Nomor 7
·
Farmasetika
dasar dan hitungan farmasi (Drs. H. Syamsuni
Apt.) hal 132
Ada beberapa cara perhitungan
isotonis yaitu:-
1.
Dengan cara penurunan titik beku
(PTB) molecular;
2.
Dangan cara akuivalensi NaCl (E);
3.
Dengan cara factor disosiasi;
4.
Dengan cara grafik.
-
Cara PTB dengan rumus menurut FI
ed III
Suatu larutan dinyatakan isotonis dengan serum atau cairan
dengan serum atau cairan mata jika membeku pada suhu -0,52⁰C. untuk memperoleh larutan isotonis, dapat ditambahkan NaCl atau zat
lain yang cocok yang dapat dihitung dengan rumus berikut
B=
Keterangan
B=bobot zat tambahan (NaCl) gram untuk tiap 100 ml larutan
0,52=titik beku cairan tubuh (-0,52oC)
b1=PTB zat khasiat
C=konsentrasi dalam satuan % b/v zat khasiat
b2=PTB zat tambahan (NaCl)
Terdapat tiga jenis keadaan tekanan osmosis larutan obat,
yaitu
1.
Keadaan isotonis apabila nilai B =
0, b1C=0,25
2.
keadaan hipotonis apabila nilai B
positif, b1C<0,25
3.
keadaan isotonis apabila nilai B
negatif , b1C>0,25
Cara Ekuivalensi
NaCl
Yang dimaksud
ekuivalen dengan naCl (E ) adalah
jumlah gram NaCl yang memberikan efek osmosis yang sama dengan 1 g suatu zat
terlarut tertentu.
Jika E efedrin HCl =0,28
berarti tiap 1 g efedrin HCl ~ 0,28 g NaCl.
Jadi, dapat dianalogkan sebagai berikut :
Ex=a;
artinya tiap 1 g zat X ~ 1 x a g NaCl
Ex=E;
artinya tiap 1 g zat X ~ 1 x E g NaCl
Jika
bobot zat X = W gram dan Ex = E →ekuivalennya = W x E gram NaCl.
Larutan
isotonis NaCl 0,9% b/v;artinya 0,9 g NaCl untuk tiap 100 ml Nacl.
Jika
bobot NaCl=W x E g;volume yang isotonis = (w x E)/0,9x100;sehingga dapat
merumuskan :
V’=(
W x E) 100/0,9=(W x E)111,1
Keterangan
V’=Volume
larutan yang sudah isotonis (ml)
W=bobot
zat aktif (gram)
E=
nilai ekuivalensi zat aktif
Untuk
tiap 100 ml larutan NaCl, isotonis yang dibutuhkan 0,9 g NaCl.
Jika
volume larutan = V ml dan volume yang sudah isotonis = V’ ml, volume yang belum
isotonis adalah ( V-V’) ml sehingga bobot NaCl (B) yang masih diperlukan agar
larutan menjadi isotonis adalah
B=[(V-V’)/100]
x 0,9 atau
B=[(0,9 x V/100] - [(0,9xV’)/100] atau
B=(0,9/100
x V) – (0,9/100 x V’)
Jika
v’ kita ganti dengan (W x E)100/0,9 , maka :
B = [0,9/100 x v ] dan akhirnya kita
dapatkan rumus sebgai berikut
B
= 0,9/100 x v – (WxE)
Keterangan
B=bobt
zat tambahan (gram)
V=volume
larutan(ml)
W=bobot
zat berkhasiat (gram)
E=ekuivalen
zat aktif terhadap NaCl
Tiga jenis keadaan tekanan
osmotik larutan obat, yaitu:
1.
Keadaan isotonis apabila nilai B =
0,9/100 x V=(W x E)
2.
keadaan hipotonis apabila nilai B
= 0,9/100 x V>(W x E)
3.
keadaan isotonis apabila nilai B =
0,9/100 x V<(W x E)
Larutan NaCl 0,9%
b/v adalah garam fisiologis yang isotonis.
Cara Faktor
Disosiasi (farmakope belanda VI)
Larutan NaCl 0,9%
b/v sudah ditetapkan isotonis dengan cairan tubuh. Tekann osmosis larutan
sebanding dengan jumlah bagian-bagian dalam larutan. Dalam larutan encer, dapat
dikatakan bahwa garam-garam terdisosiasi sempurna.
NaCl Na+ + Cl-
Dari sebuah molekul
NaCl terbentuk dua ion. Jadi, faktor disosiasi NaCl adalah 2;tetapi,sebetulnya
lebih tepat adalah 1,8 karena adanya sedikit keseimbangan reaksi.
Jadi, faktor
isotonisnya adalah :
(fa/Ma) x a
Keterangan
Fa
adalah faktor disosiasi zat-zat yang mendekati keadaan sebenarnya yaitu
-
Untuk zat-zat yang tidak
terdisosiasi seperti glukosa dan gliserin, Fa = 1
-
Untuk asam-asam lemah dan
basa-basa lemah Fa = 1,5
-
Untuk asam-asam kuat dan basa-basa
kuat Fa = 1,8
Ma
adalah bobot molekul zat
a,b,c,.....dst.adalah
kadar zat dalam larutan dalam satuan graam/liter.
Jadi,larutan isotonis
yang dapat dihitung dari NaCl 0,9% b/v tersebut adalah :
(fNaCl/MNaCl)
x kadar NaCl (dalam satuan g/liter) = (1,8/58,5) x 9 = 0,28 (berarti setiap
larutan yang memiliki faktor isotonis 0,28 adalah isotonis).
Dapat kita turunkan rumus sebagai berikut
:
(fa/Ma) x a + ((fb/Mb) x b
+ (fc/Mc) x c....dst =0,28
Untuk menghitungkan
banyaknya zat penambah (h) dalam pembuatan larutan isotonis,dapat dirumuskan
sebagai berikut...
(fa/Ma)
x a + ((fb/Mb) x b... dst. + (fh/Mh)
x h = 0,28
(fh/Mh)
x h = 0,28 - {[(fa/Ma)
x a] + [(fb/Mb)]x b + ...dst.}
h = (Mh x
Fh) x { 0,28 - [(fa/Ma) x a] + [(fb/Mb)]x b + ...dst.]}
h = (Mh x Fh) x { 0,28 - [(fa/Ma)
x a] + [(fb/Mb)]x b + ...dst.]}
keterangan:
Harga = (Mh x
Fh) untuk
NaCl = 32
Glukosa =198
Etanol 96%b/v= 43
Na-nitrat= 47
Gliserin=81
Cara grafik (FI ed I)
Untuk cara grafik ini,
didalam farmakope terdapat tabel yang langsung dapat dibaca yang berisi jumlah
penambahan NaCl atau kalium nitrat dalam g/100mL yang harus ditambahkan ke
dalam larutan untuk mendapatkan larutan yang isotonis dengan cairan tubuh atau
jaringan tubuh.
1.
Larutan isitonis yang
mengandung satu senyawa.
Konsentrasi dalam gram/100 ml senyawa yang dsebutkan digambarkan pada
sumbu-X (absis) dan sumbu-Y (ordinat) yang bersesuaian. Ini menyatakan jumlah
NaCl atau kalium nitrat dalam g/100 ml yang harus ditambahkan ke dalam larutan
untuk mendapatkan larutan yang isotonis dengan jaringan.
2.
Larutan hipotonis yang mengandung
lebih dari satu senyawa.
Jika larutan mengandung sejumlah n senyawa, sedangkan banyaknya NaCl
atau kalium nitrat yang ditambahkan ke tiap senyawa itu dalam konsentrasi yang
diminta dapat dicari seperti pada nomor 1. Untuk mendapatkan suatu larutan dari
masing-masing senyawa yang isotonis dengan jaringan, jumlah NaCl yang
dibutuhkan untuk membuat larutan senyawa-senyawa itu isotonois dengan jaringan.
Banyaknya NaCl yang harus ditmbahkan selain dapat dibaca dalam grafik,
dapat pula dilihat langsung pada daftar yang ada masing-masing zat.
Scoville
hal 158-171
Metode perhitungan: penurunan
titik beku
Dalam perhitungan semua larutan isotonik kita akan
mengambil nilai0,52⁰C sebagai daerah titik
beku maupun cairan mata. Dengan demikian
sama halnya dengan larutan 0,9% NaCl yang isotonik dengan darah juga isotonik
dengan air mata. Titik beku dari sebuah larutan telah digunakan sebagai
petunjuk konsentrasi suatu larutan, karena titik beku menurun ketika konsntrasi
salut meningkat. Demikian sama halnya seperti kemungkinan untuk mengatur titik
beku dari larutan hipodermik atau collirium dimana tiap bagian dari cairan
membeku, larutan tersebut akan menjadi isotonik karena titik bekunya
dipengaruhi sama halnya dengan tekanan osmosis, dengan kata lain dengan
menghubungkan jumlah molekul atau partikel ion yang terkandung dalam larutan
beberapa metode dalam hal ini dapat digunakan lebih lanjut.
-
Metode I
Metode ini
dianjurkan oleh british pharmaceutacal caderi dan menyertakan penggunaan
-0,52⁰C sebagai titik beku darah dan air mata.
Larutan hipotonik dapat dijadikan isotonik dengan substansi pengontrol menurut
persamaan dibawah ini:
π=
Dimana
: π= berat dalam gram dari substansi
pengontrol dalam 100 ml dari
larutan akhir
a = penurunan
titik beku dari air dengan adanya substansi dalam
larutan, ditentukan dengan mengalikan
nilai tiap 1 % larutan )yang
diberikan dalam tabel 15)
b= penurunan
titik beku dari air yang ditimbulkan oleh penambahan 1%
w/v dari sunstansi (diberikan dalam
tabel 14)
-
Metode II
Metode ini juga menyertakan penggunaan tabel 15 yang menyertakan titik beku dari larutan
encer dari data tersebut dimungkinkan untuk menghitung kuantitas dari solut
yang ditambahkan untuk menurunkan titik bekunya sampai sama dengan serum darah
atau cairan lacrimad (-0,52⁰ C)
Nacl ekuivalen
NaCl ekuivalen dapat
didefinisikan sebagai faktor yang merabah sejumlah spesifik dari solut ke
sejumlah NaCl yang menghasilkan efek osmosis yang sama. Contohnya, NaCl
ekuivalen dari asam borat adalah 0,55. Ini artinya bahwa 1 gr asam borat dalam larutan
menghasilkan jumlah partikel yang sama dengan 0,55 gr NaCl, juga bahwa 10 butir
asam borat ekuivalen dengan 5,5 gr butir NaCl.
Mellen dan seltzer yang mula-mula membuat metode NaCl
ekuivalen menggunakan metode nicola untuk memperoleh faktor ionisasi yang lebih
baik untuk NaCl ekuivalen dapat diperoleh dari
data titik beku. Sebagaimana dihitung oleh Wells dan diukur oleh Husa
san Rossi. Metode ini didasarkan oleh fakta bahwa penurunan molal dari titik
beku proporsional dengan rasio penurunan titik beku dengan adanya solut tiap
konsentrasi molalnya. Persamaan di bawah ini dan pada halaman pengganti
diberikan oleh Wells
L
Dimana L = penurunan molal titik beku
= penurunan titik beku
C = konsentrasi molal dari solut
Karena substansi dengan tipe
ionik yang sama cenderung untuk memperlihatkan penurunan molal
mengklasifikasikan komponen-komponen ini berdasarkan tipe ionik dan telah
menetapkan nilai rata-rata L untuk mereka. Nilai L tersebut dapat dipakai untuk
memecahkan nilai NaCl ekuivalen.
Tabel klasifikasi senyawa tipe ionik dengan nilai L
rata-rata
Tipe 1A : L=1,9
Non elektrolit substansi yang tidak terdisosiasi
dalam larutan. Contoh : sukrosa, dekstrosa, campher, gliserin
|
Tipe 1B : L = 2,0
Elektrolit lemah substansi yang terdisosiasi sangat
sedikit dalam larutan. Contoh : asam borat, asam sitrat, merkuri, sianida,
basa efedrin
|
Tipe 2A : L = 2,0
Elektrolit
bivalent substansi yang
terdisosiasi dalam larutan menjadi dua ion masing-masing divalen. Contoh:
magnesium sulfat, kupri sulfat, zink sulfat
|
Tipe 2B : L = 3,4
Elektrolit
uni-univalen dua ion,
masing-masing univalent. Contoh: sodium klorida, potasium klorida, perak
nitrat, efedrin HCL, pilokarpin HCL
|
Tipe 3A : L = 4,3
Elektrolit
uni-divalent tiga ion, kation
univalen, amon divalent. Contoh: sodium karbonat, sodium fosfat (Na2HPO4),
atropin sulfat
|
Tipe 3B : L = 9,4
Elektrolit
di-univalent tiga ion, kation
divalen, anion univalent. Contoh: kalsium klorida, zink phenolsulfonat
|
Tipe 4A : L = 5,2
Elektrolit
unit trivalent empat ion,
kation univalent, anion trivalent. Contoh: sodium sitrat
|
Tipe 5 : L = 7,6
Tetraborates sodium borat, potassium
borat
|
Untuk
menghitung NaCl ekuivalen dari sebuah subtansi digunakan persamaan berikut ;
Dimana
E adalah NaCl ekuivalen dari substansi dengan berat molekul M dan penurunan
titik molal L . angka 58,45 dan 3,44 adalah keterangan nilai untuk NaCl. Jika
titik beku dari suatu larutan dengan persen konsentrasi yang diketahui, NaCl
ekuivalen dapat ditentukan dengan menggabungkan dua persamaan yang diberikan
E
adalah NaCl ekuivalen dari substansi yang menurunkan titik beku air oC pada konsentrasi W gr dalam W0 gr. Pada kebanyakan
konsentrasi praktek yang terjadi W adalah W/V persen konsentrasi dari
substansi.
Factor
disosiasi
Metode ini didasarkan atas nilai NaCl 0,9 %
adalah isotonis dengan darah dan air mata.
-
Metode 1
Dimana %w/v : presentasi bahan aktif dalam
larutan
K
= factor disosiasi zat aktif
M
= berat molekul zat akti
K’
= factor disosiasi substansi yang ditambahkan
M’=
berat molekul substansi yang ditambahkan
F
= factor isotonic.
-
Metode 2
Metode ini dapat
digunakan untuk menghitung nilai isotonic larutan non elektrolit ini didasarkan
atas fakta bahwa dari satu molekul larutan (1 gram berat molekul dari solute
dalam 1000 gr air) dari suatu non elektrolit akan menurunkan titik beku air
menjadi -1,8 55,
atau kira-kira 1,86.
Sejumlah non elktrolit yang dibutuhkan untuk menurunkan titik beku air menjadi
serupa dengan darah, - 0,52,
kemudian dihitung.
Metode
grafik
Dari beberapa metode
grafik yang diusulkan untuk perhitungan larutan isotonic salah satu yang
diajukan oleh Lund dan teman sekerjanya tampil sebagai yang terbaik. Grafi
serupa dan yang dijelaskan disini telah di usulkan dalam edisi ke dua farmakope
internasional. Dalam ilustrasi berikut, substansi ditandai dalam persen
sepanjang ordinat dan penurunan titik beku dalam derajat sentrigrade sepanjang
absis. Kurva penurunan titik beku dari sembiloan substansi yang biasa digunakan
diperlihatkan dengan menggunakan “cerminan” kurva NaCl, proses penentuan
sejumlah NaCl yang dibutuhkan untuk membuat larutan isotonis disederhanakan
dengan baik.
Menurut Martin, dkk., 1993
(Farmasi Fisik) hal. 484
·
Farmasi Fisika II jilid 2
Tonisitas larutan dapat ditentukan dengan
menggunakan salah satu metode berikut ini. Pertama, dalam metode hemolisis, pengaruh berbagai larutan
obat diperiksa berdasarkan efek yang timbul ketka disuspensikan dengan darah.
Metode kedua yang dipakai untuk mengukur tonisitas suatu larutan didasarkan
pada metode untuk menentukan sifat koligatif larutan. Metode ini didasarkan
atas pengukuran perubahan temperatur yang naik naik dari perbedaan tekanan uap
sampel terisolasi yang ditempatkan da;am sebua ruang dengan kelembapan yang
tetap.
-
Perhitungan tonisitas dengan harga
Liso. Karena penurunan titik beku larutan elektrolit lemah atau kuat
lebih besar dari yang dihitung dengan persamaan ∆Tf
= KfC maka dipakai
faktor baru, L=lKf dapat juga dihitung dengan persamaan
∆Tf= Lc
Nilai L dapat diperoleh dari
penurunan titik beku larutan senyawa dalam bentuk ionnya dan pada konsentrasi c
yang isotonis dengan cairan tubuh. Nilai L disimbolkan dengan Liso.
Nilai Liso untuk larutan NaCl 0,90% (0,154 M) dengan titik beku
0,52°C dan yang isotonis dengan cairan tubuh,
adalah 3,4:
Liso=
Menurut Parrot, 1971 (Pharmaceutical
Technology) hal. 197
Metode L. sejumlah solute yang harus
ditambahkan untuk mengatur larutan hipotonik dari obat untuk isotonisitas dapat
dihitung dengan menggunakan turunan persamaan termodinamika.
Tf =
K f
m
Perkenalan istilah i akan membenarkan penyimpangan dari
keidealan.
Tf =
iK f
m
Lebih dari rentang ekstrim dari konsentrasi i akan berubah. Untuk kenyamanan pada
system farmasetik dimana larutan mencair dan konsentrasi molar dapat diganti
dengan konsentrasi molal, penurunan titik beku dapat dipresentasikan dengan:
Tf =
L c
Nilai
L berubah lebih dari rentang
konsentrasi yang luas, akan tetapi Liso
mewakili nilai ketika konsentrasi senyawa pada larutan isotonic dengan
cairan tubuh.
RPS hal 1488-1489
Pembekuan-titik
perhitungan
Sebagaimana dijelaskan dalam bagian sebelumnya, data titik beku mungkin sering digunakan dalam memecahkan masalah penyesuaian isotonicity. Jelas, kegunaan data tersebut terbatas pada solusi di mana zat terlarut tidak menembus membran jaringan, misalnya, sel-sel darah merah, dengan yang berada dalam kontak. Dalam kasus tersebut, lampiran A memberikan depresi beku-titik solusi Pada konsentrasi yang berbeda dari berbagai zat, memberikan informasi penting untuk memecahkan masalah.
Untuk zat yang paling tercantum dalam tabel konsentrasi larutan isotonik, yaitu, salah satu yang memiliki titik beku -0520, diberikan. Jika hal ini tidak tercantum dalam tabel, maka dapat ditentukan dengan akurasi yang memadai dengan proporsi yang sederhana menggunakan, sebagai dasar perhitungan, angka yang paling hampir menghasilkan larutan isotonik. Sebenarnya depresi titik beku larutan elektrolit tidak mutlak sebanding dengan konsentrasi tetapi bervariasi sesuai dengan dilusi, sebagai contoh, suatu larutan yang mengandung 1 gram hidroklorida prokain dalam 100 ml memiliki depresi beku-titik 0,120, sedangkan larutan yang mengandung 3 g garam yang sama dalam 100 ml memiliki depresi beku-titik 0,330, bukan 0,360 (3 x 0,120) sejak penyesuaian isotonicity tidak perlu benar-benar axact, perkiraan dapat dibuat. Jika diingat bahwa selama bertahun-tahun solusi 0,85% natrium klorida, daripada konsentrasi 0,90% saat ini bekerja diterima secara luas dan terbukti nyata memuaskan sebagai setara isotonik dari serum darah, jelas bahwa kecil penyimpangan tidak menjadi perhatian besar. juga mantan 1,4% larutan natrium klorida dianggap isotonik dengan cairan lakrimal dan ditemukan untuk menjadi relatif ditoleransi bila diterapkan pada mata. Namun demikian, penyesuaian isotonicity harus sama persis seperti praktis.
Sebagai ilustrasi spesifik dari cara di mana data dalam tabel dapat digunakan, rasa itu diperlukan untuk menghitung jumlah natrium klorida yang dibutuhkan untuk membuat 100 ml larutan 1% kalsium dinatrium isoosmotic tanpa gigi dengan serum darah. Referensi untuk tabel tersebut tampak bahwa adalah solusi 1% memberikan 0,120 dari 0.520 diperlukan pembekuan-titik depresi diperlukan suatu solusi isoosmotic sehingga meninggalkan 0,400 untuk dipasok oleh natrium klorida. Sekali lagi reffering ke, mampu 0520 ditemukan menjadi depresi beku-titik proporsi solusi 0,9% itu dihitung bahwa solusi 0,69% akan memiliki drepression beku-titik 0,400. Dengan asumsi aditivitas dari pembekuan-titik depresi, larutan 0,69 g natrium tanpa gigi dalam air yang cukup untuk membuat 100 ml akan isoosmotic dengan serum darah.
Sebagaimana dijelaskan dalam bagian sebelumnya, data titik beku mungkin sering digunakan dalam memecahkan masalah penyesuaian isotonicity. Jelas, kegunaan data tersebut terbatas pada solusi di mana zat terlarut tidak menembus membran jaringan, misalnya, sel-sel darah merah, dengan yang berada dalam kontak. Dalam kasus tersebut, lampiran A memberikan depresi beku-titik solusi Pada konsentrasi yang berbeda dari berbagai zat, memberikan informasi penting untuk memecahkan masalah.
Untuk zat yang paling tercantum dalam tabel konsentrasi larutan isotonik, yaitu, salah satu yang memiliki titik beku -0520, diberikan. Jika hal ini tidak tercantum dalam tabel, maka dapat ditentukan dengan akurasi yang memadai dengan proporsi yang sederhana menggunakan, sebagai dasar perhitungan, angka yang paling hampir menghasilkan larutan isotonik. Sebenarnya depresi titik beku larutan elektrolit tidak mutlak sebanding dengan konsentrasi tetapi bervariasi sesuai dengan dilusi, sebagai contoh, suatu larutan yang mengandung 1 gram hidroklorida prokain dalam 100 ml memiliki depresi beku-titik 0,120, sedangkan larutan yang mengandung 3 g garam yang sama dalam 100 ml memiliki depresi beku-titik 0,330, bukan 0,360 (3 x 0,120) sejak penyesuaian isotonicity tidak perlu benar-benar axact, perkiraan dapat dibuat. Jika diingat bahwa selama bertahun-tahun solusi 0,85% natrium klorida, daripada konsentrasi 0,90% saat ini bekerja diterima secara luas dan terbukti nyata memuaskan sebagai setara isotonik dari serum darah, jelas bahwa kecil penyimpangan tidak menjadi perhatian besar. juga mantan 1,4% larutan natrium klorida dianggap isotonik dengan cairan lakrimal dan ditemukan untuk menjadi relatif ditoleransi bila diterapkan pada mata. Namun demikian, penyesuaian isotonicity harus sama persis seperti praktis.
Sebagai ilustrasi spesifik dari cara di mana data dalam tabel dapat digunakan, rasa itu diperlukan untuk menghitung jumlah natrium klorida yang dibutuhkan untuk membuat 100 ml larutan 1% kalsium dinatrium isoosmotic tanpa gigi dengan serum darah. Referensi untuk tabel tersebut tampak bahwa adalah solusi 1% memberikan 0,120 dari 0.520 diperlukan pembekuan-titik depresi diperlukan suatu solusi isoosmotic sehingga meninggalkan 0,400 untuk dipasok oleh natrium klorida. Sekali lagi reffering ke, mampu 0520 ditemukan menjadi depresi beku-titik proporsi solusi 0,9% itu dihitung bahwa solusi 0,69% akan memiliki drepression beku-titik 0,400. Dengan asumsi aditivitas dari pembekuan-titik depresi, larutan 0,69 g natrium tanpa gigi dalam air yang cukup untuk membuat 100 ml akan isoosmotic dengan serum darah.
Sediaan
farmasi steril 127-130
Cara perhitungan isotonis suatu larutan yang
dapat dlakukan sebagai berikut :
1. permeabilitas membran
Cara
perhitungan isotonis dengan cara permeabilirtas membran biasanya sulit untuk
dilakukan, karena cara ini dilakukan dengan melakukan pengukuran langsung
tekanan osmosis dengan dinding membrane yang permeable. Yang umum di pakai
adalah dengan cara hemolisa untuk mencegah equivalensi NaCl dari beberapa zat.
2. faktor dissosiasi atau faktor osmosis dari
suatu larutan
Prinsip:
larutan yang isotonis, tekanan osmotikntya sama dengan larutan NaCl 0,9% dan dianggap bahawa efek osmotis tiap-tiap
ion sama dengan efek osmotik setiap molekul yang non elektrolit. Namun demikian
ada pendapat lainnya bahwa faktor osmotik adalah faktor isotonia serum;
Jumlah bagian-bagian molekul X % zat terlarut
b/v
Faktor osmotis = _________________________________________
Berat molekul zat terlarut
Jumlah baguan molekul menentukan faktor dissosiasinya.
Dasar perhitungan
1. the art of compounding
- elektrolit lemah dan zat-zat non elektrolit, misalnya acidum boricum,
glukosa, fruktosa, mempunyai faktor disosiasi =1.
- elektrolit kuat, berupa garam, dalam larutan encer dianggap
berdisosiasi sempurna, dimana jumlah bagian-bagian dalam larutan adalah sama
dengan jumlah ion-ionnya.
2. nederlandsch pharmacopeia Ed.VI
-dianggap faktor dissosiasi untuk zat-zat non-elektrolit=1
-faktor dissosiasi untuk asam dan basah lemah = 1,5
-faktor dissosiasi asam kuat dan basa kuat serta garam-garamnya sama
dengn 1,8
Untuk menghitung zat tambahan agar dicapai larutan yang bersifat
isotonis, maka dihitung dahulu faktor osmotisnya (faktor isotonis NaCl)
The art of copounding:
3. penurunan titik beku
Prinsip : 1 grl zat dalam 1
liter air membeku pada -1,860 C atau penurunan titik beku larutan 1
molar zat 1,860 C. titik beku cairan tubuh (darah, air mata dan
sebagainya) diambil – 0,520 C, atau penurunan titik beku larutan 1
molar= 0,520 C.
Jadi setiap penurunan titik beku yang sama dengan 1,86 sedangkan
penurunan titik beku cairan tubuh 0,520 C, maka konsentrasi molar
dari cairan tubuh = 0,52/1.86 = 0,28 molar (A).
Penurunan titik beku dari suatu larutan tergantung dari jumlah
bagian-bagian dalam larutan. Untuk larutan yang encer penurunan titik beku
sebanding dengan tekanan osmosa. Untuk zat-zat yang bukan elektrolit, yang sama
molaritasnya adalah isotonis. Ini tidak berlaku untuk larutan-larutan
elektrolit
Misalnya larutan glukosa 1 molar adalah isotonic dengn larutn fruktosa
1 molar, tetapi tidaka dengan larutan NaCl 1 molar.
Dapat dikatakan bahwa tekanan osmosa dan penurunan titik beku adalah
fungsi dari jumlah bagian-bagian dalam larutan.
Cara perhitungan :
Misalnya akan dihitung berapa banyk glukosa yg dibutuhkn untk membuat
larutan isotonis dari rumus (a) dapat dihitung kadar glukosanya asal diketahui
BM zatnya.
BMglukosa 180, jadi dibutuhkan glukosa = 0,28 x 180 = 5,04 %. Hal ini
hanya berlaku untk larutn yg tdk berdissosiasi.
Untuk menghitung kadar NaCl dalaam larutan isotonis :
NaCl adalh suatu elektrolit kuat, dan berdisosiasi dalam 2 ion, maka
konsentrasi dalam larutan isotonis :
= 0,82g/100ml
Dimana n = jumlah ion dalam mana NaCL terdissosiasi/ terionisasi
BM = 58,5
Ini tentunya tidak cocok, karena larutan NaCL yang isotonos adlah 0,9
gram/100 ml (0,9%), jadi sebenarnya n=1,8
Jadi untuk garam – garam atau elektrolit kuat, rumus ini hanya
m,erupakan peendekatan – pendekatan karena faktor disosiasinya lebigh kecil.
Penurunan titik beku itu langsung ditentukan secara eksperimen, supaya
diperoleh hasil-hasil yang benar-benar atau real.
Perhitungan menurut B.P.C
Perhitungan dengan cara ini menggunakan rumus sebagai berikut
Dimana W= konsentrasi zat pembantu dalam g/100 ml yang harus
ditambahlkan untuk memperoleh larutan yang isotonois
B= penurunan titik beku air yang disebabbkan oleh 1% b/v zat pembantu.
A= penurunan titik beku air yang disebabkan oleh zat-zat terlarut dapat
dihitung sbb:
a-b*kadar zat terlarut% b/v.
penurunan titik beku juga dipakai untuk penentuan larytan isotonis
dengan grafik, dimana angka-angka titik beku atau penurunan titik beku diperole
secvara eksperimental jadi lebih teliti dan juga cepat dapat dibaca jumlah zat
pembantu yang ditambahkan. Agak sulit untuk memasukan grafik dalam buku-buku
karena membutuhkan banyak tempat.;
a) AREA PENIMBANGAN
3.9 Penimbangan bahan awal dan perkiraan hasil nyata
produk dengan cara penimbangan hendaklah dilakukan di area penimbangan terpisah
yang didesain khusus untuk kegiatan tersebut. Area ini dapat menjadi bagian
dari area penyimpanan atau area produksi.
b) AREA PRODUKSI
3.10 Untuk memperkecil risiko bahaya medis yang serius
akibat terjadi pencemaran silang, suatu sarana khusus dan self-contained harus
disediakan untuk produksi obat tertentu seperti produk yang dapat menimbulkan
sensitisasi tinggi (misal golongan penisilin) atau preparat biologis (misal
mikroorganisme hidup). Produk lain seperti antibiotika tertentu, hormon
tertentu (misal hormon seks), sitotoksika tertentu, produk mengandung bahan
aktif tertentu berpotensi tinggi, dan produk nonobat hendaklah diproduksi di
bangunan terpisah. Dalam kasus pengecualian, bagi produk tersebut di atas,
prinsip memproduksi bets produk secara ‘campaign’ di dalam fasilitas
yang sama dapat dibenarkan asal telah mengambil tindakan pencegahan yang
spesifik dan validasi yang diperlukan telah dilakukan.
3.11 Pembuatan produk yang diklasifikasikan sebagai
racun seperti pestisida dan herbisida tidak boleh dibuat di fasilitas pembuatan
produk obat.
3.12 Tata letak ruang produksi sebaiknya dirancang
sedemikian rupa untuk:
a) memungkinkan kegiatan produksi dilakukan di area
yang
saling berhubungan antara satu ruangan dengan ruangan
lain mengikuti urutan tahap produksi dan menurut kelas kebersihan yang
dipersyaratkan;
b) mencegah kesesakan dan ketidakteraturan; dan
c) memungkinkan komunikasi dan pengawasan yang efektif
terlaksana.
3.13 Luas area kerja dan area penyimpanan bahan atau
produk yang sedang dalam proses hendaklah memadai untuk memungkinkan penempatan
peralatan dan bahan secara teratur dan sesuai dengan alur proses, sehingga
dapat memperkecil risiko terjadi kekeliruan antara produk obat atau komponen
obat yang berbeda, mencegah pencemaran silang dan memperkecil risiko terlewat
atau salah melaksanakan tahapan proses produksi atau pengawasan.
3.14 Permukaan dinding, lantai dan langit-langit
bagian dalam ruangan di mana terdapat bahan baku dan bahan pengemas primer,
produk antara atau produk ruahan yang terpapar ke lingkungan hendaklah halus,
bebas retak dan sambungan terbuka, tidak melepaskan partikulat, serta memung-kinkan
pelaksanaan pembersihan (bila perlu disinfeksi) yang mudah dan efektif.
3.15 Konstruksi lantai di area pengolahan hendaklah
dibuat dari bahan kedap air, permukaannya rata dan memungkinkan pembersihan
yang cepat dan efisien apabila terjadi tumpahan bahan. Sudut antara dinding dan
lantai di area pengolahan hendaklah berbentuk lengkungan.
3.16 Pipa, fiting lampu, titik ventilasi dan instalasi
sarana penunjang lain hendaklah didesain dan dipasang sedemikian rupa untuk
menghindarkan pembentukan ceruk yang sulit dibersihkan. Untuk kepentingan
perawatan, sedapat mungkin instalasi sarana penunjang seperti ini hendaklah
dapat diakses dari luar area pengolahan.
3.17 Pipa yang terpasang di dalam ruangan tidak boleh
menempel pada dinding tetapi digantungkan dengan menggunakan siku-siku pada
jarak cukup untuk memudahkan pembersihan menyeluruh.
3.18 Pemasangan rangka atap, pipa dan saluran udara di
dalam ruangan hendaklah dihindarkan. Apabila tidak terhindarkan, maka prosedur
dan jadwal pembersihan instalasi tersebut hendaklah dibuat dan diikuti.
3.19 Lubang udara masuk dan keluar serta pipa-pipa dan
salurannya hendaklah dipasang sedemikian rupa untuk mencegah pencemaran
terhadap produk.
3.20 Saluran pembuangan air hendaklah cukup besar,
didesain dan dilengkapi bak kontrol untuk mencegah alir balik. Sedapat mungkin
saluran terbuka dicegah tetapi bila perlu hendaklah dangkal untuk memudahkan
pembersihan dan disinfeksi.
3.21 Area produksi hendaklah diventilasi secara
efektif dengan menggunakan sistem pengendali udara termasuk filter udara dengan
tingkat efisiensi yang dapat mencegah pencemaran dan pencemaran silang,
pengendali suhu dan, bila perlu, pengendali kelembaban udara sesuai kebutuhan
produk yang diproses dan kegiatan yang dilakukan di dalam ruangan dan dampaknya
terhadap lingkungan luar pabrik. Area produksi hendaklah dipantau secara
teratur baik selama ada maupun tidak ada kegiatan produksi untuk memastikan
pemenuhan terhadap spesifikasi yang dirancang sebelumnya.
3.22 Tingkat kebersihan ruang/area untuk pembuatan
obat hendaklah diklasifikasikan sesuai dengan jumlah maksimum partikulat udara
yang diperbolehkan untuk tiap kelas kebersihan sesuai tabel di bawah ini:
Catatan:
Kelas A, B, C dan D adalah kelas kebersihan ruang
untuk pembuatan produk steril.
Kelas E adalah kelas kebersihan ruang untuk pembuatan
produk nonsteril.
Persyaratan lain untuk pembuatan produk steril
dirangkum pada Aneks 1 Pembuatan Produk Steril
3.23Ruangan lain yang tidak
diklasifikasikan sesuai Butir 3.22 di atas, hendaklah dilindungi sesuai tingkat
perlindungan yang diperlukan.
3.24 Area di mana dilakukan kegiatan
yang menimbulkan debu (misalnya pada saat pengambilan sampel, penimbangan bahan
atau produk, pencampuran dan pengolahan bahan atau produk, pengemasan produk kering),
memerlukan sarana penunjang khusus untuk mencegah pencemaran silang dan
memudahkan pembersihan.
3.25 Fasilitas pengemasan produk obat hendaklah
didesain spesifik dan ditata sedemikian rupa untuk mencegah kecampurbauran atau
pencemaran silang.
3.26 Area produksi hendaklah mendapat penerangan yang
memadai, terutama di mana pengawasan visual dilakukan pada saat proses
berjalan.
3.27 Pengawasan selama-proses dapat dilakukan di dalam
area produksi sepanjang kegiatan tersebut tidak menimbulkan risiko terhadap
produksi obat.
3.28 Pintu area produksi yang berhubungan langsung ke
lingkungan luar, seperti pintu bahaya kebakaran, hendaklah ditutup rapat. Pintu
tersebut hendaklah diamankan sedemikian rupa sehingga hanya dapat digunakan
dalam keadaan darurat sebagai pintu ke luar. Pintu di dalam area produksi yang
berfungsi sebagai barier terhadap pencemaran silang hendaklah selalu ditutup
apabila sedang tidak digunakan.
AREA PENYIMPANAN
3.29 Area penyimpanan hendaklah memiliki kapasitas
yang memadai untuk menyimpan dengan rapi dan teratur berbagai macam bahan dan
produk seperti bahan awal dan bahan pengemas, produk antara, produk ruahan dan
produk jadi, produk dalam status karantina, produk yang telah diluluskan,
produk yang ditolak, produk yang dikembalikan atau produk yang ditarik dari
peredaran.
3.30 Area penyimpanan hendaklah didesain atau
disesuaikan untuk menjamin kondisi penyimpanan yang baik; terutama area
tersebut hendaklah bersih, kering dan mendapat penerangan yang cukup serta
dipelihara dalam batas suhu yang ditetapkan.
3.31 Apabila kondisi penyimpanan khusus (misal suhu,
kelembaban) dibutuhkan, kondisi tersebut hendaklah disiapkan, dikendalikan,
dipantau dan dicatat di mana diperlukan.
3.32 Area penerimaan dan pengiriman barang hendaklah
dapat memberikan perlindungan bahan dan produk terhadap cuaca. Area penerimaan
hendaklah didesain dan dilengkapi dengan peralatan yang sesuai untuk kebutuhan
pembersihan wadah barang bila perlu sebelum dipindahkan ke tempat penyimpanan.
3.33 Apabila status karantina dipastikan dengan cara
penyimpanan di area terpisah, maka area tersebut hendaklah diberi penandaan
yang jelas dan akses ke area tersebut terbatas bagi personil yang berwenang.
Sistem lain untuk menggantikan sistem karantina barang secara fisik hendaklah
memberi pengamanan yang setara.
3.34 Hendaklah disediakan area terpisah dengan
lingkungan yang terkendali untuk pengambilan sampel bahan awal. Apabila
kegiatan tersebut dilakukan di area penyimpanan, maka pengambilan sampel
hendaklah dilakukan sedemikian rupa untuk mencegah pencemaran atau pencemaran
silang. Prosedur pembersihan yang memadai bagi ruang pengambilan sampel
hendaklah tersedia.
3.35 Area terpisah dan terkunci hendaklah disediakan
untuk penyimpanan bahan dan produk yang ditolak, atau yang ditarik kembali atau
yang dikembalikan.
3.36 Bahan aktif berpotensi tinggi dan bahan
radioaktif, narkotik, obat berbahaya lain, dan zat atau bahan yang mengandung
risiko tinggi terhadap penyalahgunaan, kebakaran atau ledakan hendaklah disimpan
di area yang terjamin keamanannya. Obat narkotik dan obat berbahaya lain
hendaklah disimpan di tempat terkunci.
3.37 Bahan pengemas cetakan merupakan bahan yang
kritis karena menyatakan kebenaran produk menurut penandaannya. Perhatian
khusus hendaklah diberikan dalam penyimpanan bahan ini agar terjamin
keamanannya. Bahan label hendaklah disimpan di tempat terkunci.
AREA PENGAWASAN MUTU
3.38 Laboratorium pengawasan mutu hendaklah terpisah
dari area produksi. Area pengujian biologi, mikrobiologi dan radioisotop
hendaklah dipisahkan satu dengan yang lain.
3.39 Laboratorium pengawasan mutu hendaklah didesain
sesuai dengan kegiatan yang dilakukan. Luas ruang hendaklah memadai untuk
mencegah pencampurbauran dan pencemaran silang. Hendaklah disediakan tempat
penyimpanan dengan luas yang memadai untuk sampel, baku pembanding (bila perlu
dengan kondisi suhu terkendali), pelarut, pereaksi dan catatan.
3.40 Suatu ruangan yang terpisah mungkin diperlukan
untuk memberi perlindungan instrumen terhadap gangguan listrik, getaran,
kelembaban yang berlebihan dan gangguan lain, atau bila perlu untuk mengisolasi
instrumen.
3.41 Desain laboratorium hendaklah memerhatikan
kesesuaian bahan konstruksi yang dipakai, ventilasi dan pencegahan terhadap
asap. Pasokan udara ke laboratorium hendaklah dipisahkan dari pasokan ke area
produksi. Hendaklah dipasang unit pengendali udara yang terpisah untuk
masing-masing laboratorium biologi, mikrobiologi dan radioisotop.
SARANA PENDUKUNG
3.42 Ruang istirahat dan kantin hendaklah dipisahkan
dari area produksi dan laboratorium pengawasan mutu.
3.43 Sarana untuk mengganti pakaian kerja,
membersihkan diri dan toilet hendaklah disediakan dalam jumlah yang cukup dan
mudah diakses. Toilet tidak boleh berhubungan langsung dengan area produksi
atau area penyimpanan. Ruang ganti pakaian hendaklah berhubungan langsung
dengan area produksi namun letaknya terpisah.
3.44 Sedapat mungkin letak bengkel perbaikan dan
perawatan peralatan terpisah dari area produksi. Apabila suku cadang, asesori
mesin dan perkakas bengkel disimpan di area produksi, hendaklah disediakan
ruangan atau lemari khusus untuk penyimpanan alat tersebut.
3.45 Sarana pemeliharaan hewan hendaklah diisolasi
dengan baik terhadap area lain dan dilengkapi pintu masuk terpisah (akses
hewan) serta unit pengendali udara yang terpisah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar