Powered By Blogger

Total Tayangan Halaman

Senin, 27 Januari 2014

Tugas Pendahuluan CPOB 3

Nomor  7
·        Farmasetika dasar dan hitungan farmasi (Drs. H. Syamsuni  Apt.) hal 132

Ada beberapa cara perhitungan isotonis yaitu:-
1.       Dengan cara penurunan titik beku (PTB) molecular;
2.       Dangan cara akuivalensi NaCl (E);
3.       Dengan cara factor disosiasi;
4.       Dengan cara grafik.

-          Cara PTB dengan rumus menurut FI ed III
Suatu larutan dinyatakan isotonis dengan serum atau cairan dengan serum atau cairan mata jika membeku pada suhu -0,52C. untuk memperoleh larutan isotonis, dapat ditambahkan NaCl atau zat lain yang cocok yang dapat dihitung dengan rumus berikut

B=

Keterangan
B=bobot zat tambahan (NaCl) gram untuk tiap 100 ml larutan
0,52=titik beku cairan tubuh (-0,52oC)
b1=PTB zat khasiat
C=konsentrasi dalam satuan % b/v zat khasiat
b2=PTB zat tambahan (NaCl)
Terdapat tiga jenis keadaan tekanan osmosis larutan obat, yaitu
1.       Keadaan isotonis apabila nilai B = 0, b1C=0,25
2.       keadaan hipotonis apabila nilai B positif, b1C<0,25
3.       keadaan isotonis apabila nilai B negatif , b1C>0,25
Cara Ekuivalensi NaCl
Yang dimaksud ekuivalen dengan naCl (E ) adalah jumlah gram NaCl yang memberikan efek osmosis yang sama dengan 1 g suatu zat terlarut tertentu.
                Jika E efedrin HCl =0,28 berarti tiap 1 g efedrin HCl ~ 0,28 g NaCl. Jadi, dapat dianalogkan sebagai berikut :
Ex=a; artinya tiap 1 g zat X ~ 1 x a g NaCl
Ex=E; artinya tiap 1 g zat X ~ 1 x E g NaCl
Jika bobot zat X = W gram dan Ex = E ekuivalennya = W x E gram NaCl.
Larutan isotonis NaCl 0,9% b/v;artinya 0,9 g NaCl untuk tiap 100 ml Nacl.
Jika bobot NaCl=W x E g;volume yang isotonis = (w x E)/0,9x100;sehingga dapat merumuskan :
V’=( W x E) 100/0,9=(W x E)111,1
Keterangan
V’=Volume larutan yang sudah isotonis (ml)
W=bobot zat aktif (gram)
E= nilai ekuivalensi zat aktif

Untuk tiap 100 ml larutan NaCl, isotonis yang dibutuhkan 0,9 g NaCl.
Jika volume larutan = V ml dan volume yang sudah isotonis = V’ ml, volume yang belum isotonis adalah ( V-V’) ml sehingga bobot NaCl (B) yang masih diperlukan agar larutan menjadi isotonis adalah
B=[(V-V’)/100] x 0,9 atau
B=[(0,9 x V/100] - [(0,9xV’)/100] atau
B=(0,9/100 x V) – (0,9/100 x V’)
Jika v’ kita ganti dengan (W x E)100/0,9 , maka :
B = [0,9/100 x v ] dan akhirnya kita dapatkan rumus sebgai berikut
                                                B = 0,9/100 x v – (WxE)
Keterangan
B=bobt zat tambahan (gram)
V=volume larutan(ml)
W=bobot zat berkhasiat (gram)
E=ekuivalen zat aktif terhadap NaCl

                Tiga jenis keadaan tekanan osmotik larutan obat, yaitu:
1.       Keadaan isotonis apabila nilai B = 0,9/100 x V=(W x E)
2.       keadaan hipotonis apabila nilai B = 0,9/100 x V>(W x E)
3.       keadaan isotonis apabila nilai B = 0,9/100 x V<(W x E)
Larutan NaCl 0,9% b/v adalah garam fisiologis yang isotonis.
Cara Faktor Disosiasi (farmakope belanda VI)
Larutan NaCl 0,9% b/v sudah ditetapkan isotonis dengan cairan tubuh. Tekann osmosis larutan sebanding dengan jumlah bagian-bagian dalam larutan. Dalam larutan encer, dapat dikatakan bahwa garam-garam terdisosiasi sempurna.
                                                NaCl            Na+ + Cl-
Dari sebuah molekul NaCl terbentuk dua ion. Jadi, faktor disosiasi NaCl adalah 2;tetapi,sebetulnya lebih tepat adalah 1,8 karena adanya sedikit keseimbangan reaksi.
Jadi, faktor isotonisnya adalah :
(fa/Ma) x a
Keterangan
Fa adalah faktor disosiasi zat-zat yang mendekati keadaan sebenarnya yaitu
-          Untuk zat-zat yang tidak terdisosiasi seperti glukosa dan gliserin, Fa = 1
-          Untuk asam-asam lemah dan basa-basa lemah Fa = 1,5
-          Untuk asam-asam kuat dan basa-basa kuat Fa = 1,8
Ma adalah bobot molekul zat
a,b,c,.....dst.adalah kadar zat dalam larutan dalam satuan graam/liter.
Jadi,larutan isotonis yang dapat dihitung dari NaCl 0,9% b/v tersebut adalah :
(fNaCl/MNaCl) x kadar NaCl (dalam satuan g/liter) = (1,8/58,5) x 9 = 0,28 (berarti setiap larutan yang memiliki faktor isotonis 0,28 adalah isotonis).
        Dapat kita turunkan rumus sebagai berikut :
(fa/Ma) x a + ((fb/Mb) x b + (fc/Mc) x c....dst =0,28
Untuk menghitungkan banyaknya zat penambah (h) dalam pembuatan larutan isotonis,dapat dirumuskan sebagai berikut...
(fa/Ma) x a + ((fb/Mb) x b... dst. + (fh/Mh) x h = 0,28
(fh/Mh) x h = 0,28 - {[(fa/Ma) x a] + [(fb/Mb)]x b + ...dst.}
h = (Mh x Fh) x { 0,28 - [(fa/Ma) x a] + [(fb/Mb)]x b + ...dst.]}
h = (Mh x Fh) x { 0,28 - [(fa/Ma) x a] + [(fb/Mb)]x b + ...dst.]}
keterangan:
Harga = (Mh x Fh) untuk
NaCl = 32
Glukosa =198
Etanol 96%b/v= 43
Na-nitrat= 47
Gliserin=81

Cara grafik (FI ed I)
Untuk cara grafik ini, didalam farmakope terdapat tabel yang langsung dapat dibaca yang berisi jumlah penambahan NaCl atau kalium nitrat dalam g/100mL yang harus ditambahkan ke dalam larutan untuk mendapatkan larutan yang isotonis dengan cairan tubuh atau jaringan tubuh.
1.       Larutan isitonis yang mengandung  satu senyawa.
Konsentrasi dalam gram/100 ml senyawa yang dsebutkan digambarkan pada sumbu-X (absis) dan sumbu-Y (ordinat) yang bersesuaian. Ini menyatakan jumlah NaCl atau kalium nitrat dalam g/100 ml yang harus ditambahkan ke dalam larutan untuk mendapatkan larutan yang isotonis dengan jaringan.
2.       Larutan hipotonis yang mengandung lebih dari satu senyawa.
Jika larutan mengandung sejumlah n senyawa, sedangkan banyaknya NaCl atau kalium nitrat yang ditambahkan ke tiap senyawa itu dalam konsentrasi yang diminta dapat dicari seperti pada nomor 1. Untuk mendapatkan suatu larutan dari masing-masing senyawa yang isotonis dengan jaringan, jumlah NaCl yang dibutuhkan untuk membuat larutan senyawa-senyawa itu isotonois dengan jaringan.
Banyaknya NaCl yang harus ditmbahkan selain dapat dibaca dalam grafik, dapat pula dilihat langsung pada daftar yang ada masing-masing zat.


Scoville hal 158-171
*      Metode perhitungan: penurunan titik beku
                Dalam perhitungan semua larutan isotonik kita akan mengambil nilai0,52C sebagai daerah titik beku  maupun cairan mata. Dengan demikian sama halnya dengan larutan 0,9% NaCl yang isotonik dengan darah juga isotonik dengan air mata. Titik beku dari sebuah larutan telah digunakan sebagai petunjuk konsentrasi suatu larutan, karena titik beku menurun ketika konsntrasi salut meningkat. Demikian sama halnya seperti kemungkinan untuk mengatur titik beku dari larutan hipodermik atau collirium dimana tiap bagian dari cairan membeku, larutan tersebut akan menjadi isotonik karena titik bekunya dipengaruhi sama halnya dengan tekanan osmosis, dengan kata lain dengan menghubungkan jumlah molekul atau partikel ion yang terkandung dalam larutan beberapa metode dalam hal ini dapat digunakan lebih lanjut.
-          Metode I
Metode ini  dianjurkan oleh british pharmaceutacal caderi dan menyertakan penggunaan -0,52C sebagai titik beku darah dan air mata. Larutan hipotonik dapat dijadikan isotonik dengan substansi pengontrol menurut persamaan dibawah ini:
                                        π=
Dimana :     π= berat dalam gram dari substansi pengontrol dalam 100 ml dari   
        larutan akhir
a = penurunan titik beku dari air dengan adanya substansi dalam
        larutan, ditentukan dengan mengalikan nilai tiap 1 % larutan )yang
       diberikan dalam tabel 15)
b= penurunan titik beku dari air yang ditimbulkan oleh penambahan 1%
       w/v dari sunstansi (diberikan dalam tabel 14)
-          Metode II
Metode ini juga menyertakan penggunaan tabel  15 yang menyertakan titik beku dari larutan encer dari data tersebut dimungkinkan untuk menghitung kuantitas dari solut yang ditambahkan untuk menurunkan titik bekunya sampai sama dengan serum darah atau cairan lacrimad (-0,52 C)

*      Nacl ekuivalen
NaCl  ekuivalen dapat didefinisikan sebagai faktor yang merabah sejumlah spesifik dari solut ke sejumlah NaCl yang menghasilkan efek osmosis yang sama. Contohnya, NaCl ekuivalen dari asam borat adalah 0,55. Ini artinya bahwa                 1 gr asam borat dalam larutan menghasilkan jumlah partikel yang sama dengan 0,55 gr NaCl, juga bahwa 10 butir asam borat ekuivalen dengan 5,5 gr butir NaCl.
Mellen dan seltzer yang mula-mula membuat metode NaCl ekuivalen menggunakan metode nicola untuk memperoleh faktor ionisasi yang lebih baik untuk NaCl ekuivalen dapat diperoleh dari  data titik beku. Sebagaimana dihitung oleh Wells dan diukur oleh Husa san Rossi. Metode ini didasarkan oleh fakta bahwa penurunan molal dari titik beku proporsional dengan rasio penurunan titik beku dengan adanya solut tiap konsentrasi molalnya. Persamaan di bawah ini dan pada halaman pengganti diberikan oleh Wells
L
Dimana L = penurunan molal titik beku
                                 = penurunan titik beku
C = konsentrasi molal dari solut
                Karena substansi dengan tipe ionik yang sama cenderung untuk memperlihatkan penurunan molal mengklasifikasikan komponen-komponen ini berdasarkan tipe ionik dan telah menetapkan nilai rata-rata L untuk mereka. Nilai L tersebut dapat dipakai untuk memecahkan nilai NaCl ekuivalen.
Tabel  klasifikasi senyawa tipe ionik dengan nilai L rata-rata
Tipe 1A : L=1,9
Non elektrolit           substansi yang tidak terdisosiasi dalam larutan. Contoh : sukrosa, dekstrosa, campher, gliserin
Tipe 1B : L = 2,0
Elektrolit lemah           substansi yang terdisosiasi sangat sedikit dalam larutan. Contoh : asam borat, asam sitrat, merkuri, sianida, basa efedrin
Tipe 2A : L = 2,0
Elektrolit bivalent            substansi yang terdisosiasi dalam larutan menjadi dua ion masing-masing divalen. Contoh: magnesium sulfat, kupri sulfat, zink sulfat
Tipe 2B : L = 3,4
Elektrolit uni-univalen            dua ion, masing-masing univalent. Contoh: sodium klorida, potasium klorida, perak nitrat, efedrin HCL, pilokarpin HCL
Tipe 3A : L = 4,3
Elektrolit uni-divalent          tiga ion, kation univalen, amon divalent. Contoh: sodium karbonat, sodium fosfat (Na2HPO4), atropin sulfat
Tipe 3B : L = 9,4
Elektrolit di-univalent           tiga ion, kation divalen, anion univalent. Contoh: kalsium klorida, zink phenolsulfonat
Tipe 4A : L =  5,2
Elektrolit unit trivalent            empat ion, kation univalent, anion trivalent. Contoh: sodium sitrat
Tipe 5 : L = 7,6
Tetraborates             sodium borat, potassium borat 

Untuk menghitung NaCl ekuivalen dari sebuah subtansi digunakan persamaan berikut ;


Dimana E adalah NaCl ekuivalen dari substansi dengan berat molekul M dan penurunan titik molal L . angka 58,45 dan 3,44 adalah keterangan nilai untuk NaCl. Jika titik beku dari suatu larutan dengan persen konsentrasi yang diketahui, NaCl ekuivalen dapat ditentukan dengan menggabungkan dua persamaan yang diberikan

E adalah NaCl ekuivalen dari substansi yang menurunkan titik beku air oC pada konsentrasi W gr dalam W0 gr. Pada kebanyakan konsentrasi praktek yang terjadi W adalah W/V persen konsentrasi dari substansi.

*             Factor disosiasi
Metode ini didasarkan atas nilai NaCl 0,9 % adalah isotonis dengan darah dan air mata.
-          Metode 1
                        Dimana         %w/v : presentasi bahan aktif dalam larutan
                                                K = factor disosiasi zat aktif
                                                M = berat molekul zat akti
                                                K’ = factor disosiasi substansi yang ditambahkan
                                                M’= berat molekul substansi yang ditambahkan
                                                F = factor isotonic.
-          Metode 2
Metode ini dapat digunakan untuk menghitung nilai isotonic larutan non elektrolit ini didasarkan atas fakta bahwa dari satu molekul larutan (1 gram berat molekul dari solute dalam 1000 gr air) dari suatu non elektrolit akan menurunkan titik beku air menjadi -1,8 55, atau kira-kira 1,86. Sejumlah non elktrolit yang dibutuhkan untuk menurunkan titik beku air menjadi serupa dengan darah, - 0,52, kemudian dihitung.
*      Metode grafik
Dari beberapa metode grafik yang diusulkan untuk perhitungan larutan isotonic salah satu yang diajukan oleh Lund dan teman sekerjanya tampil sebagai yang terbaik. Grafi serupa dan yang dijelaskan disini telah di usulkan dalam edisi ke dua farmakope internasional. Dalam ilustrasi berikut, substansi ditandai dalam persen sepanjang ordinat dan penurunan titik beku dalam derajat sentrigrade sepanjang absis. Kurva penurunan titik beku dari sembiloan substansi yang biasa digunakan diperlihatkan dengan menggunakan “cerminan” kurva NaCl, proses penentuan sejumlah NaCl yang dibutuhkan untuk membuat larutan isotonis disederhanakan dengan baik.

Menurut Martin, dkk., 1993 (Farmasi Fisik) hal. 484
·         Farmasi Fisika II jilid 2
Tonisitas larutan dapat ditentukan dengan menggunakan salah satu metode berikut ini. Pertama, dalam metode hemolisis, pengaruh berbagai larutan obat diperiksa berdasarkan efek yang timbul ketka disuspensikan dengan darah. Metode kedua yang dipakai untuk mengukur tonisitas suatu larutan didasarkan pada metode untuk menentukan sifat koligatif larutan. Metode ini didasarkan atas pengukuran perubahan temperatur yang naik naik dari perbedaan tekanan uap sampel terisolasi yang ditempatkan da;am sebua ruang dengan kelembapan yang tetap.
-          Perhitungan tonisitas dengan harga Liso. Karena penurunan titik beku larutan elektrolit lemah atau kuat lebih besar dari yang dihitung dengan persamaan ∆Tf = KfC  maka dipakai faktor baru, L=lKf dapat juga dihitung dengan persamaan
∆Tf= Lc
                Nilai L dapat diperoleh dari penurunan titik beku larutan senyawa dalam bentuk ionnya dan pada konsentrasi c yang isotonis dengan cairan tubuh. Nilai L disimbolkan dengan Liso. Nilai L­iso untuk larutan NaCl 0,90% (0,154 M) dengan titik beku 0,52°C dan yang isotonis dengan cairan tubuh, adalah 3,4:
                                                                Liso=
Menurut Parrot, 1971 (Pharmaceutical Technology) hal. 197
Metode L. sejumlah solute yang harus ditambahkan untuk mengatur larutan hipotonik dari obat untuk isotonisitas dapat dihitung dengan menggunakan turunan persamaan termodinamika.
Tf = Km
Perkenalan istilah i akan membenarkan penyimpangan dari keidealan.
Tf = iKm
Lebih dari  rentang ekstrim dari konsentrasi i akan berubah. Untuk kenyamanan pada system farmasetik dimana larutan mencair dan konsentrasi molar dapat diganti dengan konsentrasi molal, penurunan titik beku dapat dipresentasikan dengan:
Tf = L c
Nilai L berubah lebih dari rentang konsentrasi yang luas, akan tetapi Liso mewakili nilai ketika konsentrasi senyawa pada larutan isotonic dengan cairan tubuh.
RPS hal 1488-1489
Pembekuan-titik perhitungan
Sebagaimana dijelaskan dalam bagian sebelumnya, data titik beku mungkin sering digunakan dalam memecahkan masalah penyesuaian isotonicity. Jelas, kegunaan data tersebut terbatas pada solusi di mana zat terlarut tidak menembus membran jaringan, misalnya, sel-sel darah merah, dengan yang berada dalam kontak. Dalam kasus tersebut, lampiran A memberikan depresi beku-titik solusi Pada konsentrasi yang berbeda dari berbagai zat, memberikan informasi penting untuk memecahkan masalah.
Untuk zat yang paling tercantum dalam tabel konsentrasi larutan isotonik, yaitu, salah satu yang memiliki titik beku -0520, diberikan. Jika hal ini tidak tercantum dalam tabel, maka dapat ditentukan dengan akurasi yang memadai dengan proporsi yang sederhana menggunakan, sebagai dasar perhitungan, angka yang paling hampir menghasilkan larutan isotonik. Sebenarnya depresi titik beku larutan elektrolit tidak mutlak sebanding dengan konsentrasi tetapi bervariasi sesuai dengan dilusi, sebagai contoh, suatu larutan yang mengandung 1 gram hidroklorida prokain dalam 100 ml memiliki depresi beku-titik 0,120, sedangkan larutan yang mengandung 3 g garam yang sama dalam 100 ml memiliki depresi beku-titik 0,330, bukan 0,360 (3 x 0,120) sejak penyesuaian isotonicity tidak perlu benar-benar axact, perkiraan dapat dibuat. Jika diingat bahwa selama bertahun-tahun solusi 0,85% natrium klorida, daripada konsentrasi 0,90% saat ini bekerja diterima secara luas dan terbukti nyata memuaskan sebagai setara isotonik dari serum darah, jelas bahwa kecil penyimpangan tidak menjadi perhatian besar. juga mantan 1,4% larutan natrium klorida dianggap isotonik dengan cairan lakrimal dan ditemukan untuk menjadi relatif ditoleransi bila diterapkan pada mata. Namun demikian, penyesuaian isotonicity harus sama persis seperti praktis.
Sebagai ilustrasi spesifik dari cara di mana data dalam tabel dapat digunakan, rasa itu diperlukan untuk menghitung jumlah natrium klorida yang dibutuhkan untuk membuat 100 ml larutan 1% kalsium dinatrium isoosmotic tanpa gigi dengan serum darah. Referensi untuk tabel tersebut tampak bahwa adalah solusi 1% memberikan 0,120 dari 0.520 diperlukan pembekuan-titik depresi diperlukan suatu solusi isoosmotic sehingga meninggalkan 0,400 untuk dipasok oleh natrium klorida. Sekali lagi reffering ke, mampu 0520 ditemukan menjadi depresi beku-titik proporsi solusi 0,9% itu dihitung bahwa solusi 0,69% akan memiliki drepression beku-titik 0,400. Dengan asumsi aditivitas dari pembekuan-titik depresi, larutan 0,69 g natrium tanpa gigi dalam air yang cukup untuk membuat 100 ml akan isoosmotic dengan serum darah.

Sediaan farmasi steril 127-130
Cara perhitungan isotonis suatu larutan yang dapat dlakukan sebagai berikut :
1. permeabilitas membran
                Cara perhitungan isotonis dengan cara permeabilirtas membran biasanya sulit untuk dilakukan, karena cara ini dilakukan dengan melakukan pengukuran langsung tekanan osmosis dengan dinding membrane yang permeable. Yang umum di pakai adalah dengan cara hemolisa untuk mencegah equivalensi NaCl dari beberapa zat.
2. faktor dissosiasi atau faktor osmosis dari suatu larutan
                Prinsip: larutan yang isotonis, tekanan osmotikntya sama dengan larutan NaCl 0,9%  dan dianggap bahawa efek osmotis tiap-tiap ion sama dengan efek osmotik setiap molekul yang non elektrolit. Namun demikian ada pendapat lainnya bahwa faktor osmotik adalah faktor isotonia serum;
                                  Jumlah bagian-bagian molekul X % zat terlarut b/v                                        
Faktor osmotis = _________________________________________
                                                Berat molekul zat terlarut
Jumlah baguan molekul menentukan faktor dissosiasinya.

Dasar perhitungan
1. the art of compounding
- elektrolit lemah dan zat-zat non elektrolit, misalnya acidum boricum, glukosa, fruktosa, mempunyai faktor disosiasi =1.
- elektrolit kuat, berupa garam, dalam larutan encer dianggap berdisosiasi sempurna, dimana jumlah bagian-bagian dalam larutan adalah sama dengan jumlah ion-ionnya.
2. nederlandsch pharmacopeia Ed.VI
-dianggap faktor dissosiasi untuk zat-zat non-elektrolit=1
-faktor dissosiasi untuk asam dan basah lemah = 1,5
-faktor dissosiasi asam kuat dan basa kuat serta garam-garamnya sama dengn 1,8

Untuk menghitung zat tambahan agar dicapai larutan yang bersifat isotonis, maka dihitung dahulu faktor osmotisnya (faktor isotonis NaCl)

The art of copounding:


3. penurunan titik beku
Prinsip : 1 grl  zat dalam 1 liter air membeku pada -1,860 C atau penurunan titik beku larutan 1 molar zat 1,860 C. titik beku cairan tubuh (darah, air mata dan sebagainya) diambil – 0,520 C, atau penurunan titik beku larutan 1 molar= 0,520 C.
Jadi setiap penurunan titik beku yang sama dengan 1,86 sedangkan penurunan titik beku cairan tubuh 0,520 C, maka konsentrasi molar dari cairan tubuh = 0,52/1.86 = 0,28 molar (A).
Penurunan titik beku dari suatu larutan tergantung dari jumlah bagian-bagian dalam larutan. Untuk larutan yang encer penurunan titik beku sebanding dengan tekanan osmosa. Untuk zat-zat yang bukan elektrolit, yang sama molaritasnya adalah isotonis. Ini tidak berlaku untuk larutan-larutan elektrolit
Misalnya larutan glukosa 1 molar adalah isotonic dengn larutn fruktosa 1 molar, tetapi tidaka dengan larutan NaCl 1 molar.
Dapat dikatakan bahwa tekanan osmosa dan penurunan titik beku adalah fungsi dari jumlah bagian-bagian dalam larutan.

Cara perhitungan :
Misalnya akan dihitung berapa banyk glukosa yg dibutuhkn untk membuat larutan isotonis dari rumus (a) dapat dihitung kadar glukosanya asal diketahui BM zatnya.
BMglukosa 180, jadi dibutuhkan glukosa = 0,28 x 180 = 5,04 %. Hal ini hanya berlaku untk larutn yg tdk berdissosiasi.

Untuk menghitung kadar NaCl dalaam larutan isotonis :
NaCl adalh suatu elektrolit kuat, dan berdisosiasi dalam 2 ion, maka konsentrasi dalam larutan isotonis :

 = 0,82g/100ml

Dimana n = jumlah ion dalam mana NaCL terdissosiasi/ terionisasi
BM = 58,5
Ini tentunya tidak cocok, karena larutan NaCL yang isotonos adlah 0,9 gram/100 ml (0,9%), jadi sebenarnya n=1,8
Jadi untuk garam – garam atau elektrolit kuat, rumus ini hanya m,erupakan peendekatan – pendekatan karena faktor disosiasinya lebigh kecil. Penurunan titik beku itu langsung ditentukan secara eksperimen, supaya diperoleh hasil-hasil yang benar-benar atau real.
Perhitungan menurut B.P.C
Perhitungan dengan cara ini menggunakan rumus sebagai berikut

Dimana W= konsentrasi zat pembantu dalam g/100 ml yang harus ditambahlkan untuk memperoleh larutan yang isotonois
B= penurunan titik beku air yang disebabbkan oleh 1% b/v zat pembantu.
A= penurunan titik beku air yang disebabkan oleh zat-zat terlarut dapat dihitung sbb:
 a-b*kadar zat terlarut% b/v.
penurunan titik beku juga dipakai untuk penentuan larytan isotonis dengan grafik, dimana angka-angka titik beku atau penurunan titik beku diperole secvara eksperimental jadi lebih teliti dan juga cepat dapat dibaca jumlah zat pembantu yang ditambahkan. Agak sulit untuk memasukan grafik dalam buku-buku karena membutuhkan banyak tempat.;


 8. Pembagian ruang/kelas prdouksi (CPOB, 2012 hal 13-19)
a)    AREA PENIMBANGAN
3.9 Penimbangan bahan awal dan perkiraan hasil nyata produk dengan cara penimbangan hendaklah dilakukan di area penimbangan terpisah yang didesain khusus untuk kegiatan tersebut. Area ini dapat menjadi bagian dari area penyimpanan atau area produksi.
b)    AREA PRODUKSI
3.10 Untuk memperkecil risiko bahaya medis yang serius akibat terjadi pencemaran silang, suatu sarana khusus dan self-contained harus disediakan untuk produksi obat tertentu seperti produk yang dapat menimbulkan sensitisasi tinggi (misal golongan penisilin) atau preparat biologis (misal mikroorganisme hidup). Produk lain seperti antibiotika tertentu, hormon tertentu (misal hormon seks), sitotoksika tertentu, produk mengandung bahan aktif tertentu berpotensi tinggi, dan produk nonobat hendaklah diproduksi di bangunan terpisah. Dalam kasus pengecualian, bagi produk tersebut di atas, prinsip memproduksi bets produk secara ‘campaign’ di dalam fasilitas yang sama dapat dibenarkan asal telah mengambil tindakan pencegahan yang spesifik dan validasi yang diperlukan telah dilakukan.

3.11 Pembuatan produk yang diklasifikasikan sebagai racun seperti pestisida dan herbisida tidak boleh dibuat di fasilitas pembuatan produk obat.
3.12 Tata letak ruang produksi sebaiknya dirancang sedemikian rupa untuk:
a) memungkinkan kegiatan produksi dilakukan di area yang
saling berhubungan antara satu ruangan dengan ruangan lain mengikuti urutan tahap produksi dan menurut kelas kebersihan yang dipersyaratkan;
b) mencegah kesesakan dan ketidakteraturan; dan
c) memungkinkan komunikasi dan pengawasan yang efektif terlaksana.

3.13 Luas area kerja dan area penyimpanan bahan atau produk yang sedang dalam proses hendaklah memadai untuk memungkinkan penempatan peralatan dan bahan secara teratur dan sesuai dengan alur proses, sehingga dapat memperkecil risiko terjadi kekeliruan antara produk obat atau komponen obat yang berbeda, mencegah pencemaran silang dan memperkecil risiko terlewat atau salah melaksanakan tahapan proses produksi atau pengawasan.

3.14 Permukaan dinding, lantai dan langit-langit bagian dalam ruangan di mana terdapat bahan baku dan bahan pengemas primer, produk antara atau produk ruahan yang terpapar ke lingkungan hendaklah halus, bebas retak dan sambungan terbuka, tidak melepaskan partikulat, serta memung-kinkan pelaksanaan pembersihan (bila perlu disinfeksi) yang mudah dan efektif.

3.15 Konstruksi lantai di area pengolahan hendaklah dibuat dari bahan kedap air, permukaannya rata dan memungkinkan pembersihan yang cepat dan efisien apabila terjadi tumpahan bahan. Sudut antara dinding dan lantai di area pengolahan hendaklah berbentuk lengkungan.

3.16 Pipa, fiting lampu, titik ventilasi dan instalasi sarana penunjang lain hendaklah didesain dan dipasang sedemikian rupa untuk menghindarkan pembentukan ceruk yang sulit dibersihkan. Untuk kepentingan perawatan, sedapat mungkin instalasi sarana penunjang seperti ini hendaklah dapat diakses dari luar area pengolahan.

3.17 Pipa yang terpasang di dalam ruangan tidak boleh menempel pada dinding tetapi digantungkan dengan menggunakan siku-siku pada jarak cukup untuk memudahkan pembersihan menyeluruh.

3.18 Pemasangan rangka atap, pipa dan saluran udara di dalam ruangan hendaklah dihindarkan. Apabila tidak terhindarkan, maka prosedur dan jadwal pembersihan instalasi tersebut hendaklah dibuat dan diikuti.

3.19 Lubang udara masuk dan keluar serta pipa-pipa dan salurannya hendaklah dipasang sedemikian rupa untuk mencegah pencemaran terhadap produk.

3.20 Saluran pembuangan air hendaklah cukup besar, didesain dan dilengkapi bak kontrol untuk mencegah alir balik. Sedapat mungkin saluran terbuka dicegah tetapi bila perlu hendaklah dangkal untuk memudahkan pembersihan dan disinfeksi.

3.21 Area produksi hendaklah diventilasi secara efektif dengan menggunakan sistem pengendali udara termasuk filter udara dengan tingkat efisiensi yang dapat mencegah pencemaran dan pencemaran silang, pengendali suhu dan, bila perlu, pengendali kelembaban udara sesuai kebutuhan produk yang diproses dan kegiatan yang dilakukan di dalam ruangan dan dampaknya terhadap lingkungan luar pabrik. Area produksi hendaklah dipantau secara teratur baik selama ada maupun tidak ada kegiatan produksi untuk memastikan pemenuhan terhadap spesifikasi yang dirancang sebelumnya.

3.22 Tingkat kebersihan ruang/area untuk pembuatan obat hendaklah diklasifikasikan sesuai dengan jumlah maksimum partikulat udara yang diperbolehkan untuk tiap kelas kebersihan sesuai tabel di bawah ini:


Catatan:
Kelas A, B, C dan D adalah kelas kebersihan ruang untuk pembuatan produk steril.
Kelas E adalah kelas kebersihan ruang untuk pembuatan produk nonsteril.
Persyaratan lain untuk pembuatan produk steril dirangkum pada Aneks 1 Pembuatan Produk Steril

3.23Ruangan lain yang tidak diklasifikasikan sesuai Butir 3.22 di atas, hendaklah dilindungi sesuai tingkat perlindungan yang diperlukan.
3.24 Area di mana dilakukan kegiatan yang menimbulkan debu (misalnya pada saat pengambilan sampel, penimbangan bahan atau produk, pencampuran dan pengolahan bahan atau produk, pengemasan produk kering), memerlukan sarana penunjang khusus untuk mencegah pencemaran silang dan memudahkan pembersihan.


3.25 Fasilitas pengemasan produk obat hendaklah didesain spesifik dan ditata sedemikian rupa untuk mencegah kecampurbauran atau pencemaran silang.

3.26 Area produksi hendaklah mendapat penerangan yang memadai, terutama di mana pengawasan visual dilakukan pada saat proses berjalan.

3.27 Pengawasan selama-proses dapat dilakukan di dalam area produksi sepanjang kegiatan tersebut tidak menimbulkan risiko terhadap produksi obat.

3.28 Pintu area produksi yang berhubungan langsung ke lingkungan luar, seperti pintu bahaya kebakaran, hendaklah ditutup rapat. Pintu tersebut hendaklah diamankan sedemikian rupa sehingga hanya dapat digunakan dalam keadaan darurat sebagai pintu ke luar. Pintu di dalam area produksi yang berfungsi sebagai barier terhadap pencemaran silang hendaklah selalu ditutup apabila sedang tidak digunakan.

AREA PENYIMPANAN
3.29 Area penyimpanan hendaklah memiliki kapasitas yang memadai untuk menyimpan dengan rapi dan teratur berbagai macam bahan dan produk seperti bahan awal dan bahan pengemas, produk antara, produk ruahan dan produk jadi, produk dalam status karantina, produk yang telah diluluskan, produk yang ditolak, produk yang dikembalikan atau produk yang ditarik dari peredaran.

3.30 Area penyimpanan hendaklah didesain atau disesuaikan untuk menjamin kondisi penyimpanan yang baik; terutama area tersebut hendaklah bersih, kering dan mendapat penerangan yang cukup serta dipelihara dalam batas suhu yang ditetapkan.
3.31 Apabila kondisi penyimpanan khusus (misal suhu, kelembaban) dibutuhkan, kondisi tersebut hendaklah disiapkan, dikendalikan, dipantau dan dicatat di mana diperlukan.

3.32 Area penerimaan dan pengiriman barang hendaklah dapat memberikan perlindungan bahan dan produk terhadap cuaca. Area penerimaan hendaklah didesain dan dilengkapi dengan peralatan yang sesuai untuk kebutuhan pembersihan wadah barang bila perlu sebelum dipindahkan ke tempat penyimpanan.

3.33 Apabila status karantina dipastikan dengan cara penyimpanan di area terpisah, maka area tersebut hendaklah diberi penandaan yang jelas dan akses ke area tersebut terbatas bagi personil yang berwenang. Sistem lain untuk menggantikan sistem karantina barang secara fisik hendaklah memberi pengamanan yang setara.


3.34 Hendaklah disediakan area terpisah dengan lingkungan yang terkendali untuk pengambilan sampel bahan awal. Apabila kegiatan tersebut dilakukan di area penyimpanan, maka pengambilan sampel hendaklah dilakukan sedemikian rupa untuk mencegah pencemaran atau pencemaran silang. Prosedur pembersihan yang memadai bagi ruang pengambilan sampel hendaklah tersedia.

3.35 Area terpisah dan terkunci hendaklah disediakan untuk penyimpanan bahan dan produk yang ditolak, atau yang ditarik kembali atau yang dikembalikan.

3.36 Bahan aktif berpotensi tinggi dan bahan radioaktif, narkotik, obat berbahaya lain, dan zat atau bahan yang mengandung risiko tinggi terhadap penyalahgunaan, kebakaran atau ledakan hendaklah disimpan di area yang terjamin keamanannya. Obat narkotik dan obat berbahaya lain hendaklah disimpan di tempat terkunci.

3.37 Bahan pengemas cetakan merupakan bahan yang kritis karena menyatakan kebenaran produk menurut penandaannya. Perhatian khusus hendaklah diberikan dalam penyimpanan bahan ini agar terjamin keamanannya. Bahan label hendaklah disimpan di tempat terkunci.

AREA PENGAWASAN MUTU
3.38 Laboratorium pengawasan mutu hendaklah terpisah dari area produksi. Area pengujian biologi, mikrobiologi dan radioisotop hendaklah dipisahkan satu dengan yang lain.

3.39 Laboratorium pengawasan mutu hendaklah didesain sesuai dengan kegiatan yang dilakukan. Luas ruang hendaklah memadai untuk mencegah pencampurbauran dan pencemaran silang. Hendaklah disediakan tempat penyimpanan dengan luas yang memadai untuk sampel, baku pembanding (bila perlu dengan kondisi suhu terkendali), pelarut, pereaksi dan catatan.

3.40 Suatu ruangan yang terpisah mungkin diperlukan untuk memberi perlindungan instrumen terhadap gangguan listrik, getaran, kelembaban yang berlebihan dan gangguan lain, atau bila perlu untuk mengisolasi instrumen.

3.41 Desain laboratorium hendaklah memerhatikan kesesuaian bahan konstruksi yang dipakai, ventilasi dan pencegahan terhadap asap. Pasokan udara ke laboratorium hendaklah dipisahkan dari pasokan ke area produksi. Hendaklah dipasang unit pengendali udara yang terpisah untuk masing-masing laboratorium biologi, mikrobiologi dan radioisotop.

SARANA PENDUKUNG
3.42 Ruang istirahat dan kantin hendaklah dipisahkan dari area produksi dan laboratorium pengawasan mutu.

3.43 Sarana untuk mengganti pakaian kerja, membersihkan diri dan toilet hendaklah disediakan dalam jumlah yang cukup dan mudah diakses. Toilet tidak boleh berhubungan langsung dengan area produksi atau area penyimpanan. Ruang ganti pakaian hendaklah berhubungan langsung dengan area produksi namun letaknya terpisah.

3.44 Sedapat mungkin letak bengkel perbaikan dan perawatan peralatan terpisah dari area produksi. Apabila suku cadang, asesori mesin dan perkakas bengkel disimpan di area produksi, hendaklah disediakan ruangan atau lemari khusus untuk penyimpanan alat tersebut.

3.45 Sarana pemeliharaan hewan hendaklah diisolasi dengan baik terhadap area lain dan dilengkapi pintu masuk terpisah (akses hewan) serta unit pengendali udara yang terpisah. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar