarkan
contoh pada sehelai kertas kaca dan lewatkan magnit melalui contoh tersebut
untuk menghilangkan partikel besi yang terikut selama pengahancuran. Masukkan
contoh kedalam labu Erlenmeyer 250 ml terbuat dari kaca tahan bahan kimia dan
cuci 6 kali, tiap kali dengan dengan aseton. Keringkan labu dan isi pada suhu
140° selam 20
menit, pindahkan butiran ke dalam botol timbang dan dinginkan dalam desikator.
Contoh uji digunakan dalam waktu 48 jam setelah pengeringan.
Prosedur
:
Timbang contoh uji, masukkan ke dalam
labu erlenmeyer 250 ml yang diekstraksi dengan air kemurnian tinggi dalam
tangas air pada suhu 90 selama tidak
kurang dari 24 jam atau pada suhu 121
selama 1 jam. Tambahkan 50,0 ml air kemurnian tinggi ke dalam labu dan
ke dalam labu lain untuk blanko. Tutup semua labu dengal gelas piala terbuat
dari borosilikat yang sebelumnya telah diperlakukan seperti ditetapkan denagn
ukuran sedemikian hingga dasar gelas piala menyentuh bagian tepi labu. Letakkan
wadah dalam otoklaf dan tutup hati-hati, biarkan lubang ventilassi terbuka.
Panaskan hingga uap keluar dan lanjutkan pemanasan selama 10 menit. Tutup lubang ventilasi dan
atur suhu 121 . Pertahankan suhu pada 121° ± 2° selam 30 menit dihitung saat
suhu tercapai. Kurangi panas hingga otoklaf mendingin dan mencapai tekanan
atmosfer dalam 38 menit hingga 46 menit, jika perlu buka lubang ventilasi untuk
mencegah terjadinya hampa udara.
Dinginkan segera labu dalam air mengalir, enaptuangkan air dalam labu ke
dalam bejana sesuai yang bersih dan cuci sisa serbuk kaca 4 kali , tiap kali
dengan 15 ml air kemurnian tinggi.
Tambahkan
5 tetes larutan merah metil dan titrasi segera dengan asam sulfat 0,020 N LV.
Catat volume asam sulfat 0,020 N yang digunakan untuk menetralkan ekstrak dari
10 g contoh uji, lakukan titrassi blanko. Volume tidak lebih dari yang tertera
pada tabel tipe kaca dan tabel uji untuk tipe gelas yang diuji.
4.
Uji
Ketahanan terhadap Air pada Suhu 121°
Penyiapan
contoh:
Pilih
secara acak 3 atau lebih wadah bilas 2 kali dengan air kemurnian tinggi.
Prosedur
:
Isi setiap wadah dengan air kemurnian
tinggi hingga 90% dari kapasitas penuh dan lakukan prosedur seperti yang
tertera pada uji serbuk kaca mulai dengan “Tutup semua labu…..”, kecuali waktu
pemansan dengan otoklaf 60 menit bukan 30 menit dan diakhiri dengan “untuk
mencegah terjadinya hampa udara”. Kosongkan isi dari 1 atau lebih wadah ke
dalam gelas ukur 100 ml. Jika wadah lebih kecil, gabungkan isi dari beberapa
wadah untuk memperoleh voluyme 100 ml. Masukkan kumpulan contoh dalam labu
erlenmeyer 250 ml terbuat dari kaca tahan bahan kimia, tambahkan 5 tetes
larutan metil merah, titrasi dalam keadaan hangat dengan asam sulfat 0,020N LV.
Selesaikan titrasi dalam waktu 60 menit setelah otoklaf dibuka. Catat volume
asam sulfat 0,020 N yang digunakan , lakukan titrasi blanko dengan 100 ml air
kemurnian tinggi pada suhu yang sama dan dengan jumlah indikator yang sama.
Volume tidak lebih dari yang tertera pada tabel tipe kaca dan batas uji untuk
tipe kaca yang diuji.
5.
Uji Arsen
Arsen tidak lebih dari 0,1 bpj;gunakan
sebagai larutam uji 35 ml air dari 1 wadah kaca tipe I, atau jika wadah lebih
kecil , 35 ml dari kumpulan isi dari beberapa wadah kaca tipe I, yang disiapkan
sesuai prosedur seperti yang tertera pada ketahanan terhadap Air pada suhu 121°.
Logam
Setiap
logam yang dapat dibentuk dalam keadaan dingin cocok untuk pembuatan tube yang
dapat dilipat, tetapi yang paling umum digunakan adalah timah (15%), aluminium
(60%), dan timbal (25%). Timah yang paling mahal, dan timbal yang paling murah.
Karena timah paling mudah dibentuk, maka tube-tube kecil seringkali dibuat dari
timah yang lebih murah, meskipun biaya logamnya lebih tinggi. Lembaran timbal
yang diberi lapisan timah memberikan penampilan dan resistensi tehadap oksidasi
dari timah kemas dengan harga yang lebih rendah.
Timah
yang digunakan untuk maksud ini dicampur dengan kira-kira 0,5% tembaga supaya
kaku. Bila digunakan timbal, maka kira-kira 3% antimon ditambahkan untuk
menambah kekerasan. Aluminium mengeras jika dibuat tube, dan harus didinginkan
perlahan-lahan agar memberikan kelenturan yang diperlukan. Aluminium juga
mengeras pada pemakaian , kadang-kadang mengakibatkan tube menjadi bocor.
a. Timah
Wadah-wadah
dari timah lebih disukai penggunaannya untuk makanan, obat, atau produk apapun
dimana pertimbangan kemurnian paling penting. Timah adalah yang paling inert
secara kimiawi diantara logam untuk pembuatan tube yang dapat dilipat. Timah
memberikan penampilan yang lebih baik dan dapat bercampur dengan berbagai
produk.
b. Aluminium
Tube
aluminium memberikan penghematan yang berarti dalam biaya pengangkutan produk
karena ringannya. Memberikan daya tarik seperti timah dengan biaya yang agak
lebih rendah.
c. Timbal
Timbal
memberikan biaya yang paling rendah dari semua logam untuk pembuatan tube, dan
digunakan secara luas untuk produk bukan makanan seperti lem, tinta, cat dan
pelincir. Timbal tidak boleh digunakan sendirian untuk segala sesuatu yang ditelan,
karena bahaya keracunan timbal. Dengan penggunaan lapisan dalam, maka tube
timbal digunakan untuk produk seperti itu, misalnya pasta gigi dengan fluorida.
d. Pelapisan
Jika
produk tidak dapat bercampur dengan logam, bagian dalamnya dapat disiram dengan
suatu formula semacam lilin atau dengan larutan resin, meskipun resin atau lacquer biasanya disemprotkan ke atasnya.
Tube dengan larutan epoxy biayanya
kira-kira 25% lebih besar daripada jika tube tersebut tidak diberi lapisan.
Lapisan yang menggunakan lilin paling
sering digunakan pada produk yang mengandung air di dalam tube timah, dan
fenol, epoxy, serta vinil dipakai
pada tube aluminium, memberikan perlindungan yang lebih baik daripada lilin,
tetapi dengan biaya yang lebih tinggi. Lapisan fenol paling efektif bagi produk
asam; epoxy memberikan perlindungan
yang lebih baik terhadap bahan-bahan alkali.
Wadah
Plastik
Plastik
dalam kemasan telah membuktikan kegunaannya disebabkan oleh beberapa alasan,
termasuk kemudahannya untuk dibentuk, mutunya yang tinggi, dan menunjang
kebebasan desainnya.
Plastik yang digunakan sebagai
wadah untuk berbagai produk, baik sediaan farmasi
maupun produk lainnya, harus memiliki kriteria berikut:
1.
Komponen produk yang bersentuhan langsung dengan bahan plastik tidak
diadsorpsi secara signifikan pada permukaan plastik tersebut dan tidak
bermigrasi ke atau melalui plastik
2.
Bahan plastik tidak melepaskan senyawa-senyawa dalam jumlah yang dapat
mempengaruhi stabilitas produk atau dapat menimbulkan risiko toksisitas
Terdapat dua jenis plastik yang
digunakan dalam pengemasan sediaan
parenteral, yaitu :
1.
Termoset, yaitu jenis plastik yang stabil pada pemanasan dan tidak dapat
dilelehkan sehingga tidak dapat dibentuk ulang. Plastik termoset digunakan
untuk membuat penutup wadah
gelas atau logam.
2.
Termoplastik, yaitu jenis plastik yang menjadi lunak jika dipanaskan dan
akan mengeras jika didinginkan. Dengan kata lain, termoplastik adalah jenis
plastik yang dapat dibentuk ulang dengan proses pemanasan. Polimer termoplastik
digunakan dalam pembuatan berbagai jenis wadah sediaan farmasi.
Beberapa keuntungan
penggunaan plastik untuk kemasan adalah sebagai berikut :
·
Fleksibel dan tidak mudah rusak/pecah
·
Lebih ringan
·
Dapat disegel dengan pemanasan
·
Mudah dicetak menjadi
berbagai bentuk
·
Murah
Di
samping keuntungan-keuntungan di atas, penggunaan plastik untuk kemasan juga
memiliki berbagai kerugian, antara
lain sebagai berikut :
·
Kurang inert dibandingkan gelas tipe I
·
Beberapa plastik mengalami
keretakan dan distorsi jika kontak dengan beberapa
senyawa kimia
·
Beberapa plastik sangat sensitif terhadap panas
·
Kurang impermeabel terhadap
gas dan uap seperti
gelas
·
Dapat memiliki muatan listrik yang akan menarik partikel
·
Zat tambahan pada plastik mudah dilepaskan ke
produk yang dikemas
·
Senyawa-senyawa seperti zat aktif dan pengawet dari produk yang dikemas
dapat tertarik
Wadah
plastik untuk produk farmasi pada mulanya dibuat dari polimer-polimer berikut
ini: polietilen, polipropilen, polivinil klorida, polistiren (walau tidak
terlalu banyak), polimetil metakrilat, polietilen tereftalat,
politrifluoroetilen, amino formaldehide, dan poliamida.
Komponen utama plastik sebelum membentuk polimer
adalah monomer, yakni rantai yang paling pendek. Polimer merupakan gabungan
dari beberapa monomer yang akan membentuk rantai yang
sangat panjang. Bila rantai tersebut dikelompokkan bersama-sama dalam suatu
pola acak, menyerupai tumpukan jerami maka disebut amorp, jika teratur
hampir sejajar disebut kristalin dengan sifat yang lebih keras dan tegar. Bahan kemasan plastik dibuat dan disusun melalui
proses yang disebabkan polimerisasi
dengan menggunakan bahan mentah monomer, yang tersusun sambung-menyambung
menjadi satu dalam bentuk polimer.
Tabel 4. Contoh
plastik yang digunakan untuk wadah sediaan parenteral
Sterile plastic device
|
Plastic material
|
Container for blood products
|
Polyvinyl chloride
|
Disposable syringe
|
Polycarbonate, polyethylene,
polypropylene
|
Irrigating solution
container
|
Polyethylene, polyolefins,
polypropylene
|
IV infusion fluid container
|
Polyvinyl chloride,
polyester, polyolefins
|
Administration set
|
Acrylonitrile butadiene
styrene
Nylone (spike)
Polyvinyl chloride (tube)
Polymethylmetachrylate
(needle adapter)
Polypropylene (clamp)
|
Catheter
|
Teflon, polypropylene
|
Untuk wadah-wadah plastik pada
umumnya, zat penambah terdiri atas antioksidan, zat antistatik, warna, pengisi, pengubah-pengubah sifat benturan , pelincir, plasticizer, dan stabilizer.
Bahan tambahan
a.
Antioksidan
Polimer sering kali terurai
dengan adanya panas, cahaya, ozon dan tekanan mekanik yang menimbulkan udara
yang terperangkap selama proses pembuatan dan penggunaan akhir. Reaksi oksidasi
dapat menghasilkan bentuk radikal bebas yang dikontribusikan secara bergiliran
untuk degradasi polimer yang menyebabkan plastik kehilangan fisik penting dan
sifat mekanik. Dengan adanya antioksidan di dalam formulasi plastik akan
mengurangi tingkat degradasi secara significant dan memperpanjang umur
penggunaan wadah plastik tersebut.
Ada dua tipe antioksidan,
yaitu:
· Antioksidan primer: merupakan ujung rantai radikal bebas. Pada dasarnya
antioksidan primer merupakan donor hydrogen yang dapat mengakhiri reaksi
penggabungan radikal bebas. Contoh: arilamin sekunder.
· Antioksidan
sekunder: dapat merusak peroksida dan hal ini menyebabkan eliminasi pembentukan
radikal bebas. Contoh: fosfat dan tioester.
Sering
kali lebih dari satu antioksidan digunakan dalam suatu polimer untuk
mendapatkan efek yang sinergis dari kombinasi beberapa antioksidan.
b. Stabilizer
Berguna untuk mencegah degragasi polimer oleh panas
dan cahaya. Selain itu juga dapa berguna untuk memperpanjang umur polimer.
Contoh: garam asam lemak, oksida anorganik, organometalik.
c.
Lubricant
Lubricant
digunakan untuk memodifikasi karakteristik
permukaan dari polimer yang dicetak dan membantu proses pencetakan. Penambahan lubricant pada polimer secara umum
mengurangi viskositas dari polimer tersebut, yakni menyenyebabkan polimer lebih
mudah mengalir selam proses pencetakan. Lubricant
juga memodifikasi permukaan polimer yang dibuat agar polimer tersebut tidak
melekat pada mesin pencetak. Lubricant
yang paling banyak dipakai adalalah asam lemak, logam stearat, lemak paraffin,
silicon, fatty alcohol, fatty esters, fatty amides.
d. Plasticizer
Plasticizer digunakan
untuk memperbaiki daya kerja dari polimer, fleksibilitas, ekstensibilitas, daya
banting, dan kelenturan. Disamping itu penambahan plasticizer dapat
mengurangi daya rentang polimer. Plasticizer yang
sering dipakai adalah dialkil phtalat, polimer dengan BM kecil.
e.
Filler (Bahan
Pengisi)
Penambahan bahan pengisi pada polimer memperbaiki
fleksibilitas, ketahanan terhadap bantingan, stabilitas terhadap panas, dan
mengurangi biaya pembuatan. Penambahan bahan pengisi biasanya tidak mengurangi
transparansi dari wadah plastik.
f.
Colorant (Bahan
Pewarna)
Bahan
pewarna ditambahkan untuk memberikan warna pada plastik.
Beberapa
jenis kemasan plastik :
a. Polietilen
Polietilen dengan kerapatan tinggi adalah bahan
yang paling banyak digunakan untuk wadah-wadah bagi industri farmasi.
Kebanyakan pelarut tidak
merusak polietilen, dan tidak dipengaruhi oleh asam dan alkali kuat. Kekurang
jernihan dan perembesan bau atsiri, rasa, dan oksigen bertentangan dengan
penggunaan polietilen sebagai pembuat wadah untuk preparat farmasi tertentu.
Meskipun ada masalah-masalah ini, polietilen dengan semua variasinya memberikan
perlindungan yang paling sempurna pada seumlah produk dengan biaya yang paling
rendah.
Kerapatan polietilen yang berkisar antara 0,91
sampai 0,96 secara langsung menentukan empat sifat dasar fisik dari wadah yang
dicetak dengan cara meniup: (1) kekakuan, (2) tranmisi lembab-uap, (3) retak
karena tekanan, dan (4) kejernihan atau sifat tembus cahaya. Jika kerapatan
bertambah, maka bahan menjadi lebih kaku, mempunyai distorsi dan titik leleh
yang lebih tinggi, menjadi kurang permeable terhadap tekanan dan uap, serta
menjadi kurang resisten terhadap kejernihan atau sifat tembus cahaya. Jika
kerapatan bertambah, maka bahan menjadi lebih kaku, mempunyai distorsi dan
titik leleh yang lebih tinggi, menjadi kurang permeable terhadap tekanan dan
uap, serta menjadi kurang resisten terhadapetakan terhadap tekanan. Karena
umumnya polimer-polimer ini mudah terpengaruh degradasi karena oksidasi selama
proses pembuatan dan pemaparan selanjutnya perlu ditambah sedikit antioksidan.
Penambahan zat antistatik sering dilakukan untuk meningkatkan mutu polietilen
pada pembuatan botol, tujuannya adalah untuk mengurangi akumulasi debu yang
terbawa oleh udara pada permukaan selama penanganan, pengisian dan penyimpanan.
Biasanya polietilen glikol atau amida asam lemak rantai panjang, dengan
konsentrasi 0,1 sampai 0,2% utuk polietilen dengan kerapatan tinggi.
b. Polipropilen
Polipropilen belakangan ini menjadi populer karena
mempinyai banyak sifat yang lebih baik dari polietilen, dengan satu kekurangan
besar yang dapat dikurangi atau dihilangkan. Polypropylene memiliki daya rentang yang tinggi yang mampu menahan
tekanan. Daya rentang yang tinggi, dalam hubungannya dengan titik leleh yang
tinggi pula yaitu 165°C, sangat
penting untuk manufaktur LVP karena wadah yang dibuat dari polypropylene memiliki
kemapuan untuk menahan temperatur tinggi pada proses sterilisasi tanpa terurai. Polimer ini memiliki resistensi yang baik hampir
terhadap semua jenis bahan kimia, termasuk asam kuat, alkali kuat, dan
kebanyakan bahan organik.
Polipropilen merupakan rintangan yang paling baik
bagi gas atau uap. Resisitensi terhadap perembesan setara atau sedikit lebih
baik dari pada polietilen dengan kerapatan tinggi atau polietilen linier
(rantai lurus) dan lebih unggul dari polietilen dengan kerapatn rendah atau polietilen
bercabang. Salah satu kekurangan terbesar dari polipropilen adalah mudah pecah
pada temperatur rendah. Dalam keadaan murni, agak mudah pecah pada 0°F dan
harus dicampur dengan polietilen atau
bahan lain untuk memberikan resistensi terhadap benturan yang diperlukan pada
pengemasan. Kelemahan yang dimiliki polypropylene adalah rapuh pada temperatur
kamar.
c. Copolymer (polyolefin)
Kopolimer
dari ethylene dan propylene telah banyak digunakan sebagai wadah sediaan LVP.
Dalam kenyataannya, polypropylene dan kopolimer dari etilen-propilen merupakan
polyolefins yang paling banyak digunakan sebagai wadah LVP.
Dengan pepaduan sedikit fraksi etilen sebagai
kompleks polimer dengan propilen, sejumlah sifat yang diinginkan dapat
diperoleh. Penggabungan etilen mengurangi kekakuan atau kekerasan dari
propilen, memperbaiki pengolahan, dan sedikit mengurangi titik leleh dari
propilen. Titik lelehnya berkisar antara 145 dan 150°C. Hal
ini membuat kopolimer ethyl propylene (EP)
cocok untuk digunakan pada sterilisasi uap.
d. Polivinil Klorida
Botol-botol polivinil klorida yang jernih dan kaku
mengatasi kekurangan dari polietilen. Dalam keadaan normal polivinil klorida
tampak sejernih kristal dan kaku, tetapi mempunyai resistensi yang buruk
terhadap benturan. Dapat dibuat lunak dengan bahan plastisator. Berbagai
stabilisator, antioksidan, pelincir atau zat pewarna dapat ditambahkan. Tidak
boleh dipanaskan berlebihan karena akan mulai terurai pada temperatur 280°F,
dan hasil penguraiannya sangat merusak. Polivinil klorida dapat menjadi kuning
bila dibiarkan terkena panas atau sinar ultra violet, kecuali jika ditambahkan
suatu stabilisator oleh pemasok resmi. Dalam formula senyawa PVC dengan
bahan-bahan stabilisator kalsium zink, semua bahan digunakan dengan konsentrasi
dibawah konsentrasi maksimal. Polivinil klorida adalah penghalang yang sangat
baik terhadap minyak , alkohol yang mudah dan yang tidak menguap, dan
pelarut-pelarut hidrokarbon. Polivinil klorida yang kaku adalah penghalang yang
cukup baik bagi lembab dan gas secara umum, tetapi plastisator mengurangi
sifat-sifat ini. Polivinil klorida tidak dipengaruhi asam atau alkali, kecuali beberapa asam yang dapat
mengoksidasi. Resistensi terhadap benturan buruk, terutama pada temperatur
rendah. PVC dapat juga digunakan sebagai pelapis permukaan botol-botol gelas.
Hal ini dilakukan dengan mencelupkan botol kedalam plastisol PVC dan
menghasilkan pelapis tahan hancur yang melapisi botol gelas.
Sifat-sifat dari PVC antara lain adalah sebagai berikut:
·
Rusak pada pemanasan yang berlebihan mulai 280°C
·
Barier yang sangat baik terhadap minyak menguap, alkohol dan pelarut
petrolatum.
·
Menahan odors dan flavors.
·
Barier yang baik terhadap oksigen, tidak dipengaruhi oleh asam, basa
kecuali beberapa asam oksidator.
·
Memiliki kerapatan yang lebih tinggi (1,16–1,35 g/cm3) dibandingkan dengan polimer lain seperti
polyethylene (0,92–0,96 g/cm3) dan polypropylene (0,90 g/cm3).
Tabel Formulasi komponen PVC
Component
|
Level (phr)a
|
PVC resin
|
100
|
Plasticizer
|
30 – 40
|
Stabilizer
|
0,25 – 7
|
aphr =
parts per hundred parts of resin by weight
e. Polistiren
Polistiren serba guna adalah plastik yang kaku dan
sejernih kristal. Polistiren telah digunakan oleh ahli farmasi selama
bertahun-tahun sebagai wadah untuk bentuk sediaan padat, karena relatif murah.
Dewasa ini, polistiren tidak dipakai untuk produk cairan. Plastik ini mempunyai
transmisi uap yang tinggi dan permabilitas oksigen yag tinggi. Polistiren
resisten terhadap asam, kecuali asam yang mengoksidasi dengan kuat terhadap
alkali. Mudah dirusak oleh bahan kimia yang menyebabkan retak dan pecah,
sehingga umumnya digunakan untuk mengemas produk yang kering saja. Untuk
memperbaiki kekuatan terhadap benturan dan kerapuhan polistiren dikombinasikan
dengan berbagai konsentrasi karet dan senyawa akrilik.
f.
Nilon (Poliamida)
Nilon dibuat dari asam bermartabat dua dikombinasi
dengan diamina. Karena ada banyak asam bermartabat dua dan banyak amina yang berbeda,
maka terdapat banyak ragam nilon tipe asam dan amina yang dinyatakan oleh nomor
pengenal jadi
nilon 6/10 mempunyai enam atom karbon dalam amina dan sepuluh dalam asamnya.
Nilon dan bahan-bahan poliamida yang sama dapat dibuat menjadi wadah-wadah dengan
dinding tipis. Nilon dapat diautoklaf dan sangat kuat serta agak sulit
dihancurkan dengan cara-cara mekanik. Tidak merupakan bahan penghalang yang
baik terhadap uap, tapi bila sifat ini diperlukan, lapisan nilon dapat
ilaminasi pada polietilen atau pada berbagai bahan lainnya.
g. Polikarbonat
Polikarbonat dapat dibuat menjadi wadah yang jernih
transparan. Bahan yang relatif mahal ini mempunyaai banyak keuntungan salah
satunya adalah dapat disterilkan berulang kali. Wadahnya keras sama seperti gelas,
dan telah dipikirkan kemungkinannya sebagai pengganti vial dan alat penyuntik dari gelas. Plastik ini
dikenal karena stabilitas dimensional, kekuatan benturan yang tinggi, resisten
terhadap peregangan, sedikit meyerap air, transparan, serta resisten terhadap
panas dan api. Polikarbonat resisten terhadap asam encer, oksidator atau
reduktor garam, minyak, lemak, dan hidrokarbon alifatik,. Dapat dirusak oleh
alkali, amina, keton, ester, hidrokarbon aromatik, dan beberapa alkohol.resin
polikarbonat harganya mahal, sehingga digunakan untuk wadah-wadah yang
istimewa.
h. Akrilik Multipolimer (Nitril
Polimer)
Polimer-polimer ini mewakili akrilonitril atau
metakrilonitril atau metakrilonitril monomer. Sifat-sifat uniknya sebagai penghilang gas yang kuat, resistensi yang baik terhadap
bahan kimia, kekuatan yang sangat baik, serta keamanan pembuangannya dengan
membakar hangus membuatnya menjadi wadah yang efektif untuk produk yang sulit
dikemas dalam polimer lainnya. Penggunaan nitril polimer untuk makanan dan
kemasan farmasi diatur menurut standar FDA. Standar keamanan saat ini kurang
dari 11 bagian per sejuta residu monomer akrilonitril, dengan perubahan yang
dapat diterima kurang dari 0,3 per sejuta untuk semua makanan.
i. Polietilen Tereftalat (PET)
Polietilen tereftalat, umunya disebutkan PET adalah
polimer hasil kondensasi yang dibentuk khas dari reaksi asam tereftalat atau
dimetiltereftalat dengan etilen glikol dengan adanya katalisator. Perkembangan
botol-botol PET berorientasi yang bersumbu dua mempunyai pengaruh lebih besar
pada pembotolan minuman yang mengandung CO₂, dihitung dari besarnya
perkiraan pemakaian resin selama setahun sebesar kurang-lebih 350 juta pound.
Kekuatan benturanya dan sebagai penghalang gas serta aroma yang baik membuatnya
menarik untuk digunakan dalam kosmetik dan cairan pencuci mulut, maupun untuk
produk lainnya di mana kekuatan, kekerasan, dan penghalang merupakan
pertimbangan yang penting.
j. Plastik-plastik Lainnya
Resin koekstrusi digunakan untuk membuat botol dan
blister yang dibentuk dengan pemanasan dengan
sifat-sifat penghalang yang sebelumnya tidak dapat dicapai dengan resin
tunggal, campuran resin, atau kopolimer. Suatu koekstrusi seperti polipropilen
etilen-vinyl-alkohol/polipropilen mempersiapkan penghalang lembab dan
polipropilen yang
menyatu dengan penghalang gas yang membesar dari etil-venyl-alkohol. Resin yang
terkoektrusi menyediakan pilihan kemasan untuk produk yang sebelumnya hanya
dikemas dengan gelas. Plastik dengan sifat penghalang yang kuat dapat bersaing
dengan wadah gelas dan logam dapat diperoleh melalui pembuatan baru yang dikembangkn oleh Du Pont
Co. Teknologi ini meliputi penyebaran nilon dalam resin
poliolefin sedemikian rupa, sehingga matriks polimer akhir akan mengandung
sussunan laminar keping-keping nilon yang unik, yang menyediakan suatu seri
dinding penghalang yang saling bertindihan.
Evaluasi dan
Uji Plastik
FDA telah
memberikan batasan petunjuk masalah evaluasi dan uji bahan polimer. Dengan
penggunaan plastik sebagai bahan untuk wadah LVP, berikut ini dapat
dipertimbangkan kerangka dasar untuk melakukan pengujian:
1. Pemeriksaan,
menurut prosedur USP XXI-NF XVI untuk uji biologi dan fisikokimia, jumlah dan
tipe senyawa yang potensial untuk leaching atau terlepas dari wadah plastik.
2. Pemeriksaan
integritas atau stabilitas dengan uji terhadap efek kondisi penyimpanan, misal:
waktu, suhu, cahaya, kelembaban dan efek siklus sterilisasi terhadap sifat
fisik, kimia dan biologi dari wadah.
3. Melakukan
uji lainnya dan menghasilkan data perkiraan untuk menjamin keamanan dari wadah.
Berbeda
dengan bahan plastik, penggunaan gelas sebagai wadah LVP telah diterima sejak
dulu kala karena kebijakan lebih dahulu dan penggunaan dalam waktu yang lama.
Hal ini bukan berarti bahwa gelas dapat digunakan pada aplikasi LVP tanpa
deretan uji yang umum. Walaupun keuntungan bahan gelas melebihi bahan plastik,
penggunaan bahan plastik didukung oleh spesifikasi USP XXI-NF XVI. Secara umum
berbagai wadah atau komponen yang kontak langsung dengan cairan LVP harus
diveluasi dengan perhatian yang khusus.
1.
Uji Fisika
a.
Uji resin (Resin testing)
Berdasarkan penerimaan karet mentah, manufaktur
farmasi mencatat banyaknya jumlah dari karet mentah dan percaya tingkat
spesifikasi penerimaan ditetapkan oleh manufakture resin. Uji fisik yang
dilakukan meliputi ukuran titik leleh dan ukuran endapan spesifik.
b. Uji wadah
(Package testing)
Uji fisika pada wadah yang
berisi komplit merupakan cara yang paling banyak dilakukan. Pengujian biasanya
meliputi uji visual, seperti kejernihan, lapisan tambahan, uji tetesan, dan uji
kebocoran. Uji integritas fisik meliputi uji kebocoran wadah,
kebocoran tutup dan integritas, uji dimensional (ukuran), dan kerusakan label.
c. Pemeriksaan
visual pada kejernihan dan lapisan tambahan
Standard untuk kejernihan
wadah telah ditetapkan oleh manufaktur farmasi. Kejernihan ini mengungkinkan
untuk pemeriksaan.
d. Keretakan
wadah atau Paneling
Wadah dapat menjadi rapuh karena sterilisasi
atau proses manufaktur yang tidak sesuai. Pemeriksaan visual dilakukan pada waktu yang sama dengan pemeriksaan kejernihan produk. Paneling adalah peristiwa dimana
wadah rata atau memipih pada salah satu sisi dari botol.
e.
Kebocoran wadah (Body leakage)
Uji integritas setelah produk diisikan ke dalam
LVP, dapat dilakukan secara manual maupun menggunakan instrumentasi elektronik,
dilakukan untuk mengukur ketahanan yang berkurang ketika melewati jembatan
voltase. Cara ini medeteksi media cairan yang meninggalkan wadah. LVP ditolak
bila terjadi kebocoran pada wadah.
f.
Kebocoran tutup dan Integritas (Closure leakage and
integrity)
Sisi dari wadah biasanya disegel dengan menggunakan
tutup karet untuk menutup rongga udara. Tutup ini harus menjamin integritas
dari wadah. Berdasarkan validasi siklus sterilisasi untuk LVP khusus, bagian
ini harus diperhatikan karena bila terjadi kebocoran, maka akan berpengaruh
pada sterilitas.
g.
Pemeriksaan ukuran (Demensional testing)
Ukuran dan berat dari wadah harus diperiksa sebelum
wadah diterima. Volume juga harus diperiksa seperti pada integritas wadah.
h.
Pelabelan (labeling)
Label harus dilihat untuk memeriksa kelengkapan dari
label pada wadah, termasuk expiration date, penjelasan mengenai komposisi. Jika
label stampel panas dicetak pada wadah atau botol maka harus dilakukan uji
kebocoran dan integritas untuk menegaskan bahwa tidak ada kerusakn pada wadah
setelah pencetakan.
2.
Uji Kimia
Uji kimia dari wadah LVP dan bahan polimer mentah
itu sendiri dilakukan tergantung pada polimer yang digunakan dan sifat yang
dinginkan pada wadah. Umumnya, pemeriksan kimia dari polimer yang digunakan
pada wadah LVP dilakukan oleh supplier/pemasok polimer. Pemeriksaan tersebut meliputi analisis berat molekul, sisa pijar,
presentase logam berat dan pemeriksaan bahan tambahan seperti stearat atau antioksidan. Pemeriksaan
meliputi:
a.
IR spectra.
Identifikasi polimer dengan menggunakan spektroskopi
IR sudah biasa dilakukan. Sampel disiapkan pada pellet KBr atau tekanan kuat
hingga menjadi lapisan yang tipis. Gugus seperti –OH, C=O, dan –CH dapat
identifikasi berdasarkan pita serapan yang khas.
b.
Uji logam berat
Kalsium (Ca) dan seng (Zn) merupakan logam yang
sering diuji, biasanya dilakukan dengan menggunakan AAS (Atomic Absorption
Spectrum). Logam berat ini ditambahkan
pada formula polimer LVP sebagai stabilizer (logam oksida), mold releasing
agent (zinc stearat), pewarna, seperti kalsium karbonat.
c.
Pengisi tambahan
Pengisi ini merupakan bahan khusus yang harganya
murah dan berguna untuk memperpanjang polimer dan mengurangi harga plastik.
Pengisi memiliki efek menguatkan dam mengurangi penyusutan pada cetakan serta
meningkatkan koefisien panas. Pengisi yang sering digunakan adalah kalsium
karbonat dan talc. AAS dapat digunakan untuk mendeteksi adanya kalsium dari
kalsium karbonat dan analisis thermogravimetric dapat digunakan untuk
mengevaluasi jumlah talc yang diisikan pada polimer.
d.
Plasticizer
Plasticizer seperti senyawa phtalat (DEHP,
di-2-ethyl-hexylphtalate sering digunakan pada wadah PVC) harus diperiksa untuk
melihat apakah terjadi leaching dari wadah parenteral ke larutan dengan
akumulasi lebih lanjut di jaring tubuh dan organ pasien.
e.
Antioksidan
Produk polyolefin mengandung antioksidan tertentu,
seperti BHT
(butylated hydroxytoluene) dan DLPTDP (dilauril thiopropionate). Untuk
mengekstraksi antioksidan ini dapat digunkan kloroform sebagai pelarut. Saat
ini, ketika bahan plastik digunakn untuk wadah LVP, QC testing akan menghitung
secara kuantitatif antioksidan yang lepas atau migrasi dari wadah ke cairan LVP
untuk memeriksa bahwa senyawa yang lepas masih di bawah tingkat toksik.
3. Uji Biologi Plastik dan Polimer
Lain
Uji ini terdiri dari dua tahap pengujian. Tahap
pertama lakukan uji biologis secara
in-vitro sesuai prosedur seperti yang ertera pada Uji Reaktivitas secara
Biologi in-vitro. Bahan yang memerlukan uji in vitro tidak memerlukan uji
lanjutan. Tidak ada kelas plastik dinyatakan termasuk golongan ini. Bahan yang
tidak memenuhi persyaratan uji in-vitro harus diuji tahap kedua yang dilakukan
denga uji in-vivo seperti Uji injeksi sistemik, Uji intra-kutan, dan Uji
implantasi sesuai dengan prosedur yang tertera pada Uji Reaktivitas secara
Biologi in-vivo.
a. Uji Reaktivitas secara Biologi in-vitro
Uji berikut dirancang untuk
menentukan reaktivitas biologik biakan sel mamalia setelah kontak dengan
plastik elastomer dan bahan polimer lain
yang kontak dengan penderita secara langsung, atau dengan ekstrak khusus yang
dibuat dari bahan uji. Hal yang penting adalah menyediakan luas permukaan
spesifik untuk ekstraksi. Jika luas permukaan specimen tidak dapat ditentukan,
gunakan 0,1 g elastomer atau 0,2 g plastik atau bahan lain untuk setiap mL
cairan ekstraksi. Juga penting untuk berhati-hati dalam penyediaan bahan-bahan
tersebut untuk menghindari kontaminasi mikroba dan zat asing lain.
Prosedur
Penyiapan
sampel untuk ekstrak.
Lakukan prosedur seperti yang tertera pada Uji Reaktivitas secara Biologi
in-vivo.
Penyiapan
ekstrak. Lakukan penyiapan
ekstrak seperti yang tertera pada Uji Reaktivitas secara Biologi in-vivo,
menggunakan larutan ijeksi Natrium Klorid (natrium klorida 0,9%) atau media
biakan sel mamalia bebas serum sebagai pelarut ekstraksi. (Catatan bila
ekstraksi dilakukan pada suhu 37°C selama 24 jam, dalam inkubator, gunakan mdia biakan yang ditambah
serum. Kondisi ekstraksi tidak boleh menyebabkan perubahan fisik seperti fusi
atau pelelehan potongan kecuali sedikit pelengketan.
b.
Uji Reaktivitas secara Biologi
in-vivo.
Uji berikut dirancang untuk
menentukan respon biologik hewan terhadap plastik elastomer dan bahan polimer
lain yang kontak dengan penderita secara langsung atau tidak langsung, atau dengan penyuntikan ekstrak khusus
yang dibuat dari bahan uji. Hal yang penting yaitu menyediakan daerah permukaan spesifik
untuk ekstraksi. Jila daerah permukaan specimen tidak dapat ditentukan, gunakan
100 mg elastomer atau 200 mg plastik atau bahan lain untuk tiap mL cairan
ekstraksi. Juga untuk berhati-hati dalam penyediaan bahan-bahan yang akan disuntikkan
atau diteteskan guna menghindari kontaminasi mikroba dan zat asing lain.
Tutup Elastomerik (tutup karet)
Tutup karet
digunakan dalam industri farmasi untuk membuat sumbat botol, berlapis tutup,
dan bagian atas dari suatu alat penetes. Sumbat karet utama digunakan untuk
vial takaran ganda dan alat suntik sekali pakai. Polimer karet yang paling umum
digunakan adalah karet alam, neoprene, dan butil. Jenis bahan tambahan yang
umum didapat dalam tutup karet adalah:
·
Karet
·
Bahan untuk vulkanisir
·
Akselerator
·
Bahan pengisi untuk memperpanjang
·
Bahan pengisi untuk memperkuat
·
Bahan pelunak
·
Antioksidan
·
Zat pigmen
·
Komponen-komponen tertentu, lilin
Komponen
polimer utamanya adalah elastomer. Tutup elastomerik dapat berasal dari bahan
alam atau sintetis. Sifat tutup elastomerik tidak hanya bergantung pada bahan-bahan di atas,
tetapi juga pada prosedur pembuatan seperti pencampuran, penggilingan, bahan
pengabu yang digunakan, pencetakan dan pemasakan. Contoh sifat yang diinginkan
dari elastomer adalah kompresibilitas dan kemampuan untuk menutup kembali.
Faktor-faktor seperti prosedur pembersihan, media kental
dan kondisi penyimpanan juga mempengaruhi kesesuaian tutup elastomerik untuk
penggunaan khusus. Evaluasi terhadap faktor demikian harus dilakukan uji khusus
tambahan yang sesuai,untuk menentukan kesesuaian tutup elastomerik untuk
penggunaan yang diinginkan. Kriteria pemilihan tutup elastomerik juga harus
mencakup penelitian teliti terhadap semua bahan, untuk meyakinkan bahwa tidak
ada penambahan unsur yang dicurigai atau diketahui bersifat karsinogenik atau
bahan toksik lain.
Persyaratan kecocokannya sebagai materi tutup pada wadah
sediaan injeksi adalah bahwa karet menunjukkan elastisitas yang cukup dengan
demikian menjamin wadah yang kedap dan tahan terhadap pengaruh suhu.
Sifat-sifat
tutup elastomerik yang baik :
a.
Permukaan
harus licin dan tidak berlubang agar dapat dicuci bersih.
b.
Menutup
rongga-rongga kecil pada permukaan, seperti leher bagian dalam vial atau
dinding-dinding bagian dalam syringe
hipodermik. Bahan lain seperti gelas, logam tak memiliki
kemampuan ini.
c.
Kekerasan dan elastisitasnya
harus mencukupi sehingga ia dapat melewatkan jarum suntik tanpa membuatnya
menjadi tumpul.
d.
Mudah
ditembus oleh jarum syringe hipodermik dan menutup rapat kembali dengan cepat
setelah jarum ditarik.
e.
Pada
masuknya jarum inJeksi tidak ada partikel tutup elastomerik yang mencapai ke
dalam larutan injeksi.
f.
Tak
mengalami perubahan sifat akibat proses sterilisasi
g.
Impermeabel
terhadap udara dan lembab (untuk meghindari peruraian obat yang sensitif
terhadap udara
Karena komposisi sumbat karet
sangat rumit dan proses pembuatannya sulit, maka biasanya timbul
persoalan-persoalan pada formula karet tertentu. Sumbat karet tidak boleh
mengabsorpsi bahan aktif, pengawet antibakteri dan bahan lainnya atau bahan
karet tidak boleh mengekstraksi larutan karena alasan berikut;
(1)
Dapat mengganggu analisis kimia
bahan aktif.
(2)
Mempengaruhi toksisitas atau pirogenitas dari larutan injeksi.
(3)
Berinteraksi dengan pengawet dan menjadikannya inaktif, dan
(4)
Mempengaruhi stabilitas kimia dan fisika dari sediaan
Contoh penggunaan tutup
elastomerik :
1.
Tutup
vial
Tutup vial elastomer digunakan sebagai tutup primer
vial parenteral dan merupakan salah satu jenis bahan yang banyak digunakan
sebagai tutup sediaan farmasi. Karet dapat dibentuk menjadi tutup vial dalam
berbagai bentuk dan ukuran, dari unit-dose sampai tutup wadah bermuatan
beberapa liter. Kedudukan tutup vial dijaga
oleh lapisan segel logam sampai ke leher vial.
2.
Tutup
univial
Zat aktif yang tidak stabil dalam bentuk larutan
berada dalam bentuk kering sampai pada saat akan digunakan. Serbuk zat aktif
berada pada bagian bawah vial sedangkan diluen steril berada pada bagian atas.
Dua bagian vial ini dibatasi oleh karet, yang akan bergeser akibat adanya
tekanan hidrostatik dari tekanan yang diberikan pada tutup univial. Saat karet
tergeser, akan terjadi proses pencampuran dan disolusi dari serbuk zat aktif
pada kompartemen bagian bawah.
Sifat
Kimia dan Fisika Elastomer secara Umum
Karet
yang dikatakan sangat baik dalam hal resistensi terhadap transmisi gas atau uap
air memiliki sifat impermeabel terhadap gas (seperti O2, N2,
CO2) dan uap air. Karet ini baik digunakan untuk tutup vial yang
digunakan untuk kemasan obat serbuk atau yang bersifat liofilik. Contohnya
adalah karet butil.
Coring resistance adalah kemampuan untuk
mempertahankan keutuhan akibat penusukan oleh jarum suntik. Vial multidose, yang mengalami banyak
penusukan selama digunakan, akan lebih kuat ditutup dengan karet alami
dibandingkan dengan silikon.
Compresion recovery adalah kemampuan
untuk kembali ke bentuk semula setelah mengalami kompresi selama periode
tertentu dengan suhu tertentu. Karet alami akan lebih baik digunakan sebagai
piston syringe dari pada karet butil.
Shelf life adalah kemampuan untuk mempertahankan
sifat-sifatnya setelah terpapar oleh oksigen, ozon, cahaya, panas, dan
kelembaban. Karet silikon dan fluoroelastomer (jenuh) dapat mempertahankan
sifat-sifatnya lebih lama dari pada karet alami tak jenuh.
Ketahanan
terhadap pelarut (solvent resistance)
merupakan sifat yang penting bagi karet farmasetis karena karet seringkali
bersinggungan dengan cairan. Kemampuan
karet untuk menahan lewatnya pelarut, swelling,
ekstraksi dan degradasi pelarut merupakan parameter yang sangat penting. Minyak
nabati kompatibel dengan karet butil, tetapi tidak demikian halnya dengan
minyak mineral.
Resilience berhubungan dengan compression recovery. Bola yang terbuat
dari karet alami dapat dipantulkan sedangkan bola dari karet butil tidak dapat
dipantulkan. Alat seperti katup darah (blood
valve) yang berhubungan dengan tube pengumpul darah (blood collection tube) harus dapat bergerak maju dan mundur
berkali-kali sejalan dengan panjang jarum untuk membuka dan menutup aliran
darah. Karet yang dipilih biasanya karet alami.
Ozon
merupakan zat yang dapat mendegradasi karet.Ozon berada di atmosfer, terutama
di sekeliling lampu UV dan peralatan listrik. Karet alami memiliki ketahanan buruk terhadap ozon, sehingga karet
menjadi keras dan retak. Karet etilen- propilen-dien (EPDN) cukup resisten
terhadap ozon.
Ketahanan terhadap radiasi (radiation resistance) adalah kemampuan untuk mencegah terjadinya
perubahan sifat akibat terpajan sinar gamma. Sifat ini menjadi penting karena
saat ini sering digunakan sterilisasi radiasi untuk sediaan farmasetik. Piston
karet syringe yang digunakan pada syringe plastik sekali pakai umumnya
disterilkan melalui radiasi.
Bahan-bahan dalam formulasi karet dapat diklasifikasikan menurut
fungsinya dalam formulasi, yaitu :
·
Elastomer
atau polimer
Merupakan
komponen dasar dalam formulasi karet. Sifat formula karet sangat bergantung
pada sifat elastomer
·
Vulcanizing agent
Merupakan
senyawa kimia yang digunakan untuk mentautsilangkan (cross-link) rantai elastomer sehingga terbentuk jaringan tiga
dimensi sehingga terbentuk formulasi karet dengan sifat fisika dan kimia yang
diinginkan. Istilah vulcanizing
digunakan untuk menunjukkan bahwa pada proses ini dibutuhkan panas. Karet yang divulcanizing dengan sulfur membutuhkan senyawa
kimia lain untuk menghasilkan proses vulkanisasi yang efisien, sehingga karet
tersebut tidak “sebersih” karet yang divulkanisir dengan resin, oksida logam
ataupun peroksida. Kini industri farmasi lebih sering menerapkan proses
vulkanisasi yang lebih bersih. Melalui vulkanisasi karet alami, artinya melalui
penambahan vulcanizing agent seperti
sulfur atau pemanasan di bawah tekanan, karet memperoleh elastisitasnya,
kekompakan, dan daya tahannya terhadap pengaruh panas. Dari penambahan sulfur
dapat diperoleh karet lunak (5-10% sulfur) dan karet keras (30-50% sulfur).
·
Akselerator
Akselerator
mengurangi waktu vulkanisasi dengan meningkatkan kecepatan vulkanisasi. Zat ini
bukan katalisator karena ia mengalami perubahan kimiawi dan seringkali juga
bekerja sebagai cross-linking agent.
Vulkanisasi dengan sulfur harus disertai akselerator agar menghasilkan derajat cross-linking yang efektif.
·
Aktivator
Aktivator
berfungsi meningkatkan kecepatan reaksi cross-linking dengan cara bereaksi
dengan akselerator, menghasilkan senyawa yang lebih efisien. Aktivator yang
umum digunakan adalah zinc oksida dan asam stearat. Pada sistem vulkanisasi
sulfur konvensional, zinc oksida dan asam stearat digunakan sebagai
koaktivator.
·
Antioksidan-antiozon
Antioksidan
dan antiozon dikelompokkan sebagai antidegradasi. Antioksidan adalah senyawa
yang berfungsi melindungi terhadap oksigen, dan antiozon berfungsi melindungi
dari ozon yang bersifat lebih reaktif. Senyawa-senyawa ini digunakan untuk
meningkatkan resistensi elastomer tak jenuh terhadap usia. Elastomer jenuh,
seperti silikon atau fluoroelastomer, tidak membutuhkan antidegradasi.
Antidegradasi
kimia, seperti fenol,melindungi karet dengan cara mengalami oksidasi untuk
menggantikan polimer. Antidegradasi fisika seperti lilin (wax), bekerja dengan membentuk lapisan protektif pada permukaan
karet. Lilin tersebut juga dapat berfungsi sebagai lubrikan pada piston
syringe.
·
Plasticizer-
lubrikan
Senyawa
ini digunakan dalam formulasi karet sebagai bahan pembantu dalam pembuatan
karet, sebagai pelunak pada karet yang telah divulkanisir atau sebagai pelicin
tutup. Contohnya yaitu parafin wax, minyak silikon, minyak parafin, minyak naftenat
(Naphtenic oil), ftalat, dan fosfat
organik.
·
Pengisi
Karet dapat
diformulasikan tanpa pengisi. Jika demikian maka hasilnya disebut karet “gum”
yang bersifat tembus pandang, misalnya untuk pembuatan dot bayi. Dalam pembuatan karet, seringkali dilakukan modifikasi untuk
meningkatkan kekerasan karet, karakteristik fisika, resistensi terhadap abrasi
atau menurunkan biaya produksi. Pengisi digunakan untuk memenuhi tujuan-tujuan
tersebut.
·
Pigmen
Pigmen
biasanya berupa garam anorganik dan oksida, karbon hitam, atau pewarna organik, yang digunakan untuk tujuan estetika atau
fungsional. Dari segi estetika, pabrik farmasi mungkin menginginkan tutup karet
yang berwarna serasi dengan sefel alumunium atau label, sehingga penampilan
kemasan menjadi lebih menarik.
Uji Tutup Karet Elastomerik
1. Prosedur Uji Biologi
Ada dua tahap pengujian. Tahap pertama adalah uji
reaktivitas secara biologi invitro. Bahan yang yeng memenuhi syarat uji
invitro, tidak perlu dilakukan uji tahap kedua. Bahan yang tidak memenuhi syarat
invitro lanjutkan dengan tahap kedua yaitu uji intrakutan yaitu uji reaktivitas
secara biologi invitro.
2. Prosedur Uji Fisikokimia
Uji
berikut dimaksudkan untuk menetapkan sifat fisikokimia yang berhubungan dengan
ekstraksi tutup elastomeric. Karena uji berdasarkan pada ekstraksi elastomer,
maka jumlah luas permukaan dari contoh yang akan diekstraksi adalah penting.
Dalam tiap pengujian ditetapkan luas permukaan untuk diekstraksi pada suhu yang
telah ditetapkan. Metode uji direncanakan untuk mengetahui variasi utama yang
diharakan.
Larutan
pengekstraksi:
a. Air murni
b. Pembawa
obat (bila digunakan)
c. Isopropanol
Peralatan
a. Otoklaf
digunakan dapat mempertahankan suhu 121˚C ± 2˚C, yang dilengkapi dengan
thermometer, pengukur tekanan, dan rak yang sesuai untuk tempat wadah pengujian
diatas permukaan air.
b. Oven
dapat mempertahankan suhu 105˚C ± 2˚C.
c. Alat
Refluks, mempunyai kapasitas lebih kurang 500 ml.
Prosedur
Penyiapan
contoh letakkan dalam wadah ekstraksi yang sesuai sejumlah tutup elastomeric
yang memberikan luas permukaan 100 cm2. Tambahkan 300 ml air murni
kedalam masing-masing wadah, tutup dengan gelas piala yang dibalik dan masukkan
dalam otoklaf pada suhu 121˚C ± 0,5˚C selama 30 menit. Enaptuangkan,
menmggunakan penapis baja tahan karat, sehingga tutup tertahan dalam wadah.
Cuci dengan 100 ml air murni goyangkan perlahan dan buang air cucian. Ulangi
pencucian dengan air murni 100 ml. lakukan prosedur yang sama untuk wadah
blangko.
Ekstrak
(dengan larutan pengekstraksi A) masukkan sejumlah contoh yang telah
dipersiapkan pada penyiapan contoh, dengan luas permukaan 100 cm2,
kedalam wadah yang sesuai, tambahkan 200 ml air murni. Tutup dengan gelas piala
yang dibalik dan ekstraksi dengan pemanasan dengan otoklaf pada suhu 121˚C selama 2 jam, biarkan selama waktu yang
secukupnya hingga cairan dalam wadah mencapai suhu ekstraksi. Biarkan otoklaf
mendingin dengan cepat dan dinginkan hingga suhu kamar. Lakukan prosedur yang
sama pada blangko.
Ekstrak (dengan
larutan pengekstraksi B atau larutan pengekstrak C) masukkan sejumlah contoh
yang telah dipersiapkan pada penyiapan contoh, dengan luas permukaan 100 cm2,
kedalam alat refluks yang sesuai berisi 200 ml larutan pengekstraksi B atau
larutan pengekstrak C, dan refluks selama 30 menit. Lakukan prosedur yang sama
pada blangko.
Kekeruhan (Gunakan
ekstrak yang disiapkan dengan larutan pengekstraksi A, larutan pengekstraksi B
atau larutan pengekstrak C). Goyangkan wadah masukkan sejumlah ekstrak kedalam
sel, jika perlu encerkan dengan pengekstraksi, dan ukur kekeruhannya dengan
nefelometer, terhadap baku tetap yang direproduksibel (baku nefelos). Kekeruhan
adalah perbedaan antara harga yang diperoleh untuk blangko dan contoh yang
dinyatakan dalam unit nefelos, sesuai skala numeric linier arbitrary,
menunjukkan rentang kekaburan dari kejernihan mutlak sampai daerah kekeruhan.
Zat
mereduksi (ekstrak yang digunakandengan larutan
pengekstraksi A). goyangkan wadah pindahkan 50 ml ekstrak contoh kedalam wadah
yang sesuai, dan titrasi dengan iodium 0,01 N, menggunakan 3 ml kanji sebagai
indicator. Lakukan penetapan blangko. Perbedaan volume titran antara blangko
dan contoh dinyatakan dalam ml iodium 0,01 N.
Logam
berat (Gunakan ekstrak yang disiapkan dengan larutan pengekstraksi
A atau larutan pengekstraksi B). masukkan 20 ml ekstrak blangko dan ekstrak
contoh kedalam tabung pembanding warna yang terpisah. Masukkan 2 ml, 6 ml dan
10 ml larutan baku timbale kedalam tiga tabung pembanding warna yang berbeda,
tambahkan 2 ml as.asetat 1 N pada tiap tabung, dan tambahkan air hingga 25 ml.
tambahkan 10 ml hydrogen sulfide yang dibuat segar kedalam tiap-tiap tabung,
campur diamkan 5 menit dan amati dari atas kebawah diatas permukaan putih.
Tetapkan jumlah logam berat dalam blanko dan dalam contoh. Kandungan logam
berat adalah perbedaan antara blangko dan contoh.
Perubahan
pH ( Gunakan ekstrak yang disiapkan dengan larutan
pengekstraksi A atau larutan pengekstraksi B). tambahkan kalium klorida
secukupnya kedalam ekstrak A hingga kadar 0,1%. Tetapkan pH dari contoh ekstrak
A dan ekstrak B secara potensiometrik, lakukan penetapan blangko ekstrak A dan
Ekstrak B. perubahan pH adalah perbedaan pH antara blangko dan contoh.
Bahan
terekstraksi (Gunakan ekstrak yang disiapkan dengan larutan
pengekstraksi A, larutan pengekstraksi B atau larutan pengekstrak C). Goyangkan wadah, masukkan 100 ml balangko dan
contoh kedalam cawan penguap yang telah dipisah dan telah ditara. uapkan diatas
tangas uap hingga kering atau dalam oven pada suhu 100˚, keringkan pada suhu
105˚ selama 1 jam, dinginkan kedalam desikator dan timbang. hitung bahan
terekstraksi total, dalam mg dengan rumus:
2(Wu-WB)
Wu adalah bobot residu dari
contoh dalam mg
WB adalah bobot residu blangko
dalam mg
Tutup
Plastik
a.
Resin Thermosetting
Resin plastik thermosetting jenis fenol banyak
digunakan pada tutup yang beruliran. Plastik thermosetting mula-mula menjadi lembek pada pemanasan dan kemudian
pulih lalu mengering pada keadaan akhir. Pembentukkan harus terjadi pada tahap
pertama menjadi lembek, karena sesudah waktu memulih sudah tidak ada
pergerakkan lagi, meskipun dipanaskan berulang dan disertai penekanan. Selama
proses pencetakkan, thermoset mengalami perubahan kimia permanen dan tidak
seperti bahan-bahan termoplastis, bahan-bahan ini tidak dapat diproses ulang.
Karena bagian-bagian yang salah cetak harus disingkirkan, maka bahan-bahan thermosetting biasanya diproses dengan
cara pencetakkan memakai tekanan. Proses pembuatannya relative lambat tetapi
memungkinkan kontrol yang baik dan memberi tanggapan yang cepat untuk mengubah
temperatur dan aliran bahan.
1.
Jenis
fenol
Bahan jenis fenol menghasilkan
mutu yang berbeda-beda, berwarna gelap biasanya hitam atau coklat. Jenis fenol
digunakan bila diperlukan plastic yang keras dan kukuh dan bila warna gelap
dapat diterima. Kekerasan, tahan panas, resistensi terhadap bahan kimia dan
kuat adalah sifat-sifat yang mudah terlihat dari jenis fenol. Pembatasan warna
merupakan penghalang utama, meskipun pemberian lapisan (coating) tersedia
dengan harga yang murah. Sebagai tutup, jenis fenol dapat menahan kekuatan
tekanan dari mesin penutup botol, dan menjadi segel yang erat dalam jangka
waktu lama.
Jenis fenol resisten terhadap
beberapa asam encer dan alkali, tetapi dapat rusak oleh asam-asam, terutama
yang bersifat oksidator. Asam organik dan asam yang mereduksi biasanya tidak
mempunyai pengaruh. Alkali kuat dapat menguraikan jenis fenol.
2.
Jenis
Urea
Resin thermosetting ini merupakan
bahan yang keras dan jernih, yang dapat menerima pewarnaan. Bahan ini lebih
mahal daripada jenis fenol, tetapi sifat tahan panas dan sifat lainnya dari
jenis urea menjadikannya cocok untuk hal-hal yang khusus. Warna-warna yang
indah dapat diperoleh dari jenis urea, karena kejernihannya memberi
kecerahandan intensitas warna yang kuat. Plastik jenis urea tersedia dalam
berbagai ragam warna dan merupakan bahan yang keras, rapuh, tidak berbau, dan
tidak mempunyai rasa. Karena merupakan plastik thermosetting, maka jenis urea tahan terhadap temperature yang
tinggi tanpa menjadi lembek, tetapi menjadi hangus pada temperatur kira-kira
390°F. Bahan ini dapat mengabsorpsi air pada keadaan basah, tetapi absorpsi
seperti itu tidak mempunyai efek serius terhadap plastik.
Jenis urea tidak dipengaruhi oleh
pelarut organik apapun, tetapi dirusak oleh alkali dan asam kuat. Bahan ini
memiliki resistensi yang baik terhadap semua jenis minyak dan lemak. Meskipun
jenis urea tahan terhadap temperatur tinggi, tetapi tidak dapat disterilkan
dengan uap.
b.
Resin termoplastis
Sejak jenis ini diperkenalkan,
maka termoplastik menjadi luas pemakaiannya pada pabrik sebagai tutup wadah.
Polistiren, polietilen, dan polipropilen adalah bahan-bahan yang dipakai pada
90% atau lebih dari semua tutup yang termoplastis. Tiap bahan mempunyai
keuntungan tersendiri, dan resin utama yang dipakai tergantung pada sifat
fisika dan kimia yang diinginkan bagi penggunanya, serta pada produk tertentu
yang akan dikemas.
Kotak
Karton yang Disegel
Lembaran
kertas karton yang dapat dilipat telah digunakan sebagai kemasan kedua bagi produk
bebas selama bertahun.tahun. Kepopuleran jenis kemasan ini didasarkan pada pertimbangan fungsi dan pemasaran dengan timbulnya pemasaran
besar-besaran dan obat bebas pada bagian swalayan dan toko-toko besar, maka adanya rak dan tumpukan produk menjadi pertimbangan dominan dalam
desain kemasan. Distribusi besar-besaran dan produk yang mudah pecah juga memerlukan kemasan kedua untuk pecahnya produk selama
distribusi. Keperluan menempel label dalam banyak hal
melampaui batas tempat yang disediakan bagi label pada wadah pertama, dan
akibatnya memerlukan tempat tambahan yang tersedia sebagai sisipan atau lajur dan
karton. Semua pertimbangan ini dilaksanakan dengan
pemakaian karton yang dilipat ufltuk memuat kemasan yang pertama. Penutupan kotak karton lipat dapat
dilaksanakan dengan beberapa cara. Metode yang paling lazim terlihat adalah dengan menggunakan desain “melipat ujung”. Keadaan desain “melipat ujung”
memungkinkan ujung-ujung kotak karton dipasang dekat dengan menyatunya sisi-sisi karton dari ujung kotak yang terbuka,
dengan belahan ditempatkan pada lipatan kotak atau tutup kotak. Keadaan desain ini, yang telah lazim dikerjakan dalam industri kotak karton karena fungsi dan kemampuannya bersatu dengan mesin kemasan
kecepatan tinggi, tidak lagi dianggap sebagai mekanisme penutupan yang dapat diterima untuk obat bebas. Jika memakai kotak karton yang dilipat ujungnya, mereka harus diperbesar dengan beberapa bentuk lain dari kemasan tahan gangguan
seperti pembungkus tambahan dengan lapisan
tipis, menyegel dengan pita atau penyegel kotak karton dengan perekat. Kotak
karton yang disegel ujungnya berbeda dengan yang ujungnya dilipat; dalam hal ini lebih baik menggunakan desain ikat mengikat
secara mekanis untuk menutup kotak karton dengan ujung
yang dilipat, bagian luar memakai perekat atau dilelehkan dengan panas untuk menyegel kotak karton.
1. Uji Kebocoran
Pengujian keutuhan kemasan merupakan hal yang kritis. Hal ini karena
berhubungan dengan keamanan dan kualitas produk. Untuk keperluan tersebut
dibutuhkan uji yang bersifat non destruktif. Beberapa test yang sering
digunakan ialah:
a. Test
elektrolit, digunakan untuk mengetahui kerusakan yang berhubungan dengan
kebocoran kemasan, test ini menggunakan larutan elektrolit, bila terjadi
kebocoran maka akan terjadi arus listrik.
b. Test
tekanan, digunakan untuk mendeteksi kebocoran dari kemasan, dalam test ini, gas
diinjeksikan ke dalam kemasan yang telah dicelup dalam air. Injeksi gas
dilakukan dengan pompa. Bila terjadi kebocoran maka terjadi gelembung dalam
air.
c. Test
mikrobiologi, digunakan untuk mendeteksi adanya kontaminasi dari mikroba dalam
kemasan. Test ini juga digunakan untuk menguji efektifitas sterilan yang
digunakan.
Contoh Pengujian Kebocoran Pada Ampul
Ampul
dimaksudkan sebagai wadah tersegel yang kedap udara untuk suatu dosis tunggal
obat, sehingga secara sempurna menghalangi tiap perubahan antara isi ampul yang
disegel dan lingkungannya. Adanya pori-pori kapiler atau retakan halus dapat
menyebabkan masuknya mikroorganisme atau kontaminan lain yang berbahaya ke
dalam ampul, atau isinya dapat bocor keluar dan merusak penampilan kemasan.
Perubahan temperatur selama penyimpanan dapat menyebabkan ekspansi dan kontraksi
ampul dan isinya, sehingga menonjolkan perubahan jika ada lubang.
Uji kebocoran dimaksudkan untuk
mendeteksi ampul yang belum ditutup dengan sempurna, sehingga ampul-ampul
tersebut dapat dibuang. Ampul yang ditutup pada ujungnya kelihatannya tidak
begitu sempurna penutupannya dibandingkan dengan ampul yang ditutup dengan
segel tarik. Di samping itu, retak kecil bisa terjadi sekitar segel tersebut
atau pada dasar ampul sebagai hasil dari penanganan yang kurang sempurna.
Kebocoran biasanya dideteksi dengan
menghasilkan suatu tekanan negatif dalam ampul yang ditutup tidak sempurna,
biasanya dalam ruang vakum, selagi ampul tersebut dibenamkan dalam larutan yang
diberi zat warna (biasanya 0,5 sampai 1,0% biru metilen). Tekanan atmosfer
berikutnya kemudian menyebabkan zat warna mempenetrasi ke dalam lubang, dapat
dilihat setelah bagian luar ampul dicuci untuk membersihkan zat warnanya. Vakum (27 inci Hg atau lebih) harus dengan
tajam dilepaskan setelah 30 menit. Hanya setetes kecil zat warna bisa
mempenetrasi ke lubang yang kecil.
Laporan pengkajian menunjukkan bahwa
deteksi kebocoran lebih efektif bila ampul dicelupkan dalam bak zat warna
selama siklus pensterilan dengan autoklaf. Ini mempunyai keuntungan tambahan
membantu deteksi kebocoran dan sterilisasi dalam satu pelaksanaan. Kapiler yang
berdiameter 15 mikron atau lebih kecil bisa atau bisa tidak dideteksi dengan
cara uji ini.
Uji kebocoran tidak dilaksanakan
untuk vial dan botol karena tutup karetnya tidak kaku; tetapi botol seringkali
disegel selagi suatu vakum ditarik, sehingga botol tetap kosong (terevakuasi)
selama waktu penyimpanan. Adanya vakum bisa dideteksi dengan membenturkan dasar
botol dengan keras dengan pangkal telapak tangan untuk menghasilkan suara
“memukul air”. Uji lainnya adalah dengan memakai pemeriksaan penguji percikan
ke luar botol tersebut, yang bergerak dari lapisan cairan ke dalam ruang udara.
Penglepasan percikan baru terjadi jika ruang udara dievakuasi (dikosongkan).
DAFTAR
PUSTAKA
Departemen Kesehatan RI. Farmakope Indonesia edisi IV. Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, Jakarta. 1995.
Lachman,
Leon, Herbert A. Lieberman, Joseph L. Kanig. Teori dan Praktek Farmasi Industri III, Penerjemah Siti Suyatmi.
Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta. 1994.
Voight,
R. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Terjemahan Soendani N.S. Gadjah Mada University
Press. 1995.
http://cybermed.cbn.net.id/cbprtl/cybermed/detail.aspx?x=Nutrition&y=cybershopping%7C0%7C0%7C6%7C474
Tidak ada komentar:
Posting Komentar