1.
Jelaskan mekanisme absorbsi obat pada
rectum !
Jawab :
Di daerah sub mucosal pada dinding rektal
terdapat banyak pembuluh darah dan pembuluh limfe. Pembuluh darah
hemorrhoidal bagian atas merupakan saluran ke sirkulasi portal, sehingga obat
yang diabsorpsi pada bagian atas akan melewati hati sebelum masuk ke sirkulasi
sistemik. Sedangkan pembuluh darah hemorrhoidal bagian tengah dan bawah
merupakan saluran langsung ke vena cava inferior, sehingga obat yang diabsorpsi
pada bagian tersebut akan langsung masuk ke sirkulasi sistemik.
Keuntungan pada penggunaan obat dengan rute
rectal diantaranya : (1) Lebih efektif untuk obat-obat yang menyebabkan mual
dan muntah pada rute oral (ex: Metronidazole). (2) Dapat menghindari obat-obat
yang bisa mengiritasi lambung dan usus halus, serta obat dengan klirens tinggi
dapat terhindar dari first pass effect (ex: Ketoprofen). (3) Ketika tidak dapat
menggunakan rute oral, misalnya sebelum rontgen atau pada pasien yang mempunyai
penyakit saluran pencernaan bagian atas atau ketika pasien tidak dapat menelan.
(4) Dapat digunakan untuk pasien pediatrik, geriatri, atau pasien yang tidak
sadar.
2.
Tuliskan dan jelaskan pengaruh
enzim-enzim hati terhadap metabolism obat !
Jawab :
Biotransformasi atau
metabolisme obat ialah proses perubahan struktur kimia obat yang terjadi dalam
tubuh dan dikatalis oleh enzim. Pada proses ini molekul obat diubah menjadi
lebih polar, artinya lebih mudah larut dalam air dan kurang larut dalam lemak
sehingga lebih mudah diekskresi melalui ginjal. Selain itu, pada umumnya obat
menjadi inaktif, sehingga biotransformasi sangat berperan dalam mengakhiri
kerja obat. Tetapi, ada obat yang metabolitnya sama aktif, lebih aktif, atau
tidak toksik. Ada obat yang merupakan calon obat (prodrug) justru diaktifkan
oleh enzim biotransformasi ini. Metabolit aktif akan mengalami biotransformasi
lebih lanjut dan/atau diekskresi sehingga kerjanya berakhir. Enzim yang
berperan dalam biotransformasi obat dapat dibedakan berdasarkan letaknya dalam
sel, yakni enzim mikrosom yang
terdapat dalam retikulum endoplasma halus (yang pada isolasi in vitro membentuk
mikrosom), dan enzim non-mikrosom.
Kedua macam enzim metabolisme ini terutama terdapat dalam sel hati, tetapi juga
terdapat di sel jaringan lain misalnya ginjal, paru, epitel, saluran cerna, dan
plasma.
Metabolisme obat
mempunyai dua efek penting.
1. Obat
menjadi lebih hidrofilik-hal ini mempercepat ekskresinya melalui ginjal karena
metabolit yang kurang larut lemak tidak mudah direabsorpsi dalam tubulus
ginjal.
2. Metabolit
umumnya kurang aktif daripada obat asalnya. Akan tetapi, tidak selalu seperti
itu, kadang-kadang metabolit sama aktifnya (atau lebih aktif) daripada obat
asli. Sebagai contoh, diazepam (obat yang digunakan untuk mngobati ansietas )
dimetbolisme menjadi nordiazepam dan oxazepam, keduanya aktif. Prodrug bersifat
inaktif sampai dimetabolisme dalam tubuh menjadi obat aktif. Sebagai contoh,
levodopa, suatu obat antiparkinson, dimetabolisme menjadi dopamin, sementara
obat hipotensif metildopa dimetabolisme menjadi metil norepinefrin-α.
Di lumen saluran
cerna juga terdapat enzim non mikrosom yang dihasilkan flora usus. Enzim
mikrosom mengkatalisis reaksi glukoronida, sebagian besar reaksi oksidasi obat,
serta reksi reduksi dan hidrolisis. Sedangkan enzim non mikrosom mengkatalisis
reaksi konjugasi lainnya, beberapa reaksi oksidasi, reaksi reduksi dan
hidrolisis.
Obat lebih banyak
dirusak di hati meskipun setiap jaringan mempunyai sejumlah kesanggupan
memetabolisme obat. Kebanyakan biotransformasi metabolik obat terjadi pada
titik tertentu antara absorpsi obat ke dalam sirkulasi sistemik dan
pembuangannya melalui ginjal. Sejumlah kecil transformasi terjadi di dalam usus
atau dinding usus. Umumnya semua reaksi ini dapat dimasukkan ke dalam dua
katagori utama, yaitu reaksi fase 1 dan fase 2.
Reaksi Fase I (Fase Non Sintetik)
Reaksi ini meliputi
biotransformasi suatu obat menjadi metabolit yang lebih polar melalui pemasukan
atau pembukaan (unmasking) suatu gugus fungsional (misalnya –OH, -NH2, -SH). Reksi
fase I bertujuan untuk menyiapkan senyawa yang digunakan untuk metabolisme fase
II dan tidak menyiapkan obat untuk diekskresi. Sistem enzim yang terlibat pada
reksi oksidasi adalah sistem enzim mikrosomal yang disebut juga sistem Mixed
Function Oxidase (MFO) atau sistem monooksigenase. Komponen utama yang berperan
pada sistem MFO adalah sitokrom P450,
yaitu komponen oksidase terminal dari suatu sistem transfer elektron yang
berada dalam retikulum endoplasma yang bertanggung jawab terhadap reaksi-reaksi
oksidasi obat dan digolongkan sebagai enzim yang mengandung hem (suatu hem
protein ) dengan protoperfirin IX sebagai gugus prostatic. Reaksi-reaksi yang
termasuk dalam fase I antara lain:
a) Reaksi
Oksidasi
Merupakan reaksi
yang paling umum terjadi. Reaksi ini terjadi pada berbagai molekul menurut
proses khusus tergantung pada masing-masing struktur kimianya, yaitu reaksi
hidroksilasi pada golongan alkil, aril, dan heterosiklik; reaksi oksidasi
alkohol dan aldehid; reaksi pembentukan N-oksida dan sulfoksida; reaksi
deaminasi oksidatif; pembukaan inti dan sebagainya. Reaksi oksidasi dibagi
menjadi dua, yaitu oksidasi yang melibatkan sitokrom P450 (enzim yang bertanggungjawab terhadap reaksi
oksidasi) dan oksidasi yang tidak melibatkan sitokrom P450.
b) Reaksi
Reduksi (reduksi aldehid, azo dan nitro)
Reaksi ini kurang
penting dibanding reaksi oksidasi. Reduksi terutama berperan pada nitrogen dan
turunannya (azoik dan nitrat), kadang-kadang pada karbon. Hanya beberapa obat
yang mengalami metabolisme dengan jalan reduksi, baik dalam letak mikrosomal
maupun non mikrosomal. Dalam usus mikroba terdapat beberapa enzim reduktase.
Gugus azo, nitro dan karbonil merupakan subyek reduksi yang menghasilkan gugus
hidroksi amino yang lebih polar. Ada beberapa enzim reduktase dalam hati yang
tergantung pada NADH atau NADPH yang mengkatalis reaksi tersebut
c) Reaksi
Hidrolisis (deesterifikasi)
Proses lain yang
menghasilkan senyawa yang lebih polar adalah hidrolisis dari ester dan amida
oleh enzim. Esterase yang terletak baik mikrosomal dan nonmikrosomal akan
menghidrolisis obat yang mengandung gugus ester. Di hepar,lebih banyak terjadi
reaksi hidrolisis dan terkonsentrasi, seperti hidrolisis peptidin oleh suatu
enzim. Esterase non mikrosomal terdapat dalam darah dan beberapa jaringan.
Reaksi Fase II (Fase sintetik)
Reaksi ini terjadi
dalam hati dan melibatkan konjugasi suatu obat atau metabolit fase I nya dengan
zat endogen. Konjugat yang dihasilkan hampir selalu kurang aktif dan merupakan
molekul polar yang mudah diekskresi oleh ginjal. Reaksi konjugasi sesungguhnya
merupakan reaksi antara molekul eksogen atau metabolit dengan substrat endogen,
membentuk senyawa yang tidak atau kurang toksik dan mudah larut dalam air,
mudah terionisasi dan mudah dikeluarkan. Reaksi konjugasi bekerja pada berbagai
substrat alamnya dengan proses enzimatik terikat pada gugus reaktif yang telah ada
sebelumnya atau terbentuk pada fase I. reaksi yang terjadi pada fase II ini ini
meliputi konjugasi glukoronidasi, asilasi, metilasi, pembentukan asam merkapturat,
dan konjugasi sulfat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar