DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ilmu
pengetahuan dan teknologi selalu berkembang dan mengalami kemajuan, sesuai dengan perkembangan zaman
dan perkembangan cara berpikir manusia. Dalam dunia kefarmasian tidak akan
pernah lepas dari obat-obatan, Obat dalam arti luas ialah setiap zat kimia yang dapat
mempengaruhi proses hidup
seseorang, maka dalam
pembuatannya sangat dibutuhkan ilmu kefarmasian, salah satunya adalah ilmu
farmasi fisik yang dapat membantu dalam mempelajari sifat-sifat suatu sediaan
obat. Oleh
karena itu penting bagi kita untuk mengetahui cara pembuatan obat tersebut,
sehingga kita mampu untuk membuat obat-obatan baru yang selama ini belum pernah
ditemukan, akan tetapi didalam pembuatan obat tersebut ada reaksi-reaksi yang
berlangsung diantara zat- zat yang akan dicampurkan dan membentuk sebuah obat,
yang mana penting bagi kita untuk mempelajari reaksi-reaksi tersebut yang
sebagiannya termuat dalam pelajaran farmasi fisik.
Sebagai mana yang telah diterangkan
diatas bahwa penting bagi kita untuk mengetahui reaksi yang ditimbulkan bahan
obat tersebut dan juga waktu kadaluarsa sediaan tersebut. Oleh karna itu
sebagai mahasiswa farmasi dituntut untuk mempelajari semua itu dalam mata
pelajaran farmasi fisika yang nantinya akan menjadi bekal untuk kita yang kelak
akan menjadi calon apoteker dimasa akan datang.
B. Tujuan
Tujuan
dalam penulisan makalah ini adalah untuk menambah pengetahuan tentang pelajaran
farmasi fisika dan penerapan ilmunya didalam bidang farmasi.
C. Metode Penulisan
Metode
yang digunakan adalah metode observasi dan kepustakaan. Sedangkan metode
penelitian yang digunakan adalah metode studi pustaka dimana penulis membaca
buku-buku yang berkaitan dengan penulisan makalah ini.
D. Pembatasan Masalah
Untuk
memperjelas ruang lingkup pembahasan, maka masalah yang dibahas dibatasi pada
masalah tentang :
a. Perubahan fase dan
aturan fase
b. Bunyi hukum
Termodinamika I dan II
c. Sifat fisik molekul
obat
d. Konsep-konsep reaksi dan orde
reaksi serta cara menentukan waktu kadaluarsa obat
E. Perumusan masalah
Berdasarkan
latar belakang dan pembatasan masalah tersebut, masalah-masalah yang dibahas
dapat dirumuskan sebagai berikut :
a. Bagaimana deskripsi
tentang derajat kebebasan?
b. Bagaimana deskripsi
bunyi hukum Termodinamika I dan II?
c. Apa yang dimaksud
dengan Sifat fisik molekul obat?
d. Bagaimana bila
memiliki reaktan-reaktan lebih dari dua lainnya?
BAB II
PEMBAHASAN
A. FASE DAN ATURAN FASE
Fasa adalah bagian sistem dengan komposisi kimia dan sifat – sifat fisik
seragam, yang terpisah dari bagian sistem lain oleh suatu bidang batas.
Pemahaman perilaku fasa mulai berkembang dengan adanya aturan fasa Gibbs. Untuk
sistem satu komponen, persamaan Clausius dan Clausisus – Clapeyron
menghubungkan perubahan tekanan kesetimbangan dengan perubahan suhu.
Sedangkan pada sistem dua komponen, larutan ideal mengikuti hukum Raoult.
Larutan non elektrolit nyata (real)
akan mengikuti hukum Henry. Sifat – sifat koligatif dari larutan dua komponen
akan dibahas pada bab ini.
Perubahan fasa dari padat ke cair dan
selanjutnya menjadi gas (pada tekanan tetap) dapat dipahami dengan melihat
kurva energi bebas Gibbs terhadap suhu atau potensial kimia terhadap suhu.
Gambar 3.2. Kebergantungan energi
Gibbs pada fasa – fasa padat, cair dan gas terhadap suhu pada tekanan tetap
Kesetimbangan
Gas – Cair dari Campuran Ideal Dua Komponen
Jika
campuran dua cairan nyata (real)
berada dalam kesetimbangan dengan uapnya pada suhu tetap, potensial kimia dari
masing – masing komponen adalah sama dalam fasa gas dan cairnya.
Di dalam
setiap fasa, terdapat konsentrasi C-1 yang dibutuhkan untuk menetapkan komposisi
fasa sebanyak-banyaknya. Jika fraksi mol digunakan untuk mengukur konsentrasi,
sesuatu dibutuhkan untuk menentukan fraksi mol semua komponen, komponen yang
tersisa bisa ditentukan karena jumlah dari fraksi mol menjadi satu kesatuan.
Karena terdapat P fasa, maka ada P(C-1) komposisi variabel. Tekanan dan suhu yang
sudah ditentukan memberikan P(C-1) + 2 variabel intensif jika sistemnya berdasarkan
fasa demi fasa.
Pada
tahun 1884, Raoult mengemukakan hubungan sederhana yang dapat digunakan untuk
memperkirakan tekanan parsial zat i
di atas larutan (Pi ) dari suatu komponen dalam larutan.
Pernyataan ini disebut sebagai Hukum Raoult, yang akan dipenuhi bila
komponen – komponen dalam larutan mempunyai sifat yang mirip atau antaraksi
antar larutan besarnya sama dengan interaksi di dalam larutan (A – B = A – A =
B – B). Campuran yang demikian disebut sebagai campuran ideal, contohnya campuran benzena dan toluena. Campuran
ideal memiliki sifat – sifat
ΔHmix
= 0
ΔVmix
= 0
ΔSmix
= - R Σni ln xi
Struktur
kristal cair. Seperti telah dijelaskan, molekul dalam wujud cair bergerak dalam
3 arah dan dapat berputar pada 3 arah sumbu
tegak lurus satu terhadap yang lain. Sedangkan dalam wujud padat,
molekul tidak bergerak dan tidak mungkin berputar.
Dua
tipe utama dari Kristal cair adalah bentuk smektik (seperti sabun atau lemak)
dan nematik (seperti jarum). Pada bentuk smektik, molekul bergerak dalam dua
arah dan hanya berputar pada satu sumbu. Pada bentuk nematik, molekul juga
hanya berputar pada satu sumbu tetapi bergerak dalam tiga dimensi. Tipe ketiga
(Kristal kolesterol) ada juga tapi dapat disebut sebagai hal khusus dari tipe
nematik.
Struktur
smektik mungkin merupakan struktur yang paling berarti dalam bidang farmasi,
kerena fase ini biasanya terbentuk dalam campuran terner (mungkin lebih) yang
berisi surfaktan, air dan zat tambahan yang amfifilik lemak atau nonpolar.
Sifat
dan ciri kristal cair. Karena keadaannya yang merupakan peralihan, Kristal cair
mempunyai beberapa sifat zat cair dan beberapa sifat zat padat. Sebagai contoh,
Kristal cair bergerak, oleh karena itu dapat dikatakan mempunyai sifat mengalir
seperti cairan. Pada saat yang sama Kristal cair juga mempunyai sifat sebagai
birefringent, suatu sifat yang berhubungan dengan Kristal. Dalam keadaan
tersebut, cahaya yang melewati zat dibagi atas dua komponen dengan kecepatan
berbeda dan juga dengan indeks bias yang berbeda.
Aturan
fase
J. Willard Gibbs
dikenal sebagai orang yang membuat aturan fase, suatu petunjuk yang berguna
untuk menghubungkan pengaruh dari jumlah terkecil variable bebas (misalnya
temperature, tekanan dan konsentrasi) pada berbagai fase (padat, cair dan gas)
yang terdapat berada dalam system kesetimbangan yang berisi komponen dalam
jumlah tertentu. Aturan fase diperlihatkan sebagai berikut:
F
= C – P + 2
Dimana F adalah jumlah derajat kebebasan
dalam system, C adalah jumlah komponen, dan P adalah jumlah fase yang ada.
Jumlah
komponen adalah jumlah terkecil zat pendukung dimana komposisi dari setiap fase
dari system ini dalam kesetimbangan dapat dinyatakan dalam bentuk rumus kimia
atau persamaan. Jumlah komponen dalam campuran kesetimbangan es, air, dan uap
air adalah satu, karena komposisi dari ketiga fase ini ditentukan oleh rumus
kimianya, H2O.
Jumlah
derajat kebebasan adalah jumlah terkecil variable intensif (temperature,
tekanan, konsentrasi, indeks bias, kerapatan, viskositas dan sebagainya) yang
harus ada untuk menetapkan system secara sempurna. Dibawah ini diterangkan
kegunaan dari aturan fase. Walaupun sejumlah besar sifat intensif dihubungkan
dengan setiap system, tidak perlu melaporkan semua ini untuk menentukan system.
Sebagai contoh misalnya ada system yang berupa cairan misalnya air, dalam
kesetimbangan dengan system uapnya. Dengan menetapkan temperature, system dapat
ditentukan secara sempurna karena tekanan dimana cairan dan uap berada
bersama-sama juga tertentu. Jika kita memutuskan untuk bekerja pada tekanan
tertentu, maka temperature dengan sendirinya tertentu juga. Ini juga sesuai
dengan aturan fase, karena persamaannya sekarang menjadi :
F = 1 – 2 + 2 = 1
Jika komponen tidak ada
atau berada pada tingkat yang diabaikan dalam salah satu fasa dari sistem, akan
ada lebih sedikit satu variabel intensif untuk fasa tersebut
sejak konsentrasi diabaikan dari satu unsur. Juga akan ada satu relasi
kesetimbangan yang lebih sedikit. Aturan fasa berlaku untuk semua sistem
terlepas dari apakah semua fasa memiliki jumlah komponen yang sama atau tidak. Aturan
ini berlaku hanya untuk apa yang telah disebut sistem kimia biasa. Sifatdari
beberapa system mungkin lebih tergantung pada medan listrik atau magnet seluruh
sistem atau intensitas cahaya yang bersinar melalui sistem. Jika sifat seperti
intensif tambahan signifikan (dalam sistem kimia biasa variabel intensif
dapat diabaikan), mereka harus ditambahkan ke jumlah variabel dan salah satu
kemudian akan memiliki, misalnya Φ = C + 3 – P. Dalam praktek, kita hampir
selalu berurusan dengan sistem yang variable tambahan tersebut tidak memiliki
pengaruh yang nyata pada sistem, dan karena itu mereka dapat dibiarkan keluar
dari pertimbangan semua.Aturan fasa merupakan penyamarataan yang penting
meskipun hal ini tidak memberitahu kita kepada kesimpulan dalam contoh
sistem yang sederhana tetapi aturan fasa merupakan panduan berharga untuk
menjelaskan kesetimbangan fasa di dalam sistem kompleks.
Kesetimbangan Fasa
adalah suatu keadaan dimana suatu zat memiliki komposisi yang pasti pada kedua
fasanya pada suhu dan tekanan tertentu, biasanya pada fasa cair dan uapnya. Perubahan
dari keadaan kesetimbangan semula ke keadaan kesetimbangan yang baru akibat
adanya aksi atau pengaruh dari luar itu dikenal dengan pergeseran
kesetimbangan.
FAKTOR YANG DAPAT MENGGESER LETAK
KESETIMBANGAN ADALAH :
a. Perubahan konsentrasi salah satu zat
b. Perubahan volume atau tekanan
c. Perubahan suhu
Diagram fasa merupakan cara mudah untuk menampilkan wujud zat sebagai fungsi suhu dan tekanan. Sebagai contoh khas, diagram fasa air. Dalam diagram fasa, diasumsikan bahwa zat tersebut diisolasi dengan baik dan tidak ada zat lain yang masuk atau keluar sistem. Diagram fasa. Tm adalah titik leleh normal air, , T3 dan P3 adalah titik tripel, Tb adalah titik didih normal, Tc adalah temperatur kritis, Pc adalah tekanan kritis.
a. Perubahan konsentrasi salah satu zat
b. Perubahan volume atau tekanan
c. Perubahan suhu
Diagram fasa merupakan cara mudah untuk menampilkan wujud zat sebagai fungsi suhu dan tekanan. Sebagai contoh khas, diagram fasa air. Dalam diagram fasa, diasumsikan bahwa zat tersebut diisolasi dengan baik dan tidak ada zat lain yang masuk atau keluar sistem. Diagram fasa. Tm adalah titik leleh normal air, , T3 dan P3 adalah titik tripel, Tb adalah titik didih normal, Tc adalah temperatur kritis, Pc adalah tekanan kritis.
Sistem Dua
Komponen dengan Fasa Padat – Cair
Sistem
biner paling sederhana yang mengandung fasa padat dan cair ditemui bila
komponen – komponennya saling bercampur dalam fas cair tetapi sama sekali tidak
bercampur pada fasa padat, sehingga hanya fasa padat dari komponen murni yang
akan keluar dari larutan yang mendingin. Sistem seperti itu digambarkan dalam
diagram fasa Bi dan Cd berikut.
Gambar 3.9.
Kurva pendinginan dan diagram fasa suhu – persen berat untuk sistem Bi – Cd
Bila suatu cairan yang mengandung hanya
satu komponen didinginkan, plot suhu terhadap waktu memiliki lereng yang hampir
tetap. Pada suhu mengkristalnya padatan yang keluar dari cairan, kurva pendingin
akan mendatar jika pendinginan berlangsung lambat. Patahan pada kurva
pendinginan disebabkan oleh terlepasnya kalor ketika cairan memadat. Hal ini
ditunjukkan pada bagian kiri gambar 3.9, yaitu cairan hanya mengandung Bi
(ditandai dengan komposisi Cd 0%) pada suhu 273oC dan cairan yang
hanya mengandung Cd (ditandai dengan komposisi Cd 100%) pada suhu 323oC.
Jika suatu larutan didinginkan, terjadi
perubahan lereng kurva pendinginan pada suhu mulai mengkristalnya salah satu
komponen dari larutan, yang kemudian memadat. Perubahan lereng ini disebabkan
oleh lepasnya kalor karena proses kristalisasi dari padatan yan gkeluar dari
larutan dan juga oleh perubahan kapasitas kalor. Hal ini dapat terlihat pada
komposisi 20% dan 80% Cd. Untuk komposisi 40% Cd pada suhu 140oC,
terjadi pertemuan antara lereng kurva pedinginan Bi dan Cd yang menghasilkan
garis mendatar. Pada suhu ini, Bi dan Cd mengkristal dan keluar dari larutan,
menghasilkan padatan Bi dan Cd murni. Kondisi dimana larutan menghasilkan dua
padatan ini disebut titik eutektik,
yang hanya terjadi pada komposisi dan suhu tertentu. Pada titik eutektik
terdapat tiga fasa, yaitu Bi padat, Cd padat dan larutan yang mengandung 40%
Cd. Derajat kebebasan untuk titik ini adalah 0, sehingga titik eutektik adalah
invarian. Eutektik bukan merupakan fasa, tetapi kondisi dimana terdapat
campuran yang mengandung dua fasa padat yang berstruktur butiran halus.
B. TERMODINAMIKA
Termodinamika berkaitan
dengan hubungan kuantitatif antara panas dan bentuk lain dari energy, termasuk
mekanika, kimia, elektrolit dan energy radiasi. Suatu benda dikatakan memiliki
energy kinetik dikerenakan gerakannya atau gerakan dari bagian-bagiannya, seperti
molekul, atom dan electron, serta memiliki energy potensial disebabkan oleh
posisinya atau konfigurasi dari bagian-bagiannya. Tidak mungkin untuk
mengetahui harga mutlak energy suatu system; lebih tepat dikatakan, mencatat
perubahan energy yang terjadi saat suatu system mengalami perubahan. Perubahan
energy mekanik dinyatakan dalam erg atau joule dan perubahan panas dalam
kalori.
Count Rumford pada
tahun 1978 dan James Joule tahun 1849 menunjukkkan hubungan antara kerja
mekanik dan panas. Saat ini satu kalori, sebagaimana didefinisikan uloh U.S.
National Bureau of standards, sama dengan 4,1840 x 10-7 erg atau
4,1840 joule, hingga kerja dan panas dapat dinyatakan dalam satuan yang sama.
Energi
Luar
Usaha luar dilakukan
oleh sistem, jika kalor ditambahkan (dipanaskan) atau kalor dikurangi
(didinginkan) terhadap sistem. Jika kalor diterapkan kepada gas yang
menyebabkan perubahan volume gas, usaha luar akan dilakukan oleh gas tersebut.
Usaha yang dilakukan oleh gas ketika volume berubah dari volume awal V1 menjadi
volume akhir V2 pada tekanan p konstan dinyatakan sebagai hasil kali tekanan
dengan perubahan volumenya.
W = p∆V= p(V2 – V1)
Secara umum, usaha
dapat dinyatakan sebagai integral tekanan terhadap perubahan volume yang
ditulis sebagai
Tekanan dan volume
dapat diplot dalam grafik p – V. jika perubahan tekanan dan volume gas
dinyatakan dalam bentuk grafik p – V, usaha yang dilakukan gas merupakan luas
daerah di bawah grafik p – V. hal ini sesuai dengan operasi integral yang
ekuivalen dengan luas daerah di bawah grafik.
Gas dikatakan melakukan
usaha apabila volume gas bertambah besar (atau mengembang) dan V2 > V1.
sebaliknya, gas dikatakan menerima usaha (atau usaha dilakukan terhadap gas)
apabila volume gas mengecil atau V2 < V1 dan usaha gas bernilai negatif.
Energi
Dalam
Suatu gas yang berada
dalam suhu tertentu dikatakan memiliki energi dalam. Energi dalam gas berkaitan
dengan suhu gas tersebut dan merupakan sifat mikroskopik gas tersebut. Meskipun
gas tidak melakukan atau menerima usaha, gas tersebut dapat memiliki energi
yang tidak tampak tetapi terkandung dalam gas tersebut yang hanya dapat
ditinjau secara mikroskopik.
Berdasarkan teori
kinetik gas, gas terdiri atas partikel-partikel yang berada dalam keadaan gerak
yang acak. Gerakan partikel ini disebabkan energi kinetik rata-rata dari
seluruh partikel yang bergerak. Energi kinetik ini berkaitan dengan suhu mutlak
gas. Jadi, energi dalam dapat ditinjau sebagai jumlah keseluruhan energi
kinetik dan potensial yang terkandung dan dimiliki oleh partikel-partikel di
dalam gas tersebut dalam skala mikroskopik. Dan, energi dalam gas sebanding
dengan suhu mutlak gas. Oleh karena itu, perubahan suhu gas akan menyebabkan
perubahan energi dalam gas.
untuk gas monoatomik :
untuk gas diatomic :
Dimana ∆U adalah
perubahan energi dalam gas, n adalah jumlah mol gas, R adalah konstanta umum
gas (R = 8,31 J mol−1 K−1, dan ∆T adalah perubahan suhu gas (dalam kelvin).
HUKUM
PERTAMA TERMODINAMIKA
Hukum pertama adalah
suatu pernyataan dari kekekalan enargi. Dinyatakan bahwa, walaupun energy dapat
diubah dari satu bentuk ke bentuk yang lain, namun tidak dapat di ciptakan atau
di musnahkan. Dengan kata lain, total enargi dari suatu system dan lingkungan
disekitarnya (yang sering dinyatakan sebagai system terisolasi) adalah tetap
dalam setiap proses. Pernyataan ini berdasarkan kenyataan bahwa berbagai bentuk
energy adalah sama, dan jika suatu jenis terbentuk, sejumlah yang sama dari
jenuis lain akan hilang. Gambaran relativitas sekarang, dinyatakan oleh persamaan
Einstein :
Energi
= (perubahan massa) x (kecepatan cahaya)2
Menunjukkan bahwa benda dapat dianggap
sebagai bentuk lain dari energy, 1 gram adalah sama denga 9 x 1020
erg. Jumlah energy yang sangat besar ini , jika terlibat dalam perubahan inti,
tidaklah penting dalam reaksi kimia biasa.
Table
factor intensitas dan kapasitas dari energy.
Bentuk
energi
|
Intensitas
atau factor potensial (sifat intensif)
|
Kapasitas
atau factor kuantitas (sifat ektensif)
|
Unit
energy yang lazim digunakan
|
Panas (termal)
|
Suhu (derajat)
|
Perubahan entropi (kal/der)
|
Kalori
|
pengembangan
|
Tekanan (dy ne/cm2)
|
Perubahan volume (cm3)
|
Erg
|
Permukaan
|
Tegangan permukaan (dy ne/cm)
|
Perubahan luas (cm2)
|
Erg
|
Elektrika
|
Daya elektromotif atau beda potensial
(volt)
|
Kuantitas elektrik (cuoulomb)
|
Joule
|
Kimia
|
Potensial kimia (kal/mol)
|
Jumlah mol
|
kalori
|
Menurut hukum pertama
termodinamika,
∆E
= Q – W (1)
Dimana ∆E adalah kenaikan energy dalam,
Q = panas yang diabsorbsi, W = kerja yang dilakukan system. Perlu diperhatikan
bahwa selalu diperlukan suatu tambahan panas sebelum system dapat melakukan
kerja. Sebaliknya kerja yang dilakukan system selalu disertai dengan perubahan
panas. Biasanya dalam menuliskan hukum pertama ini, panas yang di absorbs
diberi tanda positif +Q dan kerja yang dihasilkan diberi tanda negative –W.
sebaliknya, panas yang dikeluarkan dapat diberi tanda negative –Q dan kerja
yang diabsorbsi diberi tanda +W. energi dalam adalah hasil gerakan molekul,
electron, dan inti dalam suatu system dan bergantung pada sifat yang dapat
diukur : tekanan, volume dan suhu. Dua dari variable ini harus diketahui untuk
menentukan energy dalam. Untuk suatu peningkatan yang sangat kecil pada energy,
dE, persamaan (1) dapat ditulis.
dE = q – w (2)
dimana q adalah panas yang diabsorbsi
dan w adalah kerja yang dilakukan selama perubahan kecil dari system. Huruf
besar Q dan W digunakan untuₒk panas dan kerja dalam persamaan (1) untuk
menyatakan perubahan tertentu dalam kuantitas. Huruf kecil q dan w dalam
persamaan (2) menyatakan perubahan yang sangat kecil. Perubahan energy dalam,
dibandingkan terhadap pengetahuan tentang harga energy absolute (yang tidak dapat
ditetapkan), adalah penting dalam termodinamika. Perubahan tertentu pada energy
dalam dituliskan sebagai,
∆E = E2 – E1 (3)
Dimana E2 merupakan energy
dari system pada keadaan akhir, katakanlah 1 gr air pada 1 atmosfer dan 10o
C, dan E1 adalah energy system pada keadaan mula-mula,
misalnya 1 gr air pada 5 atmosfer dan 150oC.
Termokimia
Dalam
reaksi kimia dan fisika panas dapat diabsorbsi atau dilepaskan, reaksinya
disebut endoterm. Jika panas diansorbsi dan eksoterm jika panbas dilepaskan.
Termokimia berhubungan dengan perubahan panas yang menyertai reaksi kimia
isothermal. Proses ini biasanya berlangsung pada tekanan (pada dasarnya tetap)
atau atmosfer, dan panas yang diabsorbsi sama dengan kenaikan kandungan panas,
dalam hal ini Qp = ∆H. jika reaksi berlangsung pada volume tetap, maka Qv = ∆E.
pada reaksi yang terjadi dalam larutan, P ∆ V tidak berarti, maka ∆H ͠ ͇ ∆E, pendekatan ini tidak berlaku untuk reaksi
yang melibatkan gas.
Dalam reaksi :
C(s)
+ O2(g) = CO2(g) ;
∆Ho25oC
= -94,052 kal
HUKUM
KEDUA TERMODINAMIKA
"Setiap proses
spontan dalam suatu sistem yang terisolasi akan meningkat entropinya". Hukum
termodinamika II meramalkan bahwa derajat ketidakteraturan dalam alam semesta
akan selalu meningkat.
Panas mengalir secara
spontan dari bahan yang lebih panas kebahan yang lebih dingin, dan suatu mesin
uap hanya dapat dapat bekerja dengan suatu penurunan suhu dan suatu aliran
panas menuju suhu yang labih rendah. Gas mengembang secara alamiah dari tekanan
tinggi kerendah, dan molekul zat terlarut berdifusi dari daerah konsentrasi
tinggi ke yang lebih rendah. Proses spontan ini tidak akan berlangsung
sebaliknya tanpa pengruh dari luar. Walaupun proses tidak reversible secara
termodinamika, namun dapat dilangsungkan dalam situasi yang mendekati reversible
dengan adanya pengaruh luar.
Efisiensi mesin panas.
Bahasan yang penting yaitu mengenai kemungkinan mengubah panas menjadi kerja.
Selain panas secara isothermal tidak tersedia untuk kerja, juga panas tidak
pernah dapat diubah menjadi kerja secara sempurna. Sifat spontan dari proses
alamiah dan batasan dalam mengubah panas menjadi energy kerja merupakan bagian
dari hukum kedua termodinamika.
Air terjun dapat
digunakan untuk menghasilkan kerja, berdasarkan perbedaan energy potensial pada
kedua tingkat, dan kerja elektrik dapat dilakukan karena perbedaab dalam
potensial elektrik (emf). Suatu mesin panas (misalnya mesin uap) juga dapat
melakukan kerja yang berguna dengan menggunakan dua reservoir panas, satu
“sumber” dan satu “penyerap”, pada suhu yang berbeda. Hanya sebagian panas dari
sumber yang diubah menjadi kerja, dimana sisanya dikembalikan pada penyerap
(dimana dalam kenyataan, sering merupakan lingkungan) dengan suhu yang lebih
rendah. Fraksi panas Q pada sumber yang diubah menjadi kerja W dikenal sebagai
efisiensi mesin :
Efisiensi ≡
Efisiensi tidak mungkin sama dengan satu
walaupun untuk mesin panas hipotetik yang bekerja tanpa gesekan, sebab W selalu
lebih kecil dari Q dalam perubahan kontinu panas menjadi kerja, menurut hukum
kedua termodinamika.
Entropi
dan ketidakaturan. Ketidakmungkinan mengubah seluruh energy panas menjadi
kerja, diakibatkan oleh “ketidakteraturan” molekul didalam system. Setiap benda
pada suhu kamar memiliki sejumlah entropi tertentu akibat pergerakan molecular.
HUKUM
KETIGA TERMODINAMIKA
Hukum
ketiga termodinamika menyatakan bahwa entropi zat murni berbentuk Kristal
adalah nol pada nol absolute, karena penataan Kristal akan menunjukkan
keteraturan tertinggi pada suhu ini. Hukum ketiga termodinamika tidak dapat
diterapkan pada cairan supercooled karena entropinya pada 0oK tidak
sama dengan nol.
Konsekuensi
hukum ketiga termodinamika ialah dapat dihitungnya entropi absolute dari zat
murni. Entropi absolute Kristal sempurna pada sembarang suhu dapat ditentukan
dengan mengetahui kapasitas panas, selama tidak ada perubahan fase yang terjadi
selam penaikan suhu.
∆S
=
(1)
Dari T = 0o dimana S = 0 hingga T dimana S = S. integral
persamaan (1) diperoleh dengan memplot harga Cp terhadap log T dan menentukan
daerah dibawah kurva dengan planimeter.
C. SIFAT-SIFAT FISIK MOLEKUL OBAT
Suatu
penyelidikan sifat fisik dari molekul obat adalah merupakan suatu syarat
formulasi suatu produk dan sering membuat kita menjadi lebih mengerti akan
suatu hubungan timbal-balik antara struktur molekul dan kegiatan obat. Sifat-sifat
ini boleh dianggap sebagai salah satu sifat aditif (diturunkan dari sifat atom
sendiri atau gugus fungsi didalam molekul), atau sifat konstitutif (bergantung
pada susunan struktur atom didalam molekul). Massa merupakan sifat aditif,
sedangkan rotasi optic dianggap sebagai suatu sifat konstitutif.
Beberapa
sifat fisik adalah konstitutif dan juga sudah diukur sifat aditifnya. Bias
molar dari suatu senyawa, sebagai contoh, adalah penjumlahan dari bias atom dan
gugusnya yang menyusun senyawa tersebut. Tetapi susunan kerangka atom dalam
masing-masing gugus adalah berbeda, sehingga indeks bias dari dua molekul akan
berbeda ; yaitu masing-masing gugus didalam dua molekul yang berbeda memberikan
harga yang berbeda terhadap indeks bias molekul-molekul secara keseluruhan.
Suatu
perhitungan sampel akan menjelaskan prinsip dari sifat aditif dan konstitutif.
Bias molar dari dua senyawa,
O
C2H5 C CH3
Dan
CH3 CH CH CH2 OH
Sifat fisik meliputi hubungan
tertentu antara molekul dan bentuk energy yang telah ditentukan dengan baik
atau pengukuran perbandingan standar luar lainnya. Sebagai contoh, suatu
pengertian dari berat menggunakan suatu gaya gravitasi sebagai suatu ukuran
luar untuk membandingkan massa benda, sementara itu rotasi optic menggunakan
bidang cahaya yang dipolarisasikan untuk menentukan rotasi optic molekul.
Secara ideal, sifat fisik seharusnya secara mudah diukur atau dihitung, dan
harus dapat diulang.
Radiasi elektromagnetik.
Radiasi
elektromagnetik dapat digolongkan sebagai suatu radiasi berbentuk gelombaᵡng
yang kontinu, suatu bentuk/wujud yang bergantung pada ukuran dan bentuk dari
gelombang. Sebagaimana bentuk-bentuk radiasi, radiasi elektromagnetik dapat
digambarkan dalam bentuk model gelombang dan suatu medan bervibrasi disekitar
titik dalam ruang. Didalam hal lainnya, radiasi mempunyai suatu karateristik
frekuensi, biasanya suatu jumlah yang besar. Frekuensi, v, adalah jumlah dari
gelombang yang melewati suatu titik tertentu dalam satu detik. Panjang gelombang
λ, adalah panjang dari suatu gelombang tunggal radiasi, yaitu jarak antara dua
puncak gelombang yang besebelahan, dan dihubunhkan dengan frekuensi oleh ;
∆v = c
Dimana c adalah
kecepatan cahaya, 3 x 108 m/detik. Bilangan gelomban ̅v, dapat
dinyatakan sebagai :
̅v = v/c
Dimana bilangan
gelombang (dalam cm-1) menunjukkan jumlah panjang gelombang dalam
radiasi 1 cm dalam ruang hampa udara.
Flouresensi dan fosforesensi
Suatu molekul yang pada permulaanya mengabsorbsi
cahaya ultraviolet untuk mencapai suatu keadaan tereksitasi dan kemudian
memancarkan cahaya ultraviolet atau cahaya tampak pada waktu kembali ketingkat
dasar, dikatakan mengalami photoluminescence. Emisi dari cahaya ini dapat
digambarkan sebagai fluoresensi atau fosforesensi, bergantung pada mekanisme yang
mana electron akhirnya kembali kekeadaan dasar.
Fluoresensi
adalah pencaran sinar pada saat suatu zat dikenai cahaya. Hal ini karena sifat
butir Kristal suatu zat jika mendapat rangsangan berupa cahaya akan langsung
memancarkan cahayanya sendiri dan berhenti memancar jika rangsangan itu
dihilangkan. Contoh rambu-rambu lalu lintas, beberapa jenis cat, dan stiker
yang bersifat fluoresensi. Fluorensensi berarti juga kelihatan bersinar bila
kena sinar.
Fosforesensi,
pemancaran kembali sinar oleh molekul yang telah menyerap energi sinar dalam
waktu yang relatif lebih lama (10-4 detik). Jika penyinaran kemudian
dihentikan, pemancaran kembali masih dapat berlangsung. Fosforesensi berasal
dari transisi antara tingkat-tingkat energi elektronik triplet ke singlet dalam
suatu molekul.
Fotoluminesensi
terjadi hanya didalam beberapa molekul yang dapat mengalami emisi foton yang
tertentu setelah terjadi eksitasi yang kemudian kembali kekeadaan dasar. Banyak
molekul tidak mempunyai fotoluminesensi, walaupun dapat menyerap sinar
ultraviolet.
Tetapan dielektrik dan polarisasi induksi
Suatu molekul dapat mempertahankan suatu pemisahan
muatan listrik melalui induksi oleh suatu medan listrik eksternal atau oleh
suatu pemisahan muatan yang permanen didalam suatu molekul polar. Untuk
memahami konsep pemisahan muatan secara lengkap, perlu memahami konsep tetapan
dielektrik.
Tetapan dielektrik biasanya tidak
mempunyai dimensi, karena dia merupakan perbandingan dari dua kapasitansi. Tetapan
dielektrik dapat ditentukan dengan oscilometri, dimana frekuensi dari suatu
signal dijaga konstan oleh perubahan listrik pada kapasitansi antar dua pelat
parallel. Tetapan dilelektrik dari campuran pelarut dapat dihubungkan dengan
daya larut obat sebagaimana diterangkan oleh Gorman dan hall, dan Ԑ untuk zat
pembawa obat dapat dihubungkan dengan konsentrasi plasma obat seperti
dilaporkan oleh pagay dan kawan-kawan.
Momen dipole
Momen dipole permanen dari molekul-molekul polar.
Didalam suatu molekul polar, pemisahan daerah yang bermuatan positif dan
negative dapat menjadi permanen, dan molekul akan memiliki suatu momen dipole
permanen, μ. Ini adalah suatu gejala nonionic, dan walaupun daerah dari molekul
tersebut dapat memiliki muatan, muatan ini akan seimbang satu sama lainnya
dengan demikian molekul sebagai suatu keseluruhan akan tidak mempunyai jaringan
muatan. Sebagai contoh, molekul air memiliki dipole yang permanen. Besarnya
dipole permanen, μ, tidak bergantung pada setiap dipole induksi dari medan
listrik. Ini didefinisikan sebagai jumlah vector dari momen masing-masing
muatan dalam molekul, termasuk dari ikatan dan pasangan electron sunyi. Vector
itu bergantung pada jarak pemisahan antara muatan. Satuan dari μ adalah debye,
dimana satu debye samadengan 10-18 esu cm. ini diperoleh dari muatan
electron (kira-kira 10-18 esu) dikalikan dengan jarak rata-rata
antar pusat muatan pada molekul (kira-kira 10-8 cm)
Momen dipole permanen dapat
dikorelasikan dengan aktivitas biologi dari molekul-molekul tertentu untuk
memperoleh informasi yang bernilai tentang hubungan dari sifat-sifat dan
pemisahan muatan dalam suatu kelas senyawa obat sebagai contoh, aktivitas insektisida
dari tiga isomer DDT, yang diperlihatkan dalam struktur berikut ini, dapat
dihubungkan dengan momen dipole permanennya.untuk zat terlarut ionic dan
pelarut, interaksi dipole induksi memainkan peranan yang penting dalam gejala
kelarutan untuk ikatan reseptor obat, gaya dipole dipercaya untuk memperbesar
interaksi nonkovalen yang penting ini, sebagaimana yang diuraikan oleh kollman.
Untuk molekul-molekul senyawa padat dengan momen dipole permanen, gaya dipole
memperbesar susunan kristalin dan semua sifat struktur dari benda padat
tersebut. Kristal es dibentuk dari gaya
dipolnya. Interpretasi tambahan dari momendipol yang bermakna diberikan oleh
smith dan minkin dan kawan-kawan
Indeks bias dan bias molar
Cahaya berjalan lebih lambat melaui
suatu zat dibandingkan melalui ruang hampa. Apabila cahaya memasuki suatu zat
yang lebih rapat, gelombang-gelombang yang diteruskan pada antar permukaan
dimodifikasi menjadi saling mendekat karena kecepatannya yang lebih lambat dan
panjang gelombang yang lebih pendek. Apabila suatu cahaya memasuki suatu zat
yang lebih rapat pada suatu sudut, seperti diperlihatkan, satu bagian dari
gelombang segera berjalan lebih lambat begitu melewati antar muka dan
menghasilkan penekukan gelombang menuju antar muka gejala ini disebut
pembiasan. Apabila cahaya memasuki suatu zat yang kurang rapat, cahaya itu akan
dibiaskan menjauhi antar muka, dan tidak mengarah kepadanya. Nilai relative
dari efek antara kedua zat ini dinyatakan oleh indeks bias, n :
n =
Dimana sin i adalah sinus sudut sinar dating dari cahaya dan sin
r adalah sudut sinar yang dibiaskan. Pada umumnya, pembilang diambil sebagai
cepatan cahaya diudara, dan penyebut adalah bahan yang sedang diselidiki.
Sinar dating pada suatu molekul menginduksi dipole yang
bervibrasi, dan makin besar indeks bias pada suatu panjang gelombang, makin
besar pula induksi dipolar. Interaksi dari sinar foton dengan elektrin yang
berpolarisasi dari suatu dielektrik menyebabkan pengurangan kecepatan cahaya.
Tetapan dielektrik, yang merupakan suatu ukuran dari kepolarisasian akan paling
besar apabila interaksi dipolar dan cahaya juga besar.
Rotasi optic
Dengan melewatkan cahaya melalui satu prisma polarisasi,
seperti prisma nikol, fibrasi dan radiasi yang secara random terdistribusi
dipilih sedemikian rupa sehingga hanya fibrasi yang terjadi pada suatu bidang
tunggal saja yang dipancarkan. Kecepatan dari cahaya yang dipolarisasikan
kebidang ini dapat menjadi lebih lambat atau lebih cepat apabila cahaya
tersebut melalui suatu zat, seperti cahaya pembiasan yang baru saja di
bicarakan. Perubahan kecepatan ini menyebabkan pembiasan dari cahaya yang
terpolarisasi dalam arah tertentu untuk suatu zat yang optis aktif. Putaran
yang searah jarum jam, pada pemeriksaan sinar dari cahaya yang terpolarisasi,
menyatakan zat tersebut adalah memutar kekanan, sedangkan putaran yang berlawanan
denga jarum jam menyatakan suatu zat memutar ke kiri. Zat memutar ke kanan,
yaitu yang memutar sinar kekanan, menghasilkan sudut rotasi α yang dinyatakan
dengan tanda positif (+); sedang pada saat memutar kekiri sinar akan berputar
kekiri, mempunyai α, yang dinyatakan dengan tanda negative (-). Molekul yang
mempunyai pusat a simetris dan kurang simetris disekitar bidang tunggal, adalah
optis aktiv, sedangkan molekul yang simetris adalah tidak optis aktiv (optis
inaktive) dan akibatnya tidak memutar bidang cahaya yang di polarisasikan.
Aktivitas optic dapat dianggap sebagai interaksi dari radiasi bidang yang
dipolarisasikan dengan electron didalam suatu molekul untuk menghasilkan
polarisasi elektronik. Interaksi ini memutar arah getaran radiasi dengan mengubah
medan listrik. Polarimeter dipakai untuk mengukur aktivitas optic.
Disperse rotasi optic
Rotasi
optic berubah menjadi suatu fungsi panjang
gelombang cahaya dan disperse otasi optic (ORD) adalah pengukuran sudut rotasi
sebagai suatu fungsi panjang gelombang. Dengan bermacam-macam panjang gelombang
cahaya, rotasi spesifik untuk zat optis aktiv akan berubah. Suatu gravik dari
rotasi spesifik terhadap panjang gelombang menunjukkan suatu pembelokan dan
kemudian melewati nol pada panjang gelombang absorbsi maksimum. Perubahan dalam
rotasi spesifik ini dikenal sebagai efek katun. Melalui konversi, senyawa yang
rotasi spesifiknya menunjukkan suatu harga maksimum sebelum melalui nol apabila
panjang gelombang dari cahaya yang terpolarisasi menjadi lebih kecil dikatakan
memperlihatakan efek katun positif.
D. KINETIKA REAKSI
Kinetika kimia merupakan bagian ilmu kimia fisika yang mempelajari
laju reaksi kimia, faktor-faktor yang mempengaruhinya serta penjelasan
hubungannya terhadap mekanisme reaksi. Kinetika kimia disebut juga dinamika
kimia, karena adanya gerakan molekul, elemen atau ion dalam mekanisme reaksi
dan laju reaksi sebagai fungsi waktu. Mekanisme reaksi adalah serangkaian tahap
reaksi yang terjadi secara berurutan selama proses perubahan reaktan menjadi produk.
Mekanisme reaksi dapat diramalkan dengan bantuan pengamatan dan pengukuran
besaran termodinamika suatu reaksi, dengan mengamati arah jalannya reaktan
maupun produk suatu system. Syarat untuk terjadinya suatu reaksi kimia bila
terjadi penurunan energy bebas (t G < 0).
Orde reaksi adalah banyaknya faktor konsentrasi zat reaktan yang
mempengaruhi kecepatan reaksi. Penentuan orde reaksi tidak dapat diturunkan
dari persamaan reaksi tetapi hanya dapat ditentukan berdasarkan percobaan.
Suatu reaksi yang diturunkan secara eksperimen dinyatakan dengan
rumus kecepatan reaksi :
v = k (A) (B) 2
persamaan tersebut mengandung pengertian reaksi orde 1 terhadap zat
A dan merupakan reaksi orde 2 terhadap zat B. Secara keselurahan reaksi
tersebut adalah reaksi orde 3.
Dalam bidang
farmasi, laju reaksi sangatlah penting untuk dipahami karena berhubungan dengan
pembuatan obat yakni agar dapat mengetahui apakah zat aktif yang terkandung
dalam obat dapat terabsorbsi dengan baik didalam tubuh atau sebaliknya.
Prinsip dan proses laju dalam bidang kefarmasian antara
lain ;
Pertama kestabilan dan tak
tercampurkan proses laju umumnya adalah sesuatu yang yang menyebabkan ketidak
aktifan obat karena perubahan bentuk fisik dan kimia yang kurang diinginkan dari
obat tersebut; kedua Disolusi, disini diperhatikan terutama kecepatan
berubahnya obat dalam bentuk sediaan padat menjadi bentuk larutan molekular;
ketiga proses absorbsi, distribusi, eliminasi beberapa proses ini berkaitan
dengan laju absorbsi obat kedalam tubuh, laju distribusi obat dalam tubuh dan
laju pengeluaran obat setelah proses distribusi dengan berbagai factor, seperti
metabolisme, penyimpanan dalam organ tubuh lemak, dan melalui jalur-jalur
penglepasan; keempat kerja obat pada tingkat molecular obat dapat dibuat dalam
bentuk yang tepat dengan menganggap timbulnya respons dari obat merupakan suatu
proses laju.
Mengukur laju reaksi
Ada beberapa cara
untuk mengukur laju dari suatu reaksi. Sebagai contoh, jika gas dilepaskan
dalam suatu reaksi, kita dapat mengukurnya dengan menghitung volume gas yang
dilepaskan per menit pada waktu tertentu selama reaksi berlangsung. Definisi
Laju ini dapat diukur dengan satuan cm3s-1 Bagaimanapun,
untuk lebih formal dan matematis dalam menentukan laju suatu reaksi, laju
biasanya diukur dengan melihat berapa cepat konsentrasi suatu reaktan berkurang
pada waktu tertentu. Sebagai contoh, andaikan kita memiliki suatu reaksi antara
dua senyawa A dan B. Misalkan setidaknya salah satu mereka
merupakan zat yang bisa diukur konsentrasinya-misalnya, larutan atau dalam
bentuk gas.
Untuk reaksi ini kita dapat mengukur laju reaksi dengan menyelidiki
berapa cepat konsentrasi, katakan A, berkurang per detik. Kita mendapatkan,
sebagai contoh, pada awal reaksi, konsentrasi berkurang dengan laju 0.0040 mol
dm-3 s-1. Hal ini berarti tiap detik konsentrasi A
berkurang 0.0040 mol per desimeter kubik. Laju ini akan meningkat seiring
reaksi dari A berlangsung.
Faktor
lain yang mempengaruhi laju reaksi
Faktor yang
mempengaruhi kelajuan suatu reaksi kimia yaitu sifat pereaksi, konsentrasi
pereaksi, suhu, dan katalisator. Sifat pereaksi mempengaruhi macam-macam ikatan
yang kelak terbentuk pada senyawa-senyawa yang melakukan reaksi bersama.
Teori Tumbukan suatu tumbukan/tabrakan harus
terjadi antar molekul agar reaksi dapat berlangsung pada suatu energi tertentu,
atau laju reaksi dapat dianggap sebanding dengan jumlah mol reaktan yang
mempunyai energi yang cukup untuk bereaksi.
P adalah probabilitas tumbukan, Z adalah
jumlah tumbukan, Ni adalah
Ni mol yang memiliki
energi
Teori Keadaan Transisi/kompleks
teraktivasi suatu reaktan bereaksi
melewati kompleks tertentu , selanjutnya kompleks menjadi produk.
Pengaruh Suhu Terhadap Harga k,
semakin tinggi suhu maka semakin tinggi harga k yang diperoleh, hal ini sesuai
dengan persamaan Arrchenius :
k
= A e(-Ea/RT)
dimana :
T = Suhu absolut
( ºC)
R = Konstanta gas
umum (cal/gmol ºK)
E = Tenaga
aktivasi (cal/gmol)
A = Faktor
tumbukan
k = konstanta
kinetika reaksi
Dari
persamaan diatas di dapat k ( konstanta kinetika reaksi ) berbanding lurus
dengan suhu ( T ). Semakin lama waktu reaksi maka harga k semakin berkurang,
hal ini menunjukkan reaksi dalam kondisi mendekati kesetimbangan. Pengaruh
Penambahan Katalis Terhadap Harga k Dari tabel diatas menunjukkan semakin
banyak katalis yang digunakan maka harga k yang diperoleh semakin besar, hal
ini menunjukkan bahwa jumlah katalis mempengaruhi terbentuknya metal ester. Sesuai
dengan mekanisme reaksi esterifikasi dengan katalis asam. Semakin banyak H+ (
katalis ) semakin cepat reaksi dapat di arahkan ke produk.
Peningkatan
suhu reaksi, mempercepat kenaikan konsentrasi ALB(CD), memperbesar penurunan
konsentrasi A(CA), atau dengan kata lain menaikan konversi (XA). Hal ini
disebabkan karena dengan naiknya suhu reaksi, maka suplai energi untuk
mengaktifkan pereaksi dan tumbukan antar pereaksi untuk menghasilkan reaksi
juga akan bertambah, sehingga produk yang dihasilkan menjadi lebih banyak.
Nilai konstanta kecepatan reaksi (k) naik dengan kenaikan suhu reaksi
(rata-rata kenaikannya ±2 kali dari nilai awal), hal ini sesuai dengan teori
Arrhenius dan pernyataan Westerterp (1984), bahwa kenaikan suhu akan menaikan
nilai konstanta kecepatan reaksi, di mana kenaikan 10°C suhu reaksi menaikan
konstanta kecepatan reaksi sebanyak ±2 kali dari nilai awal.
Penguraian
Obat
Ada 3 reaksi penguraian
obat yaitu Hidrolisis reaksi
penguraian oleh air, misalnya hidrolisis aspirin menghasilakan asam salisilat
dan asam asetat, hidrolisis prokain dan hidrolisis kloramfenikol,
kedua reaksi oksidasi pelepasan elektron dari molekul (lepasnya
hidrogen=dehidrogenasi) dan jika melibatkan molekul oksigen, reaksinya disebut
autooksidasi yaitu gabungan
hidrolisis dan oksidasi karena obat
mengandung banyak gugus fungsi
Penstabilan Obat
Ada 2 perlindungan
yaitu perlindungan
terhadap hidrolisis larutan dapar/buffer/penyangga, kompleks, menghilangkan
air
dan perlindungan terhadap oksidasi
penambahan anti oksidan, hidrogenasi, menghindari kontak oksigen, menggunakan
pelarut bebas logam, menambah inhibitor, menghindari cahaya, menyimpan obat
pada temperatur rendah.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat
diambil dari pembuatan makalah ini adalah ilmu farmasi fisika sangat berperan
penting didalam bidang farmasi khususnya dalam pembuatan, pengetahuan tentang
sifat fisik obat didalam maupun diluar tubuh hingga penentuan kadaluarsa suatu
sediaan obat.
1. Derajat
kebebasan suatu sistem
adalah bilangan terkecil yang menunjukkan jumlah variabel bebas (suhu, tekanan,
konsentrasi komponen – komponen) yang harus diketahui untuk menggambarkan
keadaan sistem. Untuk zat murni, diperlukan hanya dua variabel untuk menyatakan
keadaan, yaitu P dan T, atau P dan V, atau T dan V. Variabel ketiga dapat
ditentukan dengan menggunakan persamaan gas ideal. Sehingga, sistem yang
terdiri dari satu gas atau cairan ideal mempunyai derajat kebebasan dua (υ =
2).
2. Hukum
termodinamika I dan II
·
Hukum
termodinamika I adalah suatu pernyataan dari kekekalan energi. Menyatakan
bahwa, walaupun energi dapat diubah dari satu bentuk ke bentuk yang lain, namun
energy tidak diciptakan atau dimusnahkan. Dengan kata lain, total energi dari
suatu sistem dan lingkungan di sekitarnya adalah tetap dalam tiap proses.
·
Hukum
termodinamika II, menyatakan bahwa panas mengalir secara spontan dari bahan
yang lebih panas ke yang dingin, dan suatu mesin uap hanya dapat bekerja dengan
suatu penurunan suhu. Tidak ada kerja yang dapat dihasilkan dari panas pada
suhu yang tetap.
3.
Sifat
fisik suatu obat meliputi hubungan tertentu antara molekul dan bentuk energy
yang telah ditentukan dengan baik atau pengukuran perbandingan standar luar
lainnya.
4.
Konsentasi
dari tiap reaktan akan berlangsung pada laju reaksi dengan kenaikan dari beberapa
pangkat. Pangkat-pangkat ini merupakan order tersendiri dari setiap reaksi.
Order total (keseluruhan) dari reaksi didapat dengan menjumlahkan tiap-tiap
order tersebut.
B. SARAN
1. Semoga makalah ini
dapat menjadi literatur bagi pembacanya.
2.
Makalah ini masih kurang dari kesempurnaan maka sangat dibutuhkan kritik dan
saran yang membangun dari pembacanya.
DAFTAR PUSTAKA
Crys Fajar P, Heru P, dkk, 2003, Kimia
dasar 2, Yogyakarta : IMSTEP UNY
Endang.2007.
Kinetika Kimia. Jurusan Pendidikan
Kimia, FMIPA UNY
Khairat, 2003. Kinetika Reaksi Hidrolisis Minyak Sawit
dengan Katalisator Asam Klorida. FT, Universitas Riau. Pekanbaru
Martin, Alfred, dkk. 1993. Dasar-dasar kimia fisik dlm ilmu farmasetiik fisik. UI press.
Jakarta
assalamu'alaykum. izin copas ya. buat tugas kampus. makasih
BalasHapusartikel yang sangat membantu, izin copas yaa, terimakasih sebelumnya
BalasHapus