Powered By Blogger

Total Tayangan Halaman

Kamis, 30 Januari 2014

Klirens Renal

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Obat adalah bahan atau zat yang berasal dari tumbuhan, hewan,mineral maupun zat kimia tertentu yang dapat digunakan untuk mengurangi rasa sakit, memperlambat proses penyakit dan atau menyembuhkan penyakit. Obat ada yang bersifat tradisional seperti jamu, obat herbal dan ada yang telah melalui proses kimiawi atau fisika tertentu serta telah di uji khasiatnya. Obat harus sesuai dosis agar efek terapi atau khasiatnya bisa kita dapatkan.
Di dalam tubuh obat mengalami berbagai macam proses hingga akhirnya obat dikeluarkan lagi dari tubuh. Proses-proses tersebut meliputi, absorpsi, distribusi, metabolisme (biotransformasi), dan eliminasi, atau biasa dikenal dengan ADME. Absorpsi merupakan proses penyerapan obat dari tempat pemberian, menyangkut kelengkapan dan kecepatan proses. Setelah diabsorpsi obat akan didistribusi keseluruh tubuh melalui sirkulasi darah, karena selain tergantung dari aliran darah, distribusi obat juga ditentukan oleh sifat fisikokimianya (Putradewa, 2010).
Obat dikeluarkan dari tubuh melalui berbagai organ ekskresi dalam bentuk metabolit hasil biotransformasi atau dalam bentuk asalnya. Ginjal merupakan organ ekskresi yang terpenting dan ekskresi disini merupakan resultan dari 3 proses, yaitu filtrasi di glomerulus, sekresi aktif di tubuli proksimal, dan reabsorpsi pasif di tubuli proksimal dan distal (Neal, 2005).
Dalam menentukan dosis obat suatu individu, seringkali perhatian khusus perlu diberikan, sehubungan dengan kemampuan tubuh individu untuk mengeliminasi obat yang diberikan. Ini dapat dijumpai misalnya pada individu dengan usia lanjut, bayi, kelainan fungsi alat-alat eliminasi, atau karena terjadi interaksi dengan obat lain sehingga eliminasinya terhambat. Untuk mengetahui kemampuan tubuh mengeliminasi obat tertentu, pengukuran parameter-parameter kinetika eliminasi merupakan metoda yang telah banyak dikenal dan dipergunakan. Pengukuran parameter- parameter ini meliputi kecepatan eliminasi (kel), waktu paro biologik (t1/2), dan klirens tubuh total (Cl) yang memerlukan pengambilan sampel darah secara berkala selama waktu tertentu (Suryawati, 1985).
Tentu saja ini merupakan metode yang rumit dan kurang menyenangkan bagi pasien. Untuk obat-obat tertentu, terutama yang mengalami eliminasi dengan cara ekskresi melalui ginjal, dengan mengukur nilai klirens ginjal kita telah mendapatkan gambaran kemampuan tubuh untuk mengeliminasi obat tersebut. Ini berdasarkan asumsi bahwa klirens total sama dengan klirens ginjal ditambah klirens selain ginjal. Apabila ekskresi ginjal merupakan cara eliminasi utama untuk suatu obat, maka dapat diasumsikan klirens total sama dengan klirens ginjal. Dalam makalah ini akan dibahas lebih lanjut mengenai klirens ginjal.



B.    Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut.
1.      Bagaimana kondisi anatomi dan fisiologi ginjal?
2.      Apa yang dimaksud dengan klirens obat?
3.      Apa yang dimaksud klirens ginjal?
4.      Bagaimana mekanisme klirens ginjal?
C.    Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut.
1.      Untuk mengetahui kondisi anatomi dan fisiologi ginjal.
2.      Untuk mengetahui tentang klirens obat.
3.      Untuk mengatahui tentang klirens ginjal.
4.      Untuk mengetahui mekanisme klirens ginjal.


D.     
BAB II
PEMBAHASAN
A.    Ginjal

Gambar 1. Letak ginjal
Ginjal merupakan organ yang berbentuk seperti kacang, terletak retroperitoneal, di kedua sisi kolumna vertebralis daerah lumbal. Ginjal kanan sedikit lebih rendah dibandingkan dengan ginjal kiri karena tertekan ke bawah oleh hati. Kutub atasnya terletak setinggi kosta 12, sedangkan kutub atas ginjal kiri terletak setinggi kosta 11. Panjang ginjal pada orang dewasa sekitar 6,75 cm, tebal 1,5-2,5 cm dan berat sekitar 140 gram. Setiap ginjal terdiri dari 600.000 nefron. Nefron struktur halus ginjal terdiri atas banyak nefron yang merupakan satuan fungsional ginjal, jumlahnya sekitar 1.000.000 pada setiap ginjal. Setiap nefron dimulai sebagai berkas kapiler (badan malphigi atau glomerulus) yang tertanam dalam ujung atas yang lebar pada urinefrus atau nefron. Nefron terdiri atas glomerulus dengan sebuah kapiler yang berfungsi sebagai filter. Penyaringan terjadi di dalam sel-sel epitelial yang menghubungkan setiap glomerulus (Tobing, 2010).
Gambar 2. Anatomi ginjal
Ginjal merupakan organ terpenting dari tubuh manusia maka dari itu ginjal mempunyai beberapa fungsi seperti : mengatur keseimbangan cairan tubuh dan elektrolit dan asam basa dengan cara menyaring darah yang melalui ginjal, reabsorpsi selektif air, elektrolit dan non elektrolit, serta mengekskresikan kelebihannya sebagai kemih. Ginjal juga mengeluarkan sampah metabolisme (seperti urea, kreatinin, dan asam urat) dan zat kimia asing. Akhirnya selain regulasi dan ekskresi, ginjal juga mensekresi renin yang penting untuk mengatur tekanan darah, juga bentuk aktif vitamin D yaitu penting untuk mengatur kalsium, serta eritropoeitin yang penting untuk sintesis darah (Yusri, 2011).
B.     Klirens Obat
Klirens obat adalah suatu ukuran eliminasi obat dari tubuh tanpa mempermasalahkan mekanisme prosesnya. Umumnya, jaringan tubuh atau organ dianggap sebagai suatu kompartemen cairan dengan volume terbatas (volume distribusi) dimana obat terlarut di dalamnya. Dari konsep ini, klirens diartikan sebagai volume cairan (yang mengandung obat) yang dibersihkan dari obat per satuan waktu. Sebagai contoh, jika klirens penisislin 15 ml/menit pada seorang penderita dengan volume distribusi (Vd) 12 liter, maka 15 ml dari 12 liter dibersihkan dari obat per menit.
Klirens juga dapat diartikan sebagai laju eliminasi obat dibagi konsentrasi obat dalam plasma pada waktu tersebut.
dDu/dt adalah laju eliminasi obat. Persamaan di atasmenunjukkan bahwa laju eliminasi obat berbanding langsung dengan konsentrasi obat dalam plasma (Cp). Harga klirens konstan untuk berbagai konsentrasi obat dalam plasma. Hal ini berlaku selama laju eliminasi obat merupakan suatu proses orde kesatu.
Dengan menggunakan contoh penisislin, dianggap bahwa konsentrasinya dalam plasma 10  dan 15 dari 12 liter (volume distribusi) dibersihkan per menit. Jadi, laju pembersihan obat = 15ml/menit x 10  = 150 . Jadi, 150  penisislin dieliminasi setiap menit dari tubuh ketika konsentrasi plasma 10 . Oleh karena itu, klirens dapat digunakan untuk memperkirakan laju eliminasi obat pada berbagai konsentrasi.
Contoh tadi memberi suatu cara untuk menghitung klirens. Dianggap laju eliminasi penisilin adalah 150 , yang diukur dengan ekskresi urin dan konsentrasi penisilin dalam plasma saat ini 10 . Klirens penisilin dapat dihitung : Clpenisislin = 150mg/menit : 10 mg/ml = 15 ml/menit.
Klirens tubuh total adalah jumlah total dari seluruh jalur klirens dalam tubuh, termasuk klirens obat lewat ginjal (klirens ginjal) dan klirens hepar (klirens hepatik). Klirens dapat dinyatakan per kilogram berat badan sama dengan metode yang digunakan untuk menyatakan volume distribusi dengan dasar berat badan, karena kedua parameter farmakokinetik ini tetap dalam kondisi normal (Shargel dan Yu, 2005).     
C.    Klirens Ginjal
Klirens ginjal suatu obat didefinisikan sebagai volume darah yang dapat dibersihkan dari obat tersebut oleh ginjal   per satuan waktu, sehingga sebenarnya nilai klirens ginjal ini merupakan suatu ukuran yang menggambarkan kemampuan ginjal untuk membersihkan obat dari tubuh. Secara lebih sederhana klirens ginjal dapat didefinisikan, dalam hubungannya dengan pembuangan obat melalui ginjal, sebagai hasil dari kecepatan aliran darah ginjal (Qr) dan extraction ratioginjal (Er). Clr = Qr x Er (volume/unit waktu), sedangkan Er adalah selisih kadar obat dalam plasma arteri dan vena per kadar obat dalam plasma arteri.
Dapat dikatakan pula, sebenarnya nilai klirens ginjal tersebut merupakan tetapan yang menggambarkan hubungan antara kecepatan ekskresi obat pada waktu t (=dAe/dt) dengan konsentrasi obat dalam plasma pada waktu t (=C) atau dirumuskan sebagai berikut.
Perlu diperhatikan bahwa sebenarnya klirens ginjal merupakan hasil dari proses-proses filtrasi glomeruler dan sekresi maupun reabsorpsi di sepanjang tubuli renis.
Banyak manfaat yang dapat diambil dari pengukuran kadar obat dalam urin. Keterbatasan kemampuan ekskresi ginjal suatu obat misalnya, dapat diketahui dari nilai klirens ginjal yang terukur setelah pemberian dosis bertingkat. Manfaat yang sangat besar dalam hubungannya dengan terapi obat itu untuk mengetahui kemampuan tubuh mengeliminasi obat yang diberikan bila obat tersebut dieliminasi terutama dengan ekskresi ginjal. Untuk obat-obat ini, perubahan kemampuan ekskresi ginjal akan memberikan akibat yang nyata pada efek farmakologiknya. Selain itu, pengukuran klirens ginjal juga bermanfaat untuk kepentingan monitoring terapi obat, terutama pada keadaan-keadaan dimana overdosis perlu dicurigai. Selain itu, untuk obat-obat yang eliminasi utamanya adalah ekskresi ginjal ini, pengukuran jumlah obat dalam urin dapat memberikan gambaran kemampuan absorpsinya tanpa harus memberikan obat secara intravenosa (Suryawati, 1985).
D.    Mekanisme Klirens Ginjal
Cara eliminasi bervariasi menurut jenis obatnya. Sebagian obat dieliminasi tanpa perubahan sementara sebagian lainnya setelah mengalami metabolisme yang ekstensif. Kebanyakan obat akan diekskresikan lewat ginjal, kendati empedu juga merupakan jalur ekskresi yang penting. Banyak obat masuk ke dalam ASI. Alkohol mempunyai jalur eliminasi yang tidak lazim karena 5-10 persennya akan dieliminasi lewat paru-paru, keringat dan urine. Bagi sebagian besar obat, eliminasi meliputi metabolisme dalam hati plus ekskresi lewat ginjal.
Ekskresi ginjal merupakan rute terbesar eliminasi untuk beberapa obat. Obat-obat yang larut dalam air, mempunyai berat molekul rendah (BM≤ 300), atau yang mengalami biotransformasi secara lambat oleh hati akan dieliminasi dengan ekskresi ginjal. Proses ekskresi obat lewat ginjal dapat meliputi berbagai kombinasi yaitu filtrasi glomerulus, sekresi tubular aktif, dan reabsorpsi tubular.
Filtrasi Glomerulus
Filtrasi glomerulus merupakan suatu proses tidak langsung yang terjadi untuk sebagian besar molekul-molekul kecil (BM <500), meliputi obat-obat yang tidak terionisasi dan terionisasi. Obat-obat yang terikat protein berkelakuan sebagai molekul-molekul besar dan tidak dapat difiltrasi pada glomerulus. Sebagian besar gaya penggerak untuk filtrasi glomerulus adalah tekanan hidrostatik dalam kapiler-kapiler glomerulus. Ginjal menerima pasokan darah yang besar kira-kira 25% curah jantung melalui arteri ginjal dengan penurunan tekanan hidrostatik yang sangat kecil.
Gambar 3. Laju filtrasi glomerulus
Laju filtrasi glomerulus (GFR) diukur dengan menggunakan suatu obat yang dieliminasikan hanya dengan filtrasi (yakni tidak direarsorpsi atau disekresi). Contoh obat-obat tersebut adalah inulin dan kreatini. Oleh karena itu, klierens inulin akan sama dengan laju filtrasi glomerulus, sama dengan 125-130 ml/menit. Harga laju filtrasi glomerulus mempunyai kolerasi cukup baik dengan permukaan tubuh. Filtasi glomerulus obat berhubungan langsung dengan konsentrasi obat bebas atau obat yang terikat bukan dengan protein dalam plasma. Bila konsentrasi obat bebas dalam plasma naik, maka filtrasi glomerulus obat akan naik secara proporsional.
Sekresi Tubular Aktif
Sekresi aktif lewat ginjal merupakan suatu proses transpor aktif. Sekresi aktif lewat ginjal merupakan sistem yang diperantarai pembawa yang memerlukan masukan energi, karena obat diangkat melawan suatu gradien konsentrasi.sistem pembawa kapasitasnya terbatas dan dapat dijenuhkan. Obat dengan struktur yang sama dapat bersaing untuk sistem pembawa yang sama. Dua sistem sekresi aktif ginjal yang telah diketahui, yaitu sistem untuk asam lemah dan basa lemah. Sebagai contoh, probenesid akan bersaing dengan penisilin untuk suatu sistem pembawa yang sama (asam lemah). Laju sekresi tubular aktif tergantung pada aliran plasma ginjal. Obat-obat yang umum digunakan pada pengukuran tubular aktif meliputi asam p-aminohipurat (PAH) dan iodopiraset (Diodras). Kedua senyawa ini difiltrasi oleh glomerulus dan diekskresikan oleh sel tubular. Sekresi aktif untuk obat-obat ini sangat cepat, dan praktis semua obat yang dibawa ke ginjal dieliminasi dalam satu jalur. Oleh karena itu, klierens untuk obat-obat ini mencerminkan aliran plasma ginjal efektif. Aliran plasma ginjal efektif (ERPF) bervariasi dari 425 sampai 650 ml/menit. Untuk suatu obat yang semata-mata diekskresi oleh filtrasi glomerulus, waktu-paruh eliminasi dapat berubah secara nyata sehubungan afinitas ikatan obat dengan protein plasma. Sebaliknya ikatan protein mempunyai efek yang sangat kecil terhadap waktu-paruh eliminasi suatu obat yang terutama diekskresikan dengan sekresi aktif. Karena ikatan protein- obet reversibel, obat terikat dan obat bebas diekskresi dengan sekresi aktif selama melewati ginjal pertama kali. Sebagai contoh, beberapa penisilin secara ekstrim terikat protein, tetapi waktu-paruh eliminasinya pendek sehubungan dengan eliminasi yang cepat oleh sekresi aktif.
Reabsorpsi Tubular
Reabsorpsi tubular terjadi setelah obat difiltrasi melalui glomerulus dan dapat aktif atau pasif. Jika suatu obat direabsorpsi sempurna (misal glukosa), maka harga klierens obat mendekati nol. Untuk obat-obat yang direabsorpsi sebagian, harga klierensnya akan menjadi lebih kecil daripada GFR 125-130 ml/menit.
Reabsorpsi obat-obat asam atau basa lemah dipengaruhi oleh pH cairan dalam tubulus ginjal (yakni pH urin) dan pKa obat. Kedua faktor itu secara bersama-sama menentukan presentase obat terionisasi dan tidak terionisasi. Umumnya spesies tidak terionisasi lebih larut dalam lemak dan memiliki permeabilitas membran yang lebih besar. Obat-obat yang tidak terionisasi dengan mudah direabsorpsi dari tubulus ginjal kemali ke dalam tubuh. Proses reabsorpsi obat ini secara bermakna dapat mengurangi jumlah obat yang diekskresi, nergantung pada pH cairan urin dan pKa obat. pKa obat akan tetap, tetapi pH urin normal dapt berubah-ubah dari 4,5 sampai 8,0 bergantung pada diet, patofisiologi, dan masukan obat. Diet sayur-sayuran atau diet kaya karbohidrat akan mengakibatkan pH urin yang lebih tinggi, sedangkan diet kaya protein akan mengakibatkan pH urin menjadi rendah. Obat-obat seperti asam askorbat dan antasid seperti Natrium karbonat dapat mengubah pH urin bila diberikan dalam jumlah besar. Lebih lanjut perubahan yang paling penting dalam pH urin disebabkan oleh cairan yang diberikan secara intravena. Cairan-cairan intravena seperti larutan bikarbonat atau ammonium klorida digunakan dalam terapi asam-basa. Ekskresi larutan ini secara drastis dapat mengubah pH urin dan reabsorpsi obat.
Presentase obat asam lemah yang terionisasi sehubungan dengan pengaturan pH dapat diperoleh dari persmaan Handerson-Hasselbach:
pH = pKa + log
penyusun kembali persamaan ini menghasilkan,
 = 10 pH- pKa
Untuk obat-obatan asam dengan pKa 3 sampai 8, perubahan pH urin akan mempengaruhi tingkat dissosiasi. Tingkat dissosiasi lebih dipengaruhi oleh perubahan. Sebagai contoh, amfetamin, suatu basa lemah (Shargel dan Yu, 2005).



BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan di atas dapat diambil kesimpulan sebagai berikut.
1.      Ginjal merupakan organ utama ekskresi yang berbentuk seperti kacang, terletak retroperitoneal, di kedua sisi kolumna vertebralis daerah lumbal.
2.      Klirens obat merupakan volume cairan (yang mengandung obat) yang dibersihkan dari obat per satuan waktu.
3.      Klirens ginjal merupakan suatu ukuran yang menggambarkan kemampuan ginjal untuk membersihkan obat dari tubuh
4.      Mekanisme klirens ginjal meliputi kombinasi filtrasi glomerulus, sekresi tubular aktif, dan reabsorpsi tubular.
B.     Saran
Melalui makalah ini kami menyarankan agar mahasiswa lebih aktif lagi dalam mempelajari materi Klirens Ginjal mengingat cakupannya yang sangat luas.



DAFTAR PUSTAKA
Neal, M.J., 2005, At a Glance Farmakologi Medis, Edisi V, Erlangga, Jakarta.

Putradewa, 2010, Farmakologi, http://putramahadewa.wordpress.com/2010/03/30/farmakologi/, diakses 7 Mei 2012.

Shargel, L. dan Andrew B.C.Y., 2005, Biofarmasetika dan Farmakokinetika Terapan, Edisi kedua, Airlangga University Press, Surabaya.

Suryawati, S., 1985, Pengukuran Klirens Ginjal Obat, Cermin Dunia Kedokteran, No.37, disajikan pada Seminar Berkala I Ikatan Ahli Farmakologi dan Simposium Farmakokinetla Klinik-Yogyakarta, 3-4 Desember 1984.

Tobing, 2010, Anatomi ginjal dan Saluran Kemih, http://sectiocadaveris.wordpress.com/artikel-kedokteran/anatomi-ginjal-dan-saluran-kemih/, diakses 7 Mei 2012.

Yusri, 2011, Fungsi Ginjal – Organ Ekskresi, http://www.kesehatan123.com/1007/fungsi-ginjal/, diakses 7 Mei 2012.    



Tidak ada komentar:

Posting Komentar