BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Indonesia merupakan negara yang terkenal dengan
keanekaragaman tanaman terutama hasil pertanian dan rempah-rempah. Hal ini
didukung oleh keadaan geografis Indonesia yang beriklim tropis dengan curah
hujan rata-rata tinggi sepanjang tahun. Sumber daya alam yang dimiliki telah
memberikan manfaat dalam kehidupan sehari-hari disamping sebagai bahan makanan,
juga dimanfaatkan sebagai obat tradisional (Muhlisah, 1999).
Indonesia memiliki lebih kurang 30.000 spesies tumbuhan dan 940 spesies
di antaranya termasuk tumbuhan berkhasiat obat sehingga merupakan potensi pasar
obat herbal (Herbal medicine). Obat herbal telah diterima secara luas di
negara berkembang dan negara maju (Wahyuningsih, 2011).
Indonesia merupakan salah satu negara penghasil komoditas tanaman obat
dan prospek pengembangannya cukup cerah mengingat potensi flora, tanah dan iklim
yang sesuai untuk tanaman obat. Pemanfaatan tumbuh-tumbuhan sebagai bahan
alternatif bagi pengobatan cenderung meningkat seiring dengan mahalnya beberapa
jenis obat-obatan yang terbuat dari bahan kimia atau sintetis. Hal ini dipicu
dengan semakin berkembangnya kesadaran masyarakat untuk “kembali ke alam” (back to
nature). Pemanfaatan obat alami
juga dilatarbelakangi oleh tingginya nilai manfaat dengan efek samping yang
relatif kecil bila dibandingkan dengan obat-obatan kimia (Wardana dkk, 2002).
Di Indonesia dari tahun ketahun terjadi peningkatan industri obat
tradisional bahkan menurut Badan Pengawasan Obat dan Makanan sampai tahun 2002
terdapat 1012 industri obat tradisional yang memiliki izin usaha industri yang
terdiri dari 105 industri berskala besar dan 907 industri berskala kecil. Maraknya
industri obat tradisional yang ada di Indonesia dan tuntutan akan produk yang
berkualitas oleh masyarakat, sehingga kerjasama dengan institusi akademik untuk
membuktikan khasiat dan standardisasi produk perlu dilakukan melalui penelitian
(Wahyuningsih, 2011).
2.1 Jahe
2.1.1 Taksonomi
Dalam sistematika tumbuhan, jahe memiliki
klasifikasi :
Regnum : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Class : Liliopsida
Ordo : Zingiberales
Familya : Zingiberaceae
Genus : Zingiber
Spesies : Zingiber officinale Roxb.
2.1.2 Morfologi dan Pertelaan Tanaman
Morfologi jahe secara umum
terdiri atas struktur rimpang, batang, daun, bunga dan buah. Batang jahe
merupakan batang semu dengan tinggi 30-100 cm. Akarnya berbentuk rimpang dengan
daging akar berwarna kuning hingga kemerahan dengan bau menyengat. Berdasarkan
ukuran, bentuk, dan warna rimpangnya ada tiga jenis jahe yang dikenal, yaitu:
jahe gajah (Zingiber officinale var. Roscoe) atau jahe putih, jahe putih
kecil atau jahe emprit (Zingiber officinale var. Amarum), dan jahe merah
(Zingiber officinale var. Rubrum) atau jahe sunti (Wardana dkk, 2002).
Terna berbatang semu, tinggi
30 cm sampai 1 mm, rimpang bila dipotong berwarna kuning
atau jingga. Daun sempit, panjang 15 sampai 23 mm, lebar 8 sampai 15 mm, tangkai daun
berambut, panjang 2 sampai 4 mm; bentuk lidah daun memanjang, panjang 7,5 mm sampai 1 cm, tidak
berambut, seludang agak berambut. Perbungaan berupa malai tersembul di
permukaan tanah, berbentuk tongkat atau bulat telur yang sempit, sangat tajam,
panjang malai 3,5 sampai 5 cm, dan lebar 1,5 sampai 1,75 cm. Daun pelindung
berbentuk bundar telur terbalik, panjang 2,5 cm, lebar 1 cm sampai 1,75 cm;
mahkota bunga berbentuk tabung, panjang tabung 2 cm sampai 2,5 cm, helainya
agak sempit, bentuk tajam, berwarna kuning kehijauan, panjang 1,5 mm sampai 2,5
mm, lebar 3 mm sampai 3,5 mm (Depkes RI “MMI-II”, 1978).
2.1.3 Kandungan Kimia
Isi simplisia jahe yaitu minyak atsiri 2%
sampai 3 % mengandung zingiberen, felandren, kamfen, limonen, borneol, sineol,
sitral dan zingiberol, minyak damar yang mengandung zingeron (Depkes RI, 1978).
Jahe memiliki sifat khas, yaitu oleoresin dan
minyak atsiri. Komposisi kuantitatif oleoresin tergantung pada jenis pelarut
yang digunakan dan secara umum tersusun oleh komponen-komponen: (1) gingerol
dan zingeron, senyawa turunan fenol dan keto-fenol, (2) shogaol dengan rumus
bangun (C17H24O3), yaitu senyawa homolog dari
zingeron, (3) minyak volatil, dan (4) resin (Koswara, 1995). Selain itu,
oleoresin jahe juga mengandung komponen-komponen minor seperti gingerdiol,
paradol, heksahidrokurkumin, dan gingerdiasetat, lemak, lilin, karbohidrat,
vitamin, dan mineral (Kimura et al., 2005; Shukla dan Singh, 2006).
Komponen utama minyak atsiri jahe adalah
seskuiterpen, monoterpen, dan monoterpen teroksidasi. Beberapa kandungan minyak
atsiri jahe yaitu, zingiberen, kurkumin, borneol, geraniol, dan linalool.
Komponen utama minyak atsiri yang membuat harum adalah zingiberen dan
zingiberol. Zingiberen merupakan seskuiterpen hidrokarbon, sedangkan zingiberol
merupakan seskuiterpen alkohol (Koswara, 1995).
2.1.4 Khasiat dalam Pengobatan
Rimpang jahe digunakan secara luas sebagai
bumbu dapur dan obat herbal untuk beberapa penyakit. Rimpang jahe mengandung
beberapa komponen kimia yang berkhasiat bagi kesehatan. Jahe segar digunakan
sebagai anti muntah (antiematic), anti batuk (antitussive/expectorant),
merangsang pengeluaran keringat, dan menghangatkan tubuh (Kimura et al.,
2005).
Beberapa
penelitian yang telah dilakukan menyebutkan bahwa ekstrak jahe dapat menghambat
proliferasi sel kanker (THP-1/monocytic leukimia cell line, K-562/erythroleukemic
cell line, dan A549/lung carcinoma) serta sel normal (sel vero/Kidney
African Green Monkey) pada konsentrasi tertentu tergantung pada
karakteristik sel itu sendiri (Agustinasari, 1998). Selain itu, berdasarkan
penelitian Yuliasari (1997), ektrak jahe-air yang ditambahkan pada media kultur
sel dapat meningkatkan aktivitas sel NK (natural killer) dalam melisis
sel kanker secara in vitro. Oleoresin jahe juga diketahui dapat meningkatkan
aktivitas enzim superoksida dismutase (SOD) pada hati dan ginjal tikus yang
mengalami perlakuan stres (Prasetyawati, 2003; Nurdiana, 2003).
2.2 Jambu Biji
2.2.1 Taksonomi
Sistematika dan
klasifikasi tanaman jambu biji adalah sebagai berikut:
Regnum :
Plantae
Divisi :
Magnoliophyta
Class :
Magnoliopsida
Ordo : Myrtales
Family :
Myrtaceae
Genus :
Psidium
Species :
Psidium guajava L.
2.2.2 Morfologi dan Pertelaan Tanaman
Semak atau pohon, tinggi 3 m sampai 10 m, kulit
batang halus permukaannya, berwarna coklat dan mudah mengelupas. Daun
berhadapan, bertulang menyirip, berbintik, berbentuk bundar telur agak
menjorong atau agak bundar sampai meruncing, panjang helai daun 6 cm sampai 14
cm, lebar 3 cm sampai 6 cm, panjang tangkai 3 mm sampai 7 mm, daun yang muda
berambut, daun yang tua permukaan atasnya menjadi licin. Perbungaan terdiri
dari 1 sampai 3 bunga, panjang gagang perbungaan 2 cm sampai 4 cm; panjang
kelopak 7 mm sampai 10 mm. Buah bentuk bulat atau bulat telur, kalau masak
berwarna kuning, panjang 5 cm sampai 8,5 cm, berdaging yang meliputi biji-biji
dalam massa berwarna kuning atau merah jambu (Depkes RI “MMI-I”, 1978).
2.2.3 Kandungan Kimia
Daun jambu biji (Psidium guajava L.) mengandung berbagai macam komponen, diantaranya
kelompok senyawa tanin dan flavonoid yang dinyatakan sebagai kuersetin dengan
struktur sebagai berikut.
Daun jambu biji diketahui mengandung senyawa
tanin 9-12%, minyak atsiri, minyak lemak dan asam malat (Depkes RI “MMI-I”,
1978). Sedangkan senyawa kimia yang terkandung didalam buah jambu adalah benzaldehid, D-ribosa, L-arabinosa,
D-ramnosa, D-glukosa, D-galaktosa, D-fruktosa dan sukrosa (Yuliani dkk, 2001).
Daun jambu biji
banyak mengandung bahan aktifantara lain tannin, kuersetin, guayaverin,
leukosianidin, minyak atsiri, asam malat, dan asam oksalat (Mesah. 2013).
2.2.4 Khasiat dalam Pengobatan
Daun jambu biji dimanfaatkan sebagai antidiare
(Depkes RI “MMI-I”, 1978). Selain mempunyai khasiat sebagai antidiare,daun
jambu biji juga berkhasiat sebagai astringen, sariawan dan menghentikan
pendarahan. Sebagai obat anti diare telah dipasarkan dalam bentuk jamu modern
atau pil, bahkan industri farmasi seperti “Kimia Farma” telah memformulasikan
menjadi obat fitofarmaka yang sudah banyak beredar dipasaran dengan nama
“Fitodiar”, produk lainnya dari pabrik “Soho” yaitu Diapet (Depkes RI, 1989).
Daun jambu biji mengandung berbagai macam
komponen yang berkhasiat mengatasi DBD. Kelompok senyawa tanin dan flavonoid
yang dinyatakan sebagai quersetin dalam ekstrak daun jambu biji dapat
menghambat aktivitas enzim reverse transcriptase sehingga dapat
menghambat pertumbuhan Virus Dengue
(VD) (Achmad dan Wahono, 2001; Soegijanto dkk,
2010).
2.3 Temulawak
2.8.1 Taksonomi
Kedudukan tanaman temulawak dalam tata nama (sistematika)
tumbuhan termasuk kedalam klasifikasi
Regnum :
Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Class : Monocotyledonae
Ordo : Zingiberales
Family : Zingiberaceae
Genus : Curcuma
Spesies : Curcuma xanthorrhiza Roxb.
(Afifah, 2003)
2.8.1 Morfologi dan Pertelaan Tanaman
Temulawak termasuk tanaman terna berbatang semu
dengan tinggi antara 1m hingga 2m, berwarna hijau atau coklat gelap. Akar
rimpang temulawak terbentuk dengan sempurna dan memiliki cabang yang kuat, berwarna
hijau gelap. Tiap batang mempunyai daun 2 – 9 helai dengan bentuk bundar memanjang
sampai bangun lanset, warna daun hijau atau coklat keunguan terang sampai gelap,
panjang daun berkisar antara 31 – 84cm dengan lebar sekitar 10 – 18cm, panjang tangkai
daun termasuk helaian 43 – 80cm. Perbungaan pada tanaman temulawak termasuk
perbungaan lateral, tangkai ramping dan sisik berbentuk garis dengan panjang tangkai
antara 9 – 23cm dan lebar sekitar 4 – 6cm, berdaun pelindung banyak yang panjangnya
melebihi atau sebanding dengan mahkota bunga. Kelopak bunga berwarna putih
berbulu dengan panjang antara 8 – 13mm, mahkota bunga berbentuk tabung dengan
panjang keseluruhan 4.5cm, helaian bunga berbentuk bundar memanjang berwarna putih
dengan ujung yang berwarna merah dadu atau merah dengan panjang 1.25 – 2cm dan lebar
1cm (Prakasa, 2010).
2.8.1 Kandungan Kimia
Kandungan kimia rimpang temulawak adalah zat
pati (sebagai kandungan terbanyak, biasanya digunakan sebagai bahan makanan),
kurkuminoid, dan minyak atsiri. Kandungan utama dalam minyak atsiri temulawak
adalah: xanthorrhizol (21%), germakren, isofuranogermakren,
trisiklin, afla-aromadendren (Setiawan, 2008).
Komponen kurkuminoid terdiri atas campuran
senyawa diarilheptanoid, yakni kurkumin (1), demetoksi kurkumin (2), dan
bisdemetoksikurkumin (3).
(Cahyono dkk, 2011).
2.8.1 Khasiat dalam Pengobatan
Secara empirik, temulawak banyak digunakan
sebagai obat, baik dalam bentuk tunggal maupun campuran, yaitu sebagai hepatoprotektor,
anti-inflamasi, antikanker, antidiabetes, antimikroba, antihiperlipidemia, dan
pencegah kolera. Khasiat lainnya yang dimiliki oleh komponen kimia dalam
temulawak adalah anti bakteri, anti cendawan, antioksidan, neuroprotektor, anti
kanker, antialergi, dan anti hiperkolesterolemia (Nurcholis dkk, 2012).
Dilaporkan banyak masyarakat
menggunakan rimpang temulawak sebagai bahan baku obat (hepatoprotector) untuk mengobati penyakit lever yang memperbaiki
fungsi hati dan menurunkan kadar SGPT dan SGOT (Hadipoentyanti dan Sitti,
2007).
Temulawak secara historis mempunyai kegunaan
tradisional dan sosial cukup luas dikalangan masyarakat Indonesia, banyak
kalangan yang mempromosikan temulawak sebagai tanaman obat khas Indonesia, yang
sangat efektif untuk mengatasi gangguan lever, rematik dan lelah juga berkhasiat
sebagai penghilang rasa sakit, anti bakteri/jamur, antidiabetik, antidiare, anti
oksidan, anti tumor, diuretik, dan depresi (Hayani, 2006).
Kurkuminoid dalam rimpang temulawak bermanfaat
menetralkan racun, meningkatkan sekresi empedu, menurunkan kadar kolesterol dan
trigeliserida darah, anti bakteri, serta dapat mencegah terjadinya perlemakan
dalam sel-sel hati dan sebagai anti oksidan penangkal senyawa-senyawa radikal
bebas yang berbahaya. Minyak atsiri pada temulawak secara umum bersifat
meningkatkan produksi getah empedu dan bersifat antiinflamatori. (Setiawan,
2008).
2.4 Seledri
2.4.1 Taksonomi
Regnum : Plantae
Divisi :
Magnoliophyta
Class :
Magnoliopsida
Ordo : Apiales
Family : Apiaceae
Genus : Apium
Spesies :
Apium graveolens L.
(Cronquist, 1981)
2.4.2 Morfologi dan Pertelaan Tanaman
Seledri (Apium
graveolens L.) tumbuh di ketinggian 1000 – 1500 meter diatas permukaan
laut. Terna, tumbuh tegak, tinggi sekitar 50 cm dengan bau aromatik yang khas.
Batang bersegi, beralur, beruas, tidak berambut, bercabang banyak, berwarna
hijau pucat. Daun majemuk menyirip ganjil dengan anak daun 3–7 helai. Anak daun
bertangkai yang panjangnya 1–2,7 cm, helaian daun tipis dan rapuh, pangkal dan
ujung runcing, tepi beringgit, panjang 2–7,5 cm, lebar 2–5 cm, pertulangan
menyirip, berwarna hijau keputih-putihan. Bunga majemuk berbentuk payung, 8–12
buah, kecil-kecil, berwarna putih, mekar secara bertahap. Buahnya buah kotak,
kecil berbentuk kerucut, panjang 1–1,5 mm, berwarna hijau kekuningan
(Dalimartha, 2000).
2.4.3 Kandungan Kimia
Daun seledri banyak mengandung apiin,
apigenin, manitol, inositol, asparagin, glutamin, kholin, dan linamarose (Sukandar dkk, 2006). Salah satu senyawa flavonoid
yang turut berperan sebagai kandungan aktif antihipertensi adalah apigenin,
suatu flavon dengan gugus hidroksi bebas pada atom karbon nomor 5,7 dan 4’
(Djatmiko dan Pramono, 2001).
Kandungan herba
seledri tiap 100 g berisi 93 ml air, 0.9 g protein, 0.1 g lemak, 4 g karbohidrat,
0.9 g serat, 1.7 g abu, 130 IU vitamin A, 0.08 mg vitamin B1, 0.12 mg vitamin
B2, 0,6 mg niacin, 15 mg vitamin C, 50 mg Ca, 40 mg P, 1 mg Fe, 151 mg Na, 85 g
Mg, dan 400 mg K. Nilai energinya adalah 113 kJ/100 g. Seledri juga mengandung
glukosida apiin, flavonoid, saponin, tanin, apigenin, minyak atsiri, kolin, lipase,
asparaginase, tirosin, glutamin, serta diosmin (Putri, 2006).
2.4.4 Khasiat dalam Pengobatan
Seledri banyak digunakan untuk mengobati
sakit mata, keseleo, reumatik, hipertensi, dan sebagai penyubur rambut (Sukandar dkk, 2006).
Hampir semua bagian dari tanaman seledri memiliki
khasiat sebagai obat. Akar seledri berkhasiat stomakik dan diuretik, sedangkan
buah dan bijinya berkhasiat sebagai antispasmodik, menurunkan kadar asam urat
darah, antirematik, diuretik, karminatif, afrosidisiak, dan sedatif. Herba
seledri yang memiliki rasa manis, berbau aromatik, sedikit pedas, dan sifatnya
sejuk, berkhasiat sebagai tonik, stomakik, hipotensif, penghenti pendarahan (hemostatis),
diuretik, peluruh haid, karminatif, mengeluarkan asam urat darah yang tinggi,
pembersih darah, memperbaiki fungsi hormon yang terganggu. Seledri juga dapat
digunakan sebagai antiinflamsi. Seledri berkhasiat sebagai antiinflamasi dan
senyawa yang berperan sebagai antiinflamasi adalah diosmin (Putri, 2006).
2.5 Pare
2.5.1 Taksonomi
Regnum : Plantae
Divisi :
Magnoliophyta
Class : Magnoliopsida
Ordo : Cucurbitales
Family : Cucurbitaceae
Genus : Momordica
Spesies : Momordica
charantia L
2.5.2 Morfologi dan Pertelaan Tanaman
Batang: Batang berusuk lima, panjang 2-5 m,
yang mudaberambut rapat. Bertangkai yang panjangnya 1,5-5,3cm, letak berseling,
bentuknya bulat panjang, denganpanjang 3,5-8,5 cm, lebar 4 cm, berbagi menjari
5-7,pangkal berbentuk jantung, warnanya hijau tua, yangmuda berambut cukup
rapat.
Daun: Daun tunggal
dengan panjang 3,5-8,5 cm, lebar 4 cm,berbagi menjari 5-7, pangkal berbentuk
jantung, garistengah 4-17cm berbintik-bintik tembus cahaya, tajubergigi kasar
hingga berlekuk menyirip, warnanyahijau tua. Daun pare yang tumbuh liar disebut
daun tundung
yang lebih berkhasiat sebagai obat
Bunga: Tangkai bunga 5-15cm dekat pangkalnya dengandaun pelindung berbentuk
jantung hingga ginjal,kelompok bentuk lonceng, dengan banyak rusuk atautulang
membujur, yang berakhir pada 2-3 sisik yangmelengkung ke bawah. Mahkota
berbentuk roda, tajuberbentuk memanjang hingga bulat telur terbalik,bertulang
1,5-2 kali 1,3cm bunga jantan benang sari3, kepala sari orange, semula
bergandengan satudengan lainnya, kemudian lepas, bakal buah berparuhpanjang,
berduri temple halus dan berambut panjang,putik 3, berlekuk 2 dalam atau 1
diantaranya utuh
Buah : Buah bulat memanjang berbentuk seperti cylindris,permukaan buahnya bintil-bintil
tidak beraturandengan panjang 8-30 cm. Warna buah hijau dan jikasudah masak
jika dipecah akan berwarna orangedengan 3 katup.
Biji : Biji banyak, berwarna coklat kekuningan pucat,bentuknya pipih memanjang
dan keras. Jika buahmasih mentah maka biji akan berwarna putih.
Akar : Akar tunjang, sisi berserabut yang berkembang luasdi kawasan
sekeliling. Tumbuh atau memanjat dengan alat pembelit atau sulur berbentuk
spiral,banyak bercabang.
2.5.3 Kandungan Kimia
Buah
pare mengandung albuminoid, karbohidrat, zat warna, karantin,hydroxytryptamine,
vitamin A, B dan C. Per 100 gr bagian buah yang dapat dimakan mengandung 29
kilo kalori; 1,1 gr protein; 0,3 gr lemak; 6,6 gr karbohidrat; 45 mg kalsium; 64 mg
fosfor; 1,4 mg besi; 180 s.l. nilai vit A; 0,08 mg vit B1; 52 mg vit C dan91,2
gr air. Selain itu juga mengandung saponin, flavonoid, polifenol,
alkaloid,triterpenoid, momordisin, glikosida cucurbitacin, charantin, asam
butirat, asam palmitat,asam linoleat, dan asam stearat. Daun pare mengandung
momordisina, momordina, karantina, resin, asam trikosanik, asam resinat, saponin, vitamin A,
dan C serta minyak lemak yang terdiri dari asam oleat, asam linoleat, asam stearat dan
L.oleostearat. Biji pare mengandung saponin, alkanoid, triterpenoid, asam
momordial dan momordisin.Sedangkan akar pare mengandung asam momordial dan asam
oleanolat.
2.5.4 Khasiat dalam Pengobatan
Secara
umum, buah pare mempunyai berbagai
khasiat antara lain antiinflamasi dan antelmintik, selain itu juga dapat
sebagai obat untuk penyakit
batuk, radang tenggorokan, sakit mata merah, demam,
malaria, menambah nafsu makan, kencing manis, rhematik, sariawan, bisul, abses,
demam, malaria, sakit liver, serta sembelit. Buah pare digunakan pada demam,
disentri biasanya digunakan 2 buah pare segar, kencing manis yang biasanya digunakan 2
buah pare digunakan pada disentri, kencing manis, radang tenggorokan. Daun,
membangkitkan nafsu makan, nifas, pelancar ASI, sakit liver, bisul (obat luar)
digunakan 1 buah segar lalu dilumatkan dandiborehkan, radang kulit bernanah (obat
luar). Sedangkan akar pare digunakan padadisentri amoeba (Cahyadi, 2009).
2.6 Lengkuas
2.5.1 Taksonomi
Regnum : Plantae
Divisi :
Magnoliophyta
Class : Liliopsida
Ordo : Zingiberales
Keluarga : Zingiberaceae
Genus :
Languas
Spesies : Languas galanga L.
2.5.2 Morfologi dan Pertelaan Tanaman
Tanaman
lengkuas memiliki batang yang sebagian besar dapat mencapai ketinggian sekitar 1 - 3,5
meter. Biasanya tumbuh dalam rumpun yang rapat, memiliki batang tegak yang
tersusun oleh pelepah-pelepah daun yang bersatu membentuk batang semu dan berwarna
hijau agak keputih-putihan. Batang muda keluar sebagai tunas dari pangkal
batang tua. Daunnya tunggal, berwarna hijau, bertangkai pendek, dan tersusun berseling.
Daun disebelah bawah dan atas biasanya lebih kecil dari pada yang di tengah.
Bentuk daun lanset memanjang, ujung runcing, pangkal tumpul, dengan tepi daun rata, dan
pertulangan daun menyirip. Panjang daun sekitar 20 - 60 cm, dan lebarnya 4 - 15
cm. Buah dari tanaman lengkuas seperti buah buni, berbentuk bulat, keras.
Sewaktu masih muda berwarna hijau-kuning, setelah tua berubah menjadi hitam
kecoklatan dengan diameter lebih kurang 1 cm. Bijinya kecil-kecil, berbentuk lonjong,dan berwarna hitam. Rimpang lengkuas
bentuknya besar dan tebal, berdaging, berbentuk silindris dengan diameter sekitar 2-4 cm, dan bercabang-cabang. Bagian luar berwarna coklat agak kemerahan atau kuning kehijauan pucat mempunyai sisik-sisik berwarna putih atau kemerahan, keras mengkilap, sedangkan bagian dalamnya berwarna
putih. Daging rimpang yang sudah tua memiliki serat yang kasar. Rasanya tajam pedas, menggigit, dan berbau harum karena kandungan minyak atsirinya Untuk mendapatkan rimpang yang masih berserat halus,
panen harus dilakukan sebelum tanaman berumur lebih kurang 3 bulan.
2.5.3 Kandungan Kimia
Lengkuas
memiliki kandungan zat kimia seperti basonin, eugenol, galangan, galangol, dan
kandungan senyawa kimia 1’asetoksikavikolasetat dalam minyak atsirinya.
2.5.4 Khasiat dalam Pengobatan
Lengkuas
memiliki khasiat sebagai antijamur selain itu lengkuas juga dapat mengobati
penyakit gangguan perut, demam, pembengkakan limfa, radang telinga, bronkhitis, rematik dan
sebagai obat kuat (aprodisiak). Oleh karena lengkuas memiliki khasiat yang
sangat melimpah ini sehingga lengkuas banyak
dimanfaatkan sebagai produk fitofarmaka atau produk yangmemanfaatkan sumber
daya nabati sebagai sumber bahan obat-obatan (Budiarti, 2007).
2.7 Simplisia
Simplisia
adalah bahan alami yang digunakan sebagai bahan baku obat yang belum mengalami
pengolahan tetapi sudah dikeringkan (Ditjen POM 1982). Jenis olahan tersebut
merupakan bentuk produk yang paling banyak digunakan sebagai bahan baku
industri obat tradisonal.
Dalam penyiapan
atau pembuatan simplisia, tahapan yang perlu diperhatikan adalah (a) bahan baku
simplisia, (b) proses pembuatan simplisia, dan (c) cara pengepakan/pengemasan
dan penyimpanan simplisia.
a. Bahan baku simplisia
Dalam pembuatan simplisia, kualitas bahan baku
simplisia merupakan faktor yang penting yang perlu diperhatikan. Sumber bahan
baku dapat berupa tumbuhan, hewan, maupun mineral. Simplisia nabati yang ideal dapat
ditinjau dari asal tumbuhan tersebut. Tumbuhan tersebut dapat berasal dari
tanaman budidaya maupun tumbuhan liar.
b. Tanaman budidaya
Tanaman ini
sengaja dibudidaya untuk itu bibit tanaman harus dipilih yang baik, ditinjau
dari penampilan dan kandungan senyawa berkhasiat, atau dengan kata lain
berkualitas atau bermutu tinggi. Simplisia yang berasal dari tanaman budidaya
selain berkualitas, juga sama rata atau homogen sehingga dari waktu ke waktu
akan dihasilkan simplisia yang bermutu mendekati ajeg atau konsisten. Dari
simplisia tersebut akan dihasilkan produk obat tradisional yang “reproducible”
atau ajeg khasiatnya. Perlu diperhatikan pula bahwa tanaman budidaya dapat
bervariasi kualitasnya bila ditanam secara monokultur (tanaman tunggal)
dibanding dengan tanaman tumpangsari. Demikian juga terdapat faktor lain yang berpengaruh
terhadap penampilan dan kandungan kimia suatu tanaman, antara lain tempat
tumbuh, iklim, pemupukan, waktu panen, pengolahan pasca panen dsb.
c. Tumbuhan liar
Tumbuhan liar
artinya tumbuhan tersebut tidak dibudidaya atau tumbuh liar. Sebetulnya
tumbuhan liar tersebut dapat dibudidayakan. Namun hal ini jarang dilakukan oleh
petani karena tradisi atau kebiasaan. Agar bahan tumbuhan yang berasal dan
tumbuhan liar ini mutunya dapat dipertahankan, diperlukan pengawasan kualitas
secara intern yang baik. Apabila suatu bahan baku simplisia yang berasal dari
tumbuhan liar ini melangka, padahal permintaan pasar tinggi, maka sering kita
jumpai adanya pemalsuan. Dan pengalaman dapat kita lacak kemudian dicatat asal-usul
bahan tumbuhan yang berasal dari tumbuhan liar tersebut, kita periksa kadar
bahan berkhasiat, sehingga kita dapat memilih bahan simplisia serupa untuk
produk kita di masa mendatang.
Ketentuan saat
pemanenan tumbuhan atau bagian tumbuhan adalah sebagai benikut.
a. Biji (semen) dipanen pada saat buah
sudah tua atau buah mengering, misalnya biji kedawung.
b. Buah (fructus) dikumpulkan pada saat
buah sudah masak atau sudah tua
tetapi belum masak, misalnya lada
(misalnya pada pemanenan lada, kalau dilakukan pada saat buah sudah tua tetapi
belum masak akan dihasilkan lada hitam (Piperis nigri Fructus); tetapi
kalau sudah masak akan dihasilkan lada putih (Piperis aIbi Fructus).
c. Daun (folia) dikumpulkan pada saat
tumbuhan menjelang berbunga atau sedang berbunga tetapi belum berbuah.
d. Bunga (flores/flos) dipanen pada saat
masih kuncup (misalnya cengkeh
atau melati) atau
tepat mekar (misalnya bunga mawar, bunga srigading).
e. Kulit batang (cortex) diambil dari tanaman atau
tumbuhan yang telah tua atau umun yang tepat, sebaiknya pada musim kemarau
sehingga kulit kayu mudah dikelupas.
f. Umbi Iapis (bulbus) dipanen pada waktu
umbi mencapai besar optimum, yaitu pada waktu bagian atas tanaman sudah mulai
mengering (misalnya bawang putih dan bawang merah).
g. Rimpang atau “empon-empon (rhizomad) dipanen
pada waktu pertumbuhan maksimal dan bagian di atas tanah sudah mulai mengering,
yaitu pada permulaan musim kemarau.
2.8 Penanganan Pasca Panen
Setelah dilakukan pemanenan bahan baku
simplisia, maka tahapan penanganan pasca panen adalah sebagai berikut.
2.8.1 Sortasi Basah
Tahap ini perlu dilakukan karena bahan baku
simplisia harus benar dan murni, artinya
berasal dari tanaman yang merupakan bahan baku simplisia yang dimaksud, bukan
dari tanaman lain. Dalam kaitannya dengan ini, perlu dilakukan pemisahan dan
pembuangan bahan organik asing atau tumbuhan atau bagian tumbuhan lain yang
terikut. Bahan baku simplisia juga harus bersih, artinya tidak boleh tercampur dengan
tanah, kerikil, atau pengotor lainnya (misalnya serangga atau bagiannya).
2.8.2 Pencucian
Pencucian. Pencucian
seyogyanya jangan menggunakan air sungai, karena cemarannya berat. Sebaiknya
digunakan air dari mata air, sumur, atau air ledeng (PAM). Setelah dicuci
ditiriskan agar kelebihan air cucian mengalir. Ke dalam air untuk mencuci dapat
dilarutkan kalium permanganat seperdelapan ribu, hal ini dilakukan untuk
menekan angka kuman dan dilakukan untuk pencucian rimpang.
2.8.3 Perajangan
Perajangan. Banyak
simplisia yang memerlukan perajangan agar proses pengeringan berlangsung lebih
cepat. Perajangan dapat dilakukan “manual” atau dengan mesin perajang singkong
dengan ketebalan yang sesuai. Apabila terlalu tebal maka proses pengeringan
akan terlalu lama dan kemungkinan dapat membusuk atau berjamur. Perajangan yang
terlalu tipis akan berakibat rusaknya kandungan kimia karena oksidasi atau reduksi.
Alat perajang atau pisau yang digunakan sebaiknya bukan dan besi (misalnya
“stainless steel” atau baja nirkarat).
2.8.4 Pengeringan
Pengeringan merupakan proses pengawetan
simplisia sehingga simplisia tahan lama dalam penyimpanan. Selain itu
pengeringan akan menghindari teruainya kandungan kimia karena pengaruh enzim. Pengeringan
yang cukup akan mencegah pertumbuhan mikroorganisme dan kapang (jamur). Jamur Aspergilus
flavus akan menghasilkan aflatoksin yang sangat beracun dan dapat
menyebabkan kanker hati, senyawa ini sangat ditakuti oleh konsumen dari Barat.
Menurut persyaratan obat tradisional tertera bahwa Angka khamir atau kapang
tidak Iebih dari 104. Mikroba patogen harus negatif dan kandungan aflatoksin tidak
lebih dari 30 bagian per juta (bpj). Tandanya simplisia sudah kering adalah
mudah meremah bila diremas atau mudah patah. Menurut persyaratan obat
tradisional pengeringan dilakukan sampai kadar air tidak lebih dari 10%. Cara
penetapan kadar air dilakukan menurut yang tertera dalam Materia Medika
Indonesia atau Farmakope Indonesia. Pengeringan sebaiknya jangan di bawah sinar
matahari langsung, melainkan dengan almari pengering yang dilengkapi dengan
kipas penyedot udara sehingga terjadi sirkulasi yang baik. Bila terpaksa
dilakukan pengeringan di bawah sinar matahari maka perlu ditutup dengan kain
hitam untuk menghindari terurainya kandungan kimia dan debu. Agar proses pengeringan
berlangsung lebih singkat bahan harus dibuat rata dan tidak bertumpuk. Ditekankan
di sini bahwa cara pengeringan diupayakan sedemikian rupa sehingga tidak
merusak kandungan aktifnya.
2.8.5 Sortasi kering
Simplisia yang telah kering tersebut masih sekali
lagi dilakukan sortasi untuk memisahkan kotoran, bahan organik asing, dan simplisia
yang rusak karena sebagai akibat proses sebelumnya.
2.8.6 Pengepakan dan penyimpanan
Bahan
pengepak harus sesuai dengan simplisia yang dipak. Misalnya simplisia yang mengandung
minyak atsiri jangan dipak dalam wadah plastik, karena plastik akan menyerap
bau bahan tersebut. Bahan pengepak yang baik adalah karung goni atau karung plastik.
Simplisia yang ditempatkan dalam karung goni atau karung plastik praktis cara
penyimpanannya, yaitu dengan ditumpuk. Selain itu, cara menghandelnya juga
mudah serta cukup menjamin dan melindungi simplisia di dalamnya. Pengepak
lainnya digunakan menurut keperluannya. Pengepak yang dibuat dari aluminium
atau kaleng dan seng mudah melapuk, sehingga perlu dilapisi dengan plastik atau
malam atau yang sejenis dengan itu. Penyimpanan harus teratur, rapi,
untuk mencegah resiko tercemar atau saling mencemari satu sama lain, serta untuk
memudahkan pengambilan, pemeriksaan, dan pemeliharaannya. Simplisia yang
disimpan harus diberi label yang mencantumkan identitas, kondisi, jumlah, mutu,
dan cara penyimpanannya. Adapun tempat atau gudang penyimpanan harus memenuhi
syarat antara lain harus bersih, tentutup, sirkulasi udara baik, tidak lembab,
penerangan cukup bila diperlukan, sinar matahari tidak boleh leluasa masuk ke
dalam gudang, konstruksi dibuat sedemikian rupa sehingga serangga atau tikus
tidak dapat Ieluasa masuk, tidak mudah kebanjiran serta terdapat alas dari kayu
yang baik (hati-hati karena balok kayu sangat disukai rayap) atau bahan lain
untuk meletakkan simplisia yang sudah dipak tadi. Pengeluaran simplisia yang
disimpan harus dilaksanakan dengan cara mendahulukan bahan yang disimpan Iebih
awal (“First in — First out” = FIFO).
(Emilan dkk, 2011)
2.9 Ekstraksi
Ekstraksi adalah suatu proses penyarian senyawa
kimia yang terdapat didalam bahan alam atau berasal dari dalam sel dengan
menggunakan pelarut dan metode yang tepat. Sedangkan ekstrak adalah hasil dari
proses ekstraksi, bahan yang diekstraksi merupakan bahan alam.
Pada prinsipnya ekstraksi adalah melarutkan dan
menarik senyawa dengan menggunakan pelarut yang tepat. Ada tiga tahapan proses
pada waktu ekstraksi yaitu:
1. Penetrasi pelarut kedalam sel tanaman dan
pengembangan sel
2. Disolusi pelarut ke dalam sel tanaman dan
pengembangan sel
3. Difusi bahan yang terekstraksi ke luar sel
Proses diatas diharapkan terjadinya
kesetimbangan antara solut dan pelarut. Kecepatan untuk mencapai kesetimbangan
umumnya tergantung pada suhu, pH, ukuran partikel dan gerakan partikel. Prinsip
yang utama adalah yang berkaitan dengan kelarutan, yaitu senyawa polar lebih
mudah larut dalam pelarut polar dan senyawa nonpolar akan mudah larut dalam
pelarut nonpolar.
Secara umum, ekstraksi dilakukan secara
berturut-turut mulai dengan pelarut non polar (n-heksan) lalu dengan pelarut
yang kepolarannya menengah (diklormetan, kloroform) kemudian dengan pelarut
polar (etanol atau metanol). Dengan demikian, akan dieroleh ekstrak awal (crude
extract) yang secara berturut-turut mengandung senyawa nonpolar, kepolaran
menengah, dan senyawa polar. Pengekstraksian dengan senyawa nonpolar biasanya
diperlukan juga sebagai pengawalemakan (deffating) sebelum diekstraksi dengan
pelarut yang sesuai (ekstrak yang diperoleh bersifat bebas lemak). Selanjutnya
adalah penghilangan pelarut organic atau pelarut air yang digunakan, pelarut
tersebut harus dihilangkanatau diperkecil volumenya. Untuk pelarut organic
biasanya dilakukan dengan penguapan putar vakum. Sedangkan untuk pelarut air
biasanya dilakukan dengan pengeringbekuan (freeze-drying). Mula-mula ekstrak
dihilangkan pelarut organiknya kemudian dibekukan dalam wadah kaca khusus dan
bahan yang beku.
Dalam memperoleh ekstraksi yang baik harus
diperhatikan parameter-parameter sebagai berikut;
1. Parameter Nonspesifik
a. Parameter susut pengeringan
Adalah pengukuran sisa zat setelah pengeringan
pada temperature 105 0C selama 30 menit atau sampai berat konstan,
yang dinyatakan sebagai nila prosen. Dalam hal khusus (jika bahan tidak
mengandung minyak menguap/atsiri dan sisa pelarut organic menguap) identik dengan
kadar air, yaitu kandungan air karena berada di atmosfer/lingkungan udara
terbuka.
Tujuannya adalah untuk memberikan batasan
maksimal (rentang) tentang besarnya senyawa yang hilang pada proses
pengeringan. Nilai atau rentang yang diperbolehkan terkait dengan kemurnian dan
kontaminasi.
b. Parameter bobot jenis
Adalah masa per satuan volume pada suhu kamar
tertenru (25 0C) yang ditentukan dengan alat khusus piknometer atau alat
lainnya. Tujuannya untuk memberikan batasan tentang besarnya masa per satuan
volume yang merupakan parameter khusus ekstrak cair sampai 14 ekstrak pekat
(kental) yang masih dapat dituang. Nilai atau rentang yang diperbolehkan
terkait dengan kemurnian dan kontaminasi.
c. Kadar air
Pengukuran kandungan air yang berada didalam
bahan, dilakukan dengan cara yang tepat diantara cara titrasi, destilasi atau
gravimetric. Tujuannya untuk memberikan batasan minimal atau rentang tentang
besarnya kandungan air didalam bahan. Nilai atau rentang yang diperbolehkan
terkait dengan kemurnian dan kontaminasi.
d. Kadar abu
Bahan dipanaskan pada temperature dimana
senyawa organic dan turunannya terdestruksi dan menguap, sehingga menyisakan
unsur mineral dan anorganik. Tujuannya adalah untuk memberikan gambaran
kandungan mineral internal dan eksternal yang berasal dari proses awal sampai
terbantuk ekstrak. Nilai atau rentang yang diperbolehkan terkait dengan kemurnian
dan kontaminasi.
e. Sisa pelarut
Menentukan kandungan sisa pelarut tertenru
(yang memang ditambahkan) yang secara umum dengan kromatografi gas. Untuk ekstrak
cair berarti kandungan pelarutnya, misalnya kadar alkohol. Tujuannya adalah
memberikan jaminan bahwa selama proses tidak meninggalkan sisa pelarut yang
memang seharusnya tidak boleh ada. Sedangkan untuk ekstrak cair menunjukkan
jumlahh pelarut (alcohol) sesuai denngan yang ditetapkan. Nilai atau rentang
yang diperbolehkan terkait dengan kemurnian dan kontaminasi.
f. Residu pestisida
Menentukan kandungan sisa pestisida yang
mungkin saja pernah ditambahkan atau mengkontaminasi pada bahan simplisia
pembuat ekstrak. Tujuannya untuk memberukan jaminan bahwa ekstrak tidak mengandung
pestisida melebihi nilai yang ditetapkan karena berbahaya bagi kesehatan. Nilai
atau rentang yang diperbolehkan terkait dengan kemurnian dan kontaminasi.
g. Cemaran logam berat
Menentukan kandungan logam berat secara
spektroskopi serapan atomNatau lainnya yang lebih valid. Tujuannya untuk
memberikan jaminan bahwa ekstrak tidak mengandung logam berat tertentu (Hg, Pb,
Cd, dll) melebihi nilai yang ditetapkan karena berbahaya bagi kesehatan. Nilai
atau rentang yang diperbolehkan terkait dengan kemurnian dan kontaminasi.
h. Cemaran mikroba
Menentukan adanya mikroba yang pathogen secara
analisis mikrobiologis. Tujuannya untuk memberikan jaminan bahwa ektrak tidak
boleh mengandung mikroba pathogen dan tidak mengandung mikroba non pathogen
melabihi batas yang ditetapkan karena berpengaruh pada stabilitas ekstrak dan
berbahaya bagi kesehatan. Nilai atau rentang yang diperbolehkan terkait dengan
kemurnian dan kontaminasi.
2. Parameter Spesifik
a. Identitas
Meliputi deskripsi tata nama (nama ekstrak,
nama latin tumbuhan, bagian tumbuhan yang digunakan, nama tumbuhan indonesia)
dan dapat mempunyai senyawa identitas. Tujuannya untuk memberikan identitas
objektif dari nama dan spesifik dari senyawa identitas.
b. Organoleptik
Meliputi penggunaan panca indra untuk
mendeskripsikan bentuk (padat, serbuk-kering, kental, cair, dll), warna
(kuning, coklat, dll), bau (aromatic, tidak berbau, dll), rasa (pahit, manis,
kelat, dll). Dengan tujuan untuk pengenalan awal yang sederhana.
c. Senyawa terlarut dalam pelarut tertentu
Melarutkan pelarut ekstrak dengan pelarut
(alcohol atau air) untuk ditetapkan jumlah solute yang identik dengan jumlah
senyawa kandungan secara gravimetric. Dalam hal tertentu dapat diukur senyawa
terlarut dalam palarut lain misalnya heksana, diklormetan, metanol. Tujuannya
untuk memberikan gambaran awal jumlah senyawa kandungan.
(Emilan, 2011)
2.10 Kromatografi Lapis Tipis
Kromatografi Lapis Tipis (KLT) merupakan cara
pemisahan campuran senyawa menjadi senyawa murninya dan mengetahui kuantitasnya
yang menggunakan. Kromatografi juga merupakan analisis cepat yang memerlukan
bahan sangat sedikit, baik penyerap maupun cuplikannya yang dapat digunakan
untuk memisahkan senyawa – senyawa yang sifatnya hidrofobik seperti lipida –
lipida dan hidrokarbon yang sukar dikerjakan dengan kromatografi kertas.
Pelaksanaan kromatografi lapis tipis bisa digunakan dengan kromatogram atau perhitungan
Rf atau pengidentifikasian senyawa-senyawa. Pelaksanaan kromatografi biasanya
digunakan dalam pemisahan pewarna yang merupakan sebuah campuran dari beberapa
zat pewarna. Jumlah perbedaan warna yang telah terbentuk dari campuran, pengukuran
diperoleh dari lempengan untuk memudahkan identifikasi senyawa-senyawa yang
muncul. Identifikasi bercak pada lempeng kromatogram dapat dilakukan dengan
cara kimia dan cara fisika. KLT dapat digunakan untuk analisa kualitatif, kuantitatif
dan analisa preparatif (Gandjar dan Rohman, 2007).
2.11 Spektrofotometri UV-Vis
Teknik spektroskopi pada daerah ultraviolet dan
sinar tampak biasa disebut spektroskopi UV-Vis. Dari spektrum absorpsi dapat
diketahui panjang gelombang dengan absorbansi maksimum dari suatu unsur atau senyawa.
Konsentrasi suatu unsur atau senyawa juga dengan mudah dapat dihitung dari
kurva standar yang diukur pada panjang gelombang dengan absorbansi maksimum.
Berdasarkan hukum Lambert-Beer, absorbansi dari
suatu sampel akan sebanding dengan ketebalan, konsentrasi sampel dan
absorptifitas molar. Bila ketebalan benda (b) atau konsentrasi materi (c) yang
dilewati bertambah, maka cahaya akan lebih banyak diserap. Jadi absorbansi
berbanding lurus dengan ketebalan dan konsentrasi. Selain itu, faktor yang berpengaruh
terhadap besar kecilnya absorbansi adalah absorptifitas molar (ε) dari larutan
yang di ukur itu sendiri. Sehingga dari persamaan diatas dapat dirumuskan
sebagai berikut:
A = ε b c
Ada beberapa persyaratan yang harus
diperhatikan yang mengikuti hukum Lambert-Beer, yaitu:
1.
Syarat
konsentrasi, larutan yang dianalisis harus encer. Pada konsentrasi tinggi jarak
rata-rata di antara zat pengabsorbsi menjadi kecil sehingga masing-masing zat
mempengaruhi distribusi muatan tetangganya. Interaksi ini dapat mengubah
kemampuan untuk mengabsorbsi cahaya pada panjang gelombang yang diberikan.
2.
Syarat
kimia, zat pengabsorbsi tidak boleh terdisosiasi atau bereaksi dengan pelarut
menghasilkan suatu produk yang berbeda dari zat yang dianalisis.
3.
Syarat
cahaya, hukum Beer berlaku untuk cahaya yang betul-betul monokrhomatik (cahaya
yang mempunyai satu macam panjang gelombang).
4.
Syarat
kejernihan, larutan yang dianalisis harus jernih karena kekeruhan larutan yang
disebabkan oleh partikel-partikel koloid akan dihamburkan oleh partikel-partikel
koloid akibatnya kekuatan cahaya yang diabsorbsi berkurang dari yang seharusnya
Instrumen pada spektroskopi UV-Vis terdiri dari
lima komponen utama, yaitu:
1.
Sumber
radiasi, merupakan sumber cahaya. Untuk spektroskopi UV-Vis digunakan lampu
wolfram (tungsten). Lampu ini mirip dengan bola lampu pijar biasa, daerah
panjang gelombang (λ) adalah 350-2200 nm.
2.
Monokhromator,
berfungsi untuk merubah sinar polikromatis menjadi sinar monokromatris sesuai
yang dibutuhkan untuk pengukuran. Ada 2 macam monokromator yaitu prisma dang
gratting (kisi difraksi).
3.
Wadah
sampel, berfungsi untuk menyimpan sampel. Wadah sampel umumnya disebut sel atau
kuvet. Kuvet harus memenuhi syarat- syarat sebagai berikut :
-
Tidak
berwarna sehingga dapat mentransmisikan semua cahaya.
-
Permukaannya
secara optis harus benar- benar sejajar.
-
Harus
tahan (tidak bereaksi) terhadap bahan- bahan kimia.
-
Tidak
boleh rapuh.
-
Mempunyai
bentuk (design) yang sederhana.
4.
Detektor,
berfungsi untuk merubah sinar menjadi energi listrik yang sebanding dengan
besaran yang dapat diukur.
5.
Recorder,
di dalam recorder signal tersebut direkam sebagai spektrum yang berbentuk
puncak-puncak. Spektrum absorpsi merupakan plot antara absorbans sebagai
ordinat dan panjang gelombang sebagai absis. (Wiryawan, 2007).
2.12 Spektrofotometri Infra Merah
Spektroskopi inframerah merupakan teknik yang
sangat berguna untuk mengidentifikasi senyawa-senyawa yang tidak dikenal,
misalnya produk dari suatu sintesis atau metabolit kemih dari seekor hewan
percobaan, terutama ketika digunakan bersama-sama dengan teknik eksudasi
struktur lainnya, seperti resomans magnetic nuklir dan spektrofotometri masa
(Cairns, 2004).
Radiasi inframerah (IR) ditemukan oleh Sir William Herschel pada tahun
1800. Radiasi inframerah terletak pada daerah panjang gelombang (wavelength):
0,78 - 1000 μm atau bilangan gelombang (wavenumber): 12.800 - 10 cm-1.
Sinar inframerah biasanya dibedakan menjadi: IR dekat (Near IR), IR
tengah (middle IR) dan IR jauh (far IR). Penggolangan
tersebut didasarkan pada kedekatannya dengan radiasi tampak (Hanif,
2010).
Spektrum peresapan IR merupakan perubahan
simultan dari energi vibrasi dan energi rotasi dari suatu molekul. Kebanyakan
molekul organik cukup besar sehingga spektrum peresapannya kompleks. Konsep
dasar dari spektra vibrasi dapat diterangkan dengan menggunakan molekul
sederhana yang terdiri dari dua atom dengan ikatan kovalen. Dengan menggunakan
Hukum Hooke, dua atom tersebut dihubungkan dengan sebuah pegas. Persamaan yang
diturunkan dari Hukum Hooke menyatakan hubungan antara frekuensi, massa atom,
dan tetapan dari kuatnya ikatan (forse
constant of the bond) (Anonim, 2007).
Komponen dasar spektrofotometer IR sama dengan
UV tampak , tetapi sumber, detektor dan komponen optiknya sedikit berbeda.
Mula-mula sinar infra marah di lewatkan melaui sampel dan larutan pambanding
kemudian di lewatkan pada monokromator untuk menghilangkan sinar yang tidak
diinginkan. Berkas ini kemudian dididspersikan melalui prisma atau gratting.
Dengan melewatkannya melalui slit, sinar akan di fokuskan pada detektor. Alat
IR biasanya dapat merekam sendiri absorbansinya sendiri (Khopkar, 1990).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar