BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Obat
dapat didefinisikan sebagai suatu zat yang dimaksudkan untuk dipakai dalam
mendiagnosis, mengurangi rasa sakit, mengobati atau mencegah penyakit pada
manusia atau hewan (Ansel, 1989). Obat dapat berupa
bahan tunggal maupun campuran (Syamsuni, 2006).
Selama
ini obat dalam pelayanan kesehatan selalu disebut sebagai unsur penunjang, hampir
80% pelayanan kesehatan diintervensi dengan obat. Saat ini beberapa jenis obat
yang lazim digunakan dalam masyarakat seperti pil, tablet, kapsul, serbuk,
sirup, suspensi ataupun emulsi sudah tak lagi menjadi suatu hal baru. Namun
apabila pemakaian obat harus secara oral dalam bentuk kering, maka bentuk tablet
yang paling sering digunakan.
Tablet
efektif memberikan kenyamanan dan kemantapan dalam penanganan, penegnalan dan
pemakaian oleh pasien. Dari sudut pandang farmasetika tablet (sediaan
padat) lebih stabil daripada bentuk
cair, sehingga lebih cocok untuk obat – obat yang kurang stabil (Ansel, 1989).
Jenis-jenis
tablet sangat beragam, diantaranya tablet kompresi, tablet salut, tablet
kunyah, dan lain-lain. Ada juga yang dinamakan tablet sublingual dan bukal.
Penggunaan kedua tablet ini yaitu dengan
cara meletakkan tablet di antara gusi dan pipi (tablet bukal) dan di bawah
lidah (tablet sublingual).
Canggihnya teknologi farmasi mendorong
perkembangan formulasi sebuah tablet oral menjadi tablet bukal. Hal tersebut
selain didorong oleh teknologi yang ada, hal tersebut juga karena didorong
adanya beberapa kekurangan penggunaan tablet secara oral yang lebih umum
dikenal dan digunakan oleh masyarakat. Beberapa diantaraya adalah rasanya
yang pahit, timbulnya beberapa efek sistemik maupun efek lokal, rusaknya obat
karena keasaman lambung, atau rusaknya obat oleh hepar, serta dibutuhkan waktu
yang cukup lama untuk menimbulkan efek terapeutik dari suatu sediaan oral.
Karena pentingnya penggunaan tablet sublingual dan bukal dalam pengobatan maka
hal inilah yang melatar belakangi pembuatan makalah ini.
B.
Rumusan
Masalah
Adapun
rumusan masalah dari makalah ini adalah sebagai berikut
1. Apa
itu tablet sublingual dan bukal ?
2. Apa
saja contoh tablet sublingual dan bukal ?
3. Bagaimana
formulasi tablet sublingual dan bukal ?
4. Bagaimana
cara pembuatan tablet sublingual dan bukal ?
5. Apa
saja hal-hal yang harus diperhatikan pada saat produksi, distribusi,
penyimpanan tablet sublingual dan bukal ?
C.
Tujuan
Adapun
tujuan dari makalah ini antara lain
1. Untuk
mengetahui tentang tablet sublingual dan bukal
2. Untuk
mengetahui contoh tablet sublingualdan bukal
3. Untuk
mengetahui formulasi tablet sublingual dan bukal
4. Untuk
mengetahui cara pembuatan tablet sublingaual dan bukal
5. Untuk
mengetahui hal-hal apa saja yang harus diperhatikan pada saat produksi,
distribusi, penyimpanan tablet sublingual dan bukal
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.
Tablet
Dalam Farmakope Indonesia Edisi
III, tablet adalah sediaan padat kompak, dibuat secara kempa cetak, dalam
bentuk tabung pipih atau sirkuler, kedua permukaannya rata atau cembung,
mengandung satu jenis obat atau lebih dengan atau tanpa zat tambahan (Anonim,
1979). Dalam Farmakope Indonesia Edisi IV tablet adalah sediaan padat mengandung bahan obat dengan atau
tanpa bahan pengisi (Anonim, 1995).
Tablet merupakan bahan obat dalam
bentuk sediaan padat yang biasanya dibuat dengan penambahan bahan tambahan
farmasetika yang sesuai. Tablet - tablet dapat berbeda - beda dalam ukuran,
bentuk, berat, kekerasan ketebalan, daya hancurnya, dan dalam aspek lainnya
tergantung dari cara pemakaian tablet dan metode pembuatannya (Ansel, 1989).
Beberapa kriteria yang harus
dipenuhi untuk tablet berkualitas baik adalah sebagai berikut :
a. Kekerasan
yang cukup dan tidak rapuh, sehingga kondisinya tetap baik selama fabrikasi /
pengemasan dan pengangkutan hingga sampai pada konsumen.
b. Dapat
melepaskan bahan obatnya sampai pada ketersediaan hayatinya.
c. Memenuhi
persyaratan keseragaman bobot tablet dan kandungan obatnya.
d. Mempunyai
penampilan yang menarik, baik pada bentuk, warna, maupun rasanya.
Untuk
mendapatkan tablet yang baik tersebut, maka bahan yang akan dikempa menjadi
tablet harus memenuhi sifat - sifat sebagai berikut :
a. Mudah
mengalir, artinya jumlah bahan yang akan mengalir dalam corong alir ke dalam
ruang cetakan selalu sama setiap saat, dengan demikian bobot tablet tidak akan
memiliki variasi yang besar.
b. Kompaktibel,
artinya bahan mudah kompak jika dikempa, sehingga dihasilkan tablet yang keras.
c. Mudah
lepas dari cetakan, hal ini dimaksudkan agar tablet yang dihasilkan mudah lepas
dan tak ada bagian yang melekat pada cetakan, sehingga permukaan tablet halus
dan licin (Sheth, dkk, 1980).
Metode
pembuatan tablet ada tiga cara yaitu : metode kempa langsung, granulasi basah,
dan granulasi kering.
a. Kempa
langsung
Metode
kempa langsung yaitu percetakan bahan obat dan bahan tambahan yang berbentuk
serbuk tanpa proses pengolahan awal atau granulasi. Kempa langsung
membangkitkan gaya ikatan di antara partikel sehingga tablet memiliki kekompakan
yang cukup (Voigt, 1984). Pada proses ini diperlukan serbuk yang mempunyai
fluiditas dan kompaktibilitas yang baik (Sheth, dkk, 1980).
b. Granulasi
kering
Pada
metode ini, granul dibentuk oleh penambahan bahan pengikat kering kedalam
campuran serbuk obat dengan cara memadatkan massa yang jumlahnya besar dari
campuran serbuk, memecahkannya dan menjadikan pecahan – pecahan menjadi granul,
penambahan bahan pelicin dan penghancur kemudian dicetak menjadi tablet (Ansel,
1989).
c. Granulasi
Basah
Metode
ini meupakan metode pembuatan yang paling banyak digunakan dalam memproduksi
tablet kompresi. Langkah-langkah yang diperlukan dalam pembuatan tablet dengan
metode ini dapat dibagi sebagai berikut: menimbang dan mencampur bahan-bahan,
pembuatan granulasi basah, pengayakan granul basah, pengeringan, pengayakan
granul kering, pencampuran bahan pelicin dan bahan penghancur, pembuatan tablet
dengan kompresi (Ansel, 1989).
B.
Tablet
Sublingual dan Bukal
Tablet sublingual adalah tablet
yang digunakan dengan cara diletakkan di bawah lidah sehingga zat aktif diserap
secara langsung melalui mukosa mulut, diberikan secara oral, atau jika
diperlukan ketersediaan obat yang cepat. Tablet bukal adalah tablet yang digunakan
dengan cara meletakkan tablet diantara pipi dan gusi sehingga zat aktif diserap
secara langsung melalui mukosa mulut (Syamsuni, 2006).
Kedua tablet ini umumnya berbentuk
kecil, pipih, dan oval yang dimaksudkan untuk pemberian pada daerah bukal atau
bawah lidah yang melarut atau tererosi perlahan, oleh karena itu, diformulasi
dan dikopresi dengan tekanan yang cukup untuk menghasilkan tablet yang keras (Rudnic
and Schwartz, 1990). Setelah obat dilepaskan dari tablet, bahan aktif
diabsorpsi tanpa melewati saluran gastrointestinal. Ini rute yang menguntungkan
untuk obat yang bisa dihancurkan oleh saluran gastrointestinal. Pemberiannya
hanya terbatas pada gliseril trinitrat dan hormon-hormon steroid (Parrot,
1980).
Kedua jenis tablet ini dimaksudkan
untuk diserap langsung oleh selaput lender mulut. Obat-obatan yang diberikan
dengan cara ini dimaksudkan agar memberikan efek sistemik, dan karena itu harus
dapat diserap dengan baik oleh selaput lendir mulut. Tablet buccal dan
sublingual hendaklah diracik dengan bahan pengisi yang lunak, yang tidak
merangsang keluarnya air liur. Ini mengurangi bagian obat yang tertelan dan
lolos dari penyeraapan oleh selaput lender mulut. Di samping itu, kedua tablet
ini hendaklah dirancang untuk tidak pecah, tetapi larut secara lambat, biasanya
dalam jangka waktu 15-30 menit, agar penyerapan berlangsung dengan baik
(Lachman, dkk, 2008).
BAB III
PEMBAHASAN
A.
Definisi
Tablet Sublingual dan Bukal
Tablet sublingual merupakan jenis
tablet kompresi yang penggunannya
disisipkan di bawah lidah sedangkan tablet bukal penggunaanya disipkan
di antara pipi dan gusi. Tablet ini umumnya berbentuk datar atau oval, keras,
dan mengandung hormon.
Keuntungan tablet sublingual dan
bukal adalah :
1. Cocok
untuk jenis obat yang dapat dirusak oleh cairan lambung atau sedikit sekali
diserap oleh saluran pencernaan.
2. Bebas
First Pass Metabolism.
3. Proses
absorpsinya cepat karena langsung diabsorpsi melalui mukosa mulut, sehingga
diharapkan dapat memberikan efek yang cepat juga.
Adapun
kerugian tablet sublingual dan bukal adalah :
1. Hanya
sebagian obat yang dapat dibuat menjadi tablet sublingual dan bukal karena obat
yang dapat diabsorpsi melalui mukosa mulut jumlahnya sangat sedikit.
2. Untuk
obat yang mengandung nistrogliserin pengemasan dan penyimpanan obat memerlukan
cara khusus karena bahan ini mudah menguap.
B.
Contoh
Tablet Sublingual dan Bukal
Tablet bukal dan sublingual pemberiannya
hanya terbatas pada gliseril trinitrat, nitrogliseril dan hormon - hormon
steroid.
1. Nitrogliserin
Sediaan nitrogliserin sublingual
dan bukal dapat mengurangi serangan anginal pada penderita iskemia jantung. Pemberian
0,3 – 0,4 mg melepaskan rasa sakit sekitar 75% dalam 3 menit, 15% lainnya lepas
dari sakit dalam waktu 5 – 15 menit. Apabila rasa sakit bertahan melebihi 20 –
30 menit setelah penggunaan dua atau tiga tablet nitrogliserin berarti terjadi
gejala koroner akut dan pasien diminta untuk mencari bantuan darurat (Sukandar,
dkk, 2008).
Efek samping mencakup hipotensi
postural yang berhubungan dengan gejala sistem saraf pusat, refleks takikardi,
sakit kepala, dan wajah memerah, dan mual pada waktu tertentu (Sukandar, dkk,
2008).
2. Hormon
– Hormon Steroid
a. Estrogen
Estrogen yang diberikan oral
menstimulasi sintesis protein hepatik dan meningkatkan konsentrasi sirkulasi
glogulin terikat hormn seks, yang dapat menjamin bioavailabilitas androgen dan
astrogen. Estradiol merupakan bentuk kuat dan paling aktif dari estrogen
endogen saata diberikan oral dia termetabolisme dan hanya 10% mencapai
sirkulasi sebagai estradiol bebas. Absorbsi estrogen secara sistemik ppada
tablet lebih rendah dibanding krim vaginal. Penemuan baru menunjukkan estrogen
pada dosis yang lebih rendah efektif dalam mengontrol simptom pasca menopause
dan mengurangi kehilangan masa tulang (Sukandar, dkk, 2008).
Contoh obat yang beredar di pasaran
adalah angeliq, cliane, climmen, cyclo progynova, diane, dan lain-lain (Anonim,
2010).
b. Progestogen
Progestogen umumnya diberikan pada
wanita yang belum pernah menjalani histerektomi. Progestin sebaiknya
ditambahkan karena estrogen tunggal berkaitan dengan hiperplasia dan kanker
endometrium. Terapi hormon dosis rendah(estrogen terkonjugaasi ekuin 0,45 mg
dan medroksiprogesteron asetat 1,5 mg/hari menunjukkan kesamaan dalam peredaran
simptom dan pertahanan densitas tulang tanpa peningkatan hiperplasia
endometrium.
Progestogen oral yang paling umum
digunakan adalah medroksiprogesteron asetat misalnya Dilena; Noretisteron
asetat, misalnya Anore, Cliane, Kliogest, Norelut, Primolut N, dan Regumen.
C.
Formulasi
Tablet Sublingual dan Bukal
Tablet bukal mengandung sejumlah
bahan aktif yang dikombinasikan dengan bahan tambahan, dimana bahan tambahan
yang penting terdiri atas sorbitol dan lubrikan. Tablet ini memberikan “drug
delivery” yang sangat cepat, dimana level bahan aktif dalam darah dapat
dibandingkan dengan pemberian secara parenteral.
Perlu bagi formulasi bukal untuk
kontak dengan mukosa oral untuk waktu yang cukup agar obat bisa diabsorpsi.
Jika formulasinya “falls apart” terlalu cepat, bahan aktif akan tertelan,
sehingga obat yang sampai tidak cukup, tetapi jika formulasinya tidak “falls
apart” dengan cukup cepat maka pasien akan kesulitan, karena pasien tidak dapat
makan atau minum selama menggunakan sediaan bukal. Formulasi bukal sebaiknya mempunyai
ukuran yang kecil untuk menghindari ketidaknyamanan pasien, dan diinginkan
formulasi sebisa mungkin larut dalam saliva sehingga ketidaknyamanan dari
partikel berpasir yang tidak larut di mulut dapat dihindari.
Komposisi tablet bukal untuk
pemberian obat mengandung bahan-bahan penting
kira-kira 1 sampai 20% dari berat bahan terlarut, polimer adesif yang
dapat diterima secara farmasetika, bahan
tambahan tablet yang dapat dikompresi secara langsung, dan sejumlah bahan obat
yang berguna secara terapi. Komposisi tablet bukal misalnya bisa mengandung
kira-kira sampai 10 % (kira-kira 1-10%) penghancur yang dapat diterima secara
farmasetika.
Komposisi tablet bukal untuk
pemberian estrogen, mengandung kira-kira 2-10% bahan adesif polimer, seperti
carbomer 934 P; dan penghancur tablet sampai kira-kira 6%, seperti crospovidon;
gula yang dapat dikompresi dan kira-kira 50 mikrogram sampai 2 g estradiol.
Formulasi bukal dapat mengandung bahan-bahan incidental, seperti lubrikan,
bahan pewarna dan bahan pengaroma. Bahan adesif polimer yang dapat diterima
secara farmasetikal digunakan untuk memberikan sifat basah untuk formulasi
bukal sehingga sediaannya dapat tetap pada tempatnya selama pemberian. Sejumlah
bahan adesif dalam formulasi kira-kira 1-20%, tetapi lebih dipilih 2-10%.
Penggunaannya yang kurang dari 1% bisa menghasilkan sifat adesif yang tidak
cukup atau formulasi yang “falling apart” yang terlalu cepat, sebaliknya jika
berlebihan menyebabkan formulasi tersebut tinggal lebih lama daripada yang
diinginkan. Bahan adesif akan lengket ketika lembab tetapi tidak ketika kering,
untuk kenyamanan pada saat penanganan. Sejumlah bahan adesif dapat digunakan
secara umum untuk meningkatkan kelarutan dari bahan aktif.
Salah satu kelompok bahan adesif
polimer yang ber-BM tinggi dari asam akrilat dikenal dengan karbomer. Berat
molekulnya 450,000 sampai 4,000,000 berguna, terutama dengan BM 3,000,000
(misalnya carbomer 934 P.). Bahan adesif ini digunakan dalam jumlah kecil untuk
memberikan karakteristik adesif yang diinginkan pada formulasi, yang berguna
karena jumlah bahan adesif yang besar dapat menghalangi disolusi dari bahan
aktif. Polimer hidrofilik lain yang bisa digunakan adalah polimer hidrofilik
yang mengandung sebagian (87-89%) polivinilalkohol terhidrolasi ( BM 10,000
sampai 125,000, lebih dipilih 11,000 to 31,000), polietilen oxida (mBM
kira-kira 100,000 sampai 5,000,000, lebih dipilih BM 400,000) dan poliakrilat.
Hidroksipropil metilselulosa yang mempunyai BM 13,000 sampai 140,000 dan
hidroksipropil selulosa yang mempunyai BM 60,000 sampai 1,000,000 juga
merupakan bahan adesif yang berguna. Istilah “soluble” digunakan sebagai
indikasi bahwa bahannya larut dalam air atau saliva.
Selama pemberian sediaan, bahan
adesif di tempat itu berbentuk seperti gel yang perlahan-lahan memisah.
Penggunaan sejumlah disintegran yang dapat diterima secara farmasetikal yang
tertelan selama pemberian, menyebabkan lebih banyak pemaparan formulasi pada
saliva, dapat membantu pemisahan dan menyebabkan formulasi memisah secara
perlahan-lahan. Jumlah disintegran dalam fprmulasi sampai 10%, misalnya 3-6%.
Meskipun demikian, jmlah disintegran yang berlebihan bisa memperlambat
penghancuran, seperti pada formulasi dari gel yang tidak larut, dan
membantudisolusi dari formulasi. Beberapa formulasi dari tipe ini bisa
menunjukkan disintegrasi yang lebih cepat jika disintegran yang digunakan
kurang dari 3%, misalnya 2,5% atau bahkan 1% atau kurang, terutama jika
disintegran tidak terbasahkan oleh air atau larut sebagian dalam air; seperti
disintegran dengan menghambat pemasukan air ke dalam komposisi tablet yang
dapat memperlambat penghancuran dan disolusinya. Pemilihan jumlah disintegran
yang tepat dilakukan dengan trial dan error. Beberapa formulasi tidak
mengandung disintegran sama sekali atau mengandung persentase disintegran yang
sangat kecil, misalnya 0.05% atau 0.1% sampai 0.9%.
Salah satu disintegran adalah bahan
crospovidon yang merupakan produk silang dari polivinil-5- pirolidon. Bahan
disintegran lain meliputi Ac-di-sol, asam alginate dan pati Na-karboksimetil.
Formulasinya juga meliputi bahan tambahan tablet yang larut, yang dapat
dikompresi secara langsung seperti gula. Salah satu bahan tambahan tablet
adalah cokristalisasi dari sukrosa 97% dan dekstrin termodifikasi 3%. Selain
itu, juga biasa digunakan laktosa. Bahan lain yang digunakan meliputi lubrikan,
bahan pewarna dan bahan pengaroma. Lubrikan mungkin tidak larut dalam air,
misalnya magnesium stearat atau oleat, jumlahnya sampai 3%, lebih dipakai 0,3
sampai 1,5%. Meskipun demikian, lubrikan yang dipilih adalah yang larut dalam
air, misalnya Na lauril sulfat, jumlahnya sampai 3%, dipilih 0,3-1,5%. Campuran
lubrikan yang larut dan tidak larut dalam air dapat digunakan. Lubrikan yang
larut bisa memperpendek waktu disintegrasi dan disolusi, terutama untuk bahan
obat yang larut dalam air, sedangkan lubrikan yang tidak larut bisa
memperpanjang.
Jumlah bahan aktif akan bervariasi tergantung pada dosis yang diinginkan untuk pengobatan. Estradiol, ketika digunakan sebagai bahan aktif, jumlahnya kira-kira 50 mikrogram sampai 2 mg. Formulasi dapat disiapkan dengan pencampuran sederhana dan mengkompresi jumlah campuran yang dinginkan ke dalam bentuk tablet. Sediaan akhir yang diinginkan mempunyai diameter kira-kira 0.635 cm (kira-kira ¼ inci) dan ketebalan kira-kira 0.127 cm (kira-kira 0.05 inci), dan penghancuran selama pemberian kira-kira 2-20 menit, lebih dipilih 4-12 menit (http://pharmacyaurel.blogspot.com/2009/04/tablet-bukalsublingual.html)
Jumlah bahan aktif akan bervariasi tergantung pada dosis yang diinginkan untuk pengobatan. Estradiol, ketika digunakan sebagai bahan aktif, jumlahnya kira-kira 50 mikrogram sampai 2 mg. Formulasi dapat disiapkan dengan pencampuran sederhana dan mengkompresi jumlah campuran yang dinginkan ke dalam bentuk tablet. Sediaan akhir yang diinginkan mempunyai diameter kira-kira 0.635 cm (kira-kira ¼ inci) dan ketebalan kira-kira 0.127 cm (kira-kira 0.05 inci), dan penghancuran selama pemberian kira-kira 2-20 menit, lebih dipilih 4-12 menit (http://pharmacyaurel.blogspot.com/2009/04/tablet-bukalsublingual.html)
D.
Pembuatan
Tablet
1. Persyaratan
Tablet
Dalam membuat tablet sublingual dan
bukal ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu :
a. Sifat
dan Kualitas
Ciri – ciri fisik tablet sublingual
dan bukal adalah datar atau oval, dan keras. Bentuk tersebut ditentukan oleh punch dan die yang digunakan untuk mengkompresi (menekan) tablet. Untuk
menghasilkan tablet yang datar, maka punch-nya
jangan terlalu cembung.
Adapun ketebalan tablet dipengaruhi oleh
jumlah obat yang dapat diisikan ke dalam cetakan dan tekanan yang diberikan
pada saat dilakukan kompresi (Ansel, 1989).
b. Berat
Tablet
Berat tablet ditentukan oleh jumlah
bahan yang diisikan ke dalam cetakan yang akan ditekan. Volume bahan (granul)
harus disesuaikan dengan beberapa tablet yang telah lebih dulu dicetak supaya
tercapai berat tablet yang diharapkan. Penyesuaian diperlukan, karena formula
tablet tergantung pada berat tablet yang akan dibuat.
Sebagai contoh, jika tablet harus
mengandung 10 mg bahan obat dan bila yang akan diproduksi 10.000 tablet, maka
diperlukan 100 gr dari obat tersebut dalam formula. Setelah penambahan bahan
tambahan, formulanya mungkin meningkat menjadi 1000 gr. Ini berarti tiap tablet
beratnya menjadi 100 mg dengan bahan obat yang terkandung 10 mg. Jadi, obat
yang diisi ke dalam cetakan harus disesuaikan supaya dapat menampung volume
granul yang beratnya 100 mg (Ansel, 1989).
c. Kekerasan
Tablet
Tablet bukal sengaja dibuat keras.
Hal ini dimaksudkan agar obat yang disisipkan di pipi larut perlahan – lahan.
Dalam proses kompresi, besarnya tekanan yang biasa digunakan adalah lebih kecil
dari 3000 dan lebih besar dari 40.000 pound. Jadi, untuk membuat tablet bukal
yang keras tekanan yang dibutuhkan juga besar. Pada saat ini banyak alat yang
bisa digunakan sebagai tester pengukur kekerasan tablet, diantaranya Pfizer tablet hardness tester, HT500 Hardness Tester, dan Friabilator.
Pfizer
tablet hardness tester (Ansel, 1989)
d. Daya
Hancur Tablet
Semua tablet dalam USP harus
melalui pengujian daya hancur secara resmi yang dilaksanakan in vitro dengan alat uji khusus. Alat
ini terdiri dari rak keranjang yang dipasang berisi 6 pipa gelas yang ujungnya
terbuka, diikat secara vertikal di atas latarbelakang dari kawat stainless yang berupa ayakan dengan
ukuran mesh nomor 10. Selama waktu pengujian, tablet diletakkan pada pipa
terbuka dalam keranjang tadi, dengan memakai mesin, keranjang diturun-naikkan
dalam cairan pencelup dengan frekuensi 29 – 32 kali turun – naik per menit. Layar
kawat dipertahankan selalu berada di bawah permukaan cairan.
Untuk tablet bukal dan sublingual,
meggunakan air (cairan pencelup) yang dijaga pada temperatur 37oC, kecuali
bila ditentukan ada cairan lain dalam masing – masing monogramnya. Tablet bukal
harus melebur dalam waktu 4 jam dan tablet sublingual biasanya 30 menit (Ansel,
1989).
Alat uji daya hancur
tablet (Ansel, 1989)
e. Disolusi
Tablet
Dalam USP cara pengujian disolusi
tablet dinyatakan dalam masing – masing monografi obat (Ansel, 1989).
2. Metode
Pembuatan
Sebagian besar tablet kompresi dibuat
dengan matode granulasi basah mengingat caranya yang relatif mudah. Begitu pula
dengan tablet sublingual dan bukal. Langkah-langkah yang diperlukan dlam
pembuatan tablet dengan metode ini dapat dibagi sebagai berikut; (1). Menimbang
dan mencampur bahan-bahan, (2) Pembuatan granulasi basah, (3) Mengayakan adonan
lembab menjadipelet atau granul, (4) Pengeringan, (5) Pengayakan kering, (6)
Pencampuran bahan pelincir, (7) Pembuatan tablet dengan kompresi (Ansel, 1989).
Bahan aktif, pengisi, dan bahan
penghancur yang diperlukan dalam formula tablet ditimbang sesuai dengan jumlah
yang dibutuhkan untuk membuat sejumlah tablet yang akan diproduksi dan
dicampur, diaduk baik, biasanya dengan menggunakan mesin pencampur serbuk atau
mikser. Pengisi yang biasa digunakan adalah laktosa, kaolin, mannitol, dan
lain-lain. Bahan penghancur meliputi tepung jagung dan kentang, turunan amilum,
senyawa selullosa, dan lain-lain (Ansel, 1989).
Selanjutnya campuran serbuk diubah menjadi
granula yang bebas mangalir ke dalam cetakan. Hal ini dapat dilakukan dengan
menambahkan cairan pengikat ke dalam campuran serbuk, melewatkan adonan yang
lembap melalui ayakan yang ukurannya seperti yang diinginkan, granul yang
dihasilkan melalui penngayakan ini dikeringkan lalu diayak lagi dengan
ukurannya yang lebih kecil.
Selanjutnya dilakukan penyaringan
adonan lembap menjadi pelet, pengeringan granul dalam kabiet pengering,
penyaringan kering, lubrikasi, dan pencetakan tablet (Ansel, 1989).
3. Pengemasan
dan Penyimpanan
Pada umumnya tablet sangat baik
disimpan dalam wadah yang tertutup rapat di tempat dengan kelembaban nisbi yang
rendah, serta terlindung dari temperatur tinggi. Tablet khusus yang cenderung
hancur bila kena lembab dapat disertai pengering dalam kemasannya. Tablet yang
dirusak oleh cahaya disimpan dalam wadah yang dapat menahan masuknya cahaya
(Ansel, 1989).
Untuk tablet sublingual yang
mengandung nitrogliserin (Tablet Nitrogliserin) memiliki peraturan tersendiri
dalam pengemasannya, yaitu :
a. Semua
tablet nitrogliserin harus dikemas dalam wadah gelas dengan tutup logam yang
sesuai dan dapat diputar.
b. Tiap
wadah tidak boleh berisi lebih dari 100 tablet.
c. Tablet
nitrogliserin harus disalurkan dalam wadah aslinya dan pada labelnya ada tanda
peringatan “untuk mencegah hilangnya potensi, jagalah tablet ini dalam wadah
aslinya dan segera tutup kembali wadahnya setelah pemakaian”.
d. Semua
tablet nitrogliserin harus disimpan dalam ruangan dengan temperatur yang diatur
antara 59o - 86 oF (Ansel, 1989).
Pelaksanaan peraturan ini membantu
memelihara keseragaman standar kandungan tablet nitrogliserin supaya lebih baik
dari sebelumnya. Bagaimanapun juga, nitrogliserin merupakan cairan yang mudah
menguap dari wadahnya bila terbuka dan khususnya apabila wadah tadi tidak
tertutup rapat (Ansel, 1989).
BAB IV
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Berdasarkan
pembahasan dapat dismpulkan :
1. Tablet
sublingual merupakan jenis tablet kompresi yang penggunannya disisipkan di bawah lidah sedangkan tablet
bukal penggunaanya disipkan di antara pipi dan gusi.
2. Contoh
tablet sublingual adalah tablet nitrogliserin dan bukal adalah tablet
hormon–hormon steroid.
3. Pembuatan
tablet sublingual dan bukal menggunakan metode granulasi basah.
4. Hal-hal
yang perlu diperhatikan dalam produksi adalah sifat dan kualitas, kekerasan
tablet, berat tablet, daya hancur tablet, disolusi tablet, dan pengemasan serta penyimpanan
B.
Saran
Melalui makalah ini kami
menyarankan agar perlunya peran aktif dari mahasiswa untuk memahami materi
formulasi sediaan padat, mengingat cakupannya yang sangat luas.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim,
1979, Farmakope Indonesia, Edisi III, Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, Jakarta.
Anonim,
1995, Farmakope Indonesia, Edisi IV, Departemen Kesehatan Republik Indonesia,
Jakarta.
Anonim,
2010, ISO Indonesia, Vol. 45, Ikatan
Apoteker Indonesia, Jakarta.
Ansel,
H.C, 1989, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, diterjemahkan oleh Farida
Ibrahim, Asmanizar, Iis Aisyah, Edisi IV, UI Press, Jakarta.
http://pharmacyaurel.blogspot.com/2009/04/tablet-bukalsublingual.html.
Diakses tanggal 25 Februari 2012.
Lachman,
L., Herbert A.L., Joseph L.K., 2008, Teori
dan Praktek Farmasi Industri, Edisi III, UI Press, jakarta.
Parrot,
E.L., 1980, Solid Dosage Form, In :
Sprowl, J.B., editor, Prescription
Pharmacy, 2nd ed, J.B Lippincott Company, Philadelpia.
Rudnic,
Edward and Schwartz, J.B., 1990, Oral
Solid Dosage Form. In : Gennaro, A.R. Remington’s Pharmaceutical Science, 18th
ed, Mack Publishing Company, Easton, Pennsylvania.
Sheth,
B.B., Bandelin F.J., Shangraw R.F., 1980, Compressed Tablet, In Lachman L., Lieberman H.A.,
Kanig J.L., (editor), Pharmaceutical Dosage Forms, Tablets,
Vol. I, Marcel Dekker Inc, New York.
Sukandar,
E.Y., dkk, 2008, ISO Farmakoterapi,
PT. ISFI Penerbitan, Jakarta.
Syamsuni,
2006, Farmasetika Dasar dan Hitungan
Farmasi, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Voigt,
R., 1994, Buku Ajar Teknologi Farmasi, Ed V, diterjemahkan oleh Soendani
Noerno Soewandi, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
nice
BalasHapusterimakasih info nya sangat bermanfaat :-)
BalasHapus