Powered By Blogger

Total Tayangan Halaman

Kamis, 30 Januari 2014

“ONSET MODEL KOMPARTEMEN, ORDE REAKSI DAN PARAMETER FARMAKOKINETIKA”

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Kata " farmakokinetika" berasal dari kata-kata "pharmacon", kata Yunani untuk obat dan racun, dan "kinetic". Jadi "farmakokinetika" adalah ilmu yang mempelajari kinetika obat, yang dalam hal ini berarti kinetika obat dalam tubuh. Proses-proses yang akan menentukan kinetika obat dalam tubuh meliputi proses absorpsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi. Untuk memahami kinetika obat dalam tubuh tidak cukup hanya dengan menentukan dan mengetahui perkembangan kadar atau jumlah senyawa asalnya saja (unchanged compound), tetapi juga meliputi metabolitnya. Dalam makalah ini akan dibahas tentang Model kompartemen, Orde reaksi dan Parameter farmakokinetika mempelajari memahami konsep dasar farmakokinetika.
B.     Rumusan Masalah
1.      Jelaskan apakah yang dmaksud dengan Model kompartemen serta peranannya dalam farmakokinetika!
2.      Jelaskan orde reaksi dalam kinetika obat dalam tubuh!
3.      Jejaskan apa yang dimaksud dengan parameter distribusi dan klasifikasinya!



BAB II
PEMBAHASAN
A.    Model Kompartemen Farmakokinetika
Dalam suatu penelitian/studi farmakokinetika, perkembangan kadar/jumlah obat (senyawa asal dan atau metabolitnya) dalam tubuh dilakukan pada titik-titik waktu yang diskontinyu (misalnya pada waktu-waktu 30 menit, 1 jam, 2 jam, 3 jam, 6 jam dan 8 jam setelah pemberian obat), karena sampai dengan saat ini memang tidak mungkin untuk dapat menentukan kinetika obat dalam tubuh secara eksperimental dalam waktu yang kontinyu. Dengan demikian, data eksperimental yang akan kita peroleh hanyalah untuk waktu-waktu tersebut tadi. Sebagai contoh dapat dilihat gambar (Cahyadi, 1985) :

Jika data tersebut dibiarkan apa adanya, tidak banyak manfaat yang bisa ditarik. Oleh karena itu, dalam dunia farmakokinetika akan dijumpai apa yang disebut dengan "Model". Yang paling sering dipakai adalah model kompartemental, dimana keadaan tubuh direpresentasikan ke dalam bentuk kompartemen: satu kompartemen atau pluri-kompartemen. Tiap kompartemen mempunyai besaran volume (isi) yang disebut "volume distribusi". Model-model tadi hanyalah suatu representasi matematika yang tidak bisa dihubungkan dengan keadaan fungsi- fungsi tubuh secara tegas. Oleh karena itu "volume distribusi" tadi disebut "volume distribusi yang timbul" (apparent volume of distribution). Beberapa contoh model kompartemental dalam farmakokinetika dapat dilihat pada gambar  (Cahyadi, 1985) :

Model farmakokinetika berguna untuk memperkirakan kadar obat dalam plasma, jaringan, dan urin pada berbagai pengaturan dosis, menghitung pengaturan dosis optimum untuk tiap penderita secara indivual, memperkirakan kemungkinan akumulasi obat dan / atau metabolit-metabolit, menghubungkan konsentrasi obat dengan aktivitas farmakologik atau toksikologi, menilai perbedaan laju atau tingkat availabilitas antar formulasi menggambarkan perubahan faal atau penyakit yang mempengaruhi absorpsi, distribusi, atau eliminasi obat,  menjelaskan interaksi obat (Wulansari, 2009).
Keuntungan dari permodelan tadi adalah :
1.      Untuk meringankan data.
2.      Untuk bisa meramalkan perkembangan kadar obat dalam tubuh, khususnya pada penggunaan obat dalam dosis berulang.
3.      Untuk dapat membuat hubungan antara kadar obat/metabolit dalam tubuh dengan intensitas efek yang diinginkan (Cahyadi, 1985).
Dengan pernggunaan model itulah maka dari data eksperimental dapat diperoleh harga-harga : volume distribusi (Vd), waktu paro eliminasi (T1/2 β), konsentrasi pada steady state (Css), konstanta kecepatan absorbsi (Ka), konstanta kecepatan eliminasi (Kel) dan lain-lain (Cahyadi, 1985).
Pendekatan dalam  model kompertemen adalah tubuh dapat dinyatakan sebagai suatu susunan atau sistem dari kompartemen-kompartemen yang berhubungan secara timbal-balik satu dengan yang lainnya. Suatu kompartimen bukan suatu daerah fisiologik atau anatomik yang nyata, tetap dianggap sebagai suatu jaringan atau kelompok jaringan yang mempunyai aliran darah dan afinitas obat yang sama. Dalam masing-masing kompartemen dianggap obat terdistribusi secara merata. Pencampuran obat dalam suatu kompartemen terjadi secara cepat dan homogen serta dianggap ”diaduk secara baik” sehingga kadar obat mewakili konsentrasi rata-rata dan tiap-tiap molekul obat mempunyai kemungkinan yang sama untuk meninggalkan kompartemen. Model kompartemen didasarkan atas anggapan linier, yang menggunakan persamaan diferensial linier. Kompartemen model merupakan gambaran kinetik, yang mengkarakterisasi laju absorpsi, disposisi, dan eliminasi dari suatu xenobiotika di dalam tubuh. Atas dasar tersebut, seharusnya pengertian suatu kompartemen dilandasi (dibatasi) atas laju dari suatu proses. Oleh sebab itu kompartemen disini tidak dapat didefinisikan ebagai suatu ruang, melainkan suatu proses yang memiliki laju yang sama (Cahyadi, 1985).
Macam-macam model kompartemen:
Model Mammilary, merupakan model kompartemen yang paling umum digunakan dalam farmakokinetika. Model ini dianggap sebagai suatu sistem yang berhubungan secara erat, karena jumlah obat dalam setiap kompartemen dalam sistem tersebut dapat diperkirakan setelah obat dimasukkan kedalam kompartemen tertentu. Model kompartemen Mammilary dibagi menjadi dua yaitu :              
a.  Model kompartemen satu  terbuka
Model kompartemen satu terbuka mempunyai anggapan bahwa perubahan kadar obat dalam plasma sebanding dengan kadar obat dalam jaringan. Model ini obat akan didstribusikan ke semua jaringan di dalam tubuh melalui sistem sirkulasi dan secara tepat berkeseimbangan di dalam tubuh. Tetapi, model ini tidak menganggap bahwa konsentrasi obat dalam tiap jaringan adalah sama pada berbagai waktu. Di samping itu DB juga tidak dapat ditentukan secara langsung, tetapi dapat ditentukan konsentrasi obatnya dengan menggunakan darah. Volume distribusi, Vd adalah volume dalam tubuh dimana obat tersebut larut.
Gambar. Model satu kompartemen terbuka
Gambar diatas diumpamakan obat disuntikkan secara langsung ke dalam kompartemen ini (misalnya injeksi intravena) dan mendistribusikan ke seluruh kompartemen. Konsentrasi obat pada waktu nol (Co) dapat dihitung dengan cara besarnya dosis obat (D) dibagi dengan  besarnya volume distribusi (Wirasuta & Niruri, 2007).
i)  Pemberian obat secara intravenus (iv), 
Jika suatu obat diberikan dalam bentuk injeksi intravena cepat (iv bolus), seluruh dosis obat masuk tubuh dengan segera. Dalam hal ini tidak terjadi absorpsi obat, dimana obat akan didistribusikan bersama sistem sirkulasi sistemik dan secara cepat berkesetimbangan di dalam tubuh. Dalam model ini juga dianggap bahwa berbagai perubahan kadar obat dalam plasma mencerminkan perubahan yang sebanding dengan kadar obat dalam jaringan. Tetapi, model ini tidak menganggap bahwa konsentrasi obat dalam tiap jaringan tersebut adalah sama pada berbagai waktu. Jumlah obat di dalam tubuh tidak dapat ditentukan secara langsung, melainkan dengan menentukan konsentrasi obat dalam plasma/darah setiap satuan waktu dan mengalikannya dengan volume distribusinya ”Vd”, yaitu volume dalam tubuh dinama obat tersebut melarut (Wirasuta & Niruri, 2007).
ii) Pemberian obat secara oral, 
Seperti telah disebutkan pada pembahasan fase kerja toksik, bahwa kasus keracunan sering melalui eksposisi toksikan jalur ini. Faktor –faktor seperti luas permukaan dinding usus, kecepatan pengosongan lambung, pergerakan saluran pencerna, dan aliran darah ke tempat absorpsi, semuanya mempengaruhi laju dan jumlah absorpsi suatu xenobiotika. Walaupun terdapat variasi, keseluruhan laju absorpsi xenobiotika dapat digambarkan secara matematik sebagai suatu proses order ke nol atau kesatu. Sebagian besar model farmakokinetik menganggap absorpsi mengikuti orde kesatu, kecuali apabila anggapan absorpsi orde nol memperbaiki model secara signifikan atau lebih teruji dengan percobaan.
Gambar . Jenis kurva kadar dalam plasma-waktu untuk obat yang diberikan secara oral dosis tunggal  (Wirasuta & Niruri, 2007).
b.  Model Kompertemen Dua Terbuka
Model kompartemen dua dianggap bahwa obat terdistribusi ke dalam dua kompartemen. Kompartemen kesatu, dikenal sebagai kompartemen sentral, yaitu darah, cairan ekstra-selular dan  jaringan-jaringan dengan perfusi tinggi, kompartemen-kompartemen ini secara cepat terdifusi oleh obat. Kompartemen kedua merupakan kompartemen jaringan,  yang berisi jaringan-jaringan yang berkesetimbangan secara lebih lambat dengan obat. Model ini dieliminasi dari kompartemen sentral (Wirasuta & Niruri, 2007).
Model kompartemen dua ini pada  dasarnya mempunyai prinsip yang sama dengan model kompartemen satu namun bedanya terdapat dalam proses distribusi karena adanya kompartemen perifer, eliminasi tetap dari kompartemen sentral. Model ini sesuai untuk banyak obat.
Gambar . Model kompartemen dua terbuka (Nurita, 2009).
Macam-macam model kompartemen Mammilary (Wirasuta & Niruri, 2007).
Model lainnya adalah model Catenary, terdiri atas kompartemen-kompartemen yang dgabung dengan yang lain menjadi satu deretan kompartemen. Oleh karena itu model Catenary tidak dapat dipakai pada sebagian besar organ yang fungsional dalam tubuh yang secara langsung berhubungan dengan plasma, model ini digunakan tidak sesering model model mammilary (Wirasuta & Niruri, 2007).
Model fisiologik, “model aliran“, merupakan model farmakokinetik yang didasarkan atas data anatomik dan fisiologik yang diketahui. Berbeda dengan pendekatan pada model kompartemen, dimana transpor xenobiotika antar kompartimen sebagian besar didasarkan pada proses reversibel atau irreversibel reaksi orde kesatu, sedangkan pada model fisiologik konsentras xenobiotika diberbagai jaringan diperkirakan melalui ukuran jaringan organ, aliran darah melalui pendekan laju aliran darah melalui organ atau jaringan, dan melalui percobaan ditentukan perbandingan konsentrasi antara jaringan dan darah. Aliran darah, ukuran jaringan dan perbandingan xenobiotika dalam jaringan darah dapat berbeda sehubungan dengan kondisi fisiologik tertentu. Oleh karena itu, dalam model fisiologik pengaruh perubahan-perubahan ini terhadap distribusi obat harus diperhitungkan. Keuntungan dari model farmakokinetik yang didasarkan atas model fisiologik adalah dapat diterapkan pada beberapa spesies, dan dengan beberapa data hasil percobaan pada hewan sifat farmakokinetik xenobiotika pada manusia dapat diekstrapolasikan. Ekstrapolasi ini agak sulit dilakukan pada model kompartemen, karena volume distribusi dalam model kompartemen merupakan konsep matematik yang hubunganya tidak sederhana dengan volume dan aliran darah (Wirasuta & Niruri, 2007).
Gambar. Unit dasar model fisiologik.
Qo = laju aliran darah melalui organ/jaringan,  V = volume organ, subkrip b = darah, o = organ/jaringan. Model-indenpenden farmakokinetik menyatakan suatu kencenderungan sekarang ini terjadi perubahan dari model-model yang sangat rumit ”kompleks” ke suatu model yang lebih sederhana. Model independen famakokinetik menggunakan pendekatan gambaran matematika murni  dari profile konsetrasi baik obat maupun metabolitnya dalam darah atau plasma dan juga penghitungan parameter farmakokinetiknya tidak tergantung pada suatu struktur model tertentu. Hal yang mendasar dari pendekatan ini adalah menghindari penggunaan parameter kinetik yang tidak dapat secara tepat divalidasi dan juga parameter kinetik yang secara signifikan tidak bermakna secara anatomik maupun fisiologik (Wirasuta & Niruri, 2007).

B.     Orde Reaksi
Laju suatu reaksi kimia atau proses kimia diartikan sebagai kecepatan terjadinya suatu reaksi kimia. Untuk reaksi kimia berikut:  Obat A           Obat B. Bila jumlah obat A berkurang dengan bertambahnya waktu (reaksi berjalan searah dengan tanda            ), maka laju reaksi dapat dinyatakan sebagai :  –dA/dt. Dengan demikian, apabila jumlah obat B bertambah dengan bertambahnya waktu, maka laju reaksi dapat pula dinyatakan sebagai :   + dB/dt (Wulansari, 2009).                         
Laju reaksi ditentukan melalui percobaan dengan cara mengukur obat A dalam jarak waktu yang ditetapkan. Orde reaksi menunjukkan cara bagaimana konsentrasi obat atau pereaksi mempengaruhi laju suatu reaksi kimia. Orde reaksi ditentukan oleh kemungkinan suatu unit yang terjadi pada populasi tertentu. Dalam farmakokinetika hanya orde reaksi 0 dan orde reaksi 1 yang penting (Wulansari, 2009).
Pada umumnya hanya obat induk (obat yang aktif farmakologik) yang ditentukan dalam percobaan. Sedangkan metabolit obat atau hasil urai obat tidak dapat atau sangat sukar ditentukan secara kuantitatif. Oleh karena itu, laju reaksi ditentukan melalui percobaan dengan cara mengukur obat A dalam jarak waktu yang ditetapkan. Orde reaksi menunjukkan cara bagaimana konsentrasi obat pereaksi mempengaruhi laju suatu reaksi kimia (Wulandari, 2009).









Tabel perbedaan Orde reaksi :
a. Reaksi Orde Nol
Bila jumlah obat A berkurang dalam suatu jarak waktu yang tetap t, maka laju hilangnya obat A dinyatakan sebagai : dA/dt = - Ko. Ko adalah tetapan laju reaksi orde nol dan dinyatakan dalam satuan massa/waktu (misal : mg/menit). Integrasi persamaan diatas menghasilkan persamaan berikut A = - Ko.t + Ao. Ao adalah jumlah obat A pada t = 0, maka dari persamaan tersebut dapat dibuat suatu grafik hubungan antara A terhadap t  yang menghasilkan suatu garis lurus.
b. Reaksi Orde Satu
Bila jumlah obat A berkurang dengan laju uang sebanding dengan jumlah obat A tersisa, maka laju hilangnya obat A dinyatakan sebagai : dA/dt = -Ka. Ka adalah tetapan laju reaksi orde satu dan dinyatakan dalam satuan waktu -1 (misal : jam-1). Integrasi dari persamaan diatas menghasilkan persamaan sebagai berikut : ln A = - Kt + ln Ao. Dapat pula dinyatakan sebagai berikut :  A = Ao . e – Kt . Bila ln = 2.3 log, maka persamaannya menjadi : Log A = - Kt / 2,3 + log Ao, yang mana dari persamaan ini, grafik hubungan log A terhadap t menghasilkan garis lurus (Wulansari, 2009).
C.     Parameter Farmakokinetika
Parameter Farmakokinetika adalah  besaran yang diturunkan secara matematis dari model yang berdasarkan hasil pengukuran kadar obat utuh atau metabolitnya dalam darah, urin, atau cairan hayati lainnya. Parameter farmakokinetika berfungsi untuk memperoleh gambaran yang dapat dipergunakan dalam mengkaji kinetika absorpsi,  distribusi, dan eliminasi obat didalam tubuh. Parameter farmakokinetika dibagi menjadi tiga yaitu Parameter Farmakokinetika Primer, Parameter Farmakokinetik Sekunder dan Parameter Faramakokinetik Turunan. Parameter faramakokinetik primer adalah parameter farmakokinetik yang harganya di pengaruhi oleh perubahan salah satu atau lebih ubahan fisiologi yang terkait dan yang termasuk parameter tersebut adalah Ka, Fa, Vd, CLt dan CLr  (Wulansari, 2009).
Parameter faramakokinetika sekunder adalah parameter farmakokinetik yang harganya tergantung pada harga parameter farmakokinetik primer, yang termasuk parameter sekunder yaitu t½el, Ke dan Fe. Sedangkan parameter farmakokinetika turunana harganya semata-mata tidak tergantung dari harga parameter farmakokinetika primer tetapi  tergantung dari dosis atau kecepatan pemberian obat terkait (Wulansari, 2009). Bioavailabilitas atau availabilitas  sistemik (F) menunjukkan fraksi dari dosis obat yang mencapai peredaran darah sistemik dalam bentuk aktif.  Jika obat diberikan per oral maka F biasanya kurang dari 1 dan besarnya bergantung pada jumlah obat yang dapat menembus dinding saluran cerna (jumlah yang diabsorbsi) dan jumlah obat yang mengalami eliminasi presisitemik (metabolisme lintas pertama) di mukosa dan dalam hepar. Besarnya bioavailabilitas suatu obat oral digambarkan oleh AUC (area under the curve atau luas area di bawah kurva kadar obat dalam plasma terhadap waktu) obat oral tersebut dibandingkan dengan AUC-nya pada pemberian IV. Ini disebut bioavailabilitas absolut dari obat oral tersebut (Wulansari, 2009).
Volume distribusi (Vd) menunjukkan volume penyebaran obat dalam tubuh dengan kadar plasma atau serum.  Vd bukanlah volume anatomis yang sebenarnya, tetapi hanya volume semu yang menggambarkan luasnya distribusi obat dalam tubuh. Tubuh dianggap sebagai 1 kompartemen yang terdiri dari plasma atau serum dan Vd adalah jumlah obat dalam tubuh dibagi dengan kadarnya dalam plasma atau serum. Besarnya Vd ditentukan oleh ukuran dan komposisi tubuh, kemampuan molekul obat memasuki berbagai kompartemen tubuh, dan derajat ikatan obat dengan protein plasma dan dengan berbagai jaringan (Wulansari, 2009).
Waktu paruh eliminasi (t½) adalah waktu yang diperlukan untuk turunnya kadar obat dalam plasma atau serum pada fase eliminasi (setelah fase absorpsi dan distribusi) menjadi separuhnya. Untuk obat-obat dengan kinetika first order, t½ ini merupakan bilangan konstan, tidak  tergantung dari besarnya dosis, interval pemberian, kadar plasma maupun cara pemberian. Meskipun  t½ bukan indeks yang baik untuk kecepatan eliminasi obat, tetapi t½  merupakan indeks yang baik untuk waktu mencapai keadaan mantap (steady  state) atau tss waktu untuk menghilangkan obat dari tubuh (sama besar dengan tss) dan untuk memperkirakan interval dosis atau T (Wulansari, 2009).
Bersihan total (clearance / ClT) adalah volume darah/plasma yang dibersihkan dari obat per  satuan waktu (ml/menit). Untuk obat dengan kinetika first order, Cl merupakan bilangan  konstan. Laju eliminasi meningkat dengan meningkatnya kadar. Jadi, bersihan total yang merupakan ukuran kemampuan tubuh untuk mengeliminasi obat, tergantung tidak hanya dari t½ tetapi juga dari Vd. Bersihan obat total merupakan hasil penjumlahan bersihan obat berbagai organ dan jaringan tubuh, terutama ginjal dan hati (Wulansari, 2009).
AUC (area under the curve) atau luas area di bawah kurva yaitu konsentrasi obat dalam plasma, darah atau serum yang terintegrasi dengan waktu (dari AUC0 sampai AUC0-1) setelah dosis tunggal atau selama waktu interval dosis pada keadaan tunak  (Wulansari, 2009). Parameter yang berhubungan dengan proses absorbsi meliputi konstanta obat area dibawah kurva dan fraksi obat  terabsorpsi. Proses distribusi meliputi volume distribusi. Sedangkan proses eliminasi meliputi klirens, konstanta obat tereliminasi dan waktu paruh (Wulansari, 2009).
BAB III
KESIMPULAN
Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan :
1.      Model kompartemen dalam farmakokinetika berperan dalam memahami dan menyederhanakan kinetika obat di dalam tubuh.
2.      Orde reaksi menunjukkan cara bagaimana konsentrasi obat atau pereaksi mempengaruhi laju suatu reaksi kimia. Orde reaksi ditentukan oleh kemungkinan suatu unit yang terjadi pada populasi tertentu. Dalam farmakokinetika hanya orde reaksi 0 dan orde reaksi 1 yang penting.
3.      Parameter Farmakokinetika adalah  besaran yang diturunkan secara matematis dari model yang berdasarkan hasil pengukuran kadar obat utuh atau metabolitnya dalam darah, urin, atau cairan hayati lainnya. Parameter farmakokinetika berfungsi untuk memperoleh gambaran yang dapat dipergunakan dalam mengkaji kinetika absorpsi,  distribusi, dan eliminasi obat didalam tubuh.



DAFTAR PUSTAKA

Cahyadi, Yeyet, 1985, Pengantar Farmakokinetika, Cermin Dunia Kedokteran, No : 37
Wirasuta, I Made Agus Gelgel & Rasmaya Niruri, 2007, Buku Ajar Toksikologi Umum, Jurusan Farmasi Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Udayana
Nurita, Marlia, 2009, Pengaruh Sediaan Madu Bunga Kelengkeng (Nephelium longata L) Terhadap Farmakokinetika Parasetamol Yang Diberikan Bersama Secara Oral Pada Kelinci Jantan, Skripsi, Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Surakarta, Surakarta
Wulandari, Retno, 2009, Profil  Farmakokinetik Teofilin Yang Diberikan Secara Bersamaan Dengan Jus Jambu Biji (Psidium Guajava L.) Pada Kelinci Jantan, Skripsi, Fakultas Farmasi  Universitas Muhammadiyah Surakarta, Surakarta
Wulansari, Noviana, 2009, Pengaruh Perasan Buah Apel (Maulus domestica Borkh) Fuji Rrc Terhadap Farmakokinetika Parasetamol Yang Diberikan Bersama Secara Oral  Pada Kelinci Jantan, Skripsi, Fakultas Farmasi  Universitas Muhammadiyah Surakarta, Surakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar