Powered By Blogger

Total Tayangan Halaman

Kamis, 30 Januari 2014

Absorpsi sediaan Cair

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Jalur pemakaian obat yang paling lazim digunakan adalah jalur oral. Bentuk-bentuk sediaan oral seperti sediaan padat (tablet, kapsul, serbuk, pil) dan sediaan cair (sirup, larutan, suspensi, mixtura, infusa, eliksir) merupakan bentuk yang paling umum dipakai. Sediaan cair memiliki keunggulan tersendiri dibanding sediaan padat, yaitu lebih disukai anak-anak karena pada umumnya rasanya enak dan mudah untuk ditelan.   
Absorpsi adalah proses pengambilan obat pada bagian permukaan tubuh/saluran pencernaan/bagian lain dalam sistem organ ke aliran darah/pembuluh limfe. Absorpsi penting karena berapa jumlah obat yang dapat diabsorpsi (diserap) berkaitan dengan berapa jumlah obat yang dapat didistribusikan dan sampai ke tempat kerja. Proses absorpsi obat tidaklah mudah, hal ini dikarenakan obat harus melewati barier absorpsi seperti epitelium di membran sel.
 Absorpsi obat mengharuskan molekul-molekul obat berada dalam bentuk larutan pada tempat absorpsi. Hal ini justru menguntungkan untuk sediaan cair karena bentuk awlanya sudah dalam bentuk larutan. Umumnya absorpsi obat pada saluran cerna terjadi secara difusi pasif sehingga untuk dapat diabsorpsi, obat harus larut dalam cairan pencernaan. Obat-obat yang diabsorpsi oleh difusi pasif, yang menunjukkan kelarutan dalam air rendah, cenderung memiliki laju absorpsi oral lebih lambat daripada yang menunjukkan kelarutan dalam air yang tinggi   (Lachman, dkk, 1991).
Absorpsi sistemik suatu obat dari saluran cerna atau tempat ekstravaskuler yang lain bergantung pada bentuk sediaan, anatomi dan fisiologi tempat absorpsi. Faktor-faktor seperti luas permukaan dinding usus, kecepatan pengosongan lambung, pergerakan saluran cerna dan aliran darah ke tempat absorpsi, semuanya mempengaruhi laju dan jumlah absorpsi obat (Shargel dan Yu, 2005).
B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam makalah ini adalah:
1.      Apa saja jenis-jenis sediaan cair?
2.      Apa yang dimaksud absorpsi?
3.      Bagaimana proses absorpsi sediaan cair?
C.    Tujuan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah:
1.      Untuk mengetahui jenis-jenis sediaan cair.
2.      Untuk mengetahui tentang absorpsi
3.      Untuk mengetahui proses absorpsi sediaan cair.
  
BAB II
PEMBAHASAN

A.    Jenis-Jenis Sediaan Cair
Sediaan cair untuk diminum (potio) dapat berupa sirup, larutan, suspensi, emulsi, mixtura, eliksir, dan infusa. Sebagai formula umum dari sediaan oral berbentuk cair adalah zat aktif, pembantu pelarut, dapar, pemanis, zat penambah rasa enak, aroma, pewarna, pengawet, air suling.
Sirup adalah sediaan cair berupa larutan yang mengandung sakarosa. Kecuali dinyatakan lain, kadar sakarosa tidak kurang dari 64,0% dan tidak lebih dari 66,0%. Keuntungan sirup yaitu : sesuai untuk pasien yang susah menelan (pasien usia lanjut, Parkinson, anak-anak) dan sesuai untuk obat yang bersifat sangat higroskopis. Kerugiannya yaitu : tidak semua obat bentuk sediaan sirup ada di pasaran, sediaan sirup jarang yang isinya zat tunggal, pada umumnya campuran atau kombinasi beberapa zat berkhasiat yang kadang-kadang sebetulnya tidak di butuhkan oleh pasien tersebut, harga relatif mahal karena memerlukan khusus dan kemasan yang khusus pula.
Larutan merupakan sediaan cair yang mengandung satu zat kimia yang dapat larut, biasanya dilarutkan dalam air, yang karena bahan-bahannya, cara peracikan atau penggunaannya, tidak dimasukkan dalam golongan produk lainnya. Larutan dapat juga dikatakan sediaan cair yang mengandung satu atau lebih zat kimia yang larut, misalnya terdispersi secara molekuler dalam pelarut yang sesuai atau campuran pelarut yang saling bercampur.
Suspensi merupakan sediaan cair yang mengandung partikel padat tidak larut terdispersi dalam fase cair. Macam-macam suspensi antara lain: suspensi oral (juga termasuk susu/magma), suspensi topikal (penggunaan pada kulit), suspensi tetes telinga (telinga bagian luar), suspensi optalmik, suspensi sirup kering. Zat yang terdispersi harus halus, tidak boleh cepat mengendap, dan bila digojog perlahan-lahan endapan harus segera terdispersi kembali.
Emulsi merupakan sediaan berupa campuran dari dua fase cairan dalam sistem dispersi, fase cairan yang satu terdispersi sangat halus dan merata dalam fase cairan lainnya, umumnya distabilkan oleh zat pengemulsi. Ada dua tipe emulsi, yaitu emulsi A/M yaitu butiran-butiran air terdispersi dalam minyak dan emulsi M/A yaitu butiran-butiran minyak terdispersi dalam air. Pada emulsi A/M, maka butiran-butiran air yang diskontinyu terbagi dalam minyak yang merupakan fase kontinyu. Sedangkan untuk emulsi M/A adalah sebaliknya. Kedua zat yang membentuk emulsi ini harus tidak atau sukar membentuk larutan dispersirenik.
Eliksir adalah sediaan berupa larutan yang mempunyai rasa dan bau sedap, selain obat mengandung juga zat tambahan dan digunkan sebagai obat dalam. Mixtura pada dasarnya sama dengan larutan, hanya saja zat yang terlarut lebih dari satu. Infusa merupakan sediaan cair yang dibuat dengan mengekstraksi simplisia nabati dengan air pada suhu 9000C selama 15 menit (Anief, 2000).




B.     Absorbsi
Absorbsi suatu obat adalah pengambilan obat dari permukaan tubuh atau mukosa saluran cerna atau dari tempat-tempat tertentu pada organ dalam ke aliran darah atau sistem pembuluh limfe. Absorbsi dapat terjadi dengan beberapa meanisme, yaitu: difusi pasif, difusi terfasilitasi, transpor aktif, pinositosis, fagositosis, dan persopsi.
Umumnya absorpsi obat pada saluran cerna terjadi secara difusi pasif sehingga untuk dapat diabsorpsi, obat harus larut dalam cairan pencernaan. Obat-obat yang diabsorpsi oleh difusi pasif, yang menunjukkan kelarutan dalam air rendah, cenderung memiliki laju absorpsi oral lebih lambat daripada yang menunjukkan kelarutan dalam air yang tinggi.
Kinetika absorpsi obat  adalah kecepatan rata-rata obat terabsorpsi yang dapat mencapai sirkulasi sitemik. Kecepatan absorpsi dan kuosien absorpsi (hubungan bagian yang diabsorbsi terhadap jumlah yang diberikan) bergantung pada banyak faktor, yaitu:
1.      Sifat fisikokimia bahan obat
2.      Besar partikel
3.      Bentuk sediaan obat
4.      Dosis
5.      Rute pemberian dan tempat pemberian
6.      Waktu kontak dengan permukaan absorpsi
7.      Besarnya luas permukaan yang mengabsorpsi

C.     Absorbsi Sediaan Cair    
Obat yang diberikan secara oral akan diabsorpsi lewat saluran cerna masuk ke sirkulasi portal, beberapa obat akan dimetabolisme secara ekstensif di dalam hepar sebelum mencapai sirkulasi sistemik. Seperti yang telah disebutkan di atas salah satu yang mempengaruhi kecepatan absorpsi adalah bentuk sediaan obat. Bentuk sediaan obat beraneka macam, ada padat, semi padat, dan cair.
Absorpsi obat mengharuskan molekul-molekul obat berada dalam bentuk larutan pada tempat absorpsi. Untuk obat dalam sediaan padat, terlebih dahulu harus dipecah dalam bentuk granul, partikel-partikel kecil, kemudian bentuk larutan baru bisa diabsorpsi. Sementara sediaan cair tidak perlu mengalami tahap tersebut karena bentuk awlanya sudah dalam bentuk larutan. Kecuali bentuk suspensi, partikel-partikel kecil terlebih dahulu dihancurkan.
Berdasarkan gambar di atas, setelah sediaan cair diabsorpsi, maka akan masuk ke pembuluh darah vena dan mencapai vena porta dan melalui ini darah memasuki hati. Jadi, sebelum obat-obat yang diabsorpsi dari mukosa lambung atau usus halus mencapai ke jantung dan masuk ke sirkulasi sistemik, senyawa-senyawa ini terlebih dahulu harus melewati hati. Hasil metabolismenya dan beberapa besar sennyawa tersebut melewati lintasan pertama dimetabolisme serta diekstraksi atau diubah secara biokimia oleh hati, disebut sebagai firs pass effect.    
Adapun laju perubahan jumlah obat dalam tubuh, dDB/dt, bergantung pada laju absorpsi dan eliminasi obat. Hal ini juga berlaku pada sediaan cair. Laju perubahan obat dalam tubuh pada setiap waktu sama dengan laju absorpsi obat dikurangi laju eliminasi obat.
Suatu kurva kadar plasma-waktu yang menggambarkan proses laju absorpsi dan eliminasi obat digambarkan secara grafik seperti gambar di atas. Selama fase absorpsi dari kurva kadar plasma-waktu laju absorpsi obat lebih besar dari laju aliminasi obat. Pada waktu konsentrasi puncak obat dalam plasma, yang dapat disamakan dengan waktu absorpsi puncak, laju absorpsi obat sama dengan laju aliminasi obat dan tidak ada perubahan jumlah obat dalam tubuh.
Setelah waktu absorpsi obat mencapai puncak, beberapa obat masih berada pada tempat absorpsi (saluran cerna). Laju eliminasi obat pada saat ini lebih cepat daripada laju absorpsi obat (fase pasca absorpsi). Ketika obat pada tempat absorpsi makin berkurang, laju absorpsi obat mendekati nol. Fase eliminasi dari kurva kemudian hanya menyatakan eliminasi obat dari tubuh (orde kesatu). Oleh karena itu, selama fase eliminasi laju perubahan julah obat dalam tubuh digambarkan sebagai proses orde kesatu. 
Kebanyakan obat mengikuti orde kesatu. Model ini menganggap laju absorpsi dan laju eliminasi juga termasuk orde ke satu. Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya bahwa pada saat diabsorpsi obat tidak sepenuhnya sampai di saluran sistemik. Parameter yang dipakai untuk menunjukkan fraksi obat yang sampai di saluran sistemik yaitu F (bioavailabilitas). Selain itu ada pula Ka atau tetapan laju absorpsi obat di saluran gastro intestinal.
dDGI / dt = – Ka x DGI x F
(Tanda minus hanya menunjukkan kadar obat di saluran GI berkurang)
Jika diubah menjadi bentuk eksponensial:
Do merupakan dosis awal yg diberikan. Sedangkan untuk eliminasi faktor yang berpengaruh adalah tetapan laju eliminasi K.
dDE/dt = -K x DB
Sehingga jika kita memasukkan persamaan tersebut pada dDB/dt = dDGI/dt – dDE/dt menjadi:
dDB/dt = (Ka x DGI x F) – (K x DB)
atau bisa juga ditulis:
Persamaan itu dapat diintegrasikan untuk menghitung konsentrasi obat (Cp) dalam plasma pada waktu t :
Selain itu kita juga dapat mencari kadar puncak (Cmax) dengan rumus:
BAB III

PENUTUP


A.    Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan di atas dapat disimpulkan:
1.      Sediaan cair ada beberapa jenis, diantaranya sirup, emulsi, suspensi, larutan, eliksir, mixtura, dan infua.
2.      Absorbsi suatu obat adalah pengambilan obat dari permukaan tubuh atau mukosa saluran cerna atau dari tempat-tempat tertentu pada organ dalam ke aliran darah atau sistem pembuluh limfe.
3.      Sediaan cair tidak perlu mengalami perubahan dari granul menjadi partikel kecil kemudian larutan sebelum diabsorpsi seperti halnya yang terjadi pada sediaan padat.
B.     Saran
Melalui makalah ini penulis menyarankan perlunya peran aktif dari mahasiswa untuk memahami materi tentang Absorpsi Sediaan Cair mengingat cakupannya yang sangat luas.



DAFTAR PUSTAKA

Anief, M., 2000, Ilmu Meracik Obat, Cetakan IX, UGM Press, Yogyakarta.



Lachman, L., Herbert A.L., Joseph L.K., 1991, Teori dan Praktek Farmasi Industri, UI Press, Jakarta.

Shargel, L. dan Andrew B.C.YU., 2005, Biofarmasetika dan Farmakokinetika Terapan, Edisi kedua, Airlangga University Press, Surabaya. 
  




Tidak ada komentar:

Posting Komentar