BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Kanker masih merupakan salah satu penyebab utama kematian
didunia dan menjadi penyebab kematian terbanyak kelima akibat kanker, terutama
di negara berkembang. Jenis kanker yang sering ditemukan pada wanita adalah
kanker payudara, disamping kanker serviks, dengan angka kejadian sebesar 1,29
juta, dan angka kematian sebesar 519 000 (WHO, 2008). Kanker dipandang sebagai
sebuah penyakit abnormalitas genetik progresif, akibat akumulasi mutasi gen
tertentu danatau abnormalitas kromosom (Vogelstein dan Kinzler, 2004) di samping perubahan epigenetik, yang menimbulkan
penyimpangan regulasi transkripsi dan/atau perubahan pola ekspresi gen
(Esteller, 2007) yang berpengaruh pada dominasi kemampuan proliferasi dan diferensiasi
dibandingkan apoptosis.
Insidensi kanker payudara di negara berkembang semakin
meningkat dari tahun ke tahun (Singletary
et al. ., 1997; Yaar et al. .,
2007). Menurut NCI (National Cancer
Institute) 2005, presentase penderita kanker payudara menduduki peringkat
teratas yakni 24,2%. Di Indonesia, kanker payudara menempati urutan kedua
dengan presentase 17,77% pada tahun 1991 (Tjindarbumi dan Mangunkusuma, 2002). Sistem
Pencatatan dan Pelaporan Rumah Sakit (SPPRS) tahun 2002
(Yayasan Kesehatan Payudara Jakarta 2007) mencatat bahwa kanker
payudara menempati urutan pertama
dalam golongan neoplasma pada
pasien rawat jalan
(sebesar 9,1%) maupun rawat
inap (sebesar 7,2%). Rumah Sakit Kanker Dharmais Jakarta
mencatat adanya 820 penderita yang berobat antara bulan Oktober tahun 1993
hingga bulan Maret tahun 2003
(Purwatiningsih, 2006).
Pengobatannya dapat dilakukan dengan pemindahan (semua
atau sebagian kecil) jaringan
payudara yang mengalami kanker
lewat operasi, terapi radiasi, dan
kemoterapi (terapi dengan
obat-obatan). Kendala dalam pengobatan berupa mahalnya dan rumitnya
pengobatan (terkait alat dan keahlian petugas
medis), efek samping
terhadap kesehatan, lamanya waktu
pengobatan, dan tingkat kesembuhan
yang terkadang sangat rendah
pada banyak kasus.
Pengobatan konvensional
kanker payudara lewat
terapi radiasi, pembedahan, dan
kemoterapi masih mempunyai
beberapa kelemahan.
Doxorubicin adalah salah satu sediaan obat yang
digunakan sebagai kemoterapi yang tidak bebas dari efek samping. Dampak negatif
pengobatan dengan doxorubicin
berupa mual, muntah,
alopecia (kerontokan rambut), gangguan irama jantung, dan neutropenia
(penurunan jumlah sel darah). Kondisi
ini memicu perlunya
suatu pengetahuan akan strategi dan sasaran serta pelaksanaannya yang
tepat dalam penanganan masalah kanker payudara dan evaluasi kualitas dan
keamanan mengenai obat-obat kanker payudara yang beredar di Indonesia.
B. Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan
beberapa permasalahan sebagai berikut.
1.
Bagaimana
patofisiologi kanker payudara?
2.
Bagaimana
gejala-gejala dari kanker payudara?
3.
Bagaimana
sasaran dan strategi dari pengobatan kanker payudara?
4.
Bagaimana
penatalaksanaan terhadap pengobatan kanker payudara?
5.
Bagaimana
evaluasi obat-obat kanker payudara yang beredar di Indonesia?
C.
Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan
penulisan makalah ini adalah :
1.
Untuk mengetahui
patofisiologi kanker payudara
2.
Untuk mengetahui
gejala-gejala dari kanker payudara
3.
Untuk mengetahui
sasaran dan strategi dari pengobatan kanker payudara
4.
Untuk mengetahui
penatalaksanaan terhadap pengobatan kanker payudara
5.
Untuk mengetahui
evaluasi obat-obat kanker payudara yang beredar di Indonesia
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Kanker berasal dari bahasa latin carcinoma
(karsinoma). Carci berarti kepiting dan oma berarti pembesaran. Penamaan ini kemungkinan
dikarenakan jaringan yang
mengandung sel kanker
secara fisik memiliki penampakan
melintang dengan bagian tengah
padat membulat yang
pinggirannya membentuk juluran keluar sehingga mirip seperti kepiting (Goodwin,
1998).
Istilah lain yang digunakan untuk menyebut kanker di
dunia medis adalah neoplasma dan tumor. Neoplasma berasal dari bahasa Yunani
neos ’baru’ dan plasma ’pembentukan.’ Tumor berasal dari bahasa Latin tumere
yang artinya pembengkakan. Ketiga istilah
ini (kanker, neoplasma, dan tumor)
kerapkali dipakai untuk menggambarkan
hal yang sama,
meski kenyataannya berbeda. Tumor
merupakan penamaan bagi setiap
bentuk abnormal dari massa sel yang tidak mengalami inflamasi
dan tidak memiliki fungsi
fisiologis. Neoplasma diartikan
dengan lebih sempit, yakni sebagai pertumbuhan sel baru yang tidak
memiliki fungsi fisiologis. Tumor ganas
yang disebut kanker, merupakan neoplasma dengan ciri-ciri bersifat menyebar ke
jaringan lain, bermetastasis, dan
menyebabkan kematian bagi
inang (Kvale, 1994).
Penyakit
kanker menurut Ramli (1995) ditandai pertumbuhan abnormal
sel pada jaringan tubuh secara terus-menerus dan tidak terkendali. Penyebaran
sel kanker dapat dilakukan melalui aliran
darah dan kelenjar
getah bening. Pertumbuhan yang
tidak terkendali biasanya disebabkan kerusakan NA yang mengakibatkan
mutasi gen penyandi protein pengendali
pertumbuhan (Smit, 1993).
Kanker payudara merupakan salah satu jenis kanker yang
paling sering dijumpai pada wanita. Kemunculannya dapat ditelusuri sejak zaman Yunani kuno lewat pengamatan yang
dilakukan Hipocrates atas beberapa jenis
kanker. Besarnya jumlah penderita mendorong intensifnya penelitian akan
topik ini, terutama pada aspek
pengobatannya. Ada beberapa mekanisme
umum yang memicu tumbuhnya kanker.
Sayangnya, etiologi (penyebab
penyakit) kanker dalam suatu kasus sulit diketahui secara pasti karena
banyaknya faktor yang mempengaruhi
pembentukan, perkembangan, dan
tingkat keganasan kanker payudara.
Sebanyak 80% kanker
yang menyerang penduduk Amerika
Serikat disebabkan gaya hidup (minum-minuman keras, merokok, dan diet)
dan bahan karsinogen yang terdapat di
lingkungan (Moningkey, 2000).
Keberadaan
kanker ini ditandai
dengan adanya benjolan, perubahan ukuran, kulit yang kemerahan,
keberadaan areola (lingkaran hitam di sekitar puting susu), ruam, pengencangan
atau pelonggaran payudara, perbedaan ukuran kedua payudara, dan rasa sakit di
daerah payudara (Tjidarbumi 1986). Deteksi penyakit ini dapat dilakukan melalui
pemeriksaan mandiri
payudara, pemeriksaan fisik
oleh dokter, mamografi, rotgen,
MRI (magnetic resonance imaging), biopsi, pencitraan inframerah digital (PID), pemeriksaan
darah, pencitraan PET (Positron
Electron Transmission), dan pemeriksaan genetik (Tjidarbumi, 1986;
Kvale, 1994).
Kanker
payudara berdasarkan rekomendasi
Komisi Gabungan Amerika dapat dibagi menjadi empat stadium mulai dari stadium
satu (yang paling
ringan) hingga empat. Klasifikasi didasarkan
atas diameter kanker, metastasis, kondisi kulit, dan
banyaknya nodul kanker (Tjidarbumi, 1986). Pengobatan kanker dapat dibagi
menjadi tiga, yakni terapi radiasi, operasi, dan terapi adjuvan
(pendamping). Terapi adjuvan
dapat dibagi menjadi terapi
hormonal, kemoterapi, dan imunoterapi (Kvale, 1994).
Efek samping pengobatan kanker beragam, mulai dari
kerontokan rambut, pusing, mual,
penurunan kemampuan pertahanan tubuh, hingga kematian. Pengobatan
kemoterapi ditujukan untuk menghancurkan sel kanker
sehingga ukuran kanker
mengecil dan kemunculannya
setelah pengobatan dapat dicegah.
Imunoterapi merupakan upaya
penggunaan senyawa tertentu
untuk memicu kerusakan sel kanker
oleh sistem pertahanan tubuh. Herceptin (trastuzumab) merupakan obat imunoterapi yang banyak
digunakan dengan target spesifik, yakni
memblokade protein Her2/neu (Zahl, 1997).
Protein Her2/neu merupakan
reseptor yang berfungsi mendorong
pembelahan sel. Terapi hormonal
merupakan jenis terapi yang digunakan untuk pasien dengan kanker payudara jenis
estrogen positive receptor (ER+).
BAB III
PEMBAHASAN
A. Patofisiologi
Kanker Payudara
Jaringan
payudara pada manusia terdiri dari connective tissue dan lemak. Pada payudara
juga terdapat sistem pembuluh yang digunakan selama proses menyusui. Jaringan
payudara mempunyai sumber darah yang melimpah dan jaringan limfatik yang luas.
Penyaluran limfatik dari jaringan mammary mengalir ke dalam axillary,
interpectoral, dan internal mammary limph nodes. Hal ini penting karena kanker
payudara pada umumnya menyebar melalui sistem limfatik dan penyebaran penyakit
biasanya seringkali ditemukan pada daerah nodus limfa pada saat pelaksanaan
diagnosis.
Jaringan
payudara wanita dan kelenjar mulai tumbuh pada masa pubertas, yang disebabkan
oleh pengaruh dan interaksi dari hormon-hormon reproduksi. Akan tetapi, jumlah
pertumbuhan payudara yang terjadi pada saat pubertas terbatas dan kebanyakan
terjadi selama kehamilan pertama. Jumlah estrogen dan progesteron diproduksi
dalam jumlah yang banyak oleh ovarium selama kehamilan yang menstimulasi
pertumbuhan dan differensiasi akhir dari jaringan payudara yang belum matang
secara cepat. Keterlambatan dalam differensiasi akhir dari jaringan payudara
sampai pada usia tua, kemungkinan menjelaskan kenapa seorang wanita yang
mengalami kehamilan pertama kali setelah usia 35 tahun mempunyai risiko yang
lebih tinggi untuk mengalami kanker payudara, karena sel yang belum matang
lebih mudah terpengaruh oleh peredaran efek estrogen dan estrogen dikenal dapat
menginisiasi pertumbuhan tumor.
Sel-sel kanker dibentuk
dari sel-sel normal
dalam suatu proses
rumit yang disebut transformasi,
yang terdiri dari tahap inisiasi dan promosi:
1.
Fase Inisiasi
Pada tahap
inisiasi terjadi suatu
perubahan dalam bahan
genetik sel yang memancing sel
menjadi ganas. Perubahan
dalam bahan genetik
sel ini disebabkan oleh suatu
agen yang disebut karsinogen, yang bisa
berupa bahan kimia, virus, radiasi
(penyinaran) atau sinar
matahari. tetapi tidak
semua sel memiliki kepekaan
yang sama terhadap
suatu karsinogen. kelainan
genetik dalam sel atau
bahan lainnya yang
disebut promotor, menyebabkan
sel lebih rentan terhadap
suatu karsinogen. bahkan
gangguan fisik menahunpun
bisa membuat sel menjadi lebih peka untuk mengalami suatu keganasan.
2.
Fase Promosi
Pada tahap
promosi, suatu sel yang telah mengalami inisiasi akan berubah menjadi ganas.
Sel yang belum melewati tahap inisiasi tidak akan terpengaruh oleh promosi.
karena itu diperlukan
beberapa faktor untuk
terjadinya keganasan (gabungan dari sel yang peka dan suatu karsinogen).
Proses terjadinya kanker payudara dan masing-masing
etiologi antara lain obesitas, radiasi, hiperplasia, optik, riwayat keluarga
dengan mengkonsumsi zat-zat karsinogen sehingga merangsang pertumbuhan epitel
payudara dan dapat menyebabkan kanker payudara .Kanker payudara berasaldari
jaringan epithelial, dan paling sering terjadi pada sistem duktal. Mula-mula
terjadi hiperplasia sel-sel dengan perkembangan sel-sel atipik. Sel-sel ini
akan berlanjut menjadi karsinoma in situ dan menginvasi stroma. Kanker
membutuhkan waktu 7 tahun untuk bertumbuh dari sebuah sel tunggal sampai
menjadi massa yang cukup besar untuk dapat diraba ( kira-kira berdiameter 1 cm). Pada ukuran itu, kira- kira
seperempat dari kanker payudara telah bermetastase. Kebanyakan dari kanker
ditemukan jika sudah teraba, biasanya oleh wanita itu sendiri. Gejala kedua
yang paling sering terjadi adalah cairan yang keluar dari muara duktus satu
payudara, dan mungkin berdarah. Jika penyakit telah berkembang lanjut, dapat
pecahnya benjolan-benjolan pada kulit ulserasi (Price, 2006)
Karsinoma inflamasi, adalah tumor yang tumbuh dengan
cepat terjadi kira-kira 1-2% wanita dengan kanker payudara gejala-gejalanya
mirip dengan infeksi payudara akut. Kulit menjadi merah, panas, edematoda, dan
nyeri. Karsinoma ini menginfasi kulitdan jaringan limfe. Tempat yang paling
sering untuk metastase jauh adalah paru, pleura, dan tulang ( Price, 2006 ).
Karsinoma payudara bermetastase dengan penyebaran
langsung kejaringan sekitarnya, dan juga melalui saluran limfe dan aliran
darah. Bedah dapat mendatangkan stress karena terdapat ancaman terhadap tubuh,
integritas dan terhadap jiwa seseorang. Rasa nyeri sering menyertai upaya
tersebut pengalaman operatif di bagi dalam tiga tahap yaitu preoperatif, intra
operatif dan pos operatif. Operasi ini merupakan stressor kepada tubuh dan
memicu respon neuron endokrine respon terdiri dari system saraf simpati yang
bertugas melindungi tubuh dari ancaman cidera. Bila stress terhadap sistem
cukup gawat atau kehilangan banyak darah, maka mekanisme ompensasidari tubuh
terlalu banyak beban dan syock akan terjadi. Anestesi tertentu yang di pakai
dapat menimbulkan terjadinya syock.
Respon metabolisme juga terjadi. Karbohidrat dan lemak
di metabolisme untuk memproduksi energi. Protein tubuh pecah untuk menyajikan suplai
asam amino yang di pakai untuk membangun jaringan baru. Intake protein yang di
perlukan guna mengisi kebutuhan protein untuk keperluan penyembuhan dan mengisi
kebutuhan untuk fungsi yang optimal. Kanker payudara tersebut menimbulkan
metastase dapat ke organ yang dekat maupun yang jauh antara lain limfogen yang
menjalar ke kelenjar limfe aksilasis dan terjadi benjolan, dari sel epidermis
penting menjadi invasi timbul krusta pada organ pulmo mengakibatkan ekspansi
paru tidak optimal (Mansjoer , 2000)
Melalui pemeriksaan yang di sebut dengan mammograms, maka
type kanker
payudara ini dapat dikategorikan dalam dua bagian yaitu :
1. Kanker payudara non invasive - Kanker yang terjadi pada
kantung (tube) susu {penghubung antara alveolus (kelenjar yang memproduksi
susu) dan puting payudara}. Dalam bahasa kedokteran disebut 'ductal carcinoma
in situ' (DCIS), yang mana kanker belum menyebar ke bagian luar jaringan kantung susu.
2. Kanker payudara invasive - Kanker yang telah menyebar
keluar bagian kantung susu dan menyerang jaringan sekitarnya bahkan dapat
menyebabkan penyebaran (metastase) ke bagian tubuh lainnya seperti kelenjar
lympa dan lainnya melalui peredaran darah.
Stadium kanker
payudara:
1.
Stadium 1
Pada
stadium ini, benjolan
kanker tidak melebihi
dari 2 cm dan
tidak menyebar keluar dari
payudara. Perawatan
sistematis akan diberikan
pada kanker stadium ini,
tujuannya adalah agar
sel kanker tidak dapat
menyebar dan tidak berlanjutan.
Pada stadium ini,
kemungkinan sembuh total untuk
pasien adalah sebanyak 70%.
2.
Stadium 2
Biasanya besarnya benjolan kanker sudah lebih dari 2
hingga 5 cm dan tingkat penyebarannya pun sudah sampai daerah kelenjar getah
bening ketiak. Atau juga belum
menyebar kemana-mana. Dilakukan
operasi untuk mengangkat
sel-sel kanker yang
ada pada seluruh
bagian penyebaran, dan
setelah operasi dilakukan penyinaran
untuk memastikan tidak
ada lagi sel-sel
kanker yang tertinggal. Pada
stadium ini, kemungkinan
sembuh total untuk
pasien adalah sebanyak 30-40%
3.
Stadium 3A
Berdasarkan data
dari Depkes, 87%
kanker payudara ditemukan pada stadium
ini. Benjolan kanker
sudah berukuran lebih
dari 5 cm
dan sudah menyebar ke kelenjar
limfa disertai perlengketan satu sama lain atau perlengketan ke struktur
lainya.
4.
Stadium 3B
Kanker
sudah menyusup keluar
dari bagian payudara,
yaitu ke kulit, dinding
dada, tulang rusuk
dan otot dada. Penatalaksanaan yang
dilakukan pada stadium ini adalah pengangkatan payudara.
5.
Stadium 4
Sel-sel
kanker sudah mulai
menyerang bagian tubuh
lainnya, seperti tulang, paru-paru, hati, otak, kulit, kelenjar limfa
yang ada di dalam batang leher. Tindakan yang harus dilakukan adalah
pengangkatan payudara
(Ronald, 2008).
Pada
sistem TNM dinilai tiga faktor utama yaitu "T" yaitu Tumor size atau
ukuran tumor "N" yaitu Node
atau kelenjar getah bening regional dan "M" yaitu metastasis atau
penyebaran jauh. Ketiga faktor T,N,M dinilai baik secara klinis sebelum
dilakukan operasi, juga sesudah operasi dan dilakukan pemeriksaan histopatologi
(PA) .
Pada
kanker payudara, penilaian TNM sebagai berikut :
1.
T (Tumor size), ukuran
tumor :• T 0 : tidak ditemukan tumor primer
a.
T 1 : ukuran tumor
diameter 2 cm atau kurang
b.
T 2 : ukuran tumor
diameter antara 2-5 cm
c.
T 3 : ukuran tumor diameter > 5 cm
d.
T 4 : ukuran tumor
berapa saja, tetapi sudah ada penyebaran ke kulit atau dinding dada atau pada
keduanya , dapat berupa borok, edema atau bengkak, kulit payudara kemerahan atau
ada benjolan kecil di kulit di luar tumor utama
2.
Ukuran diameter tumor,
dapat dianalogikan sebagai berikut :
N
(Node), Kelenjar Getah Bening regional (kgb) :
a.
N 0 : tidak terdapat
metastasis pada kgb regional di ketiak / aksilla
b.
N 1 : ada metastasis ke
kgb aksilla yang masih dapat digerakkan
c.
N 2 : ada metastasis ke
kgb aksilla yang sulit digerakkan
d.
N 3 : ada metastasis ke
kgb di atas tulang selangka (supraclavicula) atau pada kgb di mammary interna
di dekat tulang sternum
3.
M (Metastasis),
penyebaran jauh :
a.
M x : metastasis jauh belum dapat dinilai
b.
M 0 : tidak terdapat
metastasis jauh
c.
M 1 : terdapat
metastasis jauh
Setelah
masing-masing faktor T,N,M didapatkan, ketiga faktor tersebut kemudian digabung
dan didapatkan stadium kanker sebagai berikut :
Stadium
|
|
0
|
T0
N0 M0
|
I
|
T1
N0 M0
|
II A
|
T0
N1 M0
T1
N1 M0
T2
N0 M0
|
IIB
|
T2
N1 M0
T3
N0 M0
|
IIIA
|
T0
N2 M0
T1
N2 M0
T2 N2 M0 T3 N1 M0 T3 N2 M0 |
IIIB
|
T4
N0 M0
T4
N1 M0
T4 N2 M0 |
IIIC
|
Tiap
T N3 M0
|
IV
|
Tiap
T Tiap N M1
|
Penjelasan
:
Stadium 0 : adanya carcinoma in
situ atau penyakit tidak menyerang membran dasar
Stadium I : adanya tumor primer
kecil tanpa meliputi kelenjar getah beningÃ
Stadium II : adanya tumor primer
kecil meliputi kelenjar getah bening
Stadium I dan II seringkali
merupakan early breast cancer. Pada tahap ini, penyakit dapat
diobati/disembuhkan
Stadium III : locally advanced
disease, biasanya ditandai dengan adanya tumor berukuran besar dengan perluasan
kelenjar getah bening atau tumor sudah pasti berada pada dinding dada.
Stadium IV : adanya penyebaran
kepada organ yang jauh dari tumor primer dan merupakan advanced atau metastatic
disease
B. Gejala
Kanker Payudara
Tanda awal dari
kanker payudara adalah
ditemukannya benjolan yang terasa
berbeda pada payudara.
Jika ditekan, benjolan
ini tidak terasa
nyeri. Awalnya benjolan ini
berukuran kecil, tapi
lama kelamaan membesar
dan akhirnya melekat pada
kulit atau menimbulkan
perubahan pada kulit
payudara atau puting susu.
Berikut merupakan gejala
kanker payudara: benjolan
pada payudara yang berubah bentuk
atau ukuran, kulit payudara berubah
warna: dari merah muda menjadi
coklat hingga seperti kulit
jeruk, puting susu masuk
ke dalam (retraksi), salah satu
puting susu tiba-tiba
lepas atau hilang, bila tumor
sudah besar, muncul
rasa sakit yang
hilang-timbul, kulit
payudara terasa seperti terbakar, payudara mengeluarkan
darah atau cairan
yang lain, tanpa menyusui.
Tanda kanker payudara
yang paling jelas
adalah adanya borok
(ulkus) pada payudara. Seiring
dengan berjalannya waktu,
borok ini akan
menjadi semakin besar dan
mendalam sehingga dapat
menghancurkan seluruh payudara.
Gejala lainnya adalah payudara
sering berbau busuk
dan mudah berdarah (Pane, M., 1990).
C. Sasaran dan
Strategi
Terapi kanker payudara
dilakukan dengan serangkaian pengobatan meliputi pembedahan, kemoterapi, terapi
hormon, terapi radiasi dan yang terbaru adalah terapi imunologi (antibodi).
Pengobatan ini ditujukan untuk
memusnahkan kanker atau membatasi perkembangan penyakit serta menghilangkan
gejala-gejalanya. Keberagaman jenis terapi ini mengharuskan terapi dilakukan
secara individual.
1. Pembedahan
Tumor primer biasanya
dihilangkan dengan pembedahan. Prosedur pembedahan yang dilakukan pada pasien
kanker payudara tergantung pada tahapan penyakit, jenis tumor, umur dan kondisi
kesehatan pasien secara umum. Ahli bedah dapat mengangkat tumor (lumpectomy),
mengangkat sebagian payudara yang mengandung sel kanker atau pengangkatan
seluruh payudara (mastectomy).
Untuk meningkatkan harapan hidup, pembedahan biasanya diikuti dengan terapi
tambahan seperti radiasi, hormon atau kemoterapi.
Pasien
yang pada awal terapi termasuk stadium 0, I, II dan sebagian stadium III
disebut kanker mammae
operable. Pola operasi yang
sering dipakai adalah (Wan Desen, 2008):
a.
Mastektomi
radikal
Tahun
1890 Halsted pertama kali merancang dan memopulerkan operasi radikal kanker
mammae, lingkup reseksinya mencakup kulit berjarak minimal 3 cm dari tumor,
seluruh kelenjar mammae, m.pectoralis
mayor, m.pectoralis minor, dan
jaringan limfatik dan
lemak subskapular, aksilar
secara kontinyu enblok reseksi.
b.
Mastektomi
radikal modifikasi
Lingkup resseksi
sama dengan teknik
radikal, tapi mempertahankan m.pektoralis mayor
dan minor (model Auchincloss)
atau mempertahankan m.pektoralis
mayor, mereseksi m.pektoralis minor (model Patey). Pola operasi ini memiliki
kelebihan antara lain
memacu pemulihan fungsi
pasca operasi, tapi sulit membersihkan
kelenjar limfe aksilar superior.
c.
Mastektomi total
Hanya membuang
seluruh kelenjar mammae
tanpa membersihkan kelenjar
limfe. Model operasi ini terutama untuk karsinoma in situ atau pasien lanjut
usia.
d.
Mastektomi
segmental plus diseksi kelenjar limfe aksilar
Secara
umum ini disebut dengan operasi
konservasi mammae. Biasanya dibuat
dua insisi terpisah
di mammae dan
aksila. Mastektomi segmental bertujuan mereseksi sebagian
jaringan kelenjar mammae normal di tepi tumor, di bawah
mikroskop tak ada
invasi tumor tempat
irisan. Lingkup diseksi kelenjar limfe
aksilar biasanya juga
mencakup jaringan aksila
dan kelenjar limfe aksilar
kelompok tengah.
e.
Mastektomi
segmental plus biopsy kelenjar limfe sentinel
Metode reseksi
segmental sama dengan
di atas. kelenjar
limfe sentinel adalah terminal
pertama metastasis limfogen dari
karsinoma mammae, saat operasi
dilakukan insisi kecil
di aksila dan
secara tepat mengangkat
kelenjar limfe sentinel, dibiopsi, bila patologik negative
maka operasi dihentikan, bila positif maka dilakukan diseksi kelenjar
limfe aksilar.
Untuk
terapi kanker mammae
terdapat banyak pilihan
pola operasi, yang mana
yang terbaik masih
controversial. Secara umum
dikatakan harus berdasarkan stadium
penyakit dengan syarat
dapat mereseksi tuntas
tumor, kemudian baru memikirkan
sedapat mungkin konservasi
fungsi dan kontur mammae.
2. Terapi
Radiasi
Terapi radiasi
dilakukan dengan sinar-X dengan
intensitas tinggi untuk membunuh sel kanker yang tidak terangkat saat
pembedahan. Penyinaran/radiasi adalah
proses penyinaran pada
daerah yang terkena kanker dengan menggunakan sinar X dan
sinar gamma yang bertujuan membunuh sel
kanker yang masih
tersisa di payudara
setelah operasi. Efek
pengobatan ini tubuh menjadi
lemah, nafsu makan
berkurang, warna kulit
di sekitar payudara menjadi hitam,
serta Hb dan
leukosit cenderung menurun
sebagai akibat dari radiasi.
3. Terapi
Hormon
Terapi hormonal dapat
menghambat pertumbuhan tumor yang peka hormon dan dapat dipakai sebagai terapi
pendamping setelah pembedahan atau pada stadium akhir. Terapi hormonal
diberikan jika penyakit telah sistemik berupa metastasis jauh,
biasanya diberikan
secara paliatif sebelum khemoterapi karena efek terapinya lebih lama. Terapi
hormonal paliatif dilakukan pada penderita pramenopause, dengan cara ovarektomy
bilateral atau dengan pemberian anti estrogen seperti Tamoksifen atau Aminoglutetimid.
Estrogen tidak dapat diberikan karena efek sampingnya terlalu berat. Terapi hormon bekerja
melawan kanker payudara yang pertumbuhannya dipengaruhi oleh reseptor hormon
yang positif atau tumor dengan status ER (estrogen) atau PR (progesteron)
positif pada pemeriksaan jaringan patologi anatomi. Terapi hormonal
bekerja melalui dua cara yaitu menurunkan jumlah hormon estrogen dalam tubuh
dan menghambat kerja estrogen dalam tubuh. Estrogen dapat merangsang
pertumbuhan kanker payudara, terutama jenis kanker payudara yang pertumbuhannya
tergantung pada reseptor hormon. Terapi hormonal tidak efektif jika dipakai
pada jenis kanker payudara yang pertumbuhannya tidak dipengaruhi oleh reseptor
hormon. Contoh
terapi hormone sebagai adjuvant therapy adalah tamoxifen, anastrozole (
arimidex), letrozole ( femara), dan exemestane (aromasin ).
4. Kemoterapi
Kemoterapi
adalah proses pemberian obat-obatan anti kanker dalam bentuk pil
cair atau kapsul
atau melalui infus
yang bertujuan membunuh
sel kanker. Tidak hanya
sel kanker pada
payudara, tapi juga di
seluruh tubuh. Obat kemoterapi bisa
digunakan secara tunggal atau dikombinasikan,
tapi biasanya diberikan dalam bentuk kombinasi agar
lebih banyak sel kanker yang dapat dibunuh melalui berbagai jalur yang berbeda.
Salah satu diantaranya adalah
Capecitabine dari Roche, obat anti kanker oral yang diaktivasi oleh
enzim yang ada pada sel kanker, sehingga hanya menyerang sel kanker saja. Obat
kemoterapi digunakan baik pada tahap awal ataupun tahap lanjut penyakit (tidak
dapat lagi dilakukan pembedahan).
Regimen terapi untuk kanker payudara, terbagi
2 yaitu:
Kemoterapi
Agen tunggal
a.
Paclitaxel
Paclitaxel 175 mg/m2, IV, selama 32 jam (Siklus diulang tiap 21 hari) atau
Paclitaxel 80 mg/m2 perminggu, IV (selama 1 jam). Dosis diulang tiap 7 hari.
Paclitaxel 175 mg/m2, IV, selama 32 jam (Siklus diulang tiap 21 hari) atau
Paclitaxel 80 mg/m2 perminggu, IV (selama 1 jam). Dosis diulang tiap 7 hari.
b.
Docitaxel
Docitaxel 60-100 mg/m2, IV, selama 1 jam. Siklus diulang tiap 21 hari. Atau
Docitaxel 30-35 mg/m2 perminggu, IV, selama 30 menit. Dosis diulang tiap 7 hari.
Docitaxel 60-100 mg/m2, IV, selama 1 jam. Siklus diulang tiap 21 hari. Atau
Docitaxel 30-35 mg/m2 perminggu, IV, selama 30 menit. Dosis diulang tiap 7 hari.
c.
Capecitabine
Capecitabine 2000-2500 mg/m2 perhari, oral. Terbagi tiap 2 hari untuk 14 hari
Siklus diulang tiap 21 hari.
Capecitabine 2000-2500 mg/m2 perhari, oral. Terbagi tiap 2 hari untuk 14 hari
Siklus diulang tiap 21 hari.
d.
Vinorelbine
Vinorelbine
30 mg/m2, IV, hari 1 & 8. Diulang
tiap 21 hari atau Vinorelbine
25-30 mg/m2 perminggu, IV. Siklus
diulang tiap 7 hari (adjust dosis berdasarkan hitungan netrofil)
e.
Gemcitabine
Gemcitabine 600-1000 mg/m2 per minggu, IV, hari 1, 8, & 15. Siklus diulang tiap 28 hari.
Gemcitabine 600-1000 mg/m2 per minggu, IV, hari 1, 8, & 15. Siklus diulang tiap 28 hari.
f.
Liposomal doxorubisin
Liposomal
doxorubisin 30-50 mg/m2, IV, selama 90 menit.
Siklus
diulang tiap 21-28 hari.
g. Docetaxel
& Capecitabine
Docetaxel 75 mg/m2, IV, lebih dari 1 jam, hari 1 Capecitabine 2000-2500 mg/m2 perhari, oral, diberikan 2 hari sekali untuk 14 hari. Siklus diulang tiap 21 hari.
Docetaxel 75 mg/m2, IV, lebih dari 1 jam, hari 1 Capecitabine 2000-2500 mg/m2 perhari, oral, diberikan 2 hari sekali untuk 14 hari. Siklus diulang tiap 21 hari.
h.
Epirubisin 70-90 mg/m2,
IV, bolus
Epirubisin
& Docetaxel
Epirubisin 70-90 mg/m2, IV, bolus. Dilanjutkan dengan Docetaxel 70-90 mg/m2, IV, selama 1 jam. Siklus diulang tiap 21 hari.
Epirubisin 70-90 mg/m2, IV, bolus. Dilanjutkan dengan Docetaxel 70-90 mg/m2, IV, selama 1 jam. Siklus diulang tiap 21 hari.
b.
i.
Doxorubisin &
Docetaxel
Doxorubisin 50 mg/m2, IV, bolus, hari 1. Dilanjutkan dengan Docetaxel 75 g/m2, IV, selama 1 jam, hari 1. Siklus diulang tiap 21 hari.
Doxorubisin 50 mg/m2, IV, bolus, hari 1. Dilanjutkan dengan Docetaxel 75 g/m2, IV, selama 1 jam, hari 1. Siklus diulang tiap 21 hari.
Protokol
kemoterapi untuk kanker payudara
a. AC
Antrasiklin (Doxorubisin) 60 mg/m2, IV, hari 1
Cyclophospamid 600 mg/m2, IV, hari 1
Siklus diulang setiap 21 hari, dilakukan 4 siklus.
Cyclophospamid 600 mg/m2, IV, hari 1
Siklus diulang setiap 21 hari, dilakukan 4 siklus.
AC
biasa diberikan untuk kasus kanker payudara yang belum menyebar ke kelenjar
getah bening (4 siklus) atau sudah menyebar ke getah bening (6 siklus).
Biasanya diberikan dalam interval 3 minggu.
b.
FAC
Fluorourasil
500 mg/m2, IV, hari 1 & 4
Doxorubisin 50 mg/m2, IV, dilanjutkan infusion lebih dari 72 jam
Cyclophospamide 500 mg/m2, IV, hari 1
Siklus diulang tiap 21 dan 28 hari, dilakukan 6 siklus.
Doxorubisin 50 mg/m2, IV, dilanjutkan infusion lebih dari 72 jam
Cyclophospamide 500 mg/m2, IV, hari 1
Siklus diulang tiap 21 dan 28 hari, dilakukan 6 siklus.
c.
CAF
Cyclophospamide
600 mg/m2, IV, hari 1
Doxorubisin 60 mg/m2, IV , hari 1
Fluorourasil 600 mg/m2, IV, hari 1
Siklus diulang tiap 21-28 hari, dilakukan 6 siklus.
Doxorubisin 60 mg/m2, IV , hari 1
Fluorourasil 600 mg/m2, IV, hari 1
Siklus diulang tiap 21-28 hari, dilakukan 6 siklus.
d.
FEC
Fluorourasil
500 mg/m2, IV, hari 1
Epirubisin 100 mg/m, IV, hari 1
Cyclophospamide 500 mg/m2, oral, hari 1
Siklus diulang tiap 21 hari, dilakukan 6 siklus.
Epirubisin 100 mg/m, IV, hari 1
Cyclophospamide 500 mg/m2, oral, hari 1
Siklus diulang tiap 21 hari, dilakukan 6 siklus.
e.
CEF
Cyclophospamide
75 mg/m2, oral, hari 1-14
Epirubisin 60 mg/m, IV, hari 1 & 8
Fluorourasil 600 mg/m2, IV, hari 1 & 8
Siklus diulang tiap 21 hari, dilakukan 6 siklus.
(Disertai pemberian antibiotik propilaktif atau faktor penunjang pertumbuhan).
Epirubisin 60 mg/m, IV, hari 1 & 8
Fluorourasil 600 mg/m2, IV, hari 1 & 8
Siklus diulang tiap 21 hari, dilakukan 6 siklus.
(Disertai pemberian antibiotik propilaktif atau faktor penunjang pertumbuhan).
f.
AC-Paclitaxel (CAUGB 9344)
Doxorubisin 60 mg/m2, IV, hari 1
Cyclophospamid 600 mg/m2, IV, hari 1
Siklus diulang tiap 21 hari, dilakukan 4 siklus
Dilanjutkan dengan:
Pacxitaxel 175 mg/m2, IV, selama 3 jam
Siklus diulang tiap 21 hari, dilakukan 4 siklus.
Doxorubisin 60 mg/m2, IV, hari 1
Cyclophospamid 600 mg/m2, IV, hari 1
Siklus diulang tiap 21 hari, dilakukan 4 siklus
Dilanjutkan dengan:
Pacxitaxel 175 mg/m2, IV, selama 3 jam
Siklus diulang tiap 21 hari, dilakukan 4 siklus.
Biasanya diberikan untuk
kanker payudara yang sudah menyebar ke getah bening.
g.
TAC (BCIRG)
Docotaxel 75 mg/m2, IV, hari 1
Doxorubisin 50 mg/m2, IV, bolus, hari 1
Cyclophospamid 500 mg/m2, IV, hari 1
(Pemberian Doxorubisin harus yang pertama)
Siklus diulang tiap 21-28 hari untuk 6 siklus.
Docotaxel 75 mg/m2, IV, hari 1
Doxorubisin 50 mg/m2, IV, bolus, hari 1
Cyclophospamid 500 mg/m2, IV, hari 1
(Pemberian Doxorubisin harus yang pertama)
Siklus diulang tiap 21-28 hari untuk 6 siklus.
h.
Paclitaxel-FAI
Paclitaxel 80 mg/m2 perminggu, IV 1 jam tiap minggu untuk 12 minggu
Dilanjutkan dengan Fluorourasil 500 mg/m2, IV, hari 1 & 4
Doxorubisin 50 mg/m2, IV, dilanjutkan infusion selama 72 jam.
Ciclophospamid 500 mg/m2, IV, hari 1
Siklus diulang 21-28 hari untuk 4 siklus.
Paclitaxel 80 mg/m2 perminggu, IV 1 jam tiap minggu untuk 12 minggu
Dilanjutkan dengan Fluorourasil 500 mg/m2, IV, hari 1 & 4
Doxorubisin 50 mg/m2, IV, dilanjutkan infusion selama 72 jam.
Ciclophospamid 500 mg/m2, IV, hari 1
Siklus diulang 21-28 hari untuk 4 siklus.
i.
CMF
Ciklophospamid
100 mg/m2 perhari,oral, hari 1-4
Metotreksat 40 mg/m2, IV, hari 1 & 8
Fluorourasil 600 mg/m2, IV, hari 1 & 8
Siklus diulang tiap 28 hari untuk 6 siklus.
Atau
Ciklophospamid 600 mg/m2, IV, hari 1
Metotreksat 40 mg/m2, IV, hari 1
Fluorourasil 600 mg/ m2, IV, hari 1 & 8
Siklus diulang tiap 28 hari untuk 6 siklus
Metotreksat 40 mg/m2, IV, hari 1 & 8
Fluorourasil 600 mg/m2, IV, hari 1 & 8
Siklus diulang tiap 28 hari untuk 6 siklus.
Atau
Ciklophospamid 600 mg/m2, IV, hari 1
Metotreksat 40 mg/m2, IV, hari 1
Fluorourasil 600 mg/ m2, IV, hari 1 & 8
Siklus diulang tiap 28 hari untuk 6 siklus
j.
Dose-dence AC-Paclitaxel
Doksorubisin 60 mg/m2, IV, bolus, hari 1
Ciklophospamid 600 mg/m2, IV, hari 1
Siklus diulang tiap 14 hari
(harus diberikan faktor penunjang pertumbuhan)
Dilanjutkan dengan :
Paclitaxel 175 mg/ m2, IV, selama 3 jam
Siklus diulang tiap 14 hari untuk 4 siklus
(Harus disertai pemberian faktor penunjang pertumbuhan).
Doksorubisin 60 mg/m2, IV, bolus, hari 1
Ciklophospamid 600 mg/m2, IV, hari 1
Siklus diulang tiap 14 hari
(harus diberikan faktor penunjang pertumbuhan)
Dilanjutkan dengan :
Paclitaxel 175 mg/ m2, IV, selama 3 jam
Siklus diulang tiap 14 hari untuk 4 siklus
(Harus disertai pemberian faktor penunjang pertumbuhan).
Efek samping kemoterapi yang biasa
dirasakan diantaranya :
a.
Lemas
Merupakan efek samping yang umum timbul. Timbulnya dapat mendadak atau perlahan. Tidak langsung menghilang dengan istirahat, kadang berlangsung hingga akhir pengobatan.
Merupakan efek samping yang umum timbul. Timbulnya dapat mendadak atau perlahan. Tidak langsung menghilang dengan istirahat, kadang berlangsung hingga akhir pengobatan.
b.
Mual dan Muntah
Ada
beberapa obat kemoterapi yang lebih membuat mual dan muntah. Selain itu ada
beberapa orang yang sangat rentan terhadap mual dan muntah. Hal ini dapat
dicegah dengan obat anti mual yang diberikan sebelum/selama/sesudah pengobatan
kemoterapi. Mual muntah dapat berlangsung singkat ataupun lama.
c.
Gangguan pencernaan
Beberapa
jenis obat kemoterapi berefek diare. Bahkan ada yang menjadi diare disertai
dehidrasi berat yang harus dirawat. Sembelit kadang bisa terjadi.
Bila diare: kurangi makanan berserat, sereal, buah dan sayur. Minum banyak untuk mengganti cairan yang hilang.
Bila diare: kurangi makanan berserat, sereal, buah dan sayur. Minum banyak untuk mengganti cairan yang hilang.
d.
Bila susah BAB:
perbanyak makanan berserat, olahraga ringan bila memungkinkan
e.
Sariawan
Beberapa obat kemoterapi menimbulkan penyakit mulut seperti terasa tebal atau infeksi. Kondisi mulut yang sehat sangat penting dalam kemoterapi
Beberapa obat kemoterapi menimbulkan penyakit mulut seperti terasa tebal atau infeksi. Kondisi mulut yang sehat sangat penting dalam kemoterapi
f.
Rambut Rontok
Kerontokan
rambut bersifat sementara, biasanya terjadi dua atau tiga minggu setelah
kemoterapi dimulai. Dapat juga menyebabkan rambut patah di dekat kulit kepala.
Dapat terjadi setelah beberapa minggu terapi. Rambut dapat tumbuh lagi setelah
kemoterapi selesai.
g.
Otot dan Saraf
Beberapa
obat kemoterapi menyebabkan kesemutan dan mati rasa pada jari tangan atau kaki
serta kelemahan pada otot kaki. Sebagian bisa terjadi sakit pada otot.
h.
Efek Pada Darah
Beberapa
jenis obat kemoterapi dapat mempengaruhi kerja sumsum tulang yang merupakan
pabrik pembuat sel darah, sehingga jumlah sel darah menurun. Yang paling sering
adalah penurunan sel darah putih (leukosit). Penurunan sel darah terjadi pada
setiap kemoterapi dan tes darah akan dilaksanakan sebelum kemoterapi berikutnya
untuk memastikan jumlah sel darah telah kembali normal.
5. Terapi
Imunologik
Sekitar 15-25% tumor
payudara menunjukkan adanya protein pemicu pertumbuhan atau HER2 secara
berlebihan dan untuk pasien seperti ini,
trastuzumab , antibodi yang secara khusus dirancang untuk menyerang HER2
dan menghambat pertumbuhan tumor, bisa menjadi pilihan terapi. Pasien sebaiknya
juga menjalani tes HER2 untuk menentukan kelayakan terapi dengan trastuzumab.
6.
Terapi
Fokus Sasaran (Targeted Therapy)
Terapi fokus
sasaran adalah jenis pengobatan yang menghentikan pertumbuhan sel-sel kanker
dengan cara menghambat molekul atau protein tertentu yang ikut serta dalam
proses perubahan sel normal menjadi sel kanker yang ganas. Terapi fokus sasaran
lebih efektif dari terapi lainnya dan tidak berbahaya bagi sel normal.
Jenis-jenis
terapi fokus sasaran adalah:
a.
Terapi
Antibodi Monoklonal
Antibodi
monoklonal adalah substansi yang diproduksi laboratorium yang akan mengenal dan
mengikat suatu target spesifik (seperti misalnya protein) pada permukaan sel
kanker. Setiap antibodi monoklonal hanya mengenal satu target protein, atau
antigen. Terapi ini memiliki cara kerja seperti antibodi yang ada dalam sistem
kekebalan tubuh manusia dan dapat digunakan secara tunggal, atau kombinasi
dengan kemoterapi. Sekitar
20-30% pasien kanker payudara memiliki status HER2 positif, yang artinya kanker
tumbuh lebih ganas daripada jenis kanker payudara lainnya. Untuk pasien seperti
ini, telah dikembangkan terapi antibodi monoklonal yang secara khusus dirancang
untuk menyerang HER2 saja, yaitu trastuzumab (dipasarkan dengan nama
dagang Herceptin®) yang telah terbukti dapat menghambat pertumbuhan
tumor dan mematikan sel tumor.
b.
Anti-Angiogenesis
Terapi fokus
sasaran lainnya yang kerap digunakan dalam penatalaksanaan kanker payudara
adalah terapi anti-angiogenesis yang merupakan pendekatan baru untuk terapi
kanker metastatik (sudah menyebar). Terapi anti-angiogenesis bekerja dengan
cara menghambat pasokan nutrisi ke sel kanker sehingga sel kanker mengecil dan
mati. Obat ini selalu diberikan bersama (kombinasi) dengan sitostatika
(kemoterapi). Anti
angiogenesis pertama yang digunakan untuk pengobatan kanker payudara adalah
bevacizumab (dipasarkan dengan nama dagang Avastin®)
D. Penatalaksanaan
1.
Terapi kanker
payudara stadium 0 (non-invasif)
Kanker
payudara non-invasif jenis lobular carcinoma in situ (LCIS) dan ductal carcinoma
in situ (DCIS) sangat berbeda.
LCIS:
Karena jenis ini bukan kanker yang sebenarnya, tidak ada terapi segera atau
aktif yang disarankan untuk wanita dengan LCIS. Namun karena LCIS mningkatkan
resiko perkembangan kanker invasif di kemudian hari, mengikuti perjalanan
penyakit/ follow-up sangatlan penting. Dalam hal ini mammogram tahunan dan uji
klinis payudara perlu dilakukan. Follow-up untuk kedua payudara perlu dilakukan
karena biasanya jika terdapat LCIS pada
satu payudara maka resiko terjadi kanker sama meningkatknya untuk kedua sisi payudara. Walaupun tidak ada bukti yang cukup untuk
menyarankan MRI rutin sebagai tambahan
mammogram untuk wanita dengan LCIS, sebaiknya dianjurkan untuk berkonsul tasi
dengan klinisi mengenai manfaat dan keterbatasan MRI tahunan sebagai tindakan skrining. Wanita dengan LCIS
biasanya ingin mempertimbangkan penggunaan tamoksifen atau raloksifen untuk
menurunkan resiko kanker payudara, atau berpartisipasi dalam uji klinis pencegahan
kanker payudara. Atau, mereka ingin mendiskusikan juga mengenai strategi
pencegahan yang dapat dilakukan (mencapai bobot badan optimal atau melakukan
olahraga) dengan klinisinya. Beberapa wanita dengan LCIS memilih untuk mastektomi
bilateral sederhana (menghilangkan kedua sisi payudara tetapi bukan nodus limfe
axillaris) untuk mengurangi resiko kanker payudara, terutama jika mereka
mempunyai faktor resiko lain, misalnya riwayat keluarga. Tergantung pilihan
wanita ini, dia mungkin ingin segera melakukan atau menunda
rekonstruksi payudara.
DCIS: Pada
kebanyakan kasus, wanita dengan DCIS dapat memilih antara terapi mempertahankan
payudara (lumpectomy, biasanya diikiti dengan terapi radiasi) dan mastektomi
sederhana. Menghilangkan nodus l imfe (sering kali biopsi nodus linfe sentinel)
tidak diperlukan, tapi dapat dilakukan jika doktor menganggap DCIS memngandung area kanker invasif. Resiko
bahwa DCIS mengandung area kanker invasif ma kin besar seiring dengan ukuran
tumor dan derajat inti. Banyak doktor melakukan biopsi nodus limfe sentinel jika dilakukan
mastektomi. Terapi radiasi setelah
lumpektomi menurunkan kemungkinan kanker kembali pada payudara yang sama (baik
sebagai DCIS atau sebagai kanker invasif). Lumpektomi tanpa radiasi bukan
merupakan terapi standard, tetapi merupakan pilihan bagi wanita dengan DCIS
derajat rendah atau area yang kecil yang telah dihilangkan bersama dengan
batasan jaringan bebas kanker yang luas. Namun kebanyakan wanita yang mendapat
tindakan lumpektomi untuk DCISnya akan memerlukan terapi radiasi. Mastektomi
mungkin iperlukan jika area DCIS sangat luas, jika payudara menunjukkan
beberapa area DCIS, atau jika lumpektomi tidak dapat menghilangkan seluruh DCIS
secara sempurna (spesimen lumpektomi dan spesimen pengirisan ulang menunjukkan
sel kanker dalam atau di dekat tepian bedah). Wanita yang mastektomi untuk
DCIsnya juga dapat mendapat tindakan rekonstruksi payudara segera atau
kemudian. Jika DCISnya bersifat positif untuk reseptor-e strogen (estrogen
receptor-positive), terapi tamoksifen selama 5 tahun setelah tindakan bedah dapat menurunkan resiko timbulnya DCIS
atau kanker invasif di payudara sisi
lainnya.
2.
Stadium I
Kanker
ini relatif kecil dan mungkin belum menyebar ke nodus limfe (N0) atau ada
penyebaran sedikit ke nodus limfe sentinel (N1mi).
Terapi lokal
Kanker
stadium I dapat diatasi dengan tindakan bedah yang mempertahankan payudara
(lumpectomy, partial mastectomy) atau mastektomi. Nodus limfe juga harus
dievaluasi, dengan biopsi nodud limfe sentinel atau dengan pengambilan
(dissection) nodus limfe axilla. Rekonstrukdi
payudara dapat dilakukan saat itu juga bersamaan dengan tindakan bedah atau
beberapa waktu kemudian. Terapi radiasi biasanya diberikan setelah tindakan
bedah yang mempertahankan payudara.
Pasien dapat mempertimbangkan tindakan bedah yang mempertahankan payudar tanpa
radiasi jika semua hal berikut benar:
·
Usia lebih dari
atau sama dengan 70 tahun.
·
Ukuran tumor
kurang dari atau sama de ngan 2 cm dan telah benar-benar diambil
seluruhnya.
·
Tumor mengandung
reseptor horm on dan diberi terapi hormon.
·
Tidak satupun
nodus limfe yang telah diambil mengandung kanker.
Beberapa pasien yang tidak memenuhi kriteria tersebut
mungkin dapat mencoba menghindari radiasi, tetapi studi-studi menunjukkan
pasien yang tidak mendapat radiasi memiliki kemungkinan kankernya kembali
muncul.
Terapi
ajuvan sistemik
Kebanyakan klinisi akan mendiskus ikan pro dan kontra
terapi ajuvan hormonal (tamoksifen, inhobitor aromatase, atau keduanya berurutan) dengan semua pasien yang
kankernya positive reseptor hormon (hormone receptor–positive (estrogen atau
progesterone), seberapapun ukuran tumornya. Manfaat terapi hormonal biasanya lebih mungkin dialami oleh
pasien dengan ukuran tumor lebih besar dari 0,5 cm. Jika tumor lebih kecil dari
1 cm, kemoterapi ajuvan biasanya tidak diberikan. Beberapa klinisi mungkin
menyarankan kemoterapi jika kanker kurang
dari 1 cm disetai beberapa karakteristik kurang baik (misalnya
derajat-tinggi, hormone receptor–negative, HER2-positive, atau skor yang tinggi
pada salah satu panel gen). Khemo ajuvan
biasanya disarankan untuk kanker yang berukuran lebih besar. Untuk kanker yang HER2-positive, ajuvan
trastuzumab (Herceptin) biasanya disarankan juga.
3.
Stadium II
Kanker
ini biasanya lebih besar dan/atau menyebar ke sekitar nodus limfe.
Terapi lokal
Tindakan
bedah dan radiasi sama seperti pada tumor stadium I, kecuali pada stadium II,
terapi radiasi ke dada dapat dipertimbangkan bahkan setelah mastektomi jika
tumor berukuran besar (lebih dari 5 cm) atau sel kanker ditemukan I nodus
limfe.
Terapi ajuvan sistemik
Terapi
ajuvan sistemik disarankan untuk pasien
dengan kanker stadium II. Terapi yang diberikan mungkin melibatkan terapi
hormon, ke moterapi, trastuzumab, atau ombinasi pilihan tersebut, dan
tergantung pada usia pasien, status reseptor-estrogen, dan status
Her2/neu. Terapi neoajuvan: Salah satu pilihan bagi pasien yang
menginginkan mempertahankan payudara, tetapi ahli bedah mengang gap tumor
terlalu besar sehingga outcome kurang baik, adalah terapi neoajuvan (sebelum
tindakan bedah) dengan kemoterapi, terapi hormon, dan/atau trastuzumab untuk
mengecilkan tumor. Jika terapi neoajuvan
berhasil mengecilkan tumor, pasien dapat memilih tindakan bedah yang
mempertahankan payudara (misalnya lumpektomi) diikuti dengan tindakan radiasi.
Terapi ajuvan juga dapat diberi kan setelah radiasi.
Jika
tumor tidak cukup mengecil, maka diperlukan mastektomi. Terapi ajuvan juga
dapat diberikan setelah tindakan bedah, karena tumo r tidak mengecil ketika
diberikan neoajuvan. Terapi radiasi juga dapat dibe rikan setelah tindakan
bedah. Kemungkinan survival pasien dari kanker payudara tidak dipengaruhi oleh
apakah pasien mendapat kemoterapi sebelum atau setelah tindakan bedah.
4.
Stadium III
Kanker
stadium III adalah jika tumor lebih besar dari 5 cm atau berkembang ke dalam
jaringan lain di sekitarnya (kulit di atas payudara atau jaringan otot di bawahnya ), atau kanker
menyebar ke nodus limfe di sekitarnya.
Terapi Lokal
Terapi
lokal untuk beberapa kanker stadium III kuranglebih sama dengan stadium II.
Tumor yang relatif kecil (dan belum berkembang ke jaringan sekitarnya) dapat
dihilangkan dengan tindakan bedah yang
mempertahankan payudara (lumpektomi) diikuti tindakan radiasi. Jika
tidak demikian, maka dilakukan tindakan
mastektomi (baik dengan atau tanpa rekonstrukdi payudara). Biopsi nodus limfe sentinel dapat menjadi
pilhan pasien, namun kebanyakan memerlukan pemeriksaan nodus limfe axilla.
Tindakan bedah biasanya diikuti dengan kemoterapi ajuvan sistemik, dan/atau
terapi hormon, dan/atau trastuzumab.
Radiasi setelah mastektomi juga sering disarankan.
Terapi ajuvan
Seringkali,
kanker stadium III ditangani dengan kemoterapi neoajuvan. Tindakan ini mungkin
akan mengecilkan tumor adekuat sehingga dapat dilakukan lumpektomi atau
tindakan bedah yang mempertahankan payudara. Jika tidak, maka harus dilakukan
mastektomi. Biasanya juga dilakukan pemeriksaan nodus limfe axilla.
Rekonstruksi segera mungkin merupakan pilihan bagi beberapa pasien, namun
biasanya ditunda sampai setelah terapi
radiasi, yang diberikan juga bahkan untuk mastektomi. Kemoterapi ajuvan juga dapat diberikan, dan terapi hormonal
ditawarkan pada semua pasien yang
kankernya hormone receptor–positive. Beberapa kanker payudara inflamasi
termasuk stadium III. Bisanya diterapi dengan kemoterapi neoajuvan,
kadang-kadang dengan radiasi. Kemudian diikuti dengan mastektomi dan
pemeriksaan nodus limfe. Kemudian diberikan
terapi ajuvan dengan kemoterapi (dan trastuzumab jika kanker HER2+),
terap radiasi (jika tidak diberikan
sebelum tindakan bedah), dan terapi hormon (jika kanker hormone receptor positive).
5.
Obat-obat terapi
ajuvan untuk kanker stadium I sampai III
Terapi
ajuvan dapat disarankan, berdasarkan ukuran tumor, penyebaran ke nodus limfe,
dan parameter prognosis lainnya. Biasanya dapat berupa kemoterapi, trastuzumab
(Herceptin), hormon, atau kombinasi obat-obat tersebut.
Terapi hormone
Terapi
hormon kemungkinan tidak efektif untuk pasien dengan tumor hormone receptor-negative. Terapi hormon
seringkali ditawarkan untuk pasien dengan kanker payudara invasif yang hormone
receptor–positive berapapun ukuran tumor maupun nodus limfe yang terlibat. Pasien yang belum menopause dan tumornya hormone
receptor–positive dapat diteapi dengan tamoxifen, yang menghambat efek estrogen
yang di produksi ovarium. Beberapa
klinisi juga memberikan analog luteinizing hormone-releasing hormone (LHRH) yang
akan menghentikan ofungsi ovarium sementara. Pilihan (permanen) lain adalah
pengambilan ovarium melalui tindakan bedah (oophorectomy). Namun, belum jelas apakah pengambilan ovarium atau
mengehntikan kerjanya akan membantu kerja tamoksifen. Jika pasien mengalami
menopause dalam 5 tahun sejak menggunakan tamoksifen (baik secara alami maupun
karena ovariumnya diangkat), pasien dapat mengganti tamoksifen dengan obat lain
inhibitor aromatase. Terkadang pasien
dapat mengalami berhentinya menstruasi setelah kemoterapi atau ketika diterapi
tamoksifen. Namun tidak berarti pasien ini mengalami menopause. Klinisi dapat
melakukan uji darah untuk mengetahui keadaan beberapa hormon untuk mengetahui
status menopausenya. Hal
ini
penting karena obat inhibitor aromatase hanya
bermanfaat untuk pasien setelah menopause. Pasien yang tidak lagi menstruasi, atau yang
memang telah menopause berapapun usianya, dan pasien yang tumornya hormone
receptor–positive biasanya akan mendapat terapi ajuvan baik dengan inhbitor
aromatase (biasanya selama 5 tahun), atau dengan tamoksifen selama 2-5 tahun
diikuti dengan inhibitor aromatase selama 3- 5 tahun lagi. Pasien yang tidak
dapat mengkonsumsi inhibior aromatase dapat menggunakan tamoks ifen sebagai
alternatif selama 5 tahun. Jika kemoterapi juga harus diberikan, terapi hormon
biasanya di berikan jika kemoterapi telah sempurna selesai.
Kemoterapi:
Kemoterapi biasanya disarankan untuk semua pasien dengan kanker payudara
invasif yang bersifat hormone receptor-negative, dan bagi pasien dengan tumor
hormone receptor-positive yang mungkin akan mendapat manfaat tambahan dengan
pemnggunaan kmoterapi bersama terapi hormon, berdasarkan stadium dan
karakteristik tumornya. Kemoterapi ajuvan dapat menurunkan resiko kanker
kembali/kambuh, tetapi tidak menghilangkan resiko sama sekali. Sebelum
memutuskan apakah pengobatan tepat, penting untuk megetahu seberapa resiko
kanker kam buh dan seberapa jauh terapi ajuvan dapat mengurangi resiko
tersebut.
Regimen
kemoterapi dapat dilihat pada daftar, biasanya berkisar antara 4-6 bulan. Pada
beberapa kasus mungkin diperlukan kemoterapi dengan interval dosis yang lebih
rapat (dose-dense). Trastuzumab (Herceptin): Pasien yang kankernya
HER2-positive biasanya mendapat trastuzumab bersama dengan kemoterapi. Salah
satu regimen yag umum adalah doxorubicin (Adriamycin) dan cyclophosphamide
selama bulan, diikuti dengan paclitaxel
(Taxol) dan trastuzumab. Paclitaxel diberikan selama 3 bulan, sedangkan
trastuzumab diberikan total selama 1 tahun. Salah satu kekhawatiran klinisi
adalah jika trastuzumab diberikan terlalu cepat setelah pemberian doxorubicin
dapat mengakibatkan masalah pada jantung, sehingga fungsi jantung harus
dimonitor dengan ketat selama terapi antara
lain dengan echocardiograms atau pencitraan MUGA.
Untuk
mengurangi efek samping pada jantung, klinisi juga mencoba kombinasi terapi
yang tidak mengandung doxorubicin. Salah satu regimen demikian adalah TCH,
yaitu docetaxel (Taxotere) dan carboplatin setiap 3 minggu bersama dengan trastuzumab (Herceptin) selama 6 siklus.
Kemudian
diikuti dengan trastuzumab setiap 3 minggu selama 1 tahun. Uji pola gene (gene pattern
test): Beberapa klinisi mungkin menggunakan uji/pemeriksaan pola gen untuk
membantu menentukan apakah perlu terapi ajuvan pada kanker payudara stadium I
dan II. Contoh uji demikian antara lain
Oncotype DX dan MammaPrint, yang dijelaskan lebih detil pada bagian
bagaimana kanker payudara didiagnosis "How is breast cancer
diagnosed?" Uji demikian dilakukan menggunakan sampel jaringan kanker payudara. Yang dilihat adalah fungsi
beberapa gen dalam kanker untuk membantu memperkirakan resiko kambuhnya kenker
setelah terapi. Uji ini tidak akan
membantu klinisi menetukan terapi hormon atau kemoterapi apa yang terbaik bagi
pasien. Uji ini membantu klinis mengetahui seberapa manfaat terapi ajuvan bagi
pasien. Studi klinis besar masih dilakukan untuk mengetahui apakah uji gen
demikian dapat membantu klinisi ketika menghadapi pasien deng an tumor kecil
dan nodus limfe yang bersih.
6.
Stadium IV
Kanker
stadium IV telah menyebar di luar payudara dan nodus limfe ke bagian tubuh
lainnya. Kanker payudara bisanya menyebar ke tulang, hati dan paru-paru. Kanker
stadium IV juga dapat menyebar ke otak, atau organ lain, termasuk mata.
Walaupun tindakan bedah dan/atau radiasi dapat bermanfaat pada situasi
tertentu, terapi sistemik masih merupakan terapi yang utama. Tergantung pada
banyak faktor, terapi dapat berupa hormonal, kemoterapi, terapi yang
ditargetkan (targeted therapy) seperti trastuzumab, pertuzumab (Perjeta), dan
lapatinib (Tykerb), atau kombinasi obat-obat tersebut. Terapi dapat mengecilkan tumor, memperbaiki gejala,
dan membantu pasien hidup lebih panjang, namun tidak dapat mengusir kanker
sepenuhnya dan seterusnya. Trastuzumab dapat membantu pasien dengan kanker yang
HER2-positive hidup lebih lama jika diberikan bersama dengan kemoterapi pertama
untuk kanker stadium IV. Pemberian pertuzumab dengan kemoterapi dan trastuzumab
mungkin lebih baik lagi. Pemberian Trastuzumab juga dapat membantu jika
diberikan bersama dengan terapi hormon letrozole. Masih belum jelas berapa
lama
terapi trastuzumab atau pertuzumab harus
dilanjutkan. Semua terapi sistemik untuk kanker payudara— terapi hormon, kemoterapi
dan terapi yang ditargetkan — mempunyai efek samping.
Terapi
radiasi dan/atau tindakan bedah juga dapat diberikan pada situasi berikut:
·
Ketika tumor
payudara mengakibatkan luka terbuka pada payudara (atau dada)
·
Untuk mengatasi
sejumlah kecil metasatases pada area tertentu
·
Untuk mencegah
patah tulang
·
Ketika are
kanker menyebar menekan korda spinalis
·
Untuk mengatasi
blokade pada hati
·
Untuk
meringankan nyeri atau gejala lain
·
Ketika kanker
menyebar ke otak
Terapi
lokal demikian harus jelas tujuannya (dijelaskan pada pasien), apakah untuk
menyembuhkan
kanker, mencegah atau mengatasi gejala.
Pada
beberapa kasus terapi regional (obat diberikan langsung ke area tertentu,
misalnya cairan sekitar otak atau ke dalam
hati) dapat juga bermanfaat.
Terapi
untuk meringankan gejala tergantung pada daerah
penyebaran kanker. Sebagai contoh, nyeri akibat metastase tulang dapat
diatasi dengan terapi radiasi sinar eksternal dan/atau bifosfonat misalnya
pamidronate (Aredia) atau asam zoledronat (zoledronic acid/Zometa). Kebanyakan
klinisi menganjurkan
bisphosphonates atau denosumab
(Xgeva), bersama dengan calcium dan vitamin
D, untuk semua pasien yang kanker payudaranya telah menyebar ke tulang.
Kanker stadium lanjut yang terus berkembang selama
terapi: Terapi untuk kanker stadium lanjut dapa mengecilkan atau mempelambat
pertumbuhan sel-sel kanker (seringkali untuk bertahun-tahun), namun diperkirakan
obat akan berhenti bkerja setelah beberapa waktu. Terapi lanjutan pada keadaan
ini tergan tung pada beberapa faktor, termasuk terapi sebelumnya, lokasi
kanker, usia pasien, kesehatan umum, dan keinginan pasien untuk melanjutkna
terapi.
Untuk kanker yang hormone receptor–positive yang
diterapi hormon, menggantinya denga terapi hormon lain mugkin bermanfaat. Jika
tidak, ma ka langkah selanjutnya adalah kemoterapi. Untuk kanker yang tidak
lagi merespon regimen kemoterapi tertentu, dapat diganti dengan regimen kemoterapi
lainnya. Banyak obat dan kombinasi yang dapat digunakan untuk mengatasi kanker
payudara. Namun, setiap kali kanker berlanjut/progresi selama terapi maka
terapi berikutnya akan makin kecil kemungkinan berefek. Kanker HER2-positive
yang tidak lagi merespon trastuzumab mungkin masih bisa merespon lapatinib. Lapatinib juga menyerang protein
HER2. Obat ini bisanya diberikan bersama kemoterapi capecitabine (Xeloda),
namun bisa juga bersama kemoterapi lain,
bersama trastuzumab, atau bahkan tunggal (tanpa kemoterapi).
Karena terapi saat ini kelihatannya tidak menyembuhkan
kanker stadium lanjut, pasien dapat
dianjurkan untuk berpartisipasi dalam uji klinical trial. Menggunakan terapi lain yang potensial. Kanker payudara kambuh
(rekurensi). Kanker disebut kambuh (recurrent) jika muncul kembali setealh
terapi. Rekurensi dapat bersifat
lokal
(di payudara yang sama atau bekas mastek tomi) atau di tempat yang lain. Jarang, kanker payudara muncul
kembali di nodus limfe sekitar). Keadaan ini disebut rekurensi regional.
Kanker yang ditemukan di payudara yang sebelahnya
tidak disebut rekurensi melainkan termasuk kanker baru yang perlu diterapi
tersendiri. Rekurensi lokal: Terapi kanker rekurensi lokal tergan tung pada
tindakan te rapi sebelumnya. Jika pasien sebelumnya mendapat tindakan ya ng
mempertahankan payudara, rekurensi lokal biasanya diatasi dengan mastektomi.
Jika terapi sebelumnya adalah mastektomi, rekurensi didaerah sekitar mastektomi
jika memungkinkan diatasi dengan tindakan pengambilan untuk menghilangkan
sel-sel kanker. Kemudian diikuti dengan terapi radiasi, hanya jika belum pernah
dilakukan setelah tindakan bedah awal. Radiasi tidak boleh diberikan pada
daerah yang sama dua kali. Pada kasus manapun, terapi hormon, trastuzumab,
kemoterapi, atau kombinasinya dapat digunakan setelah tindakan bedah dan/atau
radiasi.
Rekurensi
regional: Jika kanker kambuh sebagai bentuk penyebaran ke nodus linfe
sekitarnya (misalnya di bawah lengan/ketiak atau pada tulang leher), maka
diatasi dengan mengambil nodus limfe. Kemudaian diikuti dengan radiasi pada are
yang bersangkutan. Terapi sistemik (kemoterapi atau hormon) dapat
dipertimbangkan setelah terapi lokal.
Rekurensi
distant/jauh: Secara umum, pasien yang
mengalami rekurensi pada organ-organ tulang, paru-paru, otak, dll, diatasi
dengan cara seperti pada stadium IV. Perbedaannya hanya pada respon terapi yang
mungkin dipengaruhi oleh terapi sebelumnya yang telah diterima pasien.
E. Evaluasi
Obat Kanker Payudara Yang Beredar di Indonesia
1.
Trastuzumab (Herceptin)
Herceptin® (trastuzumab) adalah terapi yang
diperuntukkan bagi pasien kanker payudara yang jenis tumornya memiliki banyak protein yang disebut
HER2. Jenis kanker payudara ini disebut “HER2+”, “HER2 positif” atau
“overekspresi HER2”. Kanker payudara dengan HER2+ cenderung untuk tumbuh lebih
cepat dibandingkan jenis lainnya. Oleh sebab itulah, sangat penting untuk
memeriksa status HER2 pada kanker payudara sebelum memulai terapi.
Herceptin® BUKAN kemoterapi.
Herceptin® adalah terapi anti-kanker jenis baru yang berbeda dari
kemoterapi maupun terapi hormon. Herceptin® disebut sebagai terapi
antibodi monoklonal
Trastuzumab – Antibodi Monoklonal Pertama untuk
Kanker Payudara. Trastuzumab adalah antibodi monoklonal (MAb) yang dirancang untuk
membidik dan menghambat HER2. Ini merupakan terapi MAb pertama yang digunakan
untuk terapi kanker payudara stadium lanjut/metastasis, yang merupakan kanker terbanyak kedua di dunia. Trastuzumab telah
menunjukan efektifitasnya sebagai terapi tunggal ataupun kombinasi dengan
kemoterapi standar, karena dapat meningkatkan
respon pengobatan dan harapan hidup serta kualitas hidup yang lebih baik
pada wanita penderita kanker payudara stadium lanjut dengan HER2 positif. Trastuzumab diberikan melalui infus intravena.
Efek samping dari Herceptin antara lain: Demam
dan rasa dingin (biasa terjadi saat pengobatan pertama kali), gagal nafas dan
gagal jantung, diare, sakit kepala, mual, dan muntah, nyeri, ruam pada kulit,
dan kelemahan. Bagaimanapun juga, yang paling tidak mengenakan dari laporan
tentang Herceptin adalah metastase otak.
Percobaan klinis dengan HER2-
kanker payudara dengan metastasis positif menunjukkan:
Herceptin + kemoterapi – Rata-rata kemampuan bertahan hidup adalah 25,1
bulan.
Kemoterapi tanpa Herceptin – Rata-rata kemampuan bertahan hidup adalah 20,3
bulan.
Kesimpulan: Herceptin jika ditambahkan pada kemoterapi akan memperpanjang
hidup selama 4,6 bulan.
Sebagai
catatan, Herceptin tidak menyembuhkan kanker payudara.
Setelah satu tahun pada wanita
yang diterapi dengan:
Herceptin + kemoterapi – 79% pasien hidup.
Kemoterapi tanpa Herceptin - 68% pasien hidup.
Kesimpulan: 11% lebih banyak pasien yang hidup setelah satu tahun jika
Herceptin ditambahkan dalam kemoterapi.
Setelah tiga setengah tahun pada
wanita yang diterapi dengan:
Herceptin + kemoterapi – 87% bebas penyakit.
Kemoterapi tanpa Herceptin – 71% bebas penyakit.
Kesimpulan: 16% lebih banyak wanita yang bebas dari penyakit setelah 3,5
tahun jika Herceptin ditambahkan dalam kemoterapi.
Jurnal,
Kanker (15 Juni 2003, Vol: 97:2972-2977), menyatakan:
a.
Metastase karsinoma payudara ke otak
adalah umum pada pasien yang menerima pengobatan dengan obat
Herceptin.
b.
Sekitar 6 sampai 16% wanita dengan
metastase kanker payudara mengalami penyebaran ke otak tetapi pasien yang
menerima pengobatan Herceptin sebagai terapi pertolongan pertama mempunyai
resiko yang besar untuk berkembang menjadi penyakit CNS (otak) (42%)
Trastuzumab yang diberikan terlalu cepat setelah pemberian doxorubicin dapat mengakibatkan masalah pada
jantung, sehingga fungsi jantung harus dimonitor dengan ketat selama terapi antara lain dengan echocardiograms atau pencitraan
MUGA. Untuk mengurangi efek samping pada jantung, klinisi juga mencoba
kombinasi terapi yang tidak mengandung doxorubicin. Salah satu regimen demikian
adalah TCH, yaitu docetaxerl (Taxotere) dan carboplatin setiap 3 minggu bersama
dengan trastuzumab (Herceptin) selama 6
siklus. Kemudian diikuti dengan trastuzumab setiap 3 minggeu selama 1 tahun.
Sediaan yang
beredar di Indonesia :
HERCEPTIN Roche Kt
Trastuzumab 440 mg. In: kanker
payudara dengan metastase yang menunjukkan oerekspresi dari HER2, sebagai
terapi lini pertama, monoterapi untuk pengobatan pasien yang telah menerima 1
atau beberapa regimen kemoterapi untuk penyakit metastasisnya dan terapi
kombinasi dengan kemoterapi untuk pasien yang belum menerima kemoterapi (paclitacel, docetaxel). KI: Hipersensitif terhadap trastuzumab
dan murine protein. Ds:
4mg/kgBB/hari secara invus i.v selama ≥90 menit. Km: Vial 200 mg; 500 mg Rp
535.000; 1g Rp 955.000; 2 g Rp 1.580.000.
2. Capecitabine
(Xeloda)
Capecitabine
(dipasarkan dengan nama Xeloda®) adalah tablet yang bekerja
menyerang sel kanker saja tanpa menimbulkan ketidaknyamanan dan bahaya seperti
pada terapi intravena konvensional.
Capecitabine memiliki profil toksisitas yang jauh lebih
baik dibandingkan dengan kemoterapi standar. Secara keseluruhan, capecitabine mengurangi resiko diare,
sariawan, rambut rontok, mual, netropenia (rendahnya sel darah putih) serta mengurangi perawatan
di rumah sakit.
Kelebihan
•
Sebelum capecitabine
dikembangkan, pasien dengan kanker
kolorektal metastase yang ingin mendapatkan terapi terbaik atas penyakit
mereka tidak memiliki pilihan kecuali kemoterapi infus teratur dengan 5-FU/LV
yang dimasukkan ke vena, dipompakan melalui kateter yang secara permanen
ditanamkan di bawah kulit.
•
Bersamaan dengan
ketidaknyamaan kateter – dan operasi yang diperlukan untuk
menanamnya
– pasien juga beresiko terkena infeksi, pembekuan darah dan memar serta harus
melakukan kunjungan rutin ke rumah sakit untuk mendapatkan kemoterapi.
·
Ketersediaan capecitabine
tablet memungkinkan pasien untuk menjalani kemoterapi di rumah yang
terntu saja efektifitasnya lebih baik.
·
Dua studi yang menguji pilihan pasien menemukan bahwa
pasien lebih memilih meminum tablet
untuk kemoterapi dibandingkan dengan suntikan/infus, sepanjang tablet tersebut
bekerja seefektif infus, dan
capecitabine memiliki daya kerja yang diinginkan.
Efek Samping, Keamanan dan Tolerabilitas
• Efek
samping yang paling banyak ditemui dalam terapi 5-FU adalah diare, mual,
stomatitis serta rambut rontok. Angka kejadian pada pasien pengguna
capecitabine lebih rendah secara
bermakna dibandingkan dengan 5-FU/LV infus.
• Pada
pasien pengguna capecitabine ditemukan
kemerahan pada telapak tangan dan kaki
atau biasa disebut hand-foot syndrome,
tetapi dapat diatasi dengan penghentian terapi sementara serta penyesuaian
dosis. Sindrom ini tidak membahayakan jiwa.
• Penurunan
jumlah sel darah putih (netropenia) pada pengguna capecitabine juga jauh lebih sedikit sehingga
mengurangi resiko infeksi serta perawatan di rumah sakit.
Sediaan yang beredar di
Indonesia :
XELODA Roche K
Kapesitabin 500 mg/tablet. In: kanker
payudara setelah gagal dengan regimen, paklitaksel dan antrasiklin. KI: hipersensitif 5 FU atau
fluoropirimidin. ES: kelainan
saluran pencernaan, nyeri (abdomen dan stomatitis), sakit kepala, anoreksia,
fatique. Ds: 2500 mg/m2/hari dibagi
2 dosis selama 2 minggu diikuti 1 minggu istirahat dalam 1 siklus. Km: botol 120 tablet 500 mg Rp
4.828.512; 60 kapsul 150 mg Rp 727.544 Rp 4.828.512.
3.
Tamoxifen
Pada
wanita di atas 50 tahun terapi tiap hari dengan tamoxifen selama paling sedikit
2 tahun sesudah operasi menurunkan kemungkinan kematian dengan 24%. Ini berarti
bahwa terjadi penurunan kematian absolut 10% pada wanita dengan metastasis
kelenjar ketiak, dan 4% pada wanita tanpa metastasis tersebut. Pada wanita di
atas 50 tahun tampaknya pemberian bersama kemoterapi dan tamoxifen mempunyai
efek additif. Efek samping tamoxifen terbatas pada kemerahan dan bertambahnya
pengeluaran discharge vagina. Atas dasar hal-hal ini melalui pusat
kanker di Nederland kepada penderita kurang dari 50 tahun dengan kelenjar
aksilar positif, lepas dari status menopause, dianjurkan diberikan 6 seri
kemoterapi ajuvan. Semua penderita 50 tahun ke atas dengan kelenjar limfe aksilar
positif disarankan menggunakan tamoxifen paling sedikit 20 mg sehari selama
paling sedikit 2 tahun. Efek samping tamoxifen yang menguntungkan jangka
panjang adalah juga pengurangan insidensi karsinoma primer kedua di payudara
kontralateral dengan 40%. Kenaikan insidensi karsinoma endometrium pada
penggunaan tamoxifen adalah terbatas. Tetapi jika ada keluhan (spotting)
harus diwaspadai.
Beberapa keluhan mengenai tamoxifen :
·
Gangguan pembekuan darah.
·
Penurunan penglihatan.
- Penurunan
kualitas hidup (hot flashes (aura panas), berkeringat di malam
hari
- Banyak perempuan telah terpaksa
melakukan histerektomi karena keagresifan dari tamoxifen yang dapat
menyebabkan kanker rahim
- Wanita dapat meninggal karena
kanker rahim yang disebabkan oleh pemakaian tamoxifen.
- Tamoxifen
telah beredar selama 25 tahun dan efeknya pada pencegahan kanker payudara
masih diperdebatkan. Bukankah hal ini memberitahu kita sesuatu.
Sediaan yang beredar di
Indonesia :
TAMOFEN Kalbe Farma K
Tamoxifen
sitrat. In: Terapi paliatif kanker
payudara pada wanita postmenupause. Sebagai terapi ajuvan paska operasi atau
radioterapi untuk kanker payudara operable stadium dini pada wanita
postmenopause. KI: hipersensitif
tamoxifen, kehamilan dan laktasi. Perh: hati-hati
dengan pasien leucopenia dan trombositopenia. Dapat menyebabkan supresi
menstruasi pada wanita premoonopause. Dapat menyebabkan ammenorhea dan
menstruasi tidak teratur pada wania premeopause. Dapat menyebabkan perubahan
okular. IO: antiesterogen,
antikoagulan. ES: kemerahan dan
panas pada wajah, mual dan muntah, pendarahan vaginal, ruam kulit, menstruasi
tidak teratur. Ds: tab. 10 mg (1-2
kali sehari), tab 20-40 mg/hr dalam dosis tunggal atau terbagi 2. Km: tablet salut selaput 10 mg box 3 x
10 tab. Rp 65.450. ablet salut selaput 20 mg box 3 x 10 tan. R p 130.000.
4.
Cyclophosphamide
( cytoxan, Neosar )
Cyclophosphamide merupakan regimen kemoterapi kanker
payudara yang paling sering digunakan. Bentuk Hidroxy-peroxy-cyclophosphamide,
derivat aktif cyclophosphamide, menekan aktivitas sel Natural Killer (NK), hal
ini memperberat efek imunosupresan cyclophospamide.
Penderita kanker sendiri mengalami supresi imun,
selain itu juga kemoterapi pada penderita kanker juga akan mempengaruhi sistem
imun itu sendiri. Cyclophosphamide menimbulkan
kerusakan DNA permanen dan menimbulkan efek yang lebih luas terhadap jaringan
yang sedang membelah. Sel-sel labil, seperti sel hemopoetik dalam sumsum tulang, epitel rambut, epitel permukaan rongga organ dalam,
yang mempunyai kemampuan membelah terus menerus dan berprolifersi tak terbatas,
merupakan sasaran efek dari kemoterapi pada umumnya dan cyclophosphamide pada khususnya. Hal ini tampak jelas terlihat seperti rambut rontok, diare
dan imunosupresi.
Untuk meminimalkan efek samping tersebut digunakan
imunostimulator. Salah satunya adalah transfer factor. Transfer factor
merupakan salah satu imunostimulator yang
diproduksi oleh limfosit T, tetapi sekarang dapat diperoleh dari pemurnian
kolostrum sapi. Karena merupakan hasil ekstrak, berat molekul transfer factor
lebih rendah dibanding kolostrum sehingga mengurangi insiden alergi. Transfer
factor dapat mentransfer kemampuan pengenalan terhadap patogen ke sel walaupun
tidak kontak dengan patogen tersebut (sebagai fungsi memori) dan dapat
meningkatkan kemampuan sistem imun dalam bereaksi terhadap patogen dan memicu
pengenalan limfosit T terhadap antigen dan pada sisi yang lain berperan sebagai
produk gen yang mampu mempresentasikan antigen ke
limfosit T yang lain. Kemampuannya dalam meningkatkan jumlah dan aktivitas
Tumor Nekrosis Faktor (TNF).
Sediaan yang beredar di
Indonesia :
CYTOXAN
Bristol-Myers
SquiBB
K
Siklofosfamida
200 mg/vial injeksi.
In: keganasan
pada sumsum tulang dan jaringan limfoid, adenokarsima ovarium, neuroblastoma,
retinoblastoma, Ca mammae dan kanker paru.
ES: neoplasia
sekunder, leukemia, anorexia, mual dan muntah, alopecia, interstatial pulmonary
fibrosis dan cardiotoxicity.
Km: dos vial
200 mg Rp. 77.000
ENDOXAN
Baxter
Oncology/Transfarma K
Siklofosfamid
200 mg; 500 mg; 1 gr/vial injeksi; 50 gr/tablet.
In: karsinoma
dan sarkoma (leukimia, limfogranulomatosis, limfosarkoma, retotelial sarkoma, multiple
myeloma, mammary carcinoma, ovarian carcinoma).
KI: kerusakan
fungsi sumsum tulang yang parah, trimester pertama kehamilan, sistitis.
ES: dosis
tinggi dapat mengakibatkan leukositopenia, trombositopenia dan anemia.
Ds: injeksi iv:
sehari 3-6 mg/kgBB. Tablet: sehari 1-4 tablet (50-200 mg).
Km: vial 200 mg
Rp. 120.000 ; vial 500 mg Rp. 262.000 ; vial 1 g Rp. 380.000 ; dos 100 tablet
Rp. 390.000.
5. Bevacizumab
(Avastin ®)
Adalah antibodi
monoklonal yang dapat digunakan pada pasien kanker payudara
yang sudah bermetastesis. Antibodi ini ditujukan untuk melawan protein yang
membantu tumor membentuk pembuluh darah baru. Bevacizumab diberikan melalui
intravena infus. Seringkali dikombinasikan dengan obat kemoterapi
paclitaxel (Taxol).
Pada bulan Desember 2010, FDA
dihapus indikasi kanker payudara dari bevacizumab, mengatakan bahwa hal itu
belum terbukti aman dan efektif pada pasien kanker payudara. Data gabungan dari
empat uji klinis yang berbeda menunjukkan bahwa kelangsungan hidup secara
keseluruhan bevacizumab tidak berkepanjangan atau memperlambat perkembangan
penyakit cukup memadai untuk mengimbangi resiko yang akan menyajikan kepada
pasien. Genentech ini hanya dicegah dari pemasaran bevacizumab untuk kanker
payudara. Dokter bebas untuk meresepkan label off bevacizumab, walaupun
perusahaan asuransi cenderung untuk menyetujui off-label perawatan.
Pada Juni 2011, sebuah panel FDA
dengan suara bulat menolak banding oleh Roche. Sebuah panel ahli kanker
memerintah untuk kedua kalinya bahwa Avastin, terlaris obat kanker di dunia,
seharusnya tidak lagi digunakan pada pasien kanker payudara, membersihkan jalan
bagi pemerintah AS untuk menghapus dukungan atas dari obat. Bulan Juni 2011
pertemuan FDA oncologic obat penasihat komite adalah langkah terakhir dalam
banding oleh pembuat obat. Komite menyimpulkan bahwa penelitian kanker payudara
klinis pasien yang memakai Avastin telah menunjukkan tidak ada keuntungan dalam
tingkat kelangsungan hidup, tidak ada perbaikan dalam kualitas hidup, dan efek
samping yang signifikan. Kelompok dukungan pasien kecewa dengan keputusan
panitia.
Pada tanggal 11 Oktober 2011 the US
Food and Drug Administration (FDA) mengumumkan bahwa badan tersebut mencabut
persetujuan badan dari indikasi kanker payudara untuk Avastin (bevacizumab) setelah
menyimpulkan bahwa obat tersebut belum terbukti aman dan efektif untuk
digunakan yang . Avastin
masih akan tetap di pasar sebagai pengobatan disetujui untuk beberapa jenis
kanker usus besar, paru-paru, ginjal dan otak (glioblastoma).
6. Paclitaxel
Food and Drug
Administration pada Januari 2005 telah
menyetujui paclitaxel untuk pengobatan kanker payudara
setelah kegagalan kemoterapi kombinasi untuk penyakit metastasis atau kambuh
dalam waktu enam bulan dari kemoterapi adjuvan.
ANZATAX
Tempo Scan
Pacific
K
Paklitaksel
30 mg.
In: Terapi
kanker ovarium metastase, kanker payudara.
KI:
hipersensitivitas PEG 35, minyak jarak, pasien dengan neutropenia berat.
Perh:
premedikasi dengan kortikosteroid, antihistamin dan antagonis reseptor H2,
pasien dengan abnormalitas konduksi di jantung, pasien dengan keluhan abdominal
dan perforasi usus besar, gangguan fungsi hati dan ginjal, hamil dan menyusui.
ES: reaksi
hipersensitivitas, neutropenia, trombositopenia, anemia, infesi saluran napas
atas, infeksi saluran urin, sepsis, hipotensi dan bradikardia, aritmia,
penyumbatan atrioventrikular, perubahan EKG, peningkatan enzim hati,
arthralgia, myalgia, gangguan gastrointestinal, reaksi di tempat suntikan.
IO: Sisplatin,
ketokonazol, obat yang dimetabolisme di hati.
Ds: terapi
agen tunggal: 175 mg/m2 IV periode lebih dari 3 jam selama 3 minggu.
Terapi kombinasi: 175 mg/m2 IV periode lebih dari 3 jam selama 3
minggu diikuti oleh senyawa platinum atau 135 mg/m2 IV periode 24
jam diikuti dengan senyawa platinum.
Km: 1 Vial 30
mg/5 ml (Rp. 80.000); 150 mg/25 ml (Rp. 4.000.000).
PAXUS
Kalbe
Farma K
Pacilitaxel.
In : Terapi lini pertama karsinoma ovarium stadium lanjut dalam
kombinasi dengan cisplatin. Terapi kanker payudara matastatik yg gagal dengan
kemoterapi kombinasi, atau relaps dalam 6 bulan kemoterapi ajuvan. KI :
Riwayat hipersensitivitas terhadap paclitaxel atau obat lain dalam formulasi
polyoxyl 35 castor oil. Pasien dengan neutrofil < 1500 sel/mm3
atau pada pasien sarcoma kaporsi terkait AIDS dgn jumlah neutrofil < 1000
sel/mm3. Perh : Premedikasi dengan kortikosteroid,
anthistamin, dan antagonis H. wanita hamil dan menyusui. Lakukan hitung darah
sebelum menggunakan obat ini dan secara periodic. Awasi fungsi
kardiovaskuler selama jam pertama terapi. Gangguan fungsi hati sedang-berat,
perlu menyesuaikan dosis. Hindari kontak dengan PVC. IO : Pemberian
setelah cisplatin menurunkan bersihan paclitacel sebesar 33%. ES :
Supresi sumsum tulang. Neutropenia, trombositopenia. Reaksi hipersensitiviats.
Hipotensi & brikardia. Neuropati perifer. Artralgia/mialgia. Alopesia.
Mual, muntah, diare, mukositis. Anoreksia, konstipasi. Ds : 175 mg/m2
i.v selama 3 jam tiap 3 minggu. Km : Injeksi 30 mg/5 ml vial Rp.
907.500. Injeksi 100 mg/16,7 mL vial Rp. 2.600.000.
TAXSOL
Bristol
Myers Squibb K
Paklitaksel
30 mg/5 ml injeksi. In : karsinoma ovarium metastatic setelah gagal
dengan kemoterapi lini 1 atau berikutnya, kanker payudara setelah gagal dengan
kemoterapi kombinasi untuk metastatic atau kambuh dalam 6 bulan kemoterapi
tambahan, terapi sebelunya harus termasuk antrasiklin kecuali terdapat kontra
indikasi klinik. Ds : 175 mg/m2 i.v., selama 3 jam tiap 3
minggu. Km : Vial 30 mg/5 ml Rp. 1.344.800,-
7. Methotrexate
Aktifitas dari
methotrexate dapat meningkat dengan :
·
Menghambat eliminasi
(sekresi)dari methotrexate contoh obat :seperti non-steroid antiphlogistic
agen, salicylates, sulphonamides, probenecid, cephalothin, penicillin,
carbenicillin, ticarcillin, para-amminohippuric acid.
·
Meningkatkan akumulasi
intraselullar dari methotrexate dan methotrexate polyglutamates, contoh obat
:vincaalkaloid, epipodophyllotoxines, probenecid.
·
Aktivitas dari
methotrexate dapat menurun karena :
Penghambatan
uptake intraselullar dari methotrexate, contoh obat: kortikosteroid, L-asparaginas,
bleomisin, penicillin
·
Meningkatan konsentrasi
dihidrofolat reduktase (triamteren) atau meningkatkan konsentrasi purine
intraseluller (allopurinol), contoh obat: sediaan vitamin yang mengandung asam
folat atau derivatnya (terutama folinic acid).
·
Obat dengan aktifitas
antagonis asam folat (mis. trimetroprim) dapat meningkatkan toksisitas dari
methotrexate.
·
Methotrexate dapat
memperbaiki aktivitas dari kumarin- seperti antikoagulan oral ( seharusnya
memperpanjang protrombine time sehingga mereduksi dekomposisi dari derivat
kumarin)
·
Methotrexate dapat mengganggu
reaksi imunologi dari vaksin da dapat menyebebkan komplikasi. Kombinasi ini
dapat meningkatkan kepekaan terhadap infeksi dengan menekan sistem kekebalan
tubuh, dapat terjadi infeksi berbahaya dan mematikan.
Sediaan yang beredar di Indonesia :
METHOTREXATE
Kalbe
Farma K
Metotreksat.
In : Korikarsinoma gestasional, korioadenoma destruens, molahidatiform.
Profilaksis leukemia meniengeal pada lekimea limfositik akut dan sebagai terapi
pemeliharaan dalam kombinasi dengan anti kanker lain. Terapi legeantmial
sebagai terapi tunggal atau kombinasi kanker payudara, kanker epidermoid kepala
& leher. Kaner paru stadium lanjut (terutama jenis sel kecil dan sel
skuamosa). Sebagai terapi kombinasi untuk lifoma non hodkin stadium lanjut. Terapi
simtomatik psiorasis berat. KI : Wanita hamil dan menyusui. Alkoholisme,
penyakit hati alhkoholik, atau penyakit hati kronis lainnyapasien dg diskresia
darah. Hipersenditivitas terhadap metrotreksat. Perh : Pantau toksisitas
sumsum tulang, hati, paru, ginjal. Hati-hati pada pasien gd kerusakan fungsi
ginjal, ascites, atau efusi pleura. Hati-hati penggunaan bersama AINS. IO
: Preparat asam folat dapat menurunka respon terapi. Pemberian bersama
trimetroprim/sulfametaksazol pernah dilaporkan terjadi peningkatan efek samping
supresi sumsum tulang. Dosis : Koriokarsinoma & penyakit trufoblatik
sejenis : 15-30 mg/hari i.m. selama 5 hari. Langi 3-5 hari priode istirahat
selama e” 1 minggu. Karsinoma payudara : 40mg/m2 i.v. pada hari ke 1
& 8. Terapi induksi leukemia : 3,3 mg/m2 dalam kombinasi dengan
60mg/m2, diberika tiap hari. Methotrexate diberikan bersama
antineoplastik lain untuk terapi pemeliharaan, diberikan 2x perminggu setiap 14
hari. Leukemia meningeal: 200-500mcg/kgBB intratekal, interfal 2- 5
hari. Psoriasis : 10-25 mg/minggu i.m/i.v. dosis tunggal. ES : Supresi
sumsum tulang dan toksisitas gastrointestinal. Diare. Limfoma malignan.
Stomatitis ulseratif, leucopenia, mual, ketidaknyamanan abdominal. Malaise,
fatigue, demam dan menggigil, penurunan ketahanan terhadap infeksi. Jangka
panjang : hepatotoksisitas, fibrosis, sirosis. Km : injeksi 50 mg/2 ml
vial Rp. 55.000.
METHOTREXATE
50 MG/ 2 ML DBL
Tempo SP,
DBL
Metotreksat
5 mg/2 ml; 50 mg/2 ml tiap vial. In : Kemoterapi antineoplastik. Km :
Dos 5 vial 5 mg/ 2 ml Rp. 54.250,- ; 5 vial 50mg/ 2 ml Rp. 135.550,-
METHOTREXATE
Delta West Pharmacia K
Metotreksat
20mg/ ml injeksi dalam 20ml/2 ml larutan steril, isotonik, bebas zat pengawet;
100mg/ ml dalam larutan steril steril. Isotonic, bebas zat pengawet. In
: Terapi kanker payudara, koriokarsionoma, korioadenomadestruen, dan hidatitifo
mole. KI : Gangguan fungsi ginjal, gizi buruk, gangguan hati atau paru. Perh
: Harus diberikan dokter pengalaman, pasien harus dikasih tau efek troksi dan
bahaya obat ; janga diberikan pada wanita hamil dan menyusui. ES :
Intoksikasi kulit, darah, system urogenital, saluran cerna dan fungsi saraf. Ds
: Koriokarsionoma dan penyakit tropoblastik yang sama 15-30mg im tiaphari slama
5 hari; seluruh gejala toksikasi harus sudah hilang, sebelum dimulai paket
berikut, biasanya diperlukan 3-5 paket; kanker payudara 10-60mh/m2,
biasanya diberikan dengan obat sintosis lain, leukemia 3,3mg/m2
secara oral bersama dengan 60mg/m2 prednison. Km : 1 vial
50mg/2 ml Rp. 68.180,-
8. Dexorubicin
(Adramicin/Anthracylin)
Menghambat sintesa DNA
dan RNA Kardiotoksis, Myelotoksis, rontok rambut, mual dan muntah, amenorroea
dan neutropenia selewat
Merupakan
anthracylin golongan antibiotic yang masih direkomendasikan sebagai first line chemotherapy pada kanker
payudara. Penelitian terbaru menyebutkan bahwa Adryamicin memiliki afinitas
ikatan yang kuat terhadap proteasom dan juga dapat menginduksi apoptosis suatu
sel maligna.
Sediaan yang beredar di Indonesia :
DOXORUBICIN
Delta West
Pharmacia K
Doksorubisin
HCl 10 mg/5 ml; 50 mg/25 ml injeksi.
In: regresi
kondisi neoplastik seperti leukimia akut, tumor Wilm, neuroblastoma, sarkoma
jaringan lunak dan tulang, kanker payudara, kanker limfa, kanker bronkogenik,
kanker tiroid, hepatoma, kanker rahim.
Ds: 60-75 mg/m2
injeksi intravena dengan sela waktu 21 hari atau dengan infus intra arteri
selama 1-3 hari dengan dosis 40-100 mg/m2.
Km: vial 10
mg/5 ml Rp. 250.000 ; vial 50 mg/25 ml Rp. 1.000.000.
DOXORUBICIN
DBL Tempo
SP K
Doksorubisin
HCl 50 mg/25 ml injeksi; 10 mg/5ml injeksi.
In: leukimia
akut, tumor Wilm, neuroblastoma, sarkoma jaringan lunak dan tulang, kanker
payudara, kanker limfa, kanker bronkogenik, kanker tiroid, hepatoma, kanker
rahim. Km: 1 vial 50
mg/25 ml Rp. 890.575 ; 1 vial 10 mg/5 ml Rp. 193.600.
9. Flourouracil
Sebuah studi tahun 2008
oleh University of Rochester Medical Center (URMC) dan Harvard Medical School
menghubungkan penggunaan obat kemoterapi 5-fluorouracil (5-FU) dengan kerusakan
sel-sel otak. Penulisnya,
Mark Noble, mengatakan: "Jelas bahwa pada beberapa pasien kemoterapi
memicu kondisi degeneratif pada sistem saraf pusat."
Sediaan yang beredar di Indonesia :
FLUOROURACIL
500 mg/10 ml DBL Tempo Scan
Pasific
K
Fluorourasil
500 mg/10 ml injeksi.
In: pengobatan
paliatif terhadap neoplasma malignan terutama pada saluran cerna, payudara,
pankreas.
Km: 5 vial 500
mg/10 ml Rp. 63.000/vial.
10. Vinorelbine ( Navelbine )
Sediaan yang beredar di Indonesia :
NAVELBINE Transfarma
Medical Indah K
Vinorelbin
tatrat 10 mg/ml (50 mg/5 ml) injeksi. In : Terapi sel kanker paru yang
tidak kecil, kanker payudara lanjut, dikombinasikan dengan kemoterapi standar. Ds
: 25-30 mg/ml diberikan pada hari ke 1 dan 8, atau tiap minggu. Km :
vial 10 mg/ml Rp. 1.125.000; vial 50 mh/ml Rp. 5.400.000.
11. Dosetaxel
Sediaan yang beredar di Indonesia :
TAXOTERE Aventis
K
Dosetaxel
20ml/dosis tunggal atau dosetaxel anhidrat 40mg/ml larutan; dosetaxel
80mg/dosis tunggal atau dosetaksel anhidrat 40mg/ml larutan. In :
kombinasi dengan doksorubisin untuk pengobatan kanker payudara local yang
lanjut atau metatastik; setelah gagal dengan kemoterapi. KI :
hipersensitif; kerusakan fungsi hati; wanita hamil dan menyusui. ES :
netropenia, demam, reaksi kutaneus, penahanan air, gangguan gastrointestinal,
efek neurologi. Ds : pengobatan pertama kanker payudara 75 mg/m2 dikombinasikan
dengan doksorubisin 50 mg/m2 diberikan secara infus selama 1 jam
setiap 3 minggu; kanker paru sel besar, 75 mg/m2 diberikan secara
infus selama 1 jam setiap 3 minggu. Dibutuhkan pengobatan pendahuluan dengan
desksametason 16 mg/hari dimulai 1 hari sebelum pengobatan selama 3 hari. Km
: 1 vial 20 mg Rp. 2.250.830,-; 1vial 80 mg Rp. 6.941.780,-
BREXEL
Kalbe Farma
K
Doksataxel.
In: Terapi
lini kedua atau kombinasi dengan doxorubicin sebagai terapi lini pertama
karsinoma payudara stadium lanjut/metastatik. Terapi lini kedua (monoterapi)
atau terapi lini pertama dalam kombinasi dengan cisplatin/carboplatin kanker
paru jenis bukan sel kecil stadium lokal lanjut/metastatik. Terapi lini kedua
karsinoma ovarium metastatik.
KI: Pasien
dengan riwayat hipersensitif terhadap docetaxel atau obat lain yang mengandung
polysorbate 80. Pasien dengan jumlah neutrophil <1500 sel/mm3. Wanita
hamil dan menyusui. Gangguan hati berat. Pemberian kombinasi docetaxel dengan
obat lain.
Perh: reaksi
hipersensitivitas dapat terjadi beberapa menit setelah dimulainya infus
docetaxel. Hindari kontak dengan bahan PVC. Sebelum diberikan, harus dilakukan
prosedur 2 kali pelarutan. Setelah dilarutkan, preparat harus diberikan dalam 4
jam. Docetaxel tidak boleh diberikan pada pasien dengan peningkatan kadar
bilirubin atau SGOT dan/atau SGPT > 1,5 x ULN disertai kadar fosfatase
alkali > 2,5 x ULN.
IO: Doksorubisin,
carboplatin. Obat yang dimetabolisme dengan sitokrom P450 3A4 seperti
cyclosporine, terfenadin, ketokonazol, eritromisin, dan troleandomycin.
ES: Supresi
susmsum tulang reversibel. Reaksi hipersensitivitas. Reaksi kutaneus. Retensi
cairan. Gangguan neurologis. Gangguan pencernaan. Hipotensi. Reaksi pada tempat
infus. Peningkatan kadar bilirubin, SGOT, SGPT, alkalin fosfatase serum.
Anoreksia, mata berair, mialgia, arthralgia, dyspneu.
Ds: Kanker
payudara monoterapi: 100 mg/m2 IV selama 1 jam setiap 3 minggu. Pada
terapi ini pertama: 75 mg/m2 diberikan kombinasi dengan doxorubicin
50 mg/m2. Kanker paru jenis bukan sel kecil 75 mg/m2
secara IV selama 1 jam tiap 3 minggu. Kanker ovarium 100 mg/m2 infus
1 jam setiap 3 minggu. Premedikasi: Dexamethasone 16 mg/hari (8 mg 2x/hari)
selama 3 hari mulai 1 hari sebelum pemberian docetaxel.
Km: Brexel 20
mg: box 1 vial @0.5 ml + 1 vial pelarut @1,5 ml Rp. 1. 600.000. Brexel 80 mg :
box 1 vial @2 ml + 1 vial pelarut @6 ml Rp. 4. 900.000
12. Epirubicin
Sediaan yang beredar di Indonesia :
EPIRUBICIN Kalbe Farma K
Epirubisin. In: sebagai agen tunggal untuk regresi
tumor spectrum luas termasuk karsinoma payudara, limfoma maligna, sarcoma
jaringan lunak. Ki: pasien dengan
mielosupresi yang nyata karena terapi sebelumnya dengan antitumor atau
radioterapi. Perh: Monitor jumlah sel darah. Evaluasi fungsi hati sebelum dan
selama terapi. Es: Miolosupresi, kardioroksisitas, alopesia, mukositis, mual,
muntah, diare, resiko gagal jantung. IO:
dosis; agen tunggal: 60-90 mg/m2; iv 3-5 menit. Interval 21 hari. Sebagai
kombinasi mengikuti regimen yang telah ditetapkan. Km: Injeksi 10 mg/5ml vial Rp. 230.000; Injeksi 50 mg/25 mL vial
Rp. 1.130.000.
13. Lapatinib
(Tykerb)
Lapatinib
tergolong dalam kelompok obat-obatan yang disebut dengan antineoplastik atau
obat kanker. Obat ini biasanya dikombinasikan
dengan cepacitabine unuk mengobai kanker payudara dengan HER-2 positif
stadium lanjut atau metastasis (sudah menyebar) setelah metode pengobatan lain
gagal mengatasi kondisi ini. Lapatinib ini berbentuk tablet.
14. Pertuzumab
(Perjeta)
Pertuzumab
adalah antibodi monokonal yang sedang
diteliti untuk kanker payudara HER2 positif tahap awal dan tahap lanjut. Obat
ini merupakan golongan terapi fokus sasaran yang disebut “HER2 dimerisation
inhibitor” (HDI), penghambat pemasangan
reseptor HER2 dengan reseptor lain . HER
dimerisation (pemasangan reseptor HER dengan reseptor lain) dipercaya berperan
penting dalam pertumbuhan dan pembentukan beberapa jenis kanker yang berbeda.
Pertuzumab adalah obat pertama
yang sedang diteliti yang secara khusus dirancang untuk mencegah
reseptor HER2 berpasangan dengan reseptor HER lainnya (EGFR/HER1, HER2, HER3,
HER4). Dengan menghampat kemampuan HER2 untuk berpasangan dengan reseptor HER
lain, pertuzumab menghambat sinyal untuk berbiaknya sel kanker yang pada
akhirnya dapat menghambat pertumbuhan sel kanker atau menyebabkan kematian sel
kanker. Cara kerja dari pertuzumab dan
Herceptin dipercaya dapat saling melengkapi. Keduanya akan menempel pada resept
or HER2 tetapi pada bagian yang berbeda.
Dengan melakukan hal ini dihipotesakan bahwa kedua antibodi ini secara
kombinasi dapat secara lebih komprehensif menghambat jalur sinyal HER dari pada
jika digunakan masing-masing secara terpisah.
DAFTAR PUSTAKA
Esteller M.
Cancer epigenomics: DNA methylomes and histone-modification maps. Nat Rev Genet.
2007;8:286-98
Goodwin, Tames S, et all, 1998.
Geographic Variations in Breast Cancer Mortality: Do Higher Rates Imply
Elevated Incidence or Poorer Survival. American Journal of Public Health.
March 1998
Kvale, Gunnar, et al, 1994. Parity
in Relation to Mortality and Cancer Incidence: A Prospective Study of Norwegia
Women. International Journal of Epidemiology Vol. 23 No.4. Great Britain
Mansjoer, Arif
dkk. 2000, Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 2, Jakarta, Media
Aesculapius, FKUI.
Moningkey, Shirley Ivonne, 2000.
Epidemiologi Kanker Payudara. Medika; Januari 2000. Jakarta.
Purwatiningsih,
2006. Faktor-faktor Risiko Kanker Payudara di Rumah Sakit Kanker Dharmais Jakarta,
pada Oktober tahun 1993 hingga bulan Maret tahun 2003.
Skripsi. FKM UI. Depok.
Ramli, Muchlis, l995. Epidemiological
Review of Breast Cancer in Indonesia. Book of Proceedings Jakarta
International Cancer Conference'95. Jakarta
Singletary, K.,
MacDonald, C., Tovinelli, M., Fishe r, C., dan Wallig, M., 1998, Effect of the
diketones diferuloylmethane (curcumin) and dibenzoilmethane on rat mammary DNA
adduct and tumors induced by 7,12-dimethylbenz[ a]anthracene, Carcinogenesis , 9 (6), 1039-1043.
Smith,
Jane and Leaper, David J, 1993, Breast Lumps Aguide to Diseases of Breast.
Ieadway. Hodder and Stoughon.
Tjindarbumi, D.,
dan Mangunkusuma , R., 2002, Cancer in Indonesia, Jpn J. Clin. Oncol. , 32 (1), S17-S21.
Vogelstein
B, Kinzler KW. Cancer genes and the pathways they control. Nat Med.
2004;10:789-99. [PubMed: 15286780]
WHO. Global Cancer Control; Worldwide Cancer Burden.
Geneva, Switzerland.WHO Press. 2008:42-55.
Zahl,
Per-Henrik and Tretli, Steiner l997, Long term Survival of Breast Cancer in
Norway by Age and Clinical Stage. Statistics in Medicine Vol. 16. Oslo.
Norway
http://cancercareindonesia.com/tag/kanker-payudara/ diakses pada 04
April 2013
http://farmasiaunfari.blogspot.com/ diakses pada 04
April 2013
http://www.gene.com/gene/products/information/oncology/herceptin/factsheet.html diakses pada 04 April
2013
http://naturindonesia.com/kanker/-kemoterapi-bisa-rusak-otak-pasien-kanker-payudara-.html diakses pada 04 April 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar