Powered By Blogger

Total Tayangan Halaman

Sabtu, 25 Januari 2014

Tanaman Salam (Syzygium polyanthum) Untuk Pengobatan Diabetes Mellitus



A.    Diabetes Melitus
1.    Definisi
Diabetes mellitus (DM) didefinisikan sebagai suatu penyakit atau gangguan metabolisme kronis dengan multi etiologi yang ditandai dengan tingginya kadar gula darah atau hiperglikemia (glukosa puasa  ≥ 126 mg/dl atau  glukosa sewaktu ≥ 200 mg/dl) yang disertai dengan gangguan metabolisme karbohidrat, lipid dan protein sebagai akibat insufisiensi fungsi insulin. Insufisiensi fungsi insulin dapat disebabkan oleh gangguan atau defisiensi produksi insulin oleh sel-sel beta Langerhans kelenjar pankreas, atau disebabkan oleh kurang responsifnya sel-sel tubuh terhadap insulin (WHO, 1999). Penyebab kerusakan sel-sel beta pankreas diantaranya adalah radikal bebas atau infeksi virus (Suarsana  et al. 2008). Penyakit  diabetes  mellitus  ditandai poliuria (banyak  berkemih), polidipsia (banyak  minum),  dan polifagia (banyak  makan),  walaupun  banyak  makan  tetapi berat  tubuh  menurun,  hiperglikemia,  glikosuria,  ketosis  dan  asidosis  (Ganong, 1998).
2.      Patofisiologi
Diabetes mellitus dibagi menjadi 2 kategori utama, yaitu (1) Diabetes mellitus tergantung insulin (IDDM =  insulin dependent diabetes mellitus) atau tipe I, dan (2) Diabetes mellitus tidak tergantung insulin (NIDDM =  non-insulin dependent diabetes mellitus) atau tipe II.
Diabetes mellitus (DM) tipe I adalah  diabetes  yang  disebabkan  oleh  gangguan  autoimun  dimana terjadi  penghancuran  sel-sel β Langerhans pankreas penghasil insulin akibat infeksi virus, pemberian senyawa toksin, diabetogenik (streptozotosin, aloksan), atau secara genetik (wolfram sindrome) yang mengakibatkan produksi insulin sangat rendah atau berhenti sama sekali. Hal tersebut mengakibatkan penurunan pemasukan glukosa dalam otot dan jaringan adiposa. Secara patofisiologi, penyakit ini terjadi lambat dan membutuhkan waktu yang bertahun-tahun, biasanya terjadi sejak anak-anak atau awal remaja. Penurunan berat badan merupakan ciri khas dari penderita DM I yang tidak terkontrol. Gejala yang sering mengiringi DM I yaitu poliuria, polidipsia, dan polifagia..  Pada DM I, kadar glukosa darah sangat tinggi, tetapi tubuh tidak dapat memanfaatkannya secara optimal untuk membentuk energi. Oleh karena itu, energi diperoleh melalui peningkatan katabolisme protein dan lemak. Seiring dengan kondisi tersebut, terjadi perangsangan lipolisis serta peningkatan kadar asam lemak bebas dan gliserol darah. Penyakit  ini tergantung pada  terapi  insulin (Lawrence, 1994; Karam et al., 1996).
Pada kondisi DM II tersebut cenderung terjadi pada individu usia lanjut dan biasanya didahului oleh keadaan sakit atau stres yang membutuhkan kadar insulin tinggi. Pada DM II, kehadiran insulin tidak cukup untuk mencegah glukosuria. Secara patofisiologi, DM tipe II disebabkan karena dua hal yaitu (1) penurunan respon jaringan perifer terhadap insulin, peristiwa tersebut dinamakan resistensi insulin, dan (2) Penurunan kemampuan sel  β pankreas untuk mensekresi insulin sebagai respon terhadap beban glukosa. Sebagian besar DM tipe II diawali dengan kegemukan karena kelebihan makan. Sebagai kompensasi, sel  β pankreas merespon dengan mensekresi insulin lebih banyak sehingga kadar insulin meningkat (hiperinsulinemia). Konsentrasi insulin yang tinggi mengakibatkan reseptor insulin berupaya melakukan pengaturan sendiri (self regulation) dengan menurunkan jumlah reseptor atau  down regulation. Hal ini membawa dampak pada penurunan respon reseptornya dan lebih lanjut mengakibatkan terjadinya resistensi insulin. Secara patologis, pada permulaan DM tipe II terjadi peningkatan kadar glukosa plasma dibanding normal, namun masih diiringi dengan sekresi insulin yang berlebihan (hiperinsulinemia). Seiring dengan kejadian tersebut, sel  β  pankreas mengalami adaptasi diri sehingga responnya untuk mensekresi insulin menjadi kurang sensitif, dan pada akhirnya membawa akibat pada defisiensi insulin. Pemberian  obat-obat oral antidiabetes sulfonilurea masih dapat merangsang kemampuan sel                   β-Langerhans pankreas untuk mensekresi insulin (Unger dan Foster, 1992; Lawrence, 1994; Kahn, 1995).


B.     Tanaman Salam
1.    Nama Daerah      
Salam (Indonesia,  Sunda,  Jawa,  Madura);  gowok (Sunda);  manting  (Jawa);  kastolam (Kangean);  dan  meselangan,  ubar  serai (Melayu)
2.    Klasifikasi
Divisi          : Spermatophyta
Subdivisi    : Angiospermae
Kelas          : Dicotyledoneae
Ordo           : Myrtales
Family        : Myrtaceae
Genus         : Syzygium
Spesies        : Syzygium  polyanthum  
                          (Wight)  Walp.
3.    Deskripsi Tanaman
Salam  merupakan  tanaman  asli  Indonesia dan  tumbuh  di  wilayah  iklim  tropis  dan subtropis,  termasuk  di  Asia  Tenggara  dan Cina.  Secara  morfologi  (Gambar  1),  salam merupakan  pohon  bertajuk  rimbun  dengan tinggi mencapai  25  m,  berakar  tunggang, dan berbatang bulat dengan permukaan yang licin. Daun tunggal, berbentuk lonjong hingga elips, letak  berhadapan,  panjang  tangkai  0,5-1  cm, ujung  meruncing,  pangkal  runcing,  tepi  rata, panjang  5-15  cm,  lebar  3-8  cm,  pertulangan menyirip, permukaan atas licin berwarna hijau tua,  dan  permukaan  bawah  berwarna  hijau muda. Bunga majemuk, tersusun dalam malai yang keluar dari ujung ranting, berwarna putih dan  baunya  harum.  Buah  buni,  berbentuk bulat,  diameter  8-9  mm,  saat  masih  muda berwarna  hijau,  saat  matang  berubah  warna menjadi merah gelap, dan rasanya agak sepat. Biji berbentuk bulat, penampang sekitar 1 cm, dan berwarna coklat (Sumono, 2008).


4.    Penggunaan Secara Tradisional
Untuk mengobati penyakit diabetes, daun salam digunakan secara tradisional dengan cara :
a.       Daun salam direbus dengan air 4 gelas hingga tersisa 3 gelas, diminum 3 kali sehari (Syarif dkk, 2010)
b.      Daun salam 5-7 lembar direbus dengan air 2 gelas menjadi 1 gelas, diminum 3-7 hari, dan kemudian cek di laboratorium (Santoso dan Yulfira, 2003).
5.    Kandungan Kimia
Kandungan  kimia  tanaman  salam  dilaporkan di  antaranya    minyak  atsiri  (0,05%)  yang terdiri dari sitral dan eugenol (Sumono, 2008), serta  mengandung  tanin  tidak  kurang  dari 21,7%  dan  flavonoid  dengan  fluoretin  dan kuersitrin  sebagai  golongan  utama  (BPOM, 2004).
Winarto  (2004) menyatakan  bahwa daun  salam  mempunyai  kandungan  kimia yaitu tanin, flavonoid, dan minyak asiri 0,05%  yang  terdiri  dari  eugenol  dan  sitral. Kandungan Eugenia  polyantha merupakan bahan  aktif  yang diduga mempunyai  efek  farmakologis. 
6.    Data Ilmiah
a.       Limawan (1998) menyatakan dalam penelitiannya bahwa infus daun salam dengan dosis 175 mg/kg BB kelinci dapat menurunkan  kadar  glukosa  darah  kelinci.
b.      Studiawan  (2004) menyatakan  dalam  penelitiannya  bahwa ekstrak  etanol  daun  salam  dengan dosis 2,62 mg/kg BB dapat  menurunkan kadar  glukosa  darah  pada  tikus. 

C.    Mekanisme Kerja Daun Salam sebagai Anti Diabetik
Salah  satu  kandungan  daun  salam  adalah senyawa  golongan  flavonoid.  Golongan  senyawa  ini, terutama  yang  berada  dalam  bentuk  glikosidanya mempunyai  gugus-gugus  gula.  Zat  aktif  utama  pada daun salam yakni flavonoid  jenis quersetin  dan fluoretin  yang  dapat  berfungsi  sebagai  antioksidan  (BPOM, 2004). Dalam  penelitian, glikosida  flavonoid  yang  terkandung  dalam daun  salam  tersebut  bertindak  sebagai  penangkap radikal hidroksil,  sehingga dapat mencegah aksi diabetogenik (Santosa, 2005).
c
Radikal  bebas  adalah  substansi  reaktif yang  dibentuk  dalam  sel-sel  tubuh  sebagai hasil  proses  metabolisme.  Radikal  bebas merupakan  molekul  atau  atom  yang  tidak stabil karena memiliki satu atau lebih elektron tidak  berpasangan  pada  orbital  terluarnya. Radikal bebas sangat berbahaya karena sangat reaktif  dalam  mencari  pasangan  elektronnya, bereaksi  dengan  cepat  pada  biomolekul melalui  banyak  jenis  reaksi,  antara  lain penangkapan  hidrogen,  donor  elektron,  dan penggunaan  elektron  bersama.  Radikal  bebas akan  melepaskan  elektron  pada  molekul sekitarnya  untuk  menghasilkan  pasangan elektron  untuk  menjadi  molekul  yang  stabil. Reaksi  ini  akan  berlangsung  terus-menerus dalam  tubuh  dan  bila  tidak  dihentikan  akan menimbulkan  berbagai  penyakit  seperti kanker,  penuaan  dini,  serta  penyakit degeneratif  lainnya  (Pourmorad, 2006).
Antioksidan  dinyatakan  sebagai  senyawa yang  secara  nyata  dapat  memperlambat oksidasi,  walaupun  dengan  konsentrasi  yang lebih  rendah  dibandingkan  dengan  substrat yang  dapat  dioksidasi.  Antioksidan  dapat menangkap  berbagai  jenis  oksigen  yang secara  biologis  bersifat  reaktif  (O2-,  H2O2, -OH,  -HOCl,  dsb),  dengan  cara  mengubah pembentukan  molekul  radikal  bebas  atau dengan  melengkapi  kekurangan  elektron radikal  bebas  yang  dapat  menimbulkan  stress oksidatif  (Pietta  2000).
Luasnya komplikasi pada diabetes tampaknya berkorelasi dengan konsentrasi glukosa darah sehingga glukosa berlebih diduga menjadi penyebab utama kerusakan jaringan. Fenomena ini dapat disebabkan oleh kemampuan hiperglikemia secara  in vivo  dalam modifikasi oksidatif berbagai substrat. Selain itu, hiperglikemia juga terlibat dalam proses pembentukan radikal bebas.  Hiperglikemia menyebabkan autooksidasi glukosa, glikasi protein, dan aktivasi jalur metabolisme poliol yang selanjutnya mempercepat pembentukan senyawa oksigen reaktif. Pembentukan senyawa oksigen reaktif tersebut dapat meningkatkan modifikasi lipid, DNA, dan protein pada berbagai jaringan. Modifikasi molekuler pada berbagai jaringan tersebut mengakibatkan ketidakseimbangan antara antioksidan protektif (pertahanan antioksidan) dan peningkatan produksi radikal bebas. Hal itu merupakan awal kerusakan oksidatif yang dikenal sebagai stres oksidatif. untuk meredam kerusakan oksidatif tersebut diperlukan antioksidan. Peningkatan suplai antioksidan yang cukup akan membantu pencegahan komplikasi klinis diabetes melitus (Setiawan, 2005).
Glukosa dapat teroksidasi sebelum berikatan dengan protein demikian juga glukosa setelah berikatan dengan protein dapat teroksidasi menghasilkan  Reactive Oxygen Species  (ROS). Kombinasi glikasi dan oksidasi glukosa menghasilkan pembentukan AGEs (advanced glycogen end-products). Proses pembentukan AGEs merupakan proses irreversible  yang berlangsung lama dan dapat menimbulkan kerusakan jaringan. Pembentukan AGEs cara lain dengan mengoksidasi glukosa kemudian produk oksidasi bereaksi dengan protein. Monosakarida dapat dioksidasi dan dikatalisis oleh ion Fe dan Cu menghasilkan O2*-, H2O2,*OH dan karbonil toksik yang dapat merusak protein, reaksi ini disebut  Maillard browning (Widowati, 2008).
Dalam mekanisme penyembuhan penyakit diabetes, flavonoid diduga berperan secara signifikan meningkatkan aktivitas enzim antioksidan dan mampu meregenerasi sel-sel β-pankreas yang rusak sehingga defisiensi insulin dapat diatasi. Mekanisme  kerja flavonoid  dalam  melindungi  tubuh  terhadap efek  radikal bebas adalah mengikat ion logam yang menyebabkan kompleks ion inert sehingga tidak dapat mengawali terjadinya peroksidasi lipid serta menghentikan aktivitas radikal bebas (Winarsi, 2007).
Studi secara epidemiologi yang dilakukan Griffiths, et al. (2002) menjelaskan bahwa senyawa-senyawa flavonoid, termasuk kuersetin memiliki kemampuan pada penyakit diabetes tipe II. Jo, et al. (2009) dalam jurnalnya membuktikan bahwa kuersetin memiliki kemampuan aktivitas inhibisi                  α-glukosidase. Hasil penelitiannya juga menjelaskan bahwa kuersetin memiliki hasil yang signifikan dalam menginhibisi α-glukosidase dibandingkan acarbose yang selama ini sudah dijadikan obat diabetes. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Gustina (2012) bahwa nilai inhibisi dari kuersetin memiliki hasil yang cukup besar, yaitu 86,55%.
Enzim  α-glukosidase adalah suatu biokatalisator yang berfungsi untuk meningkatkan hidrolisis karbohidrat menjadi glukosa (gula sederhana) di usus. Inhibitor enzim  α-glukosidase merupakan obat antihiperglikemia untuk pasien diabetes melitus tipe II. Karbohidrat yang dikonsumsi secara normal akan diubah terlebih dahulu menjadi monosakarida untuk dapat diserap oleh usus menjadi glukosa darah. Inhibitor enzim α-glukosidase ini akan mencegah pemecahan karbohidrat, seperti pati dan oligosakarida lainnya sehingga dapat mengurangi konsentrasi gula darah dari karbohidrat yang dikonsumsi (Chiasson, 2002). Contoh obat dari jenis inhibitor enzim α-glukosidase, diantaranya adalah acarbose, maglitol, dan voglibose (Neal, 2002).
Cara kerja dari kuersetin sebagai antidiabetes disebabkan adanya substituen gugus hidroksil pada cincin C-3 (Lukacinova  et al.,  2008). Hidroksilasi cincin C-3 pada cincin karbon kerangka flavonol tersebut berperan penting dalam penghambatan enzim  α-glukosidase. Tadera  et al.  (2006) menyatakan bahwa aktivitas penghambatan enzim yang tinggi itu diakibatkan karena adanya reaksi hidroksilasi pada C-3 (C-3-OH).


DAFTAR PUSTAKA

Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. 2004. Monografi Ekstrak Tumbuhan Obat Indonesia Volume 1 . Jakarta: BPOM RI.
Chiasson  J, Josse  RG, Gomis  R, Hanefeld M, Karasik A, Laakso M. 2002. Acarbose for prevention of type 2 diabetes mellitus:  the stop NIDDM randomized.  Medical Progress  359: 2072-2077.
Ganong,  W.  F.  (1998).  Buku  Ajar  Fisiologi  Kedokteran.  Edisi  XVII.  Jakarta: Penerbit EGC. Halaman 335.
Griffiths G, Trueman  L, Crowther T, dan Thomas B. 2002. Onions, a global benefit to health.  Phytotherapy Res  17:603-615.
Gustina, Nyi Mas Rosmeini Anica. 2012. Aktivitas Ekstrak, Fraksi Pelarut, Dan Senyawa Flavonoid Daun Sukun (Artocarpus Altilis) Terhadap Enzim Α -Glukosidase Sebagai Antidiabetes. Institut Pertanian Bogor: Bogor.
Jo SH, Ka EH, Lee HS, Apostolidis E, Jang H-D dan Kwon Y-I. 2009. Comparison of antioxidant potential and rat intestinal α-Glucosidases inhibitory activities of kuersetin, rutin, and isokuersetin. International Journal of Applied Research in Natural Products 2 (4): 52-60.
Karam, J.H., Patricia, P.R., Salber, and Forsham, P.H., 1996, Pancreatic Hormones and Diabetes Mellitus, In Greenspan, F.S.,  Basic and Clinica Endocrinology, 3rd Ed, 593-649, Prentice-Hall International Inc., London.
Kahn, C.R. 1995, Disorder of Fuel Metabolism, In Becker, K.L. (Ed.), Priciples and Practice of Endocrinology and Metabolism, 2nd Ed., 1148-54,  
Lawrence, J.C., 1994, Insulin and Oral Hypoglycemic Agents, In Brody, T.M.,Larner, J., Minneman, K.P., and Neu, H.C. (Ed.), Human Pharmacology,2nd Ed., 523-539, Mosby, London. 
Limawan,  P.H.,  1998, Pemberian  Infus  Daun  Syzygium Polyanthum  (Weight)Walp  Secara  Oral  Terhadap Kadar  Glukosa  Darah  Kelinci  Dengan  Cara  Uji Toleransi  Gula,  Skripsi,  Fakultas  Farmasi Universitas Airlangga, Surabaya.
Lukacinova, J. Mojzis, R. Benacka, J. Keller, T. Maguth, P. Kurila, L. Vasko, O. Racz dan F. Nistiar . 2008. Preventive effects of flavonoids on alloxan-induced diabetes mellitus in rats.  ACTA VET BRNO  (77): 175-182.
Neal, MJ. 2002.  Medical Pharmacology a Glance . New York: Blackwell Publishing.
Santoso, S. Sapardiyah dan Yulfira Media. 2003. Obat Tradisional Untuk Penyembuhan Penyakit Diabetes Mellitus dari Pengobat Tradisional (BATTRA) di DKI Jakarta, Yogyakarta dan Surabaya. Jurnal Ekologi Kesehatan. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.
Setiawan B.dan Eko Suhartono. 2005. Stres Oksidatif dan Peran Antioksidan pada Diabetes Melitus. Maj Kedokt Indon, Volum: 55, Nomor: 2. Fakultas Kedokteran Universitas Lambung Mangkurat, Banjarbaru, Kalimantan Selatan.
Siswono Handoko Jati (2008). Efek Antioksidan Ekstrak Etanol 70% Daun Salam (Syzygium  polyantum)  pada  Hati  Tikus  Putih  Jantan  Galur  Wistar  yang Diinduksi Karbon Tetraklorida (CCl4).
Studiawan, H. dan Mulja Hadi Santosa. 2005. Uji Aktivitas Penurun Kadar Glukosa Darah Ekstrak Daun Eugenia polyantha pada Mencit yang Diinduksi Aloksan. Media Kedokteran Hewan Vol. 21, No. 2. Universitas Airlangga Surabaya
Syarif, dkk. 2010. Diskripsi Dan Manfaat  Tanaman Obat Di Pedesaan Sebagai Upaya Pemberdayaan Apotik Hidup (Studi Kasus Di Kecamatan Wonokerto. Fak. Perikanan Univeritas Pekalongan.
Tadera K, Minami Y, Takamatsu K, dan Matsuoka T. 2006. Inhibition of α-glucosidase and  α-amylase by flavonoids.  J Nutr Sci Vitaminol 52:149-153.
Unger, R.H. and Foster, D.W., 1992, Diabetes Mellitus, In Wilson, J.D. and Foster, D.W.,  Endocrinology, 1255-1317, W.B Sunders Company, A Division of Harcourt Brace and Company, London.
Widowati, Wahyu. Potensi Antioksidan sebagai Antidiabetes. JKM. Vol.7 No.2 Februari 2008. Fakultas Kedokteran, Universitas Kristen Maranatha, Bandung.
Winarto W. P., 2004, Memanfaatkan Bumbu Dapur untuk Mengatasi Aneka Penyakit. Jakarta: Agromedia Pustaka.

1 komentar:

  1. kak mau softcopy jurnal nya Gustina, Nyi Mas Rosmeini Anica. 2012 masih ada?

    BalasHapus