Powered By Blogger

Total Tayangan Halaman

Kamis, 30 Januari 2014

Makalah Leukimia

BAB I

PENDAHULUAN

 A.    Latar Belakang

Akhir-akhir ini istilah leukimia sangat populer di bahas dalam dunia medis. Penyakit kanker darah (leukimia) menduduki peringkat tertinggi kanker pada manusia. Namun, penanganan kanker di Indonesia masih lambat. Itulah sebabnya lebih dari 60% anak penderita kanker yang ditangani secara medis sudah memasuki stadium lanjut.
Leukemia adalah proliferasi 1 jenis atau lebih sel hematopoetik  secara berlebihan, ganas, sering disertai kelainan bentuk leukosit abnormal dan dapat disertai anemia, trombositopenia dan berakhir dengan kematian.
Leukemia sebenarnya adalah sebuah istilah medis yang luas. Leukemia kanker dipisahkan menjadi dua, bentuk yang lebih didefinisikan bernama Leukemia kronis dan leukemia akut. Kanker leukemia akut cenderung menimpa anak-anak dan dewasa muda. Proliferasi sel-sel tulang sumsum menghambat Sumsum tulang untuk membuat sel benar sehat. Ini adalah bentuk yang sangat berbahaya dari kanker karena sel-sel ganas yang tersedia untuk aliran darah untuk transportasi ke organ lain.
Istilah leukemia pertama kali dijelaskan oleh Virchow sebagai “darah putih” pada tahun 1874, adalah penyakit neoplastik yang ditandai dengan diferensiasi dan proliferasi sel induk hematopoetik. Leukimia adalah suatu penyakit yang dikenal dengan adanya proliferasi neoplasitik dari sel-sel organ hemopoietik, yang terjadi sebagai akibat mutasi somatik sel bakal (stem cell) yang akan membentuk suatu klon sel leukimia.
Leukimia merupakan keganasan hemopoietik yang mengakibatkan proliferasi klon yang abnormal dan sel bakal mengalami transformasi leukimia, terjadi kelainan pada diferensiasi dan pertumbuhan dari sel limfoid dan mieloid. Diagnosa leukimia akut dapat ditegakkan dari pemeriksaan hematologi Hb, leukosit, tulang, yaitu tipe leukemia akut berdasarkan klasifikasi FAB.
Dari uraian diatas, makalah ini akan banyak mebahas mengenai leukemia untuk lebih mengetahui factor-faktor pencetus penyakit leukemia serta bentuk patologi penyakit leukemia.

B.     Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah dalam makalah ini yaitu :
1.    Bagaimana patofisiologi leukemia?
2.    Bagaimana gejala kliniknya?
3.    Apa sasaran dan strategi pengobatannya?
4.    Bagaimana penatalaksanaannya?
5.    Bagaimana evaluasi obat yang beredar di Indonesia?   

C.    Tujuan

Tujuan makalah ini yaitu:
1.    Untuk mengetahi patofisiologi leukemia.
2.    Untuk mengetahi gejala kliniknya.
3.    Untuk mengetahi sasaran dan strategi pengobatannya.
4.    Untuk mengetahi penatalaksanaannya.
5.    Untuk mengetahi evaluasi obat yang beredar di Indonesia.

BAB II

PEMBAHASAN 

A.    Patofisiologi

Pada keadaan normal, sel darah putih berfungsi sebagai pertahanan tubuh terhadap infeksi. Sel ini secara normal berkembang sesuai perintah, dapat dikontrol sesuai dengan kebutuhan tubuh. Sedangkan pada leukemia terjadi peningkatkan produksi sel darah putih pada sumsum tulang yang lebih dari normal. Mereka terlihat berbeda dengan sel darah normal dan tidak berfungsi seperti biasanya.
Sel leukemi memblok produksi sel darah normal, merusak kemampuan tubuh terhadap infeksi. Sel leukemi juga merusak produksi sel darah lain pada sumsum tulang termasuk sel darah merah dimana sel tersebut berfungsi untuk menyuplai oksigen pada jaringan.
Leukemia terjadi jika proses pematangan dari stem sel menjadi sel darah putih mengalami gangguan dan menghasilkan perubahan ke arah keganasan. Perubahan tersebut seringkali melibatkan penyusunan kembali bagian dari kromosom (bahan genetik sel yang kompleks). Translokasi kromosom mengganggu pengendalian normal dari pembelahan sel, sehingga sel membelah tidak terkendali dan menjadi ganas. Pada akhirnya sel-sel ini menguasai sumsum tulang dan menggantikan tempat dari sel-sel yang menghasilkan sel-sel darah yang normal. Kanker ini juga bisa menyusup ke dalam organ lainnya termasuk hati, limpa, kelenjar getah bening, ginjal, dan otak.
1.      Leukemia Akut
Leukemia akut adalah keganasan primer sumsum tulang yang berakibat terdesaknya komponen darah normal oleh komponen darah abnormal (blastosit) yang disertai dengan penyebaran ke organ-organ lain.
a.      Leukemia Limfositik Akut (LLA)
LLA merupakan jenis leukemia dengan karakteristik adanya proliferasi dan akumulasi sel-sel patologis dari sistem limfopoetik yang mengakibatkan organomegali (pembesaran alat-alat dalam) dan kegagalan organ. LLA lebih sering ditemukan pada anak-anak (82%) daripada umur dewasa (18%). Tanpa pengobatan sebagian anak-anak akan hidup 2-3 bulan setelah terdiagnosis terutama diakibatkan oleh kegagalan dari sumsum tulang.
Gambar 1. Hapusan Sumsum Tulang LLA dengan Pewarnaan Giemsa Perbesaran 1000x

b.      Leukemia Mielositik Akut (LMA)
LMA merupakan leukemia yang mengenai sel stem hematopoetik.  Jenis ini ditandai dengan banyaknya leukosit yang berdiferensiasi ke sel mieloid. LMA atau Leukemia Nonlimfositik Akut (LNLA) lebih sering ditemukan pada orang dewasa (85%) dibandingkan anak-anak (15%). Jika tidak diobati, LNLA fatal dalam 3 sampai 6 bulan.
Gambar 2. Hapusan Sumsum Tulang LMA dengan Pewarnaan Giemsa Perbesaran 1000x

2.      Leukemia Kronik
Leukemia kronik ditandai proliferasi neoplastik dari salah satu sel yang berlangsung atau terjadi karena keganasan hematologi.
a.      Leukemia Limfositik Kronis (LLK)
LLK ditandai dengan proliferasi dan keganasan klonal limfosit B (jarang pada limfosit T). LLK cenderung dikenal sebagai kelainan ringan yang menyerang individu yang berusia 50 sampai 70 tahun dengan perbandingan 2:1 untuk laki-laki.

Gambar 3. Hapusan Sumsum Tulang LLK dengan Pewarnaan Giemsa Perbesaran 1000x

b.      Leukemia Granulositik/Mielositik Kronik (LGK/LMK)
LGK/LMK adalah gangguan mieloproliferatif yang ditandai dengan produksi berlebihan sel mieloid (seri granulosit) yang relatif matang. LGK/LMK mencakup 20% leukemia dan paling sering dijumpai pada orang dewasa usia pertengahan (40-50 tahun). Abnormalitas genetik yang dinamakan kromosom philadelphia ditemukan pada 90-95% penderita LGK/LMK.
Sebagian besar penderita LGK/LMK akan meninggal setelah memasuki fase akhir yang disebut fase krisis blastik yaitu produksi berlebihan sel muda leukosit, biasanya berupa mieloblas/promielosit, disertai produksi neutrofil, trombosit dan sel darah merah yang amat kurang.
Gambar 4. Hapusan Sumsum Tulang LGK/LMK dengan Pewarnaan Giemsa Perbesaran 1000x

B.     Gejala Klinik

Gejala klinis dari leukemia pada umumnya adalah anemia, trombositopenia, neutropenia, infeksi, kelainan organ yang terkena infiltrasi, hipermetabolisme (Guilhot dan Roy, 2005).
·         Leukemia Limfositik Akut
Gejala  klinis  LLA  sangat  bervariasi. Umumnya menggambarkan kegagalan umsum tulang. Gejala klinis berhubungan dengan anemia (mudah lelah, letargi, pusing, sesak, nyeri dada), infeksi dan perdarahan. Selain itu juga ditemukan anoreksi, nyeri tulang dan sendi, hipermetabolisme Nyeri tulang bisa dijumpai terutama pada sternum, tibia dan femur (Sylvia, 2006)
·         Leukemia Mielositik Akut
Gejala utama LMA adalah rasa lelah, perdarahan dan infeksi yang disebabkan oleh sindrom kegagalan sumsum tulang. perdarahan biasanya terjadi dalam bentuk purpura atau petekia. Penderita LMA dengan leukosit yang sangat tinggi (lebih dari 3100 ribu/mm) biasanya mengalami gangguan kesadaran, sesak napas, nyeri dada dan priapismus. Selain itu juga menimbulkan ganggua n metabolisme yaitu hiperurisemia dan hipoglikemia (Robbins, 1999).
·         Leukemia Limfositik Kronik
Sekitar 25% penderita LLK tidak menunjukkan gejala. Penderita LLK yang mengalami gejala biasanya ditemukan limfadenopati generalisata, penurunan berat badan dan kelelahan. Gejala lain yaitu hilangnya nafsu makan dan penurunan kemampuan latihan atau olahraga. Demam, keringat malam dan infeksi semakin parah sejalan dengan perjalanan penyakitnya (Baldy CM. 2005)
·         Leukemia Granulositik/Mielositik Kronik
LGK memiliki 3 fase yaitu fase kronik, fase akselerasi dan fase krisis blas. Pada fase kronik ditemukan hipermetabolisme, merasa cepat kenyang akibat desakan limpa dan lambung. Penurunan berat badan terjadi setelah penyakit berlangsung lama. Pada fase akselerasi ditemukan keluhan anemia yang bertambah berat, petekie, ekimosis dan demam yang disertai infeksi (Baldy CM. 2005). 

C.    Sasaran dan Strategi Pengobatan

Pengobatan leukemia tergantung dari berbagai macam faktor, salah satu diantaranya pengobatan leukemia berdasarkan jenis leukemianya, ada beberapa pilihan terapi untuk leukemia yaitu: kemoterapiradioterapi, Transplantasi sumsum tulang, Pemberian obat-obatan tablet dan suntik, dan Transfusi sel darah merah atau platelet.
1.      Kemoterapi
Pengobatan umumnya terjadi secara bertahap, meskipun tidak semua fase yang digunakan untuk semua orang.
a.       Tahap 1 (terapi induksi)
Tujuan dari tahap pertama pengobatan adalah untuk membunuh sebagian besar sel-sel leukemia di dalam darah dan sumsum tulang. Terapi induksi kemoterapi biasanya memerlukan perawatan di rumah sakit yang panjang karena obat menghancurkan banyak sel darah normal dalam proses membunuh sel leukemia. Pada tahap ini dengan memberikan kemoterapi kombinasi yaitu daunorubisin, vincristin, prednison dan asparaginase.
b.      Tahap 2 (terapi konsolidasi/ intensifikasi)
Setelah mencapai remisi komplit, segera dilakukan terapi intensifikasi yang bertujuan untuk mengeliminasi sel leukemia residual untuk mencegah relaps dan juga timbulnya sel yang resisten terhadap obat. Terapi ini dilakukan setelah 6 bulan kemudian.
c.       Tahap 3 ( profilaksis SSP)
Profilaksis SSP diberikan untuk mencegah kekambuhan pada SSP. Perawatan yang digunakan dalam tahap ini sering diberikan pada dosis yang lebih rendah. Pada tahap ini menggunakan obat kemoterapi yang berbeda, kadang-kadang dikombinasikan dengan terapi radiasi, untuk mencegah leukemia memasuki otak dan sistem saraf pusat
d.      Tahap 4 (pemeliharaan jangka panjang)
Pada tahap ini dimaksudkan untuk mempertahankan masa remisi. Tahap ini biasanya memerlukan waktu 2-3 tahun. Angka harapan hidup yang membaik dengan pengobatan sangat dramatis. Tidak hanya 95% anak dapat mencapai remisi penuh, tetapi 60% menjadi sembuh. Sekitar 80% orang dewasa mencapai remisi lengkap dan sepertiganya mengalami harapan hidup jangka panjang, yang dicapai dengan kemoterapi agresif yang diarahkan pada sumsum tulang dan SSP.
2. Radioterapi
Radioterapi menggunakan sinar berenergi tinggi untuk membunuh sel-sel leukemia. Sinar berenergi tinggi ini ditujukan terhadap limpa atau bagian lain dalam tubuh tempat menumpuknya sel leukemia. Energi ini bisa menjadi gelombang atau partikel seperti proton, elektron, x-ray dan sinar gamma. Pengobatan dengan cara ini dapat diberikan jika terdapat keluhan pendesakan karena pembengkakan kelenjar getah bening setempat.
3. Transplantasi Sumsum Tulang
Transplantasi sumsum tulang dilakukan untuk mengganti sumsum tulang yang rusak dengan sumsum tulang yang sehat. Sumsum tulang yang rusak dapat disebabkan oleh dosis tinggi kemoterapi atau terapi radiasi. Selain itu, transplantasi sumsum tulang juga berguna untuk mengganti sel-sel darah yang rusak karena kanker.49 Pada penderita LMK, hasil terbaik (70-80% angka keberhasilan) dicapai jika menjalani transplantasi dalam waktu 1 tahun setelah terdiagnosis dengan donor Human Lymphocytic Antigen (HLA) yang sesuai. Pada penderita LMA transplantasi bisa dilakukan pada penderita yang tidak memberikan respon terhadap pengobatan dan pada penderita usia muda yang pada awalnya memberikan respon terhadap pengobatan.
4. Terapi Suportif
Terapi suportif berfungsi untuk mengatasi akibat-akibat yag ditimbulkan penyakit leukemia dan mengatasi efek samping obat. Misalnya transfusi darah untuk penderita leukemia dengan keluhan anemia, transfusi trombosit untuk mengatasi perdarahan dan antibiotik untuk mengatasi infeksi. 

D.    Penatalaksanaan

Penderita leukemia memiliki banyak pilihan pengobatan. Pilihannya adalah menanti sambil waspada (watchful waiting), kemoterapi, targeted terapi, terapi biologi, terapi radiasi, dan transplantasi sel induk. Jika pankreas Anda membengkak, dokter mungkin menyarankan operasi pengangkatan limpa/pankreas. Terkadang kombinasi perawatan ini digunakan.
Pilihan pengobatan tergantung terutama pada 3 aspek, yaitu: jenis leukemia, usia Anda dan apakah sel-sel leukemia ditemukan dalam cairan cerebrospinal Anda. Dokter Anda juga mempertimbangkan gejala dan kesehatan umum.
a)      Pengobatan Leukemia Akut
Orang dengan leukemia akut perlu segera dirawat. Tujuan pengobatan adalah untuk menghancurkan tanda-tanda leukemia dalam tubuh dan menghilangkan gejalanya. Ini disebut masa remisi. Setelah orang mengalami remisi, terapi lebih mungkin diberikan untuk mencegah kekambuhan. Jenis terapi ini disebut terapi konsolidasi atau terapi pemeliharaan. Banyak orang dengan leukemia akut dapat disembuhkan.
Pengobatan awal AML biasanya dimulai dengan kemoterapi induksi, dengan menggunakan kombinasi obat-obatan seperti daunorubisin (DNR), sitarabin (ara-C), idarubicin, thioguanine, etoposide, atau mitoxantrone.
Untuk mengurangi efek samping pengobatan diatas, yang biasanya berbentuk penurunan jumlah sel darah tertentu, maka dokter dapat memberikan terapi-terapi lanjutan melalui antibiotic oral (misalnya, ofloxacin, rifampisin), injeksi dengan G-CSF (granulocyte-colony stimulating factor), ataupun transfusi sel darah merah dan trombosit/platelet.
Jika sel kanker resistan/kambuh lagi, maka biasanya diberikan antara lain: 
o    Kemoterapi induksi konvensional
o    Ara-C(HDAC) dosis tinggi, dengan/tanpa obat-obatan lain
o    Etoposide atau agen kemoterapi tunggal lainnya.
b)      Pengobatan Leukemia Kronis
Jika Anda memiliki leukemia kronis tanpa gejala, Anda mungkin tidak perlu segera dirawat. Dokter Anda akan melihat kesehatan Anda dengan cermat sehingga perawatan dapat dijalankan saat Anda mulai mengalami gejala. Hal ini disebut watchful waiting (menanti sambil waspada).
Ketika pengobatan untuk leukemia kronis diperlukan, sering kali penyakit ini dan gejalanya dapat terkontrol. Orang mungkin menerima terapi pemeliharaan untuk membantu agar kankernya tetap dalam remisi, tetapi jarang leukemia kronis dapat disembuhkan dengan kemoterapi. Namun, transplantasi sel induk dapat menjadi pilihan bagi beberapa orang dengan leukemia kronis untuk sembuh. Minta Dokter untuk menjelaskan opsi pengobatan yang ada, hasil yang diharapkan, dan serta kemungkinan efek samping bagi.
·         Kemoterapi
Kebanyakan orang dengan leukemia menjalani kemoterapi, untuk membunuh sel-sel leukemia. Tergantung pada jenis leukemianya, ia dapat menerima obat tunggal atau kombinasi dari dua atau lebih obat-obatan. Kemoterapi dapat diberikan dalam beberapa cara berbeda, yang meliputi:
o   melalui mulut
o   melalui suntikan ke dalam pembuluh darah
o   melalui kateter
o   injeksi langsung ke cairan cerebrospinal
o   injeksi ke dalam tulang belakang atau reservoir Ommaya
Akan tetapi seperti sudah diketahui secara umum, pengobatan leukemia  dengan jalan kemoterapi  seringkali menjadi pilihan yang sebenarnya tidak diinginkan oleh kebanyakan pasien. Efek samping yang ditimbulkan pasca  kemoterapi malah menjadi beban penderitaan yang lain bagi si pasien.
·         Radioterapi
Radioterapi menggunakan sinar berenergi tinggi untuk membunuh sel-sel leukemia. Orang-orang mendapatkan radioterapi di rumah sakit ataupun klinik. Beberapa orang menerima radiasi dari sebuah mesin besar yang ditujukan ke pankreas, otak, atau bagian lain dari tubuh di mana sel-sel leukemia menumpuk. Jenis terapi ada yang berlangsung selama 5 hari/minggu selama beberapa minggu. Orang lain mungkin menerima radiasi yang diarahkan ke seluruh tubuh. Radiasi biasanya diberikan sekali atau dua kali sehari selama beberapa hari, biasanya sebelum transplantasi sel induk.
Efek samping dari terapi radiasi tergantung terutama pada dosis radiasi dan bagian tubuh yang terpapar. Sebagai contoh, radiasi untuk perut Anda dapat menyebabkan mual, muntah, dan diare. Selain itu, kulit Anda di daerah yang sedang diobati bisa menjadi merah, kering, dan lunak. Anda juga dapat kehilangan rambut di daerah yang terpapar.
Anda mungkin akan sangat lelah selama radioterapi, terutama beberapa minggu setelah pengobatan. Istirahat sangat penting, tetapi dokter biasanya menyarankan pasien untuk mencoba sedapat mungkin tetap aktif.
·         Transplantasi Sel Induk
Beberapa orang dengan leukemia menerima transplantasi sel induk. Transplantasi sel induk memungkinkan Anda untuk mendapat kemoterapi, radiasi atau keduanya untuk menghancurkan sel-sel leukemianya. Setelah Anda menerima kemoterapi dosis tinggi, terapi radiasi, atau keduanya, Anda akan menerima sel-sel induk yang sehat melalui pembuluh darah besar. Sel darah baru berkembang dari sel induk yang ditransplantasikan. Sel-sel darah baru menggantikan yang dihancurkan oleh pengobatan.
Transplantasi sel induk dilakukan di rumah sakit. Sel induk dapat berasal dari Anda, dari kembar identik Anda ataupun dari seseorang yang menyumbangkan sel induk mereka untuk Anda Sel induk berasal dari beberapa sumber: dari darah ataupun dari sumsum tulang (transplantasi sumsum tulang). Sumber lain sel induk adalah darah tali pusat. Darah tali pusat diambil dari bayi yang baru lahir dan disimpan dalam freezer.
Setelah transplantasi sel induk, Anda mungkin tinggal di rumah sakit selama beberapa minggu atau bulan. Anda akan beresiko tinggi terkena infeksi dan perdarahan karena dosis besar kemoterapi ataupun radiasi yang Anda terima. Dibutuhkan waktu bagi sel-sel induk yang ditransplantasikan untuk mulai menghasilkan sel darah yang sehat.
Masalah lain dengan transplantasi sel induk adalah terjadinya penyakit graft-versus-host (GVHD) dapat terjadi pada orang yang menerima menyumbangkan sel induk. Dalam GVHD, sel-sel darah putih yang disumbangkan bereaksi terhadap jaringan normal pasien. Paling sering, hati, kulit, atau saluran pencernaan terpengaruh. GVHD bisa ringan atau sangat parah. Hal ini dapat terjadi setiap saat setelah transplantasi, bahkan bertahun-tahun kemudian. Steroid atau obat lain dapat membantu.
·         Terapi Biologi : Interferon
Beberapa orang dengan leukemia disarankan untuk menjalani terapi biologi. Terapi biologi untuk leukemia adalah terapi dengan cara meningkatkan kekebalan tubuh terhadap penyakit. Salah satu jenis terapi biologi adalah zat yang disebut antibodi monoklonal. Ini diberikan melalui infus intravena. Zat ini berikatan dengan sel-sel leukemia. Salah satu jenis antibodi monoklonal membawa racun yang membunuh sel-sel leukemia. Jenis lain membantu sistem kekebalan tubuh menghancurkan sel-sel leukemia. Untuk beberapa orang dengan CML diberikan terapi biologi dengan obat Interferon. Interferon adalah sekumpulan protein yang dilepaskan oleh sel yang terinfeksi virus. Mereka membantu sel-sel normal untuk membuat protein antivirus. Interferon juga membantu tubuh untuk mengurangi proliferasi (pertumbuhan dan reproduksi) sel leukemia, sementara memperkuat respons kekebalan tubuh.
Interferon-alfa (INFA) adalah jenis interferon yang sering digunakan untuk mengobati leukemia. INFA biasanya ditawarkan kepada pasien yang baru terdiagnosa, yang bukan kandidat untuk transplantasi sel induk. Efek samping yang mungkin ditimbulkan antara lain: demam, menggigil, nyeri otot dan tulang, sakit kepala, kelelahan, mual, muntah, dan keluhan seperti flu ketika memulai pengobatan. Gejala seperti itu biasanya berlangsung selama 1-2 minggu. Efek samping biasanya membaik setelah terapi dengan INFA selesai.
·         Targeted Terapi
Orang-orang dengan CML dan ALL mungkin menerima obat yang disebut Targeted Terapi. Imatinib (Gleevec) adalah targeted terapi pertama yang disetujui untuk CML. Dalam kasus resistansi terhadap Imatinib, terutama pada kasus CML stadium lanjut, obat-obatan seperti Tasigna (second generation Gleevec), AMN 107 ataupun BMS-354825 menjanjikan harapan. Saat ini kecuali Tasigna, obat-obatan ini masih dalam uji coba klinis.
Targeted terapi menggunakan obat-obatan yang menghambat pertumbuhan sel-sel leukemia. Misalnya, targeted terapi dapat menghalangi mekanisme protein abnormal yang merangsang pertumbuhan sel-sel leukemia.
Efek samping dari Targeted terapi, antara lain: pembengkakan, kembung, dan kenaikan berat badan secara tiba-tiba. Targeted terapi juga dapat menyebabkan anemia, mual, muntah, diare, kram otot, atau ruam. Diskusikan dengan dokter Anda bila menemukan gejala efek samping.
·         Pengobatan Terbaru Leukemia
Artikel terbaru dari VOA (Tim Peneliti As Kembangkan Terapi Pengobatan Leukemia Dengan Virus Aids Yang Dilumpuhkan) mengemukakan bahwa  :
“Puluhan pasien kini menjalani terapi percobaan, yang dikembangkan di Universitas Pennsylvania. Pengobatan tersebut membuang jutaan sel T, sejenis sel darah putih, dari setiap pasien dan memasukkan gen yang telah diprogram untuk membunuh sel-sel  B, tipe sel yang dapat menjadi ganas dalam leukemia.  Para peneliti menggunakan virus AIDS yang tidak menular, untuk memasukkan materi genetika ke dalam sel-sel T, yang kemudian disuntikkan kembali ke tubuh pasien kanker, menyusul prosedur kemoterapi. Sel-sel yang telah diubah secara genetika tadi menyerang protein yang ada di permukaan sel-sel B, membunuh sel-sel tadi, dan merangsang pembuatan lebih banyak sel-sel T yang sudah diubah. John Wagner, direktur bagian pediatri dan transplantasi sumsum tulang di Universitas Minnesota, memuji terapi baru mengobati kanker yang berbahaya ini. “Ini adalah strategi baru sama sekali, lebih baik dari kemoterapi atau radiasi dan menggunakan mekanisme yang rumit dalam membasmi leukemia yang sangat kebal obat,” kata John Wagner. Walaupun pengobatan tadi amat efektif dalam melenyapkan penyakit pada empat pasien, pengobatan itu hanya sebagian saja efektif pada dua pasien lainnya, yang kambuh lagi setelah menjalani terapi. Dua pasien lainnya tidak menunjukkan perubahan sama sekali. Walaupun terapi sel T yang baru dimodifikasi itu merupakan perkembangan yang menggembirakan, menurut Wagner, terapi tadi hanya menarget bagian kecil saja dari sel-sel kanker darah. Cara pengobatan yang konvensional adalah dengan pencangkokan sumsum tulang, untuk menciptakan sistem kekebalan baru yang sehat. “Transplantasi sumsum tulang dianggap bisa mengatasi semua itu. Cara ini mujarab bagi sebagian pasien, tetapi saya akan menerapkannya dengan menggabungkannya dengan terapi lain guna melihat apakah saya dapat memperbaiki keadaan setelah melakukan pencangkokan melebihi apa yang telah kita capai sampai saat ini,” papar Wagner.

E.     Evaluasi Obat yang Beredar di Indonesia

1.      Kemoterapi à post remission à siklus 1
Diket à TB = 168 cm, BB = 55,5 kg
               BSA =
                    = 1,61 m2

a.      Daunorubicin HCl DBL®    Tempo Scan Pacific/DBL
Komposisi              : Daunorubicin HCl
Indikasi                  : Treatment untuk leukemia ALL dan NALL
Efek Samping        :Mual, muntah, imunosupresif, depresi sum-sum tulang.
Interaksi Obat        : -
Frekuensi               : 1 x sehari
Durasi                    : 2 hari
Dosis                      :  60 mg/m2 IV pada hari 1 dan 2
                                  = 60 mg x 1,61 m2
                                  = 96,6 mg
Analisis Biaya        : sediaan = 20 mg x 1 (Rp 203.000)
                                                  1 hari à butuh 5 vial ~ 100 mg
                                                  2 hari à butuh 10 vial = 10 x Rp 203.000                                                         = Rp 2.030.000
Alasan Pemilihan   :  Daunorubicin dan cytarabin merupakan 1st line therapy untuk leukemia yang baru dideteksi.

b.      Cytosar-U® Pfizer
Komposisi              : Cytarabine
Indikasi                  :  Induksi dan pemeliharaan untuk leukemia non limfositik akut, leukemia limfositis akut, leukemia mielositik kronik yang mengalami remisi, profilaksis untuk pengobatan leukemia meningeal.
Efek Samping        :  Anoreksia, gangguan GI, inflamasi dan ulserasi pada mulut,gangguan fungsi hati, demam, supresi sum-sum tulang
Interaksi Obat        : -
Frekuensi               : 1 x sehari
Durasi                    : 5 hari
Dosis                      : 200 mg/m2 IV pada hari 1 s.d. 5
                                 =200 x 1,61 m2
                                 = 322 mg
Analisis Biaya        :  sediaan = 100 mg x 1 (Rp 84.000)
                                 1 hari à butuh 3,5 vial ~ 400 mg
                                 5 hari à butuh 17,5 vial ~ 18 vial  = 18 x Rp 84.000 = Rp 1.512.000
Alasan Pemilihan   :  Daunorubicin dan cytarabin merupakan 1st line therapy untuk leukemia yang baru dideteksi.
2.      Terapi suportif
a.       Pemberian Nutrisi
CLINIMIX® (asam amino, gukosa, elektrolit)
Alasan : selama siklus terapi, pasien mengalami kehilangan nutrisi dan kesulitan untuk mengkonsumsi makanan, maka dibutuhkan asupan nutrisi tambahan.
Dosis : 0.35 g nitrogen/kgBB/hari =  19,25g/hari
Durasi : 20 jam/ hari
Frekuensi : 1 x sehari
Interaksi Obat : -
Biaya : Rp 250.000 / 1 L

b.      Manajemen nyeri
ü  Morfin ( MST Continus)
Alasan : Merupakan first line pada terapi paliatif. Karena pasien sudah berada dalam level intensely severe pain ( dilihat dari skala Mc Caffery M Pasero C), maka terapi yang dilakukan dengan pengobatan paliatif sudah pada step 3 yakni menggunakan opioid kuat yakni morfin.
Dosis        : 10 mg
Frekuensi  : 2 x sehari 1 tab
Durasi       : 1 bulan
Interaksi Obat : -
Biaya        : 1 tab Rp 3.639,00. 1 bulan= Rp 218.350,00

c.       Pemberian anti mual-muntah (antiemetik)
ü  Ondansetron (DANTROXAL®)
Alasan : membutuhkan dosis yang lebih kecil dalam menghasilkan efek yang sama dibanding dengan Dolansetron, serta terdapat di Indonesia.   
Dosis : 0,15mg/kg IV = 8,25 mg/IV
Durasi:
Frekuensi: 1 x sehari
IO: - 
Biaya :  8,25 mg x 7 = 57,75 mg = 7 ampul (8mg) + 1 ampul (4 mg) = (7 x 125.000) + (1x 77.000) =  Rp 952.000 
ü Deksametason (Dexa-M®)
Dosis             : 12 mg IV
Frekuensi       : 1x sehari
Durasi            :  
IO                  : -
Analisis biaya            : 1 ampul 4mg/ml = Rp 2.500,-
Alasan Pemilihan      :
-          Cytarabin menginduksi mual muntah dengan level emetogenesis 2 (ringan), sedangkan daunorubicin level emetogenesis kuat. Sehingga dibutuhkan kombinasi antiemetik yang merupakan kombinasi SSRI dengan kortikosteroid (emetogenicity moderate—high)
-          Ondansetron,dolasetron,granisetron à efikasi dan keamanannya >>> metoklopramid.
-          Kortikosteroid dikombinasikan dengan SSRI karena dengan penambahan kortikosteroid akan meningkatkan efek antiemetik.
-          Biasanya kombinasi yg diberikan Ondansetron-dexametasone.

Pada kasus ini pasien sudah terdiagnosa AML dan telah menjalani terapi kemoterapi induksi dengan cytarabine dan daunorubicin. Pasien megalami efek samping kemoterapi ‘tertunda/delayed (seminggu setelah kemoterapi)’. Terapi induksi menggunakan obat yang toksik untuk sel sumsum yang normal. Oleh karena itu pasien memerlukan pelayanan suportif yang intensif selama periode toksik kemoterapi induksi sebelum remisi diperoleh.
 Untuk mengatasi nyeri karena kanker, digunakan morfin. Morfin merupakan first line pada terapi paliatif. Karena pasien sudah berada dalam level intensely severe pain ( dilihat dari skala Mc Caffery M Pasero C), maka terapi yang dilakukan dengan pengobatan paliatif sudah pada step 3 yakni menggunakan opioid kuat yakni morfin. Morfin menjadi pilihan karena tersedia dalam berbagai sediaan, memiliki banyak rute pemberian seperti oral, rectal, IM, SC, IV, epidural, intratekal. Morfin memiliki efek adiksi yang lebih tinggi dari yang lainnya.
Cytarabin menginduksi mual muntah dengan level emetogenesis 2 (ringan), sedangkan daunorubicin level emetogenesis kuat. Sehingga dibutuhkan kombinasi antiemetik yang merupakan kombinasi SSRI dengan kortikosteroid (emetogenicity moderate—high). Ondansetron, dolasetron, dan granisetron efikasi dan keamanannya jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan metoklopramid. Kortikosteroid biasanya dikombinasikan dengan SSRI karena dengan penambahan kortikosteroid akan meningkatkan efek antiemetik. Kombinasi yang biasa diberikan adalah Ondansetron—dexametasone. (Leather and Poon, 2005)
Selain itu, diperlukan juga penambahan nutrisi pada pasien, karena pasien mengalami kehilangan nutrisi dan kesulitan untuk mengkonsumsi makanan, diakibatkan oleh mual muntah karena kemoterapi yang diterima pasien. Nutrisi diberikan secara parenteral, yaitu Clinimix yang berisi glukosa, asam amino, dan elektrolit. Dengan diberikannya tambahan nutrisi, diharapkan kondisi pasien dapat segera membaik, sehingga kemoterapi dapat dilanjutkan ke fase berikutnya.
Jika kondisi pasien sudah membaik, maka terapi kanker dapat dilanjutkan dengan fase konsolidasi (fase 2). Terapi yang direkomendasikan untuk 1 siklus adalah Daunorubicin HCl selama 2 hari (1x sehari, dosis 96,6 mg) dan Cytarabine selama 5 hari (1x sehari, dosis 322 mg). obat-obat ini dipilih karena merupakan first line terapi pada AML. Lagipula, sebelumnya pasien pernah menjalani kemoterapi dengan obat-obat ini, sehingga diharapkan pasien sudah lebih dapat menoleransi efek samping yang diakibatkan oleh pemakaian obat-obat ini.

BAB III

PENUTUP 

A.    Kesimpulan

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan:
1.      Patofisiologi  : pada umumnya terjadi peningkatkan produksi sel darah putih pada sumsum tulang yang lebih dari normal dimana sel leukemi ini memblok produksi sel darah normal dan merusak kemampuan tubuh terhadap infeksi.
2.      Gejala klinis dari leukemia pada umumnya adalah anemia, trombositopenia, neutropenia, infeksi, kelainan organ yang terkena infiltrasi, hipermetabolisme. Kemudian dapat meningkat ketingkat lebih tinggi sesuai dengan tingkat penyakitnya.
3.      Sasaran dan strategi pengobatan tergantung dari berbagai macam faktor, salah satu diantaranya berdasarkan jenis leukemianya.
4.      Penatalaksanaan : Orang-orang dengan leukemia memiliki banyak pilihan pengobatan. Pilihannya adalah menanti sambil waspada (watchful waiting), kemoterapi, targeted terapi, terapi biologi, terapi radiasi, dan transplantasi sel induk. Pilihan pengobatan tergantung terutama pada 3 aspek, yaitu: jenis leukemia, usia dan apakah sel-sel leukemia ditemukan dalam cairan cerebrospinal. Dokter juga mempertimbangkan gejala dan kesehatan umum.
5.      Evaluasi pemilihan obat untuk kanker leukemia dapat dilakukan dengan terapi suportif (berupa pemberian nutrisi, manajemen nyeri dan pemberian antiemetik)  dan kemoterapi (berupa penggunaan obat Daunorubicin HCl DBL®, Cytosar-U®)

B.     Saran

Perlu dilakukan kajian lebih mendalam meneganai Leukemia terutama perihal pengobatanya mengingat angka kematian akibat penyakit ini dari tahun ke tahun semakin meningkat.   

DAFTAR PUSTAKA

Baldy CM. 2005. Gangguan sel darah putih dan sel plasma. Dalam: Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit. Ed 6. Terjemahan oleh: Hartanto H, Wulansari P, Susi N. Jakarta: EGC; Hal.277-8

Guilhot F, Roy L. 2005. Chronic myeloid leukemia. In: Textbook of malignant 5. hematology. New York: Mcgraw Hill 2005: 696-725

Robbins  RL,  Kumar  V.1999.  Sistem  hematopoiesis  dan  limfoma.  Dalam:  Oswari  J,  Erlan,  Setiawan  I,  Hartanto  H,  Komala  S,  editor.  Buku  ajar patologi II. Ed 4. Terjamahan oleh: Putra ST. Jakarta:EGC. Hal. 79- 85

Sylvia  A, Brahm UP. 2006. Gangguan Sistem Hematologi. Dalam: Patofisiologi  konsep klinis proses-proses penyakit. Jakarta: EGC:278-7


Tidak ada komentar:

Posting Komentar