Powered By Blogger

Total Tayangan Halaman

Kamis, 30 Januari 2014

“K A N K E R P A Y U D A R A”

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Kanker masih merupakan salah satu penyebab utama kematian didunia dan menjadi penyebab kematian terbanyak kelima akibat kanker, terutama di negara berkembang. Jenis kanker yang sering ditemukan pada wanita adalah kanker payudara, disamping kanker serviks, dengan angka kejadian sebesar 1,29 juta, dan angka kematian sebesar 519 000 (WHO, 2008). Kanker dipandang sebagai sebuah penyakit abnormalitas genetik progresif, akibat akumulasi mutasi gen tertentu danatau abnormalitas kromosom (Vogelstein dan Kinzler, 2004)  di samping perubahan epigenetik, yang menimbulkan penyimpangan regulasi transkripsi dan/atau perubahan pola ekspresi gen (Esteller, 2007) yang berpengaruh pada dominasi kemampuan proliferasi dan diferensiasi dibandingkan apoptosis.
Insidensi kanker payudara di negara berkembang semakin meningkat dari tahun ke tahun (Singletary  et al. ., 1997; Yaar  et al. ., 2007).  Menurut NCI (National Cancer Institute) 2005, presentase penderita kanker payudara menduduki peringkat teratas yakni 24,2%. Di Indonesia, kanker payudara menempati urutan kedua dengan presentase 17,77% pada tahun 1991 (Tjindarbumi dan Mangunkusuma, 2002). Sistem Pencatatan dan Pelaporan Rumah Sakit (SPPRS) tahun  2002  (Yayasan  Kesehatan  Payudara Jakarta 2007) mencatat bahwa kanker payudara menempati  urutan  pertama  dalam  golongan neoplasma  pada  pasien  rawat  jalan  (sebesar 9,1%)  maupun  rawat  inap  (sebesar  7,2%). Rumah Sakit Kanker Dharmais Jakarta mencatat adanya 820 penderita yang berobat antara bulan Oktober tahun 1993 hingga bulan Maret tahun 2003  (Purwatiningsih, 2006).
Pengobatannya dapat dilakukan dengan pemindahan (semua atau sebagian  kecil)  jaringan  payudara  yang mengalami kanker lewat operasi, terapi radiasi, dan  kemoterapi  (terapi  dengan  obat-obatan). Kendala dalam pengobatan berupa mahalnya dan rumitnya pengobatan (terkait alat dan keahlian petugas  medis),  efek  samping  terhadap kesehatan,  lamanya  waktu  pengobatan,  dan tingkat  kesembuhan  yang  terkadang  sangat rendah  pada  banyak  kasus.  Pengobatan konvensional  kanker  payudara  lewat  terapi radiasi,  pembedahan,  dan  kemoterapi  masih mempunyai beberapa kelemahan.
Doxorubicin adalah salah satu sediaan obat yang digunakan sebagai kemoterapi yang tidak bebas dari efek samping. Dampak negatif pengobatan dengan doxorubicin  berupa  mual,  muntah,  alopecia (kerontokan rambut), gangguan irama jantung, dan neutropenia (penurunan jumlah sel darah). Kondisi  ini  memicu  perlunya  suatu pengetahuan akan strategi dan sasaran serta pelaksanaannya yang tepat dalam penanganan masalah kanker payudara dan evaluasi kualitas dan keamanan mengenai obat-obat kanker payudara yang beredar di Indonesia.
B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut.
1.    Bagaimana patofisiologi kanker payudara?
2.    Bagaimana gejala-gejala dari kanker payudara?
3.    Bagaimana sasaran dan strategi dari pengobatan kanker payudara?
4.    Bagaimana penatalaksanaan terhadap pengobatan kanker payudara?
5.    Bagaimana evaluasi obat-obat kanker payudara yang beredar di Indonesia?

C.    Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penulisan makalah ini adalah :
1.    Untuk mengetahui patofisiologi kanker payudara
2.    Untuk mengetahui gejala-gejala dari kanker payudara
3.    Untuk mengetahui sasaran dan strategi dari pengobatan kanker payudara
4.    Untuk mengetahui penatalaksanaan terhadap pengobatan kanker payudara
5.    Untuk mengetahui evaluasi obat-obat kanker payudara yang beredar di Indonesia




BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Kanker berasal dari bahasa latin carcinoma (karsinoma). Carci berarti kepiting dan oma berarti  pembesaran. Penamaan ini kemungkinan dikarenakan jaringan yang  mengandung  sel  kanker  secara  fisik memiliki penampakan melintang dengan bagian tengah  padat  membulat  yang  pinggirannya membentuk juluran keluar sehingga mirip seperti kepiting (Goodwin, 1998).
Istilah lain yang digunakan untuk menyebut kanker di dunia medis adalah neoplasma dan tumor. Neoplasma berasal dari bahasa Yunani neos ’baru’ dan plasma ’pembentukan.’ Tumor berasal dari bahasa Latin tumere yang artinya pembengkakan.  Ketiga  istilah  ini  (kanker, neoplasma, dan tumor) kerapkali dipakai untuk menggambarkan  hal  yang  sama,  meski kenyataannya  berbeda.  Tumor  merupakan penamaan  bagi  setiap  bentuk  abnormal  dari massa sel yang tidak mengalami inflamasi dan tidak  memiliki  fungsi  fisiologis.  Neoplasma diartikan dengan  lebih sempit, yakni  sebagai pertumbuhan sel baru yang tidak memiliki fungsi fisiologis.  Tumor ganas yang disebut kanker, merupakan neoplasma dengan ciri-ciri bersifat menyebar ke jaringan lain, bermetastasis, dan  menyebabkan  kematian  bagi  inang  (Kvale, 1994).
Penyakit  kanker  menurut  Ramli (1995) ditandai pertumbuhan abnormal sel pada jaringan tubuh secara terus-menerus dan tidak terkendali. Penyebaran sel kanker dapat dilakukan melalui aliran  darah  dan  kelenjar  getah  bening. Pertumbuhan  yang  tidak terkendali biasanya disebabkan kerusakan NA yang  mengakibatkan  mutasi  gen  penyandi protein  pengendali  pertumbuhan (Smit, 1993). 
Kanker payudara merupakan salah satu jenis kanker yang paling sering dijumpai pada wanita. Kemunculannya dapat ditelusuri  sejak zaman Yunani kuno lewat pengamatan yang dilakukan Hipocrates  atas  beberapa  jenis  kanker. Besarnya jumlah penderita mendorong intensifnya penelitian akan topik ini, terutama  pada  aspek  pengobatannya.  Ada beberapa  mekanisme  umum  yang  memicu tumbuhnya  kanker.  Sayangnya,  etiologi (penyebab penyakit) kanker dalam suatu kasus sulit diketahui secara pasti karena banyaknya faktor  yang  mempengaruhi  pembentukan, perkembangan, dan  tingkat keganasan kanker payudara.  Sebanyak  80%  kanker  yang menyerang  penduduk  Amerika  Serikat disebabkan gaya hidup (minum-minuman keras, merokok, dan diet) dan bahan karsinogen yang terdapat  di lingkungan (Moningkey, 2000).
Keberadaan  kanker  ini  ditandai  dengan adanya benjolan, perubahan ukuran, kulit yang kemerahan, keberadaan areola (lingkaran hitam di sekitar puting susu), ruam, pengencangan atau pelonggaran payudara, perbedaan ukuran kedua payudara, dan rasa sakit di daerah payudara (Tjidarbumi 1986). Deteksi penyakit ini dapat dilakukan  melalui  pemeriksaan  mandiri payudara,  pemeriksaan  fisik  oleh  dokter, mamografi, rotgen, MRI (magnetic resonance imaging), biopsi, pencitraan inframerah digital (PID),  pemeriksaan  darah,  pencitraan  PET (Positron  Electron  Transmission),  dan pemeriksaan genetik (Tjidarbumi, 1986; Kvale, 1994). 
Kanker  payudara  berdasarkan rekomendasi Komisi Gabungan Amerika dapat dibagi menjadi empat stadium mulai dari stadium satu  (yang  paling  ringan)  hingga  empat. Klasifikasi  didasarkan  atas  diameter  kanker, metastasis, kondisi kulit, dan banyaknya nodul kanker (Tjidarbumi, 1986). Pengobatan kanker dapat dibagi menjadi tiga, yakni terapi radiasi, operasi, dan terapi adjuvan (pendamping).  Terapi  adjuvan  dapat  dibagi menjadi  terapi  hormonal,  kemoterapi,  dan imunoterapi  (Kvale, 1994). 
Efek samping pengobatan kanker beragam, mulai dari kerontokan  rambut,  pusing, mual,  penurunan kemampuan pertahanan tubuh, hingga kematian.  Pengobatan  kemoterapi  ditujukan  untuk menghancurkan sel  kanker  sehingga  ukuran kanker mengecil  dan  kemunculannya  setelah pengobatan  dapat  dicegah.  Imunoterapi merupakan  upaya penggunaan  senyawa  tertentu  untuk memicu kerusakan  sel kanker oleh  sistem pertahanan tubuh.  Herceptin (trastuzumab)  merupakan obat imunoterapi yang banyak digunakan dengan target  spesifik,  yakni  memblokade  protein Her2/neu  (Zahl, 1997).  Protein  Her2/neu merupakan reseptor yang berfungsi  mendorong pembelahan  sel. Terapi hormonal merupakan jenis terapi yang digunakan untuk pasien dengan kanker payudara jenis estrogen positive receptor (ER+).



BAB III
PEMBAHASAN

A.    Patofisiologi Kanker Payudara
Jaringan payudara pada manusia terdiri dari connective tissue dan lemak. Pada payudara juga terdapat sistem pembuluh yang digunakan selama proses menyusui. Jaringan payudara mempunyai sumber darah yang melimpah dan jaringan limfatik yang luas. Penyaluran limfatik dari jaringan mammary mengalir ke dalam axillary, interpectoral, dan internal mammary limph nodes. Hal ini penting karena kanker payudara pada umumnya menyebar melalui sistem limfatik dan penyebaran penyakit biasanya seringkali ditemukan pada daerah nodus limfa pada saat pelaksanaan diagnosis.
Jaringan payudara wanita dan kelenjar mulai tumbuh pada masa pubertas, yang disebabkan oleh pengaruh dan interaksi dari hormon-hormon reproduksi. Akan tetapi, jumlah pertumbuhan payudara yang terjadi pada saat pubertas terbatas dan kebanyakan terjadi selama kehamilan pertama. Jumlah estrogen dan progesteron diproduksi dalam jumlah yang banyak oleh ovarium selama kehamilan yang menstimulasi pertumbuhan dan differensiasi akhir dari jaringan payudara yang belum matang secara cepat. Keterlambatan dalam differensiasi akhir dari jaringan payudara sampai pada usia tua, kemungkinan menjelaskan kenapa seorang wanita yang mengalami kehamilan pertama kali setelah usia 35 tahun mempunyai risiko yang lebih tinggi untuk mengalami kanker payudara, karena sel yang belum matang lebih mudah terpengaruh oleh peredaran efek estrogen dan estrogen dikenal dapat menginisiasi pertumbuhan tumor.
Sel-sel  kanker  dibentuk  dari  sel-sel  normal  dalam  suatu  proses  rumit  yang disebut transformasi, yang terdiri dari tahap inisiasi dan promosi:
1.      Fase Inisiasi
Pada  tahap  inisiasi  terjadi  suatu  perubahan  dalam  bahan  genetik  sel  yang memancing  sel  menjadi  ganas.  Perubahan  dalam  bahan  genetik  sel  ini disebabkan oleh suatu agen  yang disebut karsinogen,  yang bisa  berupa bahan kimia,  virus,  radiasi  (penyinaran)  atau  sinar  matahari.  tetapi  tidak  semua  sel memiliki  kepekaan  yang  sama  terhadap  suatu  karsinogen.  kelainan  genetik dalam  sel  atau  bahan  lainnya  yang  disebut  promotor,  menyebabkan  sel  lebih rentan  terhadap  suatu  karsinogen.  bahkan  gangguan  fisik  menahunpun  bisa membuat sel menjadi lebih peka untuk mengalami suatu keganasan.
2.      Fase Promosi
Pada tahap promosi, suatu sel yang telah mengalami inisiasi akan berubah menjadi ganas. Sel yang belum melewati tahap inisiasi tidak akan terpengaruh oleh  promosi.  karena  itu  diperlukan  beberapa  faktor  untuk  terjadinya keganasan (gabungan dari sel yang peka dan suatu karsinogen).
Proses terjadinya kanker payudara dan masing-masing etiologi antara lain obesitas, radiasi, hiperplasia, optik, riwayat keluarga dengan mengkonsumsi zat-zat karsinogen sehingga merangsang pertumbuhan epitel payudara dan dapat menyebabkan kanker payudara .Kanker payudara berasaldari jaringan epithelial, dan paling sering terjadi pada sistem duktal. Mula-mula terjadi hiperplasia sel-sel dengan perkembangan sel-sel atipik. Sel-sel ini akan berlanjut menjadi karsinoma in situ dan menginvasi stroma. Kanker membutuhkan waktu 7 tahun untuk bertumbuh dari sebuah sel tunggal sampai menjadi massa yang cukup besar untuk dapat diraba ( kira-kira berdiameter          1 cm). Pada ukuran itu, kira- kira seperempat dari kanker payudara telah bermetastase. Kebanyakan dari kanker ditemukan jika sudah teraba, biasanya oleh wanita itu sendiri. Gejala kedua yang paling sering terjadi adalah cairan yang keluar dari muara duktus satu payudara, dan mungkin berdarah. Jika penyakit telah berkembang lanjut, dapat pecahnya benjolan-benjolan pada kulit ulserasi (Price, 2006)
Karsinoma inflamasi, adalah tumor yang tumbuh dengan cepat terjadi kira-kira 1-2% wanita dengan kanker payudara gejala-gejalanya mirip dengan infeksi payudara akut. Kulit menjadi merah, panas, edematoda, dan nyeri. Karsinoma ini menginfasi kulitdan jaringan limfe. Tempat yang paling sering untuk metastase jauh adalah paru, pleura, dan tulang ( Price, 2006 ).
Karsinoma payudara bermetastase dengan penyebaran langsung kejaringan sekitarnya, dan juga melalui saluran limfe dan aliran darah. Bedah dapat mendatangkan stress karena terdapat ancaman terhadap tubuh, integritas dan terhadap jiwa seseorang. Rasa nyeri sering menyertai upaya tersebut pengalaman operatif di bagi dalam tiga tahap yaitu preoperatif, intra operatif dan pos operatif. Operasi ini merupakan stressor kepada tubuh dan memicu respon neuron endokrine respon terdiri dari system saraf simpati yang bertugas melindungi tubuh dari ancaman cidera. Bila stress terhadap sistem cukup gawat atau kehilangan banyak darah, maka mekanisme ompensasidari tubuh terlalu banyak beban dan syock akan terjadi. Anestesi tertentu yang di pakai dapat menimbulkan terjadinya syock.
Respon metabolisme juga terjadi. Karbohidrat dan lemak di metabolisme untuk memproduksi energi. Protein tubuh pecah untuk menyajikan suplai asam amino yang di pakai untuk membangun jaringan baru. Intake protein yang di perlukan guna mengisi kebutuhan protein untuk keperluan penyembuhan dan mengisi kebutuhan untuk fungsi yang optimal. Kanker payudara tersebut menimbulkan metastase dapat ke organ yang dekat maupun yang jauh antara lain limfogen yang menjalar ke kelenjar limfe aksilasis dan terjadi benjolan, dari sel epidermis penting menjadi invasi timbul krusta pada organ pulmo mengakibatkan ekspansi paru tidak optimal (Mansjoer , 2000)
Melalui pemeriksaan yang di sebut dengan mammograms, maka type kanker payudara ini dapat dikategorikan dalam dua bagian yaitu :
1.      Kanker payudara non invasive - Kanker yang terjadi pada kantung (tube) susu {penghubung antara alveolus (kelenjar yang memproduksi susu) dan puting payudara}. Dalam bahasa kedokteran disebut 'ductal carcinoma in situ' (DCIS), yang mana kanker belum menyebar ke bagian luar jaringan kantung susu.
2.      Kanker payudara invasive - Kanker yang telah menyebar keluar bagian kantung susu dan menyerang jaringan sekitarnya bahkan dapat menyebabkan penyebaran (metastase) ke bagian tubuh lainnya seperti kelenjar lympa dan lainnya melalui peredaran darah.
Stadium kanker payudara:
1.      Stadium  1
Pada  stadium  ini,  benjolan  kanker  tidak  melebihi  dari  2  cm  dan tidak menyebar  keluar  dari  payudara. Perawatan  sistematis  akan  diberikan  pada kanker  stadium  ini,  tujuannya  adalah  agar  sel  kanker  tidak  dapat  menyebar  dan tidak  berlanjutan.  Pada  stadium  ini,  kemungkinan  sembuh  total untuk  pasien adalah sebanyak 70%.
2.      Stadium 2
Biasanya besarnya benjolan kanker sudah lebih dari 2 hingga 5 cm dan tingkat penyebarannya pun sudah sampai daerah kelenjar getah bening ketiak. Atau  juga belum menyebar  kemana-mana.  Dilakukan  operasi untuk  mengangkat sel-sel  kanker  yang  ada  pada  seluruh  bagian  penyebaran,  dan  setelah  operasi dilakukan  penyinaran  untuk  memastikan  tidak  ada  lagi  sel-sel  kanker  yang tertinggal.  Pada  stadium  ini,  kemungkinan  sembuh  total  untuk  pasien  adalah sebanyak 30-40%
3.      Stadium  3A
Berdasarkan data  dari  Depkes,  87%  kanker  payudara  ditemukan pada  stadium  ini.  Benjolan  kanker  sudah  berukuran  lebih  dari  5  cm  dan  sudah menyebar ke kelenjar limfa disertai perlengketan satu sama lain atau perlengketan ke struktur lainya. 
4.      Stadium  3B
Kanker  sudah  menyusup  keluar  dari  bagian  payudara,  yaitu  ke kulit,  dinding  dada,  tulang  rusuk  dan  otot  dada. Penatalaksanaan  yang  dilakukan pada stadium ini adalah pengangkatan payudara.
5.      Stadium  4
Sel-sel  kanker  sudah  mulai  menyerang  bagian  tubuh  lainnya, seperti tulang, paru-paru, hati, otak, kulit, kelenjar limfa yang ada di dalam batang leher. Tindakan yang harus dilakukan adalah pengangkatan payudara
(Ronald, 2008).
Pada sistem TNM dinilai tiga faktor utama yaitu "T" yaitu Tumor size atau ukuran tumor  "N" yaitu Node atau kelenjar getah bening regional dan "M" yaitu metastasis atau penyebaran jauh. Ketiga faktor T,N,M dinilai baik secara klinis sebelum dilakukan operasi, juga sesudah operasi dan dilakukan pemeriksaan histopatologi (PA) .
Pada kanker payudara, penilaian TNM sebagai berikut :
1.       T (Tumor size), ukuran tumor :• T 0 : tidak ditemukan tumor primer
a.       T 1 : ukuran tumor diameter 2 cm atau kurang
b.      T 2 : ukuran tumor diameter antara 2-5 cm
c.        T 3 : ukuran tumor diameter > 5 cm
d.      T 4 : ukuran tumor berapa saja, tetapi sudah ada penyebaran ke kulit atau dinding dada atau pada keduanya , dapat berupa borok, edema atau bengkak, kulit payudara kemerahan atau ada benjolan kecil di kulit di luar tumor utama
2.       Ukuran diameter tumor, dapat dianalogikan sebagai berikut :
N (Node), Kelenjar Getah Bening regional (kgb) :
a.      N 0 : tidak terdapat metastasis pada kgb regional di ketiak / aksilla
b.      N 1 : ada metastasis ke kgb aksilla yang masih dapat digerakkan
c.       N 2 : ada metastasis ke kgb aksilla yang sulit digerakkan
d.      N 3 : ada metastasis ke kgb di atas tulang selangka (supraclavicula) atau pada kgb di mammary interna di dekat tulang sternum
3.       M (Metastasis), penyebaran jauh :
a.        M x : metastasis jauh belum dapat dinilai
b.      M 0 : tidak terdapat metastasis jauh
c.       M 1 : terdapat metastasis jauh
Setelah masing-masing faktor T,N,M didapatkan, ketiga faktor tersebut kemudian digabung dan didapatkan stadium kanker sebagai berikut :
Stadium

0
T0 N0 M0
I
T1 N0 M0
II A
T0 N1 M0
T1 N1 M0
T2 N0 M0
IIB
T2 N1 M0
T3 N0 M0
IIIA
T0 N2 M0
T1 N2 M0
T2 N2 M0
T3 N1 M0
T3 N2 M0
IIIB
T4 N0 M0
T4 N1 M0
T4 N2 M0
IIIC
Tiap T N3 M0
IV
Tiap T Tiap N M1


Penjelasan :
Stadium 0 : adanya carcinoma in situ atau penyakit tidak menyerang membran dasar
Stadium I : adanya tumor primer kecil tanpa meliputi kelenjar getah beningÃ
Stadium II : adanya tumor primer kecil meliputi kelenjar getah bening
Stadium I dan II seringkali merupakan early breast cancer. Pada tahap ini, penyakit dapat diobati/disembuhkan
Stadium III : locally advanced disease, biasanya ditandai dengan adanya tumor berukuran besar dengan perluasan kelenjar getah bening atau tumor sudah pasti berada pada dinding dada.
Stadium IV : adanya penyebaran kepada organ yang jauh dari tumor primer dan merupakan advanced atau metastatic disease

B.     Gejala Kanker Payudara
Tanda  awal  dari  kanker  payudara  adalah  ditemukannya  benjolan  yang terasa  berbeda  pada  payudara.  Jika  ditekan,  benjolan  ini  tidak  terasa  nyeri. Awalnya  benjolan  ini  berukuran  kecil,  tapi  lama  kelamaan  membesar  dan akhirnya  melekat  pada  kulit  atau  menimbulkan  perubahan  pada  kulit  payudara atau  puting  susu.  Berikut  merupakan  gejala  kanker  payudara:  benjolan  pada payudara yang berubah  bentuk atau ukuran, kulit  payudara  berubah  warna: dari merah  muda  menjadi  coklat hingga  seperti  kulit  jeruk, puting  susu  masuk  ke dalam  (retraksi), salah  satu  puting  susu  tiba-tiba  lepas atau hilang, bila  tumor sudah  besar,  muncul  rasa  sakit  yang  hilang-timbul, kulit  payudara  terasa  seperti terbakar, payudara  mengeluarkan  darah  atau  cairan  yang  lain, tanpa menyusui. Tanda  kanker  payudara  yang  paling  jelas  adalah  adanya  borok  (ulkus)  pada payudara.  Seiring  dengan  berjalannya  waktu,  borok  ini  akan  menjadi  semakin besar  dan  mendalam  sehingga  dapat  menghancurkan  seluruh  payudara.  Gejala lainnya  adalah  payudara  sering  berbau  busuk  dan  mudah  berdarah (Pane, M., 1990).





C.    Sasaran dan Strategi
Terapi kanker payudara dilakukan dengan serangkaian pengobatan meliputi pembedahan, kemoterapi, terapi hormon, terapi radiasi dan yang terbaru adalah terapi imunologi (antibodi). Pengobatan  ini ditujukan untuk memusnahkan kanker atau membatasi perkembangan penyakit serta menghilangkan gejala-gejalanya. Keberagaman jenis terapi ini mengharuskan terapi dilakukan secara individual.
1.      Pembedahan
Tumor primer biasanya dihilangkan dengan pembedahan. Prosedur pembedahan yang dilakukan pada pasien kanker payudara tergantung pada tahapan penyakit, jenis tumor, umur dan kondisi kesehatan pasien secara umum. Ahli bedah dapat mengangkat tumor (lumpectomy), mengangkat sebagian payudara yang mengandung sel kanker atau pengangkatan seluruh payudara (mastectomy). Untuk meningkatkan harapan hidup, pembedahan biasanya diikuti dengan terapi tambahan seperti radiasi, hormon atau kemoterapi.
Pasien yang pada awal terapi termasuk stadium 0, I, II dan sebagian stadium  III  disebut  kanker  mammae  operable. Pola  operasi  yang  sering  dipakai  adalah (Wan Desen, 2008):
a.       Mastektomi radikal
Tahun 1890 Halsted pertama kali merancang dan memopulerkan operasi radikal kanker mammae, lingkup reseksinya mencakup kulit berjarak minimal 3 cm dari tumor, seluruh kelenjar  mammae,  m.pectoralis  mayor,  m.pectoralis minor,  dan  jaringan  limfatik  dan  lemak  subskapular,  aksilar  secara  kontinyu enblok reseksi.
b.      Mastektomi radikal modifikasi
Lingkup  resseksi  sama  dengan  teknik  radikal,  tapi  mempertahankan m.pektoralis  mayor  dan  minor (model  Auchincloss)  atau  mempertahankan m.pektoralis mayor, mereseksi m.pektoralis minor (model Patey). Pola operasi ini  memiliki  kelebihan  antara  lain  memacu  pemulihan  fungsi  pasca  operasi, tapi sulit membersihkan kelenjar limfe aksilar superior.


c.       Mastektomi total
Hanya  membuang  seluruh  kelenjar  mammae  tanpa  membersihkan kelenjar limfe. Model operasi ini terutama untuk karsinoma in situ atau pasien lanjut usia.
d.      Mastektomi segmental plus diseksi kelenjar limfe aksilar
Secara umum  ini disebut dengan operasi konservasi mammae. Biasanya dibuat  dua  insisi  terpisah  di  mammae  dan  aksila.  Mastektomi  segmental bertujuan mereseksi sebagian jaringan kelenjar mammae normal di tepi tumor, di  bawah  mikroskop  tak  ada  invasi  tumor  tempat  irisan.  Lingkup  diseksi kelenjar  limfe  aksilar  biasanya  juga  mencakup  jaringan  aksila  dan  kelenjar limfe aksilar kelompok tengah.
e.       Mastektomi segmental plus biopsy kelenjar limfe sentinel
Metode  reseksi  segmental  sama  dengan  di  atas.  kelenjar  limfe  sentinel adalah  terminal  pertama  metastasis limfogen  dari  karsinoma  mammae,  saat operasi  dilakukan  insisi  kecil  di  aksila  dan  secara  tepat  mengangkat  kelenjar limfe  sentinel, dibiopsi,  bila patologik  negative  maka operasi dihentikan, bila positif maka dilakukan diseksi kelenjar limfe aksilar.
Untuk terapi  kanker  mammae  terdapat  banyak  pilihan  pola  operasi,  yang mana  yang  terbaik  masih  controversial.  Secara  umum  dikatakan  harus berdasarkan  stadium  penyakit  dengan  syarat  dapat  mereseksi  tuntas  tumor, kemudian  baru  memikirkan  sedapat  mungkin  konservasi  fungsi  dan  kontur mammae.
2.      Terapi Radiasi
Terapi radiasi dilakukan dengan sinar-X dengan intensitas tinggi untuk membunuh sel kanker yang tidak terangkat saat pembedahan.  Penyinaran/radiasi  adalah  proses  penyinaran  pada  daerah  yang  terkena kanker dengan menggunakan sinar X dan sinar gamma yang bertujuan membunuh sel  kanker  yang  masih  tersisa  di  payudara  setelah  operasi.  Efek  pengobatan  ini tubuh  menjadi  lemah,  nafsu  makan  berkurang,  warna  kulit  di  sekitar  payudara menjadi  hitam,  serta  Hb  dan  leukosit  cenderung  menurun  sebagai  akibat  dari radiasi.



3.      Terapi Hormon
Terapi hormonal dapat menghambat pertumbuhan tumor yang peka hormon dan dapat dipakai sebagai terapi pendamping setelah pembedahan atau pada stadium akhir. Terapi hormonal diberikan jika penyakit telah sistemik berupa metastasis jauh,
biasanya diberikan secara paliatif sebelum khemoterapi karena efek terapinya lebih lama. Terapi hormonal paliatif dilakukan pada penderita pramenopause, dengan cara ovarektomy bilateral atau dengan pemberian anti estrogen seperti Tamoksifen atau Aminoglutetimid. Estrogen tidak dapat diberikan karena efek sampingnya terlalu berat. Terapi hormon bekerja melawan kanker payudara yang pertumbuhannya dipengaruhi oleh reseptor hormon yang positif atau tumor dengan status ER (estrogen) atau PR (progesteron) positif pada pemeriksaan jaringan patologi anatomi. Terapi hormonal bekerja melalui dua cara yaitu menurunkan jumlah hormon estrogen dalam tubuh dan menghambat kerja estrogen dalam tubuh. Estrogen dapat merangsang pertumbuhan kanker payudara, terutama jenis kanker payudara yang pertumbuhannya tergantung pada reseptor hormon. Terapi hormonal tidak efektif jika dipakai pada jenis kanker payudara yang pertumbuhannya tidak dipengaruhi oleh reseptor hormon. Contoh terapi hormone sebagai adjuvant therapy adalah tamoxifen, anastrozole ( arimidex), letrozole ( femara), dan exemestane (aromasin ).
4.      Kemoterapi
Kemoterapi adalah proses pemberian obat-obatan anti kanker dalam  bentuk pil  cair  atau  kapsul  atau  melalui  infus  yang  bertujuan  membunuh  sel  kanker. Tidak  hanya  sel  kanker  pada  payudara,  tapi  juga di  seluruh  tubuh.  Obat kemoterapi bisa digunakan secara tunggal atau dikombinasikan, tapi biasanya diberikan dalam bentuk kombinasi agar lebih banyak sel kanker yang dapat dibunuh melalui berbagai jalur yang berbeda. Salah satu diantaranya adalah  Capecitabine dari Roche, obat anti kanker oral yang diaktivasi oleh enzim yang ada pada sel kanker, sehingga hanya menyerang sel kanker saja.  Obat kemoterapi digunakan baik pada tahap awal ataupun tahap lanjut penyakit (tidak dapat lagi dilakukan pembedahan).



Regimen terapi untuk kanker payudara, terbagi 2 yaitu:
Kemoterapi Agen tunggal
a.       Paclitaxel
Paclitaxel 175 mg/m2, IV, selama 32 jam
(Siklus diulang tiap 21 hari) atau
Paclitaxel 80 mg/m2 perminggu, IV
(selama 1 jam). Dosis diulang tiap 7 hari.
b.      Docitaxel
Docitaxel 60-100 mg/m2, IV, selama 1 jam
. Siklus diulang tiap 21 hari. Atau
Docitaxel 30-35 mg/m2 perminggu, IV, selama 30 menit
. Dosis diulang tiap 7 hari.
c.       Capecitabine
Capecitabine 2000-2500 mg/m2 perhari, oral
. Terbagi tiap 2 hari untuk 14 hari
Siklus diulang tiap 21 hari.
d.      Vinorelbine
Vinorelbine 30 mg/m2, IV, hari 1 & 8. Diulang tiap 21 hari atau Vinorelbine 25-30 mg/m2 perminggu, IV. Siklus diulang tiap 7 hari (adjust dosis berdasarkan hitungan netrofil)
e.       Gemcitabine
Gemcitabine 600-1000 mg/m2 per minggu, IV, hari 1, 8, & 15
. Siklus diulang tiap 28 hari.
f.       Liposomal doxorubisin
Liposomal doxorubisin 30-50 mg/m2, IV, selama 90 menit. Siklus diulang tiap 21-28 hari.
g.      Docetaxel & Capecitabine
Docetaxel 75 mg/m2, IV, lebih dari 1 jam, hari 1
Capecitabine 2000-2500 mg/m2 perhari, oral,  diberikan 2 hari sekali untuk 14 hari. Siklus diulang tiap 21 hari.
h.      Epirubisin 70-90 mg/m2, IV, bolus
Epirubisin & Docetaxel
Epirubisin 70-90 mg/m2, IV, bolus
. Dilanjutkan dengan Docetaxel 70-90 mg/m2, IV, selama 1 jam. Siklus diulang tiap 21 hari.


b.       

i.        Doxorubisin & Docetaxel
D
oxorubisin 50 mg/m2, IV, bolus, hari 1. Dilanjutkan dengan Docetaxel 75 g/m2, IV, selama 1 jam, hari 1. Siklus diulang tiap 21 hari.
Protokol kemoterapi untuk kanker payudara

a.       AC
Antrasiklin (Doxorubisin) 60 mg/m2, IV, hari 1
Cyclophospamid 600 mg/m2, IV, hari 1
Siklus diulang setiap 21 hari, dilakukan 4 siklus.
AC biasa diberikan untuk kasus kanker payudara yang belum menyebar ke kelenjar getah bening (4 siklus) atau sudah menyebar ke getah bening (6 siklus). Biasanya diberikan dalam interval 3 minggu.
b.      FAC
Fluorourasil 500 mg/m2, IV, hari 1 & 4
Doxorubisin 50 mg/m2, IV, dilanjutkan infusion lebih dari 72 jam
Cyclophospamide 500 mg/m2, IV, hari 1
Siklus diulang tiap 21 dan 28 hari, dilakukan 6 siklus.
c.       CAF
Cyclophospamide 600 mg/m2, IV, hari 1
Doxorubisin 60 mg/m2, IV , hari 1
Fluorourasil 600 mg/m2, IV, hari 1
Siklus diulang tiap 21-28 hari, dilakukan 6 siklus.
d.      FEC
Fluorourasil 500 mg/m2, IV, hari 1
Epirubisin 100 mg/m, IV, hari 1
Cyclophospamide 500 mg/m2, oral, hari 1
Siklus diulang tiap 21 hari, dilakukan 6 siklus.
e.       CEF
Cyclophospamide 75 mg/m2, oral, hari 1-14
Epirubisin 60 mg/m, IV, hari 1 & 8
Fluorourasil 600 mg/m2, IV, hari 1 & 8
Siklus diulang tiap 21 hari, dilakukan 6 siklus.
(Disertai pemberian antibiotik propilaktif atau faktor penunjang pertumbuhan).
f.       AC-Paclitaxel (CAUGB 9344)
Doxorubisin 60 mg/m2, IV, hari 1
Cyclophospamid 600 mg/m2, IV, hari 1
Siklus diulang tiap 21 hari, dilakukan 4 siklus
Dilanjutkan dengan:
Pacxitaxel 175 mg/m2, IV, selama 3 jam
Siklus diulang tiap 21 hari, dilakukan 4 siklus.
Biasanya diberikan untuk kanker payudara yang sudah menyebar ke getah bening.
g.      TAC (BCIRG)
Docotaxel 75 mg/m2, IV, hari 1
Doxorubisin 50 mg/m2, IV, bolus, hari 1
Cyclophospamid 500 mg/m2, IV, hari 1
(Pemberian Doxorubisin harus yang pertama)
Siklus diulang tiap 21-28 hari untuk 6 siklus.
h.      Paclitaxel-FAI
Paclitaxel 80 mg/m2 perminggu, IV
1 jam tiap minggu untuk 12 minggu
Dilanjutkan dengan Fluorourasil 500 mg/m2, IV, hari 1 & 4
Doxorubisin 50 mg/m2, IV, dilanjutkan infusion selama 72 jam.
Ciclophospamid 500 mg/m2, IV, hari 1
Siklus diulang 21-28 hari untuk 4 siklus.
              i.      CMF
Ciklophospamid 100 mg/m2 perhari,oral, hari 1-4
Metotreksat 40 mg/m2, IV, hari 1 & 8
Fluorourasil 600 mg/m2, IV, hari 1 & 8
Siklus diulang tiap 28 hari untuk 6 siklus.
Atau
Ciklophospamid 600 mg/m2, IV, hari 1
Metotreksat 40 mg/m2, IV, hari 1
Fluorourasil 600 mg/ m2, IV, hari 1 & 8
Siklus diulang tiap 28 hari untuk 6 siklus
j.        Dose-dence AC-Paclitaxel
Doksorubisin 60 mg/m2, IV, bolus, hari 1
Ciklophospamid 600 mg/m2, IV, hari 1
Siklus diulang tiap 14 hari
(harus diberikan faktor penunjang pertumbuhan)
Dilanjutkan dengan :
Paclitaxel 175 mg/ m2, IV, selama 3 jam
Siklus diulang tiap 14 hari untuk 4 siklus
(Harus disertai pemberian faktor penunjang pertumbuhan).
Efek samping kemoterapi yang biasa dirasakan diantaranya :
            a.      Lemas
Merupakan efek samping yang umum timbul. Timbulnya dapat mendadak atau perlahan. Tidak langsung menghilang dengan istirahat, kadang berlangsung hingga akhir pengobatan.
b.      Mual dan Muntah
Ada beberapa obat kemoterapi yang lebih membuat mual dan muntah. Selain itu ada beberapa orang yang sangat rentan terhadap mual dan muntah. Hal ini dapat dicegah dengan obat anti mual yang diberikan sebelum/selama/sesudah pengobatan kemoterapi. Mual muntah dapat berlangsung singkat ataupun lama.
c.       Gangguan pencernaan
Beberapa jenis obat kemoterapi berefek diare. Bahkan ada yang menjadi diare disertai dehidrasi berat yang harus dirawat. Sembelit kadang bisa terjadi.
Bila diare: kurangi makanan berserat, sereal, buah dan sayur. Minum banyak untuk mengganti cairan yang hilang.
d.      Bila susah BAB: perbanyak makanan berserat, olahraga ringan bila memungkinkan
e.       Sariawan
Beberapa obat kemoterapi menimbulkan penyakit mulut seperti terasa tebal atau infeksi. Kondisi mulut yang sehat sangat penting dalam kemoterapi


f.       Rambut Rontok
Kerontokan rambut bersifat sementara, biasanya terjadi dua atau tiga minggu setelah kemoterapi dimulai. Dapat juga menyebabkan rambut patah di dekat kulit kepala. Dapat terjadi setelah beberapa minggu terapi. Rambut dapat tumbuh lagi setelah kemoterapi selesai.
g.      Otot dan Saraf
Beberapa obat kemoterapi menyebabkan kesemutan dan mati rasa pada jari tangan atau kaki serta kelemahan pada otot kaki. Sebagian bisa terjadi sakit pada otot.
h.      Efek Pada Darah
Beberapa jenis obat kemoterapi dapat mempengaruhi kerja sumsum tulang yang merupakan pabrik pembuat sel darah, sehingga jumlah sel darah menurun. Yang paling sering adalah penurunan sel darah putih (leukosit). Penurunan sel darah terjadi pada setiap kemoterapi dan tes darah akan dilaksanakan sebelum kemoterapi berikutnya untuk memastikan jumlah sel darah telah kembali normal.
5.      Terapi Imunologik
Sekitar 15-25% tumor payudara menunjukkan adanya protein pemicu pertumbuhan atau HER2 secara berlebihan dan untuk pasien seperti ini,  trastuzumab , antibodi yang secara khusus dirancang untuk menyerang HER2 dan menghambat pertumbuhan tumor, bisa menjadi pilihan terapi. Pasien sebaiknya juga menjalani tes HER2 untuk menentukan kelayakan terapi dengan trastuzumab.
6.      Terapi Fokus Sasaran (Targeted Therapy)
Terapi fokus sasaran adalah jenis pengobatan yang menghentikan pertumbuhan sel-sel kanker dengan cara menghambat molekul atau protein tertentu yang ikut serta dalam proses perubahan sel normal menjadi sel kanker yang ganas. Terapi fokus sasaran lebih efektif dari terapi lainnya dan tidak berbahaya bagi sel normal.
Jenis-jenis terapi fokus sasaran adalah:
a.       Terapi Antibodi Monoklonal
Antibodi monoklonal adalah substansi yang diproduksi laboratorium yang akan mengenal dan mengikat suatu target spesifik (seperti misalnya protein) pada permukaan sel kanker. Setiap antibodi monoklonal hanya mengenal satu target protein, atau antigen. Terapi ini memiliki cara kerja seperti antibodi yang ada dalam sistem kekebalan tubuh manusia dan dapat digunakan secara tunggal, atau kombinasi dengan kemoterapi. Sekitar 20-30% pasien kanker payudara memiliki status HER2 positif, yang artinya kanker tumbuh lebih ganas daripada jenis kanker payudara lainnya. Untuk pasien seperti ini, telah dikembangkan terapi antibodi monoklonal yang secara khusus dirancang untuk menyerang HER2 saja, yaitu trastuzumab (dipasarkan dengan nama dagang Herceptin®) yang telah terbukti dapat menghambat pertumbuhan tumor dan mematikan sel tumor.
b.      Anti-Angiogenesis
Terapi fokus sasaran lainnya yang kerap digunakan dalam penatalaksanaan kanker payudara adalah terapi anti-angiogenesis yang merupakan pendekatan baru untuk terapi kanker metastatik (sudah menyebar). Terapi anti-angiogenesis bekerja dengan cara menghambat pasokan nutrisi ke sel kanker sehingga sel kanker mengecil dan mati. Obat ini selalu diberikan bersama (kombinasi) dengan sitostatika (kemoterapi). Anti angiogenesis pertama yang digunakan untuk pengobatan kanker payudara adalah bevacizumab (dipasarkan dengan nama dagang Avastin®)
D.    Penatalaksanaan
1.    Terapi kanker payudara stadium 0 (non-invasif)
Kanker payudara non-invasif jenis lobular carcinoma in situ (LCIS) dan ductal carcinoma in situ (DCIS) sangat berbeda.
LCIS: Karena jenis ini bukan kanker yang sebenarnya, tidak ada terapi segera atau aktif yang disarankan untuk wanita dengan LCIS. Namun karena LCIS mningkatkan resiko perkembangan kanker invasif di kemudian hari, mengikuti perjalanan penyakit/ follow-up sangatlan penting. Dalam hal ini mammogram tahunan dan uji klinis payudara perlu dilakukan. Follow-up untuk kedua payudara perlu dilakukan karena biasanya  jika terdapat  LCIS pada  satu payudara maka resiko terjadi kanker sama meningkatknya untuk  kedua sisi payudara.  Walaupun tidak ada bukti yang cukup untuk menyarankan MRI rutin sebagai  tambahan mammogram untuk wanita dengan LCIS, sebaiknya dianjurkan untuk berkonsul tasi dengan klinisi mengenai manfaat dan keterbatasan MRI tahunan  sebagai tindakan skrining. Wanita dengan LCIS biasanya ingin mempertimbangkan penggunaan tamoksifen atau raloksifen untuk menurunkan resiko kanker payudara, atau berpartisipasi dalam uji klinis pencegahan kanker payudara. Atau, mereka ingin mendiskusikan juga mengenai strategi pencegahan yang dapat dilakukan (mencapai bobot badan optimal atau melakukan olahraga) dengan klinisinya. Beberapa wanita dengan LCIS memilih untuk mastektomi bilateral sederhana (menghilangkan kedua sisi payudara tetapi bukan nodus limfe axillaris) untuk mengurangi resiko kanker payudara, terutama jika mereka mempunyai faktor resiko lain, misalnya riwayat keluarga. Tergantung pilihan wanita ini,  dia mungkin  ingin segera melakukan atau menunda rekonstruksi payudara.
DCIS: Pada kebanyakan kasus, wanita dengan DCIS dapat memilih antara terapi mempertahankan payudara (lumpectomy, biasanya diikiti dengan terapi radiasi) dan mastektomi sederhana. Menghilangkan nodus l imfe (sering kali biopsi nodus linfe sentinel) tidak diperlukan, tapi dapat dilakukan jika doktor menganggap  DCIS memngandung area kanker invasif. Resiko bahwa DCIS mengandung area kanker invasif ma kin besar seiring dengan ukuran tumor dan derajat inti. Banyak doktor melakukan biopsi nodus  limfe sentinel jika dilakukan mastektomi.  Terapi radiasi setelah lumpektomi menurunkan kemungkinan kanker kembali pada payudara yang sama (baik sebagai DCIS atau sebagai kanker invasif). Lumpektomi tanpa radiasi bukan merupakan terapi standard, tetapi merupakan pilihan bagi wanita dengan DCIS derajat rendah atau area yang kecil yang telah dihilangkan bersama dengan batasan jaringan bebas kanker yang luas. Namun kebanyakan wanita yang mendapat tindakan lumpektomi untuk DCISnya akan memerlukan terapi radiasi. Mastektomi mungkin iperlukan jika area DCIS sangat luas, jika payudara menunjukkan beberapa area DCIS, atau jika lumpektomi tidak dapat menghilangkan seluruh DCIS secara sempurna (spesimen lumpektomi dan spesimen pengirisan ulang menunjukkan sel kanker dalam atau di dekat tepian bedah). Wanita yang mastektomi untuk DCIsnya juga dapat mendapat tindakan rekonstruksi payudara segera atau kemudian. Jika DCISnya bersifat positif untuk reseptor-e strogen (estrogen receptor-positive), terapi tamoksifen selama 5 tahun setelah tindakan  bedah dapat menurunkan resiko timbulnya DCIS atau kanker invasif di  payudara sisi lainnya. 



2.      Stadium I
Kanker ini relatif kecil dan mungkin belum menyebar ke nodus limfe (N0) atau ada penyebaran sedikit ke nodus limfe sentinel (N1mi).
Terapi lokal
Kanker stadium I dapat diatasi dengan tindakan bedah yang mempertahankan payudara (lumpectomy, partial mastectomy) atau mastektomi. Nodus limfe juga harus dievaluasi, dengan biopsi nodud limfe sentinel atau dengan pengambilan (dissection) nodus limfe axilla.  Rekonstrukdi payudara dapat dilakukan saat itu juga bersamaan dengan tindakan bedah atau beberapa waktu kemudian. Terapi radiasi biasanya diberikan setelah tindakan bedah  yang mempertahankan payudara. Pasien dapat mempertimbangkan tindakan bedah yang mempertahankan payudar tanpa radiasi jika semua hal berikut benar:
·         Usia lebih dari atau sama dengan 70 tahun.
·         Ukuran tumor kurang dari atau sama de ngan 2 cm dan telah benar-benar diambil
seluruhnya.
·         Tumor mengandung reseptor horm on dan diberi terapi hormon.
·         Tidak satupun nodus limfe yang telah diambil mengandung kanker.
Beberapa pasien yang tidak memenuhi kriteria tersebut mungkin dapat mencoba menghindari radiasi, tetapi studi-studi menunjukkan pasien yang tidak mendapat radiasi memiliki kemungkinan kankernya kembali muncul.
Terapi ajuvan sistemik
Kebanyakan klinisi akan mendiskus ikan pro dan kontra terapi ajuvan hormonal (tamoksifen, inhobitor aromatase, atau  keduanya berurutan) dengan semua pasien yang kankernya positive reseptor hormon (hormone receptor–positive (estrogen atau progesterone), seberapapun ukuran tumornya. Manfaat terapi  hormonal biasanya lebih mungkin dialami oleh pasien dengan ukuran tumor lebih besar dari 0,5 cm. Jika tumor lebih kecil dari 1 cm, kemoterapi ajuvan biasanya tidak diberikan. Beberapa klinisi mungkin menyarankan kemoterapi jika kanker kurang  dari 1 cm disetai beberapa karakteristik kurang baik (misalnya derajat-tinggi, hormone receptor–negative, HER2-positive, atau skor yang tinggi pada salah satu panel gen). Khemo  ajuvan biasanya disarankan untuk kanker yang berukuran lebih besar.  Untuk kanker yang HER2-positive, ajuvan trastuzumab (Herceptin) biasanya disarankan juga. 
3.      Stadium II
Kanker ini biasanya lebih besar dan/atau menyebar ke sekitar nodus limfe.
Terapi lokal
Tindakan bedah dan radiasi sama seperti pada tumor stadium I, kecuali pada stadium II, terapi radiasi ke dada dapat dipertimbangkan bahkan setelah mastektomi jika tumor berukuran besar (lebih dari 5 cm) atau sel kanker ditemukan I nodus limfe.
Terapi ajuvan sistemik
Terapi ajuvan sistemik disarankan  untuk pasien dengan kanker stadium II. Terapi yang diberikan mungkin melibatkan terapi hormon, ke moterapi, trastuzumab, atau ombinasi pilihan tersebut, dan tergantung pada usia pasien, status reseptor-estrogen, dan status Her2/neu.  Terapi neoajuvan:  Salah satu pilihan bagi pasien yang menginginkan mempertahankan payudara, tetapi ahli bedah mengang gap tumor terlalu besar sehingga outcome kurang baik, adalah terapi neoajuvan (sebelum tindakan bedah) dengan kemoterapi, terapi hormon, dan/atau trastuzumab untuk mengecilkan tumor.  Jika terapi neoajuvan berhasil mengecilkan tumor, pasien dapat memilih tindakan bedah yang mempertahankan payudara (misalnya lumpektomi) diikuti dengan tindakan radiasi. Terapi ajuvan juga dapat diberi kan setelah radiasi.
Jika tumor tidak cukup mengecil, maka diperlukan mastektomi. Terapi ajuvan juga dapat diberikan setelah tindakan bedah, karena tumo r tidak mengecil ketika diberikan neoajuvan. Terapi radiasi juga dapat dibe rikan setelah tindakan bedah. Kemungkinan survival pasien dari kanker payudara tidak dipengaruhi oleh apakah pasien mendapat kemoterapi sebelum atau setelah tindakan bedah.
4.      Stadium III
Kanker stadium III adalah jika tumor lebih besar dari 5 cm atau berkembang ke dalam jaringan lain di sekitarnya (kulit di atas payudara atau  jaringan otot di bawahnya ), atau kanker menyebar ke nodus limfe di sekitarnya.
Terapi Lokal
Terapi lokal untuk beberapa kanker stadium III kuranglebih sama dengan stadium II. Tumor yang relatif kecil (dan belum berkembang ke jaringan sekitarnya) dapat dihilangkan dengan tindakan bedah yang  mempertahankan payudara (lumpektomi) diikuti tindakan radiasi. Jika tidak demikian,  maka dilakukan tindakan mastektomi (baik dengan atau tanpa rekonstrukdi payudara).  Biopsi nodus limfe sentinel dapat menjadi pilhan pasien, namun kebanyakan memerlukan pemeriksaan nodus limfe axilla. Tindakan bedah biasanya diikuti dengan kemoterapi ajuvan sistemik, dan/atau terapi hormon,  dan/atau trastuzumab. Radiasi setelah mastektomi juga sering disarankan.
Terapi ajuvan
Seringkali, kanker stadium III ditangani dengan kemoterapi neoajuvan. Tindakan ini mungkin akan mengecilkan tumor adekuat sehingga dapat dilakukan lumpektomi atau tindakan bedah yang mempertahankan payudara. Jika tidak, maka harus dilakukan mastektomi. Biasanya juga dilakukan pemeriksaan nodus limfe axilla. Rekonstruksi segera mungkin merupakan pilihan bagi beberapa pasien, namun biasanya ditunda sampai  setelah terapi radiasi, yang diberikan juga bahkan untuk mastektomi. Kemoterapi ajuvan  juga dapat diberikan, dan terapi hormonal ditawarkan pada semua pasien yang  kankernya hormone receptor–positive. Beberapa kanker payudara inflamasi termasuk stadium III. Bisanya diterapi dengan kemoterapi neoajuvan, kadang-kadang dengan radiasi. Kemudian diikuti dengan mastektomi dan pemeriksaan nodus limfe. Kemudian diberikan  terapi ajuvan dengan kemoterapi (dan trastuzumab jika kanker HER2+), terap radiasi  (jika tidak diberikan sebelum tindakan bedah), dan terapi hormon (jika kanker  hormone receptor positive).
5.      Obat-obat terapi ajuvan untuk kanker stadium I sampai III
Terapi ajuvan dapat disarankan, berdasarkan ukuran tumor, penyebaran ke nodus limfe, dan parameter prognosis lainnya. Biasanya dapat berupa kemoterapi, trastuzumab (Herceptin), hormon, atau kombinasi obat-obat tersebut. 
Terapi hormone
Terapi hormon kemungkinan tidak efektif untuk pasien dengan tumor  hormone receptor-negative. Terapi hormon seringkali ditawarkan untuk pasien dengan kanker payudara invasif yang hormone receptor–positive berapapun ukuran tumor maupun nodus limfe yang terlibat.  Pasien yang belum menopause dan tumornya hormone receptor–positive dapat diteapi dengan tamoxifen, yang menghambat efek estrogen yang di produksi ovarium.  Beberapa klinisi juga memberikan analog luteinizing hormone-releasing hormone (LHRH) yang akan menghentikan ofungsi ovarium sementara. Pilihan (permanen) lain adalah pengambilan ovarium melalui tindakan bedah (oophorectomy). Namun, belum  jelas apakah pengambilan ovarium atau mengehntikan kerjanya akan membantu kerja tamoksifen. Jika pasien mengalami menopause dalam 5 tahun sejak menggunakan tamoksifen (baik secara alami maupun karena ovariumnya diangkat), pasien dapat mengganti tamoksifen dengan obat lain inhibitor aromatase.  Terkadang pasien dapat mengalami berhentinya menstruasi setelah kemoterapi atau ketika diterapi tamoksifen. Namun tidak berarti pasien ini mengalami menopause. Klinisi dapat melakukan uji darah untuk mengetahui keadaan beberapa hormon untuk mengetahui status menopausenya. Hal
ini penting karena obat inhibitor aromatase hanya  bermanfaat untuk pasien setelah menopause.  Pasien yang tidak lagi menstruasi, atau yang memang telah menopause berapapun usianya, dan pasien yang tumornya hormone receptor–positive biasanya akan mendapat terapi ajuvan baik dengan inhbitor aromatase (biasanya selama 5 tahun), atau dengan tamoksifen selama 2-5 tahun diikuti dengan inhibitor aromatase selama 3- 5 tahun lagi. Pasien yang tidak dapat mengkonsumsi inhibior aromatase dapat menggunakan tamoks ifen sebagai alternatif selama 5 tahun. Jika kemoterapi juga harus diberikan, terapi hormon biasanya di berikan jika kemoterapi telah sempurna selesai.
Kemoterapi: Kemoterapi biasanya disarankan untuk semua pasien dengan kanker payudara invasif yang bersifat hormone receptor-negative, dan bagi pasien dengan tumor hormone receptor-positive yang mungkin akan mendapat manfaat tambahan dengan pemnggunaan kmoterapi bersama terapi hormon, berdasarkan stadium dan karakteristik tumornya. Kemoterapi ajuvan dapat menurunkan resiko kanker kembali/kambuh, tetapi tidak menghilangkan resiko sama sekali. Sebelum memutuskan apakah pengobatan tepat, penting untuk megetahu seberapa resiko kanker kam buh dan seberapa jauh terapi ajuvan dapat mengurangi resiko tersebut.
Regimen kemoterapi dapat dilihat pada daftar, biasanya berkisar antara 4-6 bulan. Pada beberapa kasus mungkin diperlukan kemoterapi dengan interval dosis yang lebih rapat (dose-dense). Trastuzumab (Herceptin): Pasien yang kankernya HER2-positive biasanya mendapat trastuzumab bersama dengan kemoterapi. Salah satu regimen yag umum adalah doxorubicin (Adriamycin) dan cyclophosphamide selama bulan, diikuti dengan paclitaxel  (Taxol) dan trastuzumab. Paclitaxel diberikan selama 3 bulan, sedangkan trastuzumab diberikan total selama 1 tahun. Salah satu kekhawatiran klinisi adalah jika trastuzumab diberikan terlalu cepat setelah pemberian doxorubicin dapat mengakibatkan masalah pada jantung, sehingga fungsi jantung harus dimonitor dengan ketat selama terapi antara  lain dengan echocardiograms atau pencitraan MUGA. 
Untuk mengurangi efek samping pada jantung, klinisi juga mencoba kombinasi terapi yang tidak mengandung doxorubicin. Salah satu regimen demikian adalah TCH, yaitu docetaxel (Taxotere) dan carboplatin setiap 3 minggu bersama dengan  trastuzumab (Herceptin) selama 6 siklus.
Kemudian diikuti dengan trastuzumab setiap 3 minggu selama 1 tahun. Uji pola gene (gene pattern test):  Beberapa klinisi mungkin  menggunakan uji/pemeriksaan pola gen untuk membantu menentukan apakah perlu terapi ajuvan pada kanker payudara stadium I dan II. Contoh uji demikian antara lain  Oncotype DX dan MammaPrint, yang dijelaskan lebih detil pada bagian bagaimana kanker payudara didiagnosis "How is breast cancer diagnosed?" Uji demikian dilakukan menggunakan sampel jaringan  kanker payudara. Yang dilihat adalah fungsi beberapa gen dalam kanker untuk membantu memperkirakan resiko kambuhnya kenker setelah terapi.  Uji ini tidak akan membantu klinisi menetukan terapi hormon atau kemoterapi apa yang terbaik bagi pasien. Uji ini membantu klinis mengetahui seberapa manfaat terapi ajuvan bagi pasien. Studi klinis besar masih dilakukan untuk mengetahui apakah uji gen demikian dapat membantu klinisi ketika menghadapi pasien deng an tumor kecil dan nodus limfe yang bersih.
6.      Stadium IV
Kanker stadium IV telah menyebar di luar payudara dan nodus limfe ke bagian tubuh lainnya. Kanker payudara bisanya menyebar ke tulang, hati dan paru-paru. Kanker stadium IV juga dapat menyebar ke otak, atau organ lain, termasuk mata. Walaupun tindakan bedah dan/atau radiasi dapat bermanfaat pada situasi tertentu, terapi sistemik masih merupakan terapi yang utama. Tergantung pada banyak faktor, terapi dapat berupa hormonal, kemoterapi, terapi yang ditargetkan (targeted therapy) seperti trastuzumab, pertuzumab (Perjeta), dan lapatinib (Tykerb), atau kombinasi obat-obat tersebut.  Terapi dapat mengecilkan tumor, memperbaiki gejala, dan membantu pasien hidup lebih panjang, namun tidak dapat mengusir kanker sepenuhnya dan seterusnya. Trastuzumab dapat membantu pasien dengan kanker yang HER2-positive hidup lebih lama jika diberikan bersama dengan kemoterapi pertama untuk kanker stadium IV. Pemberian pertuzumab dengan kemoterapi dan trastuzumab mungkin lebih baik lagi. Pemberian Trastuzumab juga dapat membantu jika diberikan bersama dengan terapi hormon letrozole. Masih belum jelas berapa
lama terapi trastuzumab atau  pertuzumab harus dilanjutkan. Semua terapi sistemik untuk kanker payudara— terapi hormon, kemoterapi dan terapi yang ditargetkan — mempunyai efek samping. 
Terapi radiasi dan/atau tindakan bedah juga dapat diberikan pada situasi berikut: 
·         Ketika tumor payudara mengakibatkan luka terbuka pada payudara (atau dada) 
·         Untuk mengatasi sejumlah kecil metasatases pada area tertentu 
·         Untuk mencegah patah tulang 
·         Ketika are kanker menyebar menekan korda spinalis
·         Untuk mengatasi blokade pada hati
·         Untuk meringankan nyeri atau gejala lain
·         Ketika kanker menyebar ke otak
Terapi lokal demikian harus jelas tujuannya (dijelaskan pada pasien), apakah untuk
menyembuhkan kanker, mencegah atau mengatasi gejala.
Pada beberapa kasus terapi regional (obat diberikan langsung ke area tertentu, misalnya cairan sekitar otak atau ke dalam  hati) dapat juga bermanfaat.
Terapi untuk meringankan gejala tergantung pada daerah  penyebaran kanker. Sebagai contoh, nyeri akibat metastase tulang dapat diatasi dengan terapi radiasi sinar eksternal dan/atau bifosfonat misalnya pamidronate (Aredia) atau asam zoledronat (zoledronic acid/Zometa). Kebanyakan klinisi menganjurkan  bisphosphonates  atau denosumab (Xgeva), bersama dengan  calcium dan vitamin D, untuk semua pasien yang kanker payudaranya telah menyebar ke tulang.
Kanker stadium lanjut yang terus berkembang selama terapi: Terapi untuk kanker stadium lanjut dapa mengecilkan atau mempelambat pertumbuhan sel-sel kanker (seringkali untuk bertahun-tahun), namun diperkirakan obat akan berhenti bkerja setelah beberapa waktu. Terapi lanjutan pada keadaan ini tergan tung pada beberapa faktor, termasuk terapi sebelumnya, lokasi kanker, usia pasien, kesehatan umum, dan keinginan pasien untuk melanjutkna terapi.
Untuk kanker yang hormone receptor–positive yang diterapi hormon, menggantinya denga terapi hormon lain mugkin bermanfaat. Jika tidak, ma ka langkah selanjutnya adalah kemoterapi. Untuk kanker yang tidak lagi merespon regimen kemoterapi tertentu, dapat diganti dengan regimen kemoterapi lainnya. Banyak obat dan kombinasi yang dapat digunakan untuk mengatasi kanker payudara. Namun, setiap kali kanker berlanjut/progresi selama terapi maka terapi berikutnya akan makin kecil kemungkinan berefek. Kanker HER2-positive yang tidak lagi merespon trastuzumab mungkin masih bisa merespon  lapatinib. Lapatinib juga menyerang protein HER2. Obat ini bisanya diberikan bersama kemoterapi capecitabine (Xeloda), namun bisa  juga bersama kemoterapi lain, bersama trastuzumab, atau bahkan tunggal (tanpa kemoterapi). 
Karena terapi saat ini kelihatannya tidak menyembuhkan kanker stadium  lanjut, pasien dapat dianjurkan untuk berpartisipasi dalam uji klinical  trial. Menggunakan terapi  lain yang potensial. Kanker payudara kambuh (rekurensi). Kanker disebut kambuh (recurrent) jika muncul kembali setealh terapi. Rekurensi dapat bersifat
lokal (di payudara yang sama atau bekas mastek tomi) atau di tempat  yang lain. Jarang, kanker payudara muncul kembali di nodus limfe sekitar). Keadaan ini disebut rekurensi regional.
Kanker yang ditemukan di payudara yang sebelahnya tidak disebut rekurensi melainkan termasuk kanker baru yang perlu diterapi tersendiri. Rekurensi lokal: Terapi kanker rekurensi lokal tergan tung pada tindakan te rapi sebelumnya. Jika pasien sebelumnya mendapat tindakan ya ng mempertahankan payudara, rekurensi lokal biasanya diatasi dengan mastektomi. Jika terapi sebelumnya adalah mastektomi, rekurensi didaerah sekitar mastektomi jika memungkinkan diatasi dengan tindakan pengambilan untuk menghilangkan sel-sel kanker. Kemudian diikuti dengan terapi radiasi, hanya jika belum pernah dilakukan setelah tindakan bedah awal. Radiasi tidak boleh diberikan pada daerah yang sama dua kali. Pada kasus manapun, terapi hormon, trastuzumab, kemoterapi, atau kombinasinya dapat digunakan setelah tindakan bedah dan/atau radiasi.
Rekurensi regional: Jika kanker kambuh sebagai bentuk penyebaran ke nodus linfe sekitarnya (misalnya di bawah lengan/ketiak atau pada tulang leher), maka diatasi dengan mengambil nodus limfe. Kemudaian diikuti dengan radiasi pada are yang bersangkutan. Terapi sistemik (kemoterapi atau hormon) dapat dipertimbangkan setelah terapi lokal.
Rekurensi distant/jauh:  Secara umum, pasien yang mengalami rekurensi pada organ-organ tulang, paru-paru, otak, dll, diatasi dengan cara seperti pada stadium IV. Perbedaannya hanya pada respon terapi yang mungkin dipengaruhi oleh terapi sebelumnya yang telah diterima pasien.

E.     Evaluasi Obat Kanker Payudara Yang Beredar di Indonesia
1.      Trastuzumab (Herceptin)
Herceptin® (trastuzumab) adalah terapi yang diperuntukkan bagi pasien kanker payudara yang jenis tumornya memiliki banyak protein yang disebut HER2. Jenis kanker payudara ini disebut “HER2+”, “HER2 positif” atau “overekspresi HER2”. Kanker payudara dengan HER2+ cenderung untuk tumbuh lebih cepat dibandingkan jenis lainnya. Oleh sebab itulah, sangat penting untuk memeriksa status HER2 pada kanker payudara sebelum memulai terapi.
Herceptin® BUKAN kemoterapi. Herceptin® adalah terapi anti-kanker jenis baru yang berbeda dari kemoterapi maupun terapi hormon. Herceptin® disebut sebagai terapi antibodi monoklonal
Trastuzumab – Antibodi Monoklonal Pertama untuk Kanker Payudara. Trastuzumab adalah antibodi monoklonal (MAb) yang dirancang untuk membidik dan menghambat HER2. Ini merupakan terapi MAb pertama yang digunakan untuk terapi kanker payudara stadium lanjut/metastasis, yang  merupakan kanker terbanyak kedua di dunia. Trastuzumab telah menunjukan efektifitasnya sebagai terapi tunggal ataupun kombinasi dengan kemoterapi standar, karena dapat meningkatkan  respon pengobatan dan harapan hidup serta kualitas hidup yang lebih baik pada wanita penderita kanker payudara stadium lanjut dengan HER2 positif.  Trastuzumab diberikan melalui infus intravena.
Efek samping dari Herceptin antara lain: Demam dan rasa dingin (biasa terjadi saat pengobatan pertama kali), gagal nafas dan gagal jantung, diare, sakit kepala, mual, dan muntah, nyeri, ruam pada kulit, dan kelemahan. Bagaimanapun juga, yang paling tidak mengenakan dari laporan tentang Herceptin adalah metastase otak.
Percobaan klinis dengan HER2- kanker payudara dengan metastasis positif menunjukkan:
Herceptin + kemoterapi – Rata-rata kemampuan bertahan hidup adalah 25,1 bulan.
Kemoterapi tanpa Herceptin – Rata-rata kemampuan bertahan hidup adalah 20,3 bulan.
Kesimpulan: Herceptin jika ditambahkan pada kemoterapi akan memperpanjang hidup selama 4,6 bulan.
Sebagai catatan, Herceptin tidak menyembuhkan kanker payudara.
Setelah satu tahun pada wanita yang diterapi dengan:
Herceptin + kemoterapi – 79% pasien hidup.
Kemoterapi tanpa Herceptin - 68% pasien hidup.
Kesimpulan: 11% lebih banyak pasien yang hidup setelah satu tahun jika Herceptin ditambahkan dalam kemoterapi.
Setelah tiga setengah tahun pada wanita yang diterapi dengan:
Herceptin + kemoterapi – 87% bebas penyakit.
Kemoterapi tanpa Herceptin – 71% bebas penyakit.
Kesimpulan: 16% lebih banyak wanita yang bebas dari penyakit setelah 3,5 tahun jika Herceptin ditambahkan dalam kemoterapi.
Jurnal, Kanker (15 Juni 2003, Vol: 97:2972-2977), menyatakan:
a.       Metastase karsinoma payudara ke otak adalah umum pada pasien yang  menerima pengobatan dengan obat Herceptin.
b.      Sekitar 6 sampai 16% wanita dengan metastase kanker payudara mengalami penyebaran ke otak tetapi pasien yang menerima pengobatan Herceptin sebagai terapi pertolongan pertama mempunyai resiko yang besar untuk berkembang menjadi penyakit CNS (otak) (42%)
Trastuzumab yang diberikan terlalu cepat setelah pemberian  doxorubicin dapat mengakibatkan masalah pada jantung, sehingga fungsi jantung harus dimonitor dengan ketat selama terapi antara  lain dengan echocardiograms atau pencitraan MUGA. Untuk mengurangi efek samping pada jantung, klinisi juga mencoba kombinasi terapi yang tidak mengandung doxorubicin. Salah satu regimen demikian adalah TCH, yaitu docetaxerl (Taxotere) dan carboplatin setiap 3 minggu bersama dengan  trastuzumab (Herceptin) selama 6 siklus. Kemudian diikuti dengan trastuzumab setiap 3 minggeu selama 1 tahun.
Sediaan yang beredar di Indonesia :
HERCEPTIN    Roche             Kt
Trastuzumab 440 mg. In: kanker payudara dengan metastase yang menunjukkan oerekspresi dari HER2, sebagai terapi lini pertama, monoterapi untuk pengobatan pasien yang telah menerima 1 atau beberapa regimen kemoterapi untuk penyakit metastasisnya dan terapi kombinasi dengan kemoterapi untuk pasien yang belum menerima kemoterapi (paclitacel, docetaxel). KI: Hipersensitif terhadap trastuzumab dan murine protein. Ds: 4mg/kgBB/hari secara invus i.v selama ≥90 menit. Km: Vial 200 mg; 500 mg Rp 535.000; 1g Rp 955.000; 2 g Rp 1.580.000.
2.      Capecitabine (Xeloda)
Capecitabine (dipasarkan dengan nama Xeloda®) adalah tablet yang bekerja menyerang sel kanker saja tanpa menimbulkan ketidaknyamanan dan bahaya seperti pada terapi intravena konvensional.
Capecitabine  memiliki profil toksisitas yang jauh lebih baik dibandingkan dengan kemoterapi standar. Secara keseluruhan,  capecitabine mengurangi resiko diare, sariawan, rambut rontok, mual, netropenia (rendahnya  sel darah putih) serta mengurangi perawatan di rumah sakit.
Kelebihan
         Sebelum  capecitabine  dikembangkan, pasien dengan kanker  kolorektal metastase yang ingin mendapatkan terapi terbaik atas penyakit mereka tidak memiliki pilihan kecuali kemoterapi infus teratur dengan 5-FU/LV yang dimasukkan ke vena, dipompakan melalui kateter yang secara permanen ditanamkan di bawah kulit.

         Bersamaan dengan ketidaknyamaan kateter – dan operasi yang diperlukan untuk
menanamnya – pasien juga beresiko terkena infeksi, pembekuan darah dan memar serta harus melakukan kunjungan rutin ke rumah sakit untuk mendapatkan kemoterapi.
·         Ketersediaan  capecitabine  tablet memungkinkan pasien untuk menjalani kemoterapi di rumah yang terntu saja efektifitasnya lebih baik.
·         Dua studi  yang menguji pilihan pasien menemukan bahwa pasien lebih memilih  meminum tablet untuk kemoterapi dibandingkan dengan suntikan/infus, sepanjang tablet tersebut bekerja seefektif infus, dan  capecitabine memiliki daya kerja yang diinginkan.
Efek Samping, Keamanan dan Tolerabilitas
•     Efek samping yang paling banyak ditemui dalam terapi 5-FU adalah diare, mual, stomatitis serta rambut rontok. Angka kejadian pada pasien pengguna capecitabine  lebih rendah secara bermakna dibandingkan dengan 5-FU/LV infus.
•     Pada pasien pengguna  capecitabine ditemukan kemerahan pada  telapak tangan dan kaki atau biasa disebut  hand-foot syndrome, tetapi dapat diatasi dengan penghentian terapi sementara serta penyesuaian dosis. Sindrom ini tidak membahayakan jiwa.
•     Penurunan jumlah sel darah putih (netropenia) pada pengguna  capecitabine juga jauh lebih sedikit sehingga mengurangi resiko infeksi serta perawatan di rumah sakit.
Sediaan yang beredar di Indonesia :
XELODA          Roche                         K
Kapesitabin 500 mg/tablet. In: kanker payudara setelah gagal dengan regimen, paklitaksel dan antrasiklin. KI: hipersensitif 5 FU atau fluoropirimidin. ES: kelainan saluran pencernaan, nyeri (abdomen dan stomatitis), sakit kepala, anoreksia, fatique. Ds: 2500 mg/m2/hari dibagi 2 dosis selama 2 minggu diikuti 1 minggu istirahat dalam 1 siklus. Km: botol 120 tablet 500 mg Rp 4.828.512; 60 kapsul 150 mg Rp 727.544 Rp 4.828.512.


3.      Tamoxifen
 Pada wanita di atas 50 tahun terapi tiap hari dengan tamoxifen selama paling sedikit 2 tahun sesudah operasi menurunkan kemungkinan kematian dengan 24%. Ini berarti bahwa terjadi penurunan kematian absolut 10% pada wanita dengan metastasis kelenjar ketiak, dan 4% pada wanita tanpa metastasis tersebut. Pada wanita di atas 50 tahun tampaknya pemberian bersama kemoterapi dan tamoxifen mempunyai efek additif. Efek samping tamoxifen terbatas pada kemerahan dan bertambahnya pengeluaran discharge vagina. Atas dasar hal-hal ini melalui pusat kanker di Nederland kepada penderita kurang dari 50 tahun dengan kelenjar aksilar positif, lepas dari status menopause, dianjurkan diberikan 6 seri kemoterapi ajuvan. Semua penderita 50 tahun ke atas dengan kelenjar limfe aksilar positif disarankan menggunakan tamoxifen paling sedikit 20 mg sehari selama paling sedikit 2 tahun. Efek samping tamoxifen yang menguntungkan jangka panjang adalah juga pengurangan insidensi karsinoma primer kedua di payudara kontralateral dengan 40%. Kenaikan insidensi karsinoma endometrium pada penggunaan tamoxifen adalah terbatas. Tetapi jika ada keluhan (spotting) harus diwaspadai.
 Beberapa keluhan mengenai tamoxifen :
·       Gangguan pembekuan darah.
·       Penurunan penglihatan.
  • Penurunan kualitas hidup (hot flashes (aura panas), berkeringat di malam  hari
  • Banyak perempuan telah terpaksa melakukan histerektomi karena keagresifan dari tamoxifen yang dapat menyebabkan kanker rahim
  • Wanita dapat meninggal karena kanker rahim yang disebabkan oleh pemakaian tamoxifen.
  • Tamoxifen telah beredar selama 25 tahun dan efeknya pada pencegahan kanker payudara masih diperdebatkan. Bukankah hal ini memberitahu kita sesuatu.



Sediaan yang beredar di Indonesia :
TAMOFEN                    Kalbe Farma             K
Tamoxifen sitrat. In: Terapi paliatif kanker payudara pada wanita postmenupause. Sebagai terapi ajuvan paska operasi atau radioterapi untuk kanker payudara operable stadium dini pada wanita postmenopause. KI: hipersensitif tamoxifen, kehamilan dan laktasi. Perh: hati-hati dengan pasien leucopenia dan trombositopenia. Dapat menyebabkan supresi menstruasi pada wanita premoonopause. Dapat menyebabkan ammenorhea dan menstruasi tidak teratur pada wania premeopause. Dapat menyebabkan perubahan okular. IO: antiesterogen, antikoagulan. ES: kemerahan dan panas pada wajah, mual dan muntah, pendarahan vaginal, ruam kulit, menstruasi tidak teratur. Ds: tab. 10 mg (1-2 kali sehari), tab 20-40 mg/hr dalam dosis tunggal atau terbagi 2. Km: tablet salut selaput 10 mg box 3 x 10 tab. Rp 65.450. ablet salut selaput 20 mg box 3 x 10 tan. R p 130.000.
4.      Cyclophosphamide ( cytoxan, Neosar )
Cyclophosphamide merupakan regimen kemoterapi kanker payudara yang paling sering digunakan. Bentuk Hidroxy-peroxy-cyclophosphamide, derivat aktif cyclophosphamide, menekan aktivitas sel Natural Killer (NK), hal ini memperberat efek imunosupresan cyclophospamide.
Penderita kanker sendiri mengalami supresi imun, selain itu juga kemoterapi pada penderita kanker juga akan mempengaruhi sistem imun itu sendiri. Cyclophosphamide menimbulkan kerusakan DNA permanen dan menimbulkan efek yang lebih luas terhadap jaringan yang sedang membelah. Sel-sel labil, seperti sel hemopoetik dalam sumsum tulang, epitel rambut, epitel permukaan rongga organ dalam, yang mempunyai kemampuan membelah terus menerus dan berprolifersi tak terbatas, merupakan sasaran efek dari kemoterapi pada umumnya dan cyclophosphamide pada khususnya. Hal ini tampak jelas terlihat seperti rambut rontok, diare dan imunosupresi.
Untuk meminimalkan efek samping tersebut digunakan imunostimulator. Salah satunya adalah transfer factor. Transfer factor merupakan salah satu imunostimulator yang diproduksi oleh limfosit T, tetapi sekarang dapat diperoleh dari pemurnian kolostrum sapi. Karena merupakan hasil ekstrak, berat molekul transfer factor lebih rendah dibanding kolostrum sehingga mengurangi insiden alergi. Transfer factor dapat mentransfer kemampuan pengenalan terhadap patogen ke sel walaupun tidak kontak dengan patogen tersebut (sebagai fungsi memori) dan dapat meningkatkan kemampuan sistem imun dalam bereaksi terhadap patogen dan memicu pengenalan limfosit T terhadap antigen dan pada sisi yang lain berperan sebagai produk gen yang mampu mempresentasikan antigen ke limfosit T yang lain. Kemampuannya dalam meningkatkan jumlah dan aktivitas Tumor Nekrosis Faktor (TNF).
Sediaan yang beredar di Indonesia :
CYTOXAN             Bristol-Myers SquiBB              K
Siklofosfamida 200 mg/vial injeksi.
In: keganasan pada sumsum tulang dan jaringan limfoid, adenokarsima ovarium, neuroblastoma, retinoblastoma, Ca mammae dan kanker paru.
ES: neoplasia sekunder, leukemia, anorexia, mual dan muntah, alopecia, interstatial pulmonary fibrosis dan cardiotoxicity.
Km: dos vial 200 mg Rp. 77.000

ENDOXAN             Baxter Oncology/Transfarma          K
Siklofosfamid 200 mg; 500 mg; 1 gr/vial injeksi; 50 gr/tablet.
In: karsinoma dan sarkoma (leukimia, limfogranulomatosis, limfosarkoma, retotelial sarkoma, multiple myeloma, mammary carcinoma, ovarian carcinoma).
KI: kerusakan fungsi sumsum tulang yang parah, trimester pertama kehamilan, sistitis.
ES: dosis tinggi dapat mengakibatkan leukositopenia, trombositopenia dan anemia.
Ds: injeksi iv: sehari 3-6 mg/kgBB. Tablet: sehari 1-4 tablet (50-200 mg).
Km: vial 200 mg Rp. 120.000 ; vial 500 mg Rp. 262.000 ; vial 1 g Rp. 380.000 ; dos 100 tablet Rp. 390.000.


5.      Bevacizumab (Avastin ®)
Adalah antibodi monoklonal yang dapat digunakan pada pasien kanker payudara yang sudah bermetastesis. Antibodi ini ditujukan untuk melawan protein yang membantu tumor membentuk pembuluh darah baru. Bevacizumab diberikan melalui intravena infus. Seringkali dikombinasikan dengan obat kemoterapi paclitaxel (Taxol).
Pada bulan Desember 2010, FDA dihapus indikasi kanker payudara dari bevacizumab, mengatakan bahwa hal itu belum terbukti aman dan efektif pada pasien kanker payudara. Data gabungan dari empat uji klinis yang berbeda menunjukkan bahwa kelangsungan hidup secara keseluruhan bevacizumab tidak berkepanjangan atau memperlambat perkembangan penyakit cukup memadai untuk mengimbangi resiko yang akan menyajikan kepada pasien. Genentech ini hanya dicegah dari pemasaran bevacizumab untuk kanker payudara. Dokter bebas untuk meresepkan label off bevacizumab, walaupun perusahaan asuransi cenderung untuk menyetujui off-label perawatan.
Pada Juni 2011, sebuah panel FDA dengan suara bulat menolak banding oleh Roche. Sebuah panel ahli kanker memerintah untuk kedua kalinya bahwa Avastin, terlaris obat kanker di dunia, seharusnya tidak lagi digunakan pada pasien kanker payudara, membersihkan jalan bagi pemerintah AS untuk menghapus dukungan atas dari obat. Bulan Juni 2011 pertemuan FDA oncologic obat penasihat komite adalah langkah terakhir dalam banding oleh pembuat obat. Komite menyimpulkan bahwa penelitian kanker payudara klinis pasien yang memakai Avastin telah menunjukkan tidak ada keuntungan dalam tingkat kelangsungan hidup, tidak ada perbaikan dalam kualitas hidup, dan efek samping yang signifikan. Kelompok dukungan pasien kecewa dengan keputusan panitia.
Pada tanggal 11 Oktober 2011 the US Food and Drug Administration (FDA) mengumumkan bahwa badan tersebut mencabut persetujuan badan dari indikasi kanker payudara untuk Avastin (bevacizumab) setelah menyimpulkan bahwa obat tersebut belum terbukti aman dan efektif untuk digunakan yang . Avastin masih akan tetap di pasar sebagai pengobatan disetujui untuk beberapa jenis kanker usus besar, paru-paru, ginjal dan otak (glioblastoma).
6.      Paclitaxel
Food and Drug Administration pada Januari 2005 telah menyetujui paclitaxel untuk pengobatan kanker payudara setelah kegagalan kemoterapi kombinasi untuk penyakit metastasis atau kambuh dalam waktu enam bulan dari kemoterapi adjuvan.
ANZATAX              Tempo Scan Pacific                 K
Paklitaksel 30 mg.
In: Terapi kanker ovarium metastase, kanker payudara.
KI: hipersensitivitas PEG 35, minyak jarak, pasien dengan neutropenia berat.
Perh: premedikasi dengan kortikosteroid, antihistamin dan antagonis reseptor H2, pasien dengan abnormalitas konduksi di jantung, pasien dengan keluhan abdominal dan perforasi usus besar, gangguan fungsi hati dan ginjal, hamil dan menyusui.
ES: reaksi hipersensitivitas, neutropenia, trombositopenia, anemia, infesi saluran napas atas, infeksi saluran urin, sepsis, hipotensi dan bradikardia, aritmia, penyumbatan atrioventrikular, perubahan EKG, peningkatan enzim hati, arthralgia, myalgia, gangguan gastrointestinal, reaksi di tempat suntikan.
IO: Sisplatin, ketokonazol, obat yang dimetabolisme di hati.
Ds: terapi agen tunggal: 175 mg/m2 IV periode lebih dari 3 jam selama 3 minggu. Terapi kombinasi: 175 mg/m2 IV periode lebih dari 3 jam selama 3 minggu diikuti oleh senyawa platinum atau 135 mg/m2 IV periode 24 jam diikuti dengan senyawa platinum.
Km: 1 Vial 30 mg/5 ml (Rp. 80.000); 150 mg/25 ml (Rp. 4.000.000).

PAXUS    Kalbe Farma    K
Pacilitaxel. In : Terapi lini pertama karsinoma ovarium stadium lanjut dalam kombinasi dengan cisplatin. Terapi kanker payudara matastatik yg gagal dengan kemoterapi kombinasi, atau relaps dalam 6 bulan kemoterapi ajuvan. KI : Riwayat hipersensitivitas terhadap paclitaxel atau obat lain dalam formulasi polyoxyl 35 castor oil. Pasien dengan neutrofil < 1500 sel/mm3 atau pada pasien sarcoma kaporsi terkait AIDS dgn jumlah neutrofil < 1000 sel/mm3. Perh : Premedikasi dengan kortikosteroid, anthistamin, dan antagonis H. wanita hamil dan menyusui. Lakukan hitung darah sebelum menggunakan obat ini dan secara periodic. Awasi fungsi kardiovaskuler selama jam pertama terapi. Gangguan fungsi hati sedang-berat, perlu menyesuaikan dosis. Hindari kontak dengan PVC. IO : Pemberian setelah cisplatin menurunkan bersihan paclitacel sebesar 33%. ES : Supresi sumsum tulang. Neutropenia, trombositopenia. Reaksi hipersensitiviats. Hipotensi & brikardia. Neuropati perifer. Artralgia/mialgia. Alopesia. Mual, muntah, diare, mukositis. Anoreksia, konstipasi. Ds : 175 mg/m2 i.v selama 3 jam tiap 3 minggu. Km : Injeksi 30 mg/5 ml vial Rp. 907.500. Injeksi 100 mg/16,7 mL vial Rp. 2.600.000.

TAXSOL      Bristol Myers Squibb    K
Paklitaksel 30 mg/5 ml injeksi. In : karsinoma ovarium metastatic setelah gagal dengan kemoterapi lini 1 atau berikutnya, kanker payudara setelah gagal dengan kemoterapi kombinasi untuk metastatic atau kambuh dalam 6 bulan kemoterapi tambahan, terapi sebelunya harus termasuk antrasiklin kecuali terdapat kontra indikasi klinik. Ds : 175 mg/m2 i.v., selama 3 jam tiap 3 minggu. Km : Vial 30 mg/5 ml Rp. 1.344.800,-

7.      Methotrexate
Aktifitas dari methotrexate dapat meningkat dengan :
·         Menghambat eliminasi (sekresi)dari methotrexate contoh obat :seperti non-steroid antiphlogistic agen, salicylates, sulphonamides, probenecid, cephalothin, penicillin, carbenicillin, ticarcillin, para-amminohippuric acid.
·         Meningkatkan akumulasi intraselullar dari methotrexate dan methotrexate polyglutamates, contoh obat :vincaalkaloid, epipodophyllotoxines, probenecid.
·         Aktivitas dari methotrexate dapat menurun karena :
Penghambatan uptake intraselullar dari methotrexate, contoh obat: kortikosteroid, L-asparaginas, bleomisin, penicillin
·         Meningkatan konsentrasi dihidrofolat reduktase (triamteren) atau meningkatkan konsentrasi purine intraseluller (allopurinol), contoh obat: sediaan vitamin yang mengandung asam folat atau derivatnya (terutama folinic acid).
·         Obat dengan aktifitas antagonis asam folat (mis. trimetroprim) dapat meningkatkan toksisitas dari methotrexate.
·         Methotrexate dapat memperbaiki aktivitas dari kumarin- seperti antikoagulan oral ( seharusnya memperpanjang protrombine time sehingga mereduksi dekomposisi dari derivat kumarin)
·         Methotrexate dapat mengganggu reaksi imunologi dari vaksin da dapat menyebebkan komplikasi. Kombinasi ini dapat meningkatkan kepekaan terhadap infeksi dengan menekan sistem kekebalan tubuh, dapat terjadi infeksi berbahaya dan mematikan.
 Sediaan yang beredar di Indonesia :

METHOTREXATE            Kalbe Farma            K
Metotreksat. In : Korikarsinoma gestasional, korioadenoma destruens, molahidatiform. Profilaksis leukemia meniengeal pada lekimea limfositik akut dan sebagai terapi pemeliharaan dalam kombinasi dengan anti kanker lain. Terapi legeantmial sebagai terapi tunggal atau kombinasi kanker payudara, kanker epidermoid kepala & leher. Kaner paru stadium lanjut (terutama jenis sel kecil dan sel skuamosa). Sebagai terapi kombinasi untuk lifoma non hodkin stadium lanjut. Terapi simtomatik psiorasis berat. KI : Wanita hamil dan menyusui. Alkoholisme, penyakit hati alhkoholik, atau penyakit hati kronis lainnyapasien dg diskresia darah. Hipersenditivitas terhadap metrotreksat. Perh : Pantau toksisitas sumsum tulang, hati, paru, ginjal. Hati-hati pada pasien gd kerusakan fungsi ginjal, ascites, atau efusi pleura. Hati-hati penggunaan bersama AINS. IO : Preparat asam folat dapat menurunka respon terapi. Pemberian bersama trimetroprim/sulfametaksazol pernah dilaporkan terjadi peningkatan efek samping supresi sumsum tulang. Dosis : Koriokarsinoma & penyakit trufoblatik sejenis : 15-30 mg/hari i.m. selama 5 hari. Langi 3-5 hari priode istirahat selama e” 1 minggu. Karsinoma payudara : 40mg/m2 i.v. pada hari ke 1 & 8. Terapi induksi leukemia : 3,3 mg/m2 dalam kombinasi dengan 60mg/m2, diberika tiap hari. Methotrexate diberikan bersama antineoplastik lain untuk terapi pemeliharaan, diberikan 2x perminggu setiap 14 hari. Leukemia meningeal: 200-500mcg/kgBB intratekal, interfal 2- 5 hari. Psoriasis : 10-25 mg/minggu i.m/i.v. dosis tunggal. ES : Supresi sumsum tulang dan toksisitas gastrointestinal. Diare. Limfoma malignan. Stomatitis ulseratif, leucopenia, mual, ketidaknyamanan abdominal. Malaise, fatigue, demam dan menggigil, penurunan ketahanan terhadap infeksi. Jangka panjang : hepatotoksisitas, fibrosis, sirosis. Km : injeksi 50 mg/2 ml vial Rp. 55.000.


METHOTREXATE 50 MG/ 2 ML DBL
Tempo SP, DBL
Metotreksat 5 mg/2 ml; 50 mg/2 ml tiap vial. In : Kemoterapi antineoplastik. Km : Dos 5 vial 5 mg/ 2 ml Rp. 54.250,- ; 5 vial 50mg/ 2 ml Rp. 135.550,-

METHOTREXATE   Delta West Pharmacia   K
Metotreksat 20mg/ ml injeksi dalam 20ml/2 ml larutan steril, isotonik, bebas zat pengawet; 100mg/ ml dalam larutan steril steril. Isotonic, bebas zat pengawet. In : Terapi kanker payudara, koriokarsionoma, korioadenomadestruen, dan hidatitifo mole. KI : Gangguan fungsi ginjal, gizi buruk, gangguan hati atau paru. Perh : Harus diberikan dokter pengalaman, pasien harus dikasih tau efek troksi dan bahaya obat ; janga diberikan pada wanita hamil dan menyusui. ES : Intoksikasi kulit, darah, system urogenital, saluran cerna dan fungsi saraf. Ds : Koriokarsionoma dan penyakit tropoblastik yang sama 15-30mg im tiaphari slama 5 hari; seluruh gejala toksikasi harus sudah hilang, sebelum dimulai paket berikut, biasanya diperlukan 3-5 paket; kanker payudara 10-60mh/m2, biasanya diberikan dengan obat sintosis lain, leukemia 3,3mg/m2 secara oral bersama dengan 60mg/m2 prednison. Km : 1 vial 50mg/2 ml Rp. 68.180,-

8.      Dexorubicin (Adramicin/Anthracylin)
Menghambat sintesa DNA dan RNA Kardiotoksis, Myelotoksis, rontok rambut, mual dan muntah, amenorroea dan neutropenia selewat
Merupakan anthracylin golongan antibiotic yang masih direkomendasikan sebagai first line chemotherapy pada kanker payudara. Penelitian terbaru menyebutkan bahwa Adryamicin memiliki afinitas ikatan yang kuat terhadap proteasom dan juga dapat menginduksi apoptosis suatu sel maligna.
Sediaan yang beredar di Indonesia :
DOXORUBICIN              Delta West Pharmacia            K
Doksorubisin HCl 10 mg/5 ml; 50 mg/25 ml injeksi.
In: regresi kondisi neoplastik seperti leukimia akut, tumor Wilm, neuroblastoma, sarkoma jaringan lunak dan tulang, kanker payudara, kanker limfa, kanker bronkogenik, kanker tiroid, hepatoma, kanker rahim.
Ds: 60-75 mg/m2 injeksi intravena dengan sela waktu 21 hari atau dengan infus intra arteri selama 1-3 hari dengan dosis 40-100 mg/m2.
Km: vial 10 mg/5 ml Rp. 250.000 ; vial 50 mg/25 ml Rp. 1.000.000.

DOXORUBICIN DBL       Tempo SP             K
Doksorubisin HCl 50 mg/25 ml injeksi; 10 mg/5ml injeksi.
In: leukimia akut, tumor Wilm, neuroblastoma, sarkoma jaringan lunak dan tulang, kanker payudara, kanker limfa, kanker bronkogenik, kanker tiroid, hepatoma, kanker rahim. Km: 1 vial 50 mg/25 ml Rp. 890.575 ; 1 vial 10 mg/5 ml Rp. 193.600.

9.      Flourouracil
Sebuah studi tahun 2008 oleh University of Rochester Medical Center (URMC) dan Harvard Medical School menghubungkan penggunaan obat kemoterapi 5-fluorouracil (5-FU) dengan kerusakan sel-sel otak. Penulisnya, Mark Noble, mengatakan: "Jelas bahwa pada beberapa pasien kemoterapi memicu kondisi degeneratif pada sistem saraf pusat."
Sediaan yang beredar di Indonesia :
FLUOROURACIL 500 mg/10 ml DBL Tempo Scan Pasific                 K
Fluorourasil 500 mg/10 ml injeksi.
In: pengobatan paliatif terhadap neoplasma malignan terutama pada saluran cerna, payudara, pankreas.
Km: 5 vial 500 mg/10 ml Rp. 63.000/vial.

10.  Vinorelbine ( Navelbine )
Sediaan yang beredar di Indonesia :
NAVELBINE    Transfarma Medical Indah   K
Vinorelbin tatrat 10 mg/ml (50 mg/5 ml) injeksi. In : Terapi sel kanker paru yang tidak kecil, kanker payudara lanjut, dikombinasikan dengan kemoterapi standar. Ds : 25-30 mg/ml diberikan pada hari ke 1 dan 8, atau tiap minggu. Km : vial 10 mg/ml Rp. 1.125.000; vial 50 mh/ml Rp. 5.400.000.

11.  Dosetaxel
Sediaan yang beredar di Indonesia :
TAXOTERE    Aventis    K
Dosetaxel 20ml/dosis tunggal atau dosetaxel anhidrat 40mg/ml larutan; dosetaxel 80mg/dosis tunggal atau dosetaksel anhidrat 40mg/ml larutan. In : kombinasi dengan doksorubisin untuk pengobatan kanker payudara local yang lanjut atau metatastik; setelah gagal dengan kemoterapi. KI  : hipersensitif; kerusakan fungsi hati; wanita hamil dan menyusui. ES : netropenia, demam, reaksi kutaneus, penahanan air, gangguan gastrointestinal, efek neurologi. Ds : pengobatan pertama kanker payudara 75 mg/m2 dikombinasikan dengan doksorubisin 50 mg/m2 diberikan secara infus selama 1 jam setiap 3 minggu; kanker paru sel besar, 75 mg/m2 diberikan secara infus selama 1 jam setiap 3 minggu. Dibutuhkan pengobatan pendahuluan dengan desksametason 16 mg/hari dimulai 1 hari sebelum pengobatan selama 3 hari. Km : 1 vial 20 mg Rp. 2.250.830,-; 1vial 80 mg Rp. 6.941.780,-

BREXEL       Kalbe Farma                  K
Doksataxel.
In: Terapi lini kedua atau kombinasi dengan doxorubicin sebagai terapi lini pertama karsinoma payudara stadium lanjut/metastatik. Terapi lini kedua (monoterapi) atau terapi lini pertama dalam kombinasi dengan cisplatin/carboplatin kanker paru jenis bukan sel kecil stadium lokal lanjut/metastatik. Terapi lini kedua karsinoma ovarium metastatik.
KI: Pasien dengan riwayat hipersensitif terhadap docetaxel atau obat lain yang mengandung polysorbate 80. Pasien dengan jumlah neutrophil <1500 sel/mm3. Wanita hamil dan menyusui. Gangguan hati berat. Pemberian kombinasi docetaxel dengan obat lain.
Perh: reaksi hipersensitivitas dapat terjadi beberapa menit setelah dimulainya infus docetaxel. Hindari kontak dengan bahan PVC. Sebelum diberikan, harus dilakukan prosedur 2 kali pelarutan. Setelah dilarutkan, preparat harus diberikan dalam 4 jam. Docetaxel tidak boleh diberikan pada pasien dengan peningkatan kadar bilirubin atau SGOT dan/atau SGPT > 1,5 x ULN disertai kadar fosfatase alkali > 2,5 x ULN.
IO: Doksorubisin, carboplatin. Obat yang dimetabolisme dengan sitokrom P450 3A4 seperti cyclosporine, terfenadin, ketokonazol, eritromisin, dan troleandomycin.
ES: Supresi susmsum tulang reversibel. Reaksi hipersensitivitas. Reaksi kutaneus. Retensi cairan. Gangguan neurologis. Gangguan pencernaan. Hipotensi. Reaksi pada tempat infus. Peningkatan kadar bilirubin, SGOT, SGPT, alkalin fosfatase serum. Anoreksia, mata berair, mialgia, arthralgia, dyspneu.
Ds: Kanker payudara monoterapi: 100 mg/m2 IV selama 1 jam setiap 3 minggu. Pada terapi ini pertama: 75 mg/m2 diberikan kombinasi dengan doxorubicin 50 mg/m2. Kanker paru jenis bukan sel kecil 75 mg/m2 secara IV selama 1 jam tiap 3 minggu. Kanker ovarium 100 mg/m2 infus 1 jam setiap 3 minggu. Premedikasi: Dexamethasone 16 mg/hari (8 mg 2x/hari) selama 3 hari mulai 1 hari sebelum pemberian docetaxel.
Km: Brexel 20 mg: box 1 vial @0.5 ml + 1 vial pelarut @1,5 ml Rp. 1. 600.000. Brexel 80 mg : box 1 vial @2 ml + 1 vial pelarut @6 ml Rp. 4. 900.000

12.  Epirubicin
Sediaan yang beredar di Indonesia :
EPIRUBICIN     Kalbe Farma K
Epirubisin. In: sebagai agen tunggal untuk regresi tumor spectrum luas termasuk karsinoma payudara, limfoma maligna, sarcoma jaringan lunak. Ki: pasien dengan mielosupresi yang nyata karena terapi sebelumnya dengan antitumor atau radioterapi. Perh: Monitor jumlah sel darah. Evaluasi fungsi hati sebelum dan selama terapi. Es: Miolosupresi, kardioroksisitas, alopesia, mukositis, mual, muntah, diare, resiko gagal jantung. IO: dosis; agen tunggal: 60-90 mg/m2; iv 3-5 menit. Interval 21 hari. Sebagai kombinasi mengikuti regimen yang telah ditetapkan. Km: Injeksi 10 mg/5ml vial Rp. 230.000; Injeksi 50 mg/25 mL vial Rp. 1.130.000.



13.  Lapatinib (Tykerb)
Lapatinib tergolong dalam kelompok obat-obatan yang disebut dengan antineoplastik atau obat kanker. Obat ini biasanya dikombinasikan  dengan cepacitabine unuk mengobai kanker payudara dengan HER-2 positif stadium lanjut atau metastasis (sudah menyebar) setelah metode pengobatan lain gagal mengatasi kondisi ini. Lapatinib ini berbentuk tablet.
14.  Pertuzumab (Perjeta)
Pertuzumab adalah antibodi monokonal  yang sedang diteliti untuk kanker payudara HER2 positif tahap awal dan tahap lanjut. Obat ini merupakan golongan terapi fokus sasaran yang disebut “HER2 dimerisation inhibitor” (HDI),  penghambat pemasangan reseptor HER2 dengan reseptor lain .  HER dimerisation (pemasangan reseptor HER dengan reseptor lain) dipercaya berperan penting dalam pertumbuhan dan pembentukan beberapa jenis kanker yang  berbeda.  Pertuzumab adalah obat pertama  yang sedang diteliti yang secara khusus dirancang untuk mencegah reseptor HER2 berpasangan dengan reseptor HER lainnya (EGFR/HER1, HER2, HER3, HER4). Dengan menghampat kemampuan HER2 untuk berpasangan dengan reseptor HER lain, pertuzumab menghambat sinyal untuk berbiaknya sel kanker yang pada akhirnya dapat menghambat pertumbuhan sel kanker atau menyebabkan kematian sel kanker. Cara  kerja dari pertuzumab dan Herceptin dipercaya dapat saling melengkapi. Keduanya akan menempel pada resept or HER2 tetapi pada bagian yang berbeda.  Dengan melakukan hal ini dihipotesakan bahwa kedua antibodi ini secara kombinasi dapat secara lebih komprehensif menghambat jalur sinyal HER dari pada jika  digunakan  masing-masing secara terpisah.







DAFTAR PUSTAKA

Esteller M. Cancer epigenomics: DNA methylomes and histone-modification maps. Nat Rev Genet. 2007;8:286-98
Goodwin, Tames S, et all, 1998. Geographic Variations in Breast Cancer Mortality: Do Higher Rates Imply Elevated Incidence or Poorer Survival. American Journal of Public Health. March 1998
Kvale, Gunnar, et al, 1994. Parity in Relation to Mortality and Cancer Incidence: A Prospective Study of Norwegia Women. International Journal of Epidemiology Vol. 23 No.4. Great Britain
Mansjoer, Arif dkk. 2000, Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 2, Jakarta,  Media Aesculapius, FKUI.
Moningkey, Shirley Ivonne, 2000. Epidemiologi Kanker Payudara. Medika; Januari 2000. Jakarta.
Purwatiningsih, 2006. Faktor-faktor Risiko Kanker Payudara di Rumah Sakit Kanker Dharmais Jakarta, pada Oktober tahun 1993 hingga bulan Maret tahun 2003. Skripsi. FKM UI. Depok.
Ramli, Muchlis, l995. Epidemiological Review of Breast Cancer in Indonesia. Book of Proceedings Jakarta International Cancer Conference'95. Jakarta
Singletary, K., MacDonald, C., Tovinelli, M., Fishe r, C., dan Wallig, M., 1998, Effect of the diketones diferuloylmethane (curcumin) and dibenzoilmethane on rat mammary DNA adduct and tumors induced by 7,12-dimethylbenz[ a]anthracene,  Carcinogenesis ,  9 (6), 1039-1043.
Smith, Jane and Leaper, David J, 1993, Breast Lumps Aguide to Diseases of Breast. Ieadway. Hodder and Stoughon.
Tjindarbumi, D., dan Mangunkusuma , R., 2002, Cancer in Indonesia,  Jpn J. Clin. Oncol. ,  32 (1), S17-S21.
Vogelstein B, Kinzler KW. Cancer genes and the pathways they control. Nat Med. 2004;10:789-99. [PubMed: 15286780]
WHO. Global Cancer Control; Worldwide Cancer Burden. Geneva, Switzerland.WHO Press. 2008:42-55.
Zahl, Per-Henrik and Tretli, Steiner l997, Long term Survival of Breast Cancer in Norway by Age and Clinical Stage. Statistics in Medicine Vol. 16. Oslo. Norway
http://farmasiaunfari.blogspot.com/ diakses pada 04 April 2013
http://naturindonesia.com/kanker/-kemoterapi-bisa-rusak-otak-pasien-kanker-payudara-.html diakses pada 04 April 2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar