BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Jalur pemakaian obat yang paling
lazim digunakan adalah jalur oral. Dengan demikian bentuk-bentuk sediaan oral
seperti tablet, kapsul, serbuk, sirup dan larutan merupakan bentuk yang paling
umum dipakai. Diantara bentuk-bentuk sediaan oral tersebut tablet adalah yang
paling populer. Hal ini disebabkan oleh pertimbangan faktor-faktor ilmiah dan
ekonomik berdasarkan efisiensi, kemudahan pabrikasi, distribusi dan kenyamanan
pemakaiannya oleh pasien.
Absorpsi
adalah proses pengambilan obat pada bagian permukaan tubuh/saluran
pencernaan/bagian lain dalam sistem organ ke aliran darah/pembuluh limfe.
Absorpsi penting karena berapa jumlah obat yang dapat diabsorpsi (diserap)
berkaitan dengan berapa jumlah obat yang dapat didistribusikan dan sampai ke
tempat kerja. Proses absorpsi obat tidaklah mudah, hal ini dikarenakan obat
harus melewati barier absorpsi seperti epitelium di membran sel.
Absorpsi obat mengharuskan molekul-molekul
obat berada dalam bentuk larutan pada tempat absorpsi. Disolusi dari
bentuk-bentuk sediaan padat dalam cairan-cairan saluran cerna merupakan syarat
untuk menyampaikan suatu obat ke sirkulasi sistemik setelah pemberian oral.
Umumnya absorpsi obat pada saluran cerna terjadi secara difusi pasif sehingga
untuk dapat diabsorpsi, obat harus larut dalam cairan pencernaan. Obat-obat
yang diabsorpsi oleh difusi pasif, yang menunjukkan kelarutan dalam air rendah,
cenderung memiliki laju absorpsi oral lebih lambat daripada yang menunjukkan
kelarutan dalam air yang tinggi (Lachman, dkk, 1991).
Absorpsi sistemik suatu obat dari
saluran cerna atau tempat ekstravaskuler yang lain bergantung pada bentuk
sediaan, anatomi dan fisiologi tempat absorpsi. Faktor-faktor seperti luas
permukaan dinding usus, kecepatan pengosongan lambung, pergerakan saluran cerna
dan aliran darah ke tempat absorpsi, semuanya mempengaruhi laju dan jumlah
absorpsi obat (Shargel dan Yu, 2005).
Walaupun ada variasi, keseluruhan
laju absorpsi obat dapat digambarkan secara matematik sebagai suatu proses orde
kesatu atau orde nol. Sebagian besar model farmakokinetik menganggap absorpsi
mengikuti orde kesatu, kecuali apabila anggapan absorpsi orde nol memperbaiki
model secara bermakna atau telah teruji dengan percobaan (Shargel dan Yu, 2005).
B.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas,
maka rumusan masalah dalam makalah ini adalah :
1. Bagaimana
model absorpsi penggunaan oral dengan orde nol?
2. Bagaimana
model absorpsi penggunaan oral dengan orde satu?
3. Apa
saja metode yang digunakan dalam penetapan tetapan laju absorpsi dari data
absorpsi oral?
4. Apa
kegunaan dari tetapan laju absorpsi?
C.
Tujuan
Adapun tujuan penulisan makalah ini
adalah :
1. Untuk
mengetahui model absorpsi penggunaan oral dengan orde nol.
2. Untuk
mengetahui model absorpsi penggunaan oral dengan orde satu.
3. Untuk
mengetahui metode yang digunakan dalam penetapan tetapan laju absorpsi dari
data absorpsi oral.
4. Untuk
mengetahui kegunaan dari tetapan laju absorpsi.
BAB
II
PEMBAHASAN
Kinetika absorpsi obat adalah kecepatan rata-rata obat terabsorpsi
yang dapat mencapai sirkulasi sitemik. Obat yang diberikan secara oral akan
diabsorpsi lewat saluran cerna masuk ke sirkulasi portal, beberapa obat akan
dimetabolisme secara ekstensif di dalam hepar sebelum mencapai sirkulasi
sistemik.
Laju perubahan jumlah obat dalam
tubuh, dDB/dt, bergantung pada laju absorpsi dan eliminasi obat.
Laju perubahan obat dalam tubuh pada setiap waktu sama dengan laju absorpsi
obat dikurangi laju eliminasi obat.
Suatu
kurva kadar plasma-waktu yang menggambarkan proses laju absorpsi dan eliminasi
obat digambarkan secara grafik seperti gambar di atas. Selama fase absorpsi
dari kurva kadar plasma-waktu laju absorpsi obat lebih besar dari laju
aliminasi obat. Pada waktu konsentrasi puncak obat dalam plasma, yang dapat
disamakan dengan waktu absorpsi puncak, laju absorpsi obat sama dengan laju
aliminasi obat dan tidak ada perubahan jumlah obat dalam tubuh.
Setelah
waktu absorpsi obat mencapai puncak, beberapa obat masih berada pada tempat
absorpsi (saluran cerna). Laju eliminasi obat pada saat ini lebih cepat
daripada laju absorpsi obat (fase pasca absorpsi). Ketika obat apad tempat
absorpsi makin berkurang, laju absorpsi obat mendekati nol. Fase eliminasi dari
kurva kemudian hanya menyatakan eliminasi obat dari tubuh (orde kesatu). Oleh
karena itu, selama fase eliminasi laju perubahan julah obat dalam tubuh
digambarkan sebagai proses orde kesatu.
A.
Model
Absorpsi Orde Nol
Pada model ini obat dalam saluran
cerna DGI diabsorpsi secara sistemik pada suatu tetapan laju reaksi,
K0. Obat dieleminasi dari tubuh oleh suatu proses orde kesatu dengan
suatu tetapan laju orde kesatu, K. Berikut model farmakokinetik yang menganggap
absorpsi orde nol.
Laju eliminasi pada setiap waktu,
dengan proses orde kesatu adalah sama dengan DBK. Laju masukan
adalah K0. Oleh karena itu, perubahan per satuan waktu dalam tubuh
dapat dinyatakan sebagai berikut:
= K0 -
KD B
Laju absorpsi obat adalah konstan
dan berlanjut sampai jumlah obat dalam dinding usus, DGI habis.
Waktu dimana absorpsi obat berlangsung sama dengan DGI/K0.
Setelah waktu ini obat tidak tersedia lagi dari dinding usus.
B.
Model
Absorpsi Orde Kesatu
Kebanyakan obat mengikuti orde
kesatu. Model ini menganggap laju absorpsi dan laju eliminasi juga termasuk
orde ke satu. Seperti yang sudah
disebutkan sebelumnya bahwa pada saat diabsorpsi obat tidak sepenuhnya sampai
di saluran sistemik. Parameter yang dipakai untuk menunjukkan fraksi obat yang
sampai di saluran sistemik yaitu F (bioavailabilitas). Selain itu ada
pula Ka atau tetapan laju absorpsi obat di saluran gastro intestinal.
dDGI / dt = – Ka x DGI x F
(Tanda
minus hanya menunjukkan kadar obat di saluran GI berkurang)
Jika
diubah menjadi bentuk eksponensial:
Do
merupakan dosis awal yg diberikan. Sedangkan untuk eliminasi faktor yang
berpengaruh adalah tetapan laju eliminasi K.
dDE/dt = -K x DB
Sehingga
jika kita memasukkan persamaan tersebut pada dDB/dt = dDGI/dt – dDE/dt menjadi:
dDB/dt = (Ka x DGI x F) – (K x DB)
atau
bisa juga ditulis:
Persamaan
itu dapat diintegrasikan untuk menghitung konsentrasi obat (Cp) dalam plasma
pada waktu t :
Selain
itu kita juga dapat mencari kadar puncak (Cmax) dengan rumus:
C.
Penetapan
Tetapan Laju Absorpsi Dari Data Absorpsi Oral
1.
Metode
Residual
Pada metode residual ini nilai Ka
dianggap sangat besar dibanding K (Ka >> K), sehingga laju
absorpsi cepat dan absorspsinya dianggap sempurna. Persamaan Cp menjadi:
Dari
persamaan di atas juga dapat diperoleh:
Dimana
A adalah suatu tetapan sehingga persamaan Cp menjadi:
Harga
Ka diperoleh dengan menggunakan prosedur berikut:
o
Gambar konsentrasi obat
vs waktu pada kertas semilog
o
Tentukan minimal 3
titik di bagian eliminasi yang lurus lalu buat regresi linier, kemudian
diekstrapolasi sehingga didapat y = bx +a,
b = slope = K (tetapan laju
eliminasi)
a = intersep, anti ln a = B
o
Tentukan 4 titik
pertama di fase absorpsi
o
Cari kadar ekstrapolasi
(C’) dengan cara memasukkan variabel waktu dari 4 titik di fase absorpsi yg
kita pilih (3) ke persamaan regresi linier (2)
o
Cari kadar Residu (Cr)
dengan cara: Kadar residu = kadar ekstrapolasi (C’) – Cp
o
Ubah Cr jadi bentuk ln
o
Regresi ln Cr vs t
o
didapatkan y = bx + a
b = slope = Ka (tetapan
laju absorpsi)
a = intersep, anti ln a = A
o
Cari nilai Cp max
dengan persamaan berikut:
Nilai
tmax (waktu diman Cp max tercapai) juga bisa dicari dengan persamaan
berikut:
tmax
= ln (Ka/K) / Ka-K
Setelah
dapat variabel A,B,K, dan Ka maka nilai AUC, Vd, Klirens total, t1/2
absorpsi dan t1/2 eliminasi:
AUC
0-inf = (B/K) – (A/Ka)
Vd
= (F x Ka x Do) / (Ka x AUC 0-inf)
Clearance
total = K x Vd
t1/2
absorpsi = 0,693/Ka
t1/2
eliminasi = 0,693/K
2.
Metode
Wagner-Nelson
Pada metode ini nantinya kita cari presentase obat yang tidak diabsorpsi
(1-Ab/Abinf) vs T. Total dosis obat (Do) dihitung semuanya baik yg di
dinding usus (DGI), urin (DU) maupun yang ditubuh (DB).
Do
= DGI + DB + DU
Jika
obat semua sudah diabsropsi (DGI = 0) persamaannya jad :
Do
= DB + DU
Du
sendiri dapat didapatkan dari:
Du = k x Vd x (AUC)o-inf
Parameternya
adalah Ab t = jumlah obat yang diabsorpsi pada waktu t dan Ab = Cp x Vd + k x
Vd (AUC)o-inf.
Adapun
fraksi obat yang masih harus diabsorpsi:
Sisa
obat di GI tiap waktu:
Berikut langkah-langkah
penentuan Ka:
o
Gambar log konsentrasi
obat vs waktu pada kertas semilog
o
Cari K dengan regresi
linier t vs Cp
o
Cari (AUC)t-o dengan
metode trapesium. Untuk AUC yang terakhir gunakan rumus (Cp pada waktu
terakhir/K)
o
Jumlahkan semua AUC
hingga didapat (AUC)0-inf
o
Hitung K x (AUC)t-o
untuk mendapatkan K (AUC)t-o
o
Untuk mencari Ab/Ab inf
dapat digunakan rumus langsung
Cp kadar sesuai soal (data)
K didapat dari langkah nomor 2
(AUC)t-o didapat dengan metode trapesium
(AUC)inf merupakan jumlah semua AUC
o
Cari harga 1-Ab/Abinf
o
Regresi t vs 1-Ab/Abinf
o
Didapatkan y = bx + a, dimana b=Ka
D.
Kegunaan
Tetapan Laju Absorpsi
Absorpsi sistemik dari suatu obat
mencakup sejumlah proses laju reaksi, termasuk pelarutan obat dan transpor obat
melewati membran sel dinding sel usus. Laju absorpsi obat menyatakan hasil dari
keseluruhan proses ini.
Perhitungan Ka berguna
dalam merancang suatu aturan dosis ganda. Dengan mengetahui Ka dan K
dapat diprakirakan konsentrasi puncak dan palung dalam plasma setelah dosis
ganda. Dalam bioekivalensi, produk-produk obat sering diberikan dalam dosis
yang ekivalen secara kimia, dan laju absorpsi sistemik masing-masing produk
tidak berbeda. Oleh karena itu, tmaks atau waktu konsentrasi puncak
obat, dapat menjadi sangat berguna dalam membandingkan laju absorpsi
masing-masing obat dari produk-produk obat yang ekivalen secara kimia.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Berdasarkan
pembahasan di atas dapat disimpulkan:
1. Pada
model absorpsi penggunaan oral dengan orde nol, obat dianggap diabsorpsi secara
sistemik pada suatu tetapan laju reaksi (K0) dan dieliminasi dengan
suatu tetapan laju orde kesatu (K).
2. Pada
model absorpsi penggunaan oral dengan orde satu dianggap bahwa laju absorpsi dan laju eliminasi sama-sama
termasuk orde ke satu.
3. Metode
yang dapat digunakan dalam penetapan tetapan laju absorpsi dari data absorpsi
oral adalah metode residual dan Wagner-Nelson.
4. Laju
absorpsi obat menyatakan hasil dari keseluruhan proses pelarutan obat dan
transpor obat melewati membran sel dinding sel usus.
B.
Saran
Melalui makalah ini penulis
menyarankan perlunya peran aktif dari mahasiswa untuk memahami materi tentang Kinetika
Absopsi Oral mengingat cakupannya yang sangat luas.
DAFTAR
PUSTAKA
http://denikrisna.wordpress.com/category/bakul/farmakokinetika/.
Diakses tanggal 24 Maret 2012.
Lachman,
L., Herbert A.L., Joseph L.K., 1991, Teori
dan Praktek Farmasi Industri, UI Press, Jakarta.
Shargel,
L. dan Andrew B.C.YU., 2005, Biofarmasetika
dan Farmakokinetika Terapan, Edisi kedua, Airlangga University Press,
Surabaya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar