Pertanyaaan
1. Salah
satu metode uji absorpsi adalah uji permeasi menggunakan sel CaCO2 jelaskan
keunggulan metode CaCO2 di bandingkan metode uji absorpsi secara invitro yang
lain.
2. Berikut
ini adalah data farmakokinetika tablet A dalam darah setelah di berikan secara
peroral dengan dosis obat per tablet
Waktu (jam)
|
Cp (mg/mL)
|
0
|
0
|
0,25
|
1,8
|
0,5
|
3
|
0,75
|
4
|
1
|
4,2
|
1,5
|
4,5
|
3
|
3,6
|
6
|
1,8
|
12
|
0,5
|
18
|
0,15
|
24
|
0,05
|
Tentukan estimasi nilai Kel dan
Kabs menggunakan metode residual dan metode wagner nelson.
3. Jelaskan
mengenai uji disolusi yang dilakukan untuk obat-obat yang termasuk dalam
Biopharmaceutical Classification Class 2 !
Jawaban
1.
Beberapa keunggulan Caco-2 dibanding
metode yang lain:
·
Caco-2 monolayer adalah selapis sel yang
diperoleh dari kultur sel “human colon carcinoma”
·
Mempunyai karakteristik yang menyerupai sel
absorbtif pada epitel usus sehingga merupakan metode uji permeasi in vitro yang
paling ideal
·
Dewasa ini menjadi bagian penting proses
skrining terhadap potensi obat untuk penghantaran secara oral
·
Proses transpor/difusi melalui Caco-2
sel dianggap lebih relevan dengan transport/difusi in vivo
·
Parameter permeabilitas dapat ditentukan
berdasarkan persamaan Hukum Fick.
Q/A= Papp .CDo
.t
3. Pada
Biopharmaceutical Classification Class 2 memiliki sejumlah daya serap yang
tinggi tetapi sejumlah disolusi yang rendah. Dalam disolusi obat in vivo maka
langkah rate limiting untuk penyerapannya, kecuali pada sejumlah dosis
yang sangat tinggi.
Penyerapan untuk obat kelas II biasanya lebih lambat
dan terjadi selama periode yang lebih lama. Korelasi antara in vitro-in vivo
biasanya dikecualikan untuk kelas I dan kelas II obat-obatan, contoh:
Glibenklamid Fenitoin, Danazol, Ketokonazol, asammefenamat, Nifedinpine.
Bioavailabilitas produk tersebut dibatasi oleh tingkatsolvasi mereka. Sebuah
korelasi antara in vivo bioavailabilitas dan in vitro solvasidapat ditemukan.
Adapun obat – obat yang terkategori dalam BCS kelas
II (high permeability tetapi low solubility) seperti naproxen, carbamazepin,
dan sebagian besar obat lainnya, rate limiting step ditentukan oleh proses
disolusi. Biasanya masalah yang timbul dalam obat – obat BCS Kelas II ini dapat
diatasi dengan pemberian kosolven dalam formulasinya untuk mempercepat proses
disolusi. BCS kelas II mempunyai
permeabilitas tinggi , kelarutan rendah. Obat kelas 2 memiliki sejumlah
daya serap yang tinggi tetapi sejumlah pembubaran rendah. Dalam pembubaran obat
vivo maka langkah rate limiting untuk penyerapan kecuali di sejumlah dosis
sangat tinggi. Bioavailabilitas produk yang mengandung pound adalah mungkin
disolusi-tingkat terbatas. Untuk alasan ini korelasi antara kemampuan bioavai
vivo dan laju disolusi in vitro (sebuah IVIVC) dapat diamati. Sistem yang
dikembangkan untuk obat kelas II didasarkan pada mikronisasi, liofilisasi,
penambahan surfaktan, formulasi sebagai emulsi dan sistem mikroemulsi,
penggunaan agen kompleks seperti siklodekstrin.
Pada kelas 2 yaitu obat yang mempunyai kelarutan
rendah-permabilitas tinggi maka kecepatan absorbsi obat tersebut
ditentukan/dibatasi oleh tahapan kecepatan disolusi obat tersebut dalam cairan
ditempat obat diabsorpsi. Dengan adanya peningkatan kecepatan
disolusi/kelarutan, diharapkan bioavailabilitas obat tersebut juga meningkat.
Penyerapan untuk obat kelas 2 biasanya lebih lambat
dan terjadi selama periode yang lebih lama.
Uji
disolusi yang digunakan yaitu :
· SGFsp
ditambah surfaktan (untuk mensimulasikan kondisi berpuasa di perut)
Media ini cocok untuk
basa lemah, seperti ketoconazole dan dipyridamole. Volume terendah praktis dari
300-500 ml harus digunakan dengan metode I USP atau II untuk mendapatkan hasil
yang fisiologis.
· Susu
3,5% lemak (untuk mensimulasikan kondisi makan di perut)
Media ini digunakan
selama pengembangan obat untuk kondisi perkiraan dalam perut postprandial. Media
ini memiliki pH tinggi dan cocok untuk asam lemah. Kesulitan dalam menyaring
dan memisahkan obat dari media membuat media ini tidak cocok untuk pengujian
jaminan kualitas rutin.
·
FaSSIF dan FeSSIF
Kedua media telah
dikembangkan untuk mensimulasikan kondisi di media pusat. Dalam keadaan
berpuasa dan makan dimaksudkan untuk digunakan pada tingkat pengembangan dan
bukan untuk pembubaran kontrol kualitas perilaku rutin.
·
Penggunaan surfaktan sintetis pada media
disolusi
Akan jauh lebih praktis
untuk menggunakan sistem surfaktan sintetis yang bisa cocok dengan menurunkan
tegangan permukaan dan sifat solubilisasi dari komponen empedu. Tapi, tidak
pasti bahwa surfaktan yang biasa, seperti SLS, Remaja, atau orang lain,
melarutkan obat yang sama dengan komponen empedu. Tidak hanya jenis, tetapi
juga konsentrasi surfaktan dapat memainkan peran.
2.
A. Metode Wagner Nelson
Waktu (jam)
|
Cp (mg/mL)
|
T
|
ln cp
|
slope
|
Keliminasi
|
r
|
AUC0-t
|
AUC0-tn
|
k.AUC0-tn
|
0
|
0
|
0
|
|||||||
0.25
|
1.8
|
0.25
|
0.587787
|
0.225
|
0.255
|
0.0489299
|
|||
0.5
|
3
|
0.5
|
1.098612
|
0.6
|
0.855
|
0.1640592
|
|||
0.75
|
4
|
0.75
|
1.386294
|
0.875
|
1.73
|
0.331956
|
|||
1
|
4.2
|
1
|
1.435085
|
1.025
|
2.755
|
0.5286352
|
|||
1.5
|
4.5
|
1.5
|
1.504077
|
2.175
|
4.93
|
0.9459787
|
|||
3
|
3.6
|
3
|
1.280934
|
6.075
|
11.005
|
2.1116624
|
|||
6
|
1.8
|
6
|
0.587787
|
8.1
|
19.105
|
3.6659074
|
|||
12
|
0.5
|
12
|
-0.69315
|
6.9
|
26.005
|
4.9898938
|
|||
18
|
0.15
|
18
|
-1.89712
|
1.95
|
27.955
|
5.3640639
|
|||
24
|
0.05
|
24
|
-2.99573
|
-0.19188
|
0.19188
|
-0.95222
|
0.6
|
28.555
|
5.4791931
|
cp+k.AUC0-tn
|
AUC t-ttg
|
AUC 0-ttg
|
k.AUC 0-ttg
|
Fab
|
FTA
|
In FTA
|
SLOPE
|
Kabs
|
1.848929933
|
0.260577
|
28.8155767
|
5.529132855
|
0.334398
|
0.665602
|
-0.40706
|
-2.246
|
2.246
|
3.164059188
|
0.260577
|
28.815577
|
5.529132915
|
0.572252
|
0.427748
|
-0.84922
|
-2.16666
|
|
4.331956018
|
0.260577
|
28.815577
|
5.529132915
|
0.783478
|
0.216522
|
-1.53006
|
-3.69504
|
|
4.728635161
|
0.260577
|
28.815577
|
5.529132915
|
0.855222
|
0.144778
|
-1.93255
|
#NUM!
|
|
5.445978709
|
0.260577
|
28.815577
|
5.529132915
|
0.984961
|
0.015039
|
-4.19709
|
#NUM!
|
|
5.711662412
|
0.260577
|
28.815577
|
5.529132915
|
1.033012
|
-0.03301
|
#NUM!
|
#NUM!
|
|
5.46590735
|
0.260577
|
28.815577
|
5.529132915
|
0.988565
|
0.011435
|
-4.47108
|
-0.11951
|
|
5.489893779
|
0.260577
|
28.815577
|
5.529132915
|
0.992903
|
0.007097
|
-4.94811
|
#NUM!
|
|
5.514063856
|
0.260577
|
28.815577
|
5.529132915
|
0.997275
|
0.002725
|
-5.90514
|
#NUM!
|
|
5.529193111
|
0.260577
|
28.815577
|
5.529132915
|
1.000011
|
-1.1E-05
|
#NUM!
|
#NUM!
|
B. Metode Residual
waktu (jam)
|
Cp (gr/ml)
|
ln cp
|
r
|
slope
|
Kel
|
ln cp'
|
cp'
|
delta cp'-cp
|
ln delta Cp'-cp
|
slope
|
Ka
|
0
|
0
|
#NUM!
|
1.5919
|
4.913074908
|
4.913074908
|
1.5919
|
-2.42204
|
2.422036
|
|||
0.25
|
1.8
|
0.587787
|
1.543925
|
4.682934765
|
2.882934765
|
1.058808791
|
|||||
0.5
|
3
|
1.098612
|
1.49595
|
4.463574935
|
1.463574935
|
0.380882029
|
|||||
0.75
|
4
|
1.386294
|
1.447975
|
4.254490443
|
0.254490443
|
-1.368491995
|
|||||
1
|
4.2
|
1.435085
|
1.4
|
4.055199967
|
-0.144800033
|
#NUM!
|
|||||
1.5
|
4.5
|
1.504077
|
1.30405
|
3.684187453
|
-0.815812547
|
#NUM!
|
|||||
3
|
3.6
|
1.280934
|
1.0162
|
2.762676621
|
-0.837323379
|
#NUM!
|
|||||
6
|
1.8
|
0.587787
|
0.4405
|
1.553483766
|
-0.246516234
|
#NUM!
|
|||||
12
|
0.5
|
-0.69315
|
-0.7109
|
0.491201917
|
-0.008798083
|
#NUM!
|
|||||
18
|
0.15
|
-1.89712
|
-1.8623
|
0.155314995
|
0.005314995
|
-5.237223254
|
|||||
24
|
0.05
|
-2.99573
|
-0.99965
|
-0.191882091
|
0.191882091
|
-3.0137
|
0.049109637
|
-0.000890363
|
#NUM!
|
Gravik 3 data
(Residual)
Gravik ln Cp (Residual)
kaka filenya boleh minta gak hehe
BalasHapus