Powered By Blogger

Total Tayangan Halaman

Kamis, 02 Oktober 2014

Bab II Tinjauan pustaka (Cont..) Prak. Standarisasi Bahan Obat Alam

A.         Simplisia

Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang belum mengalami pengolahan apapun juga dan kecuali dinyatakan lain berupa bahan yang dikeringkan (Dirjen POM, 1999). Menurut Material Medika (MMI, 1995), simplisia dapat digolongkan dalam tiga kategori, yaitu:
Simplisia nabati. Simplisia nabati adalah simplisia yang berupa tanaman utuh, bagian tanaman atau eksudat tanaman. Eksudat adalah isi sel yang secara spontan keluar dari tanaman atau isi sel yang dengan cara tertentu dipisahkan dari tanamannya dan belum berupa zat kimia.
Simplisia hewani. Simplisia hewani adalah simplisia yang berupa hewan atau bagian hewan zat-zat berguna yang dihasilkan oleh hewan dan belum berupa zat kimia murni.
Simplisia pelikan (mineral). Simplisia pelikan adalah simplisia yang berupa bahan-bahan pelican (mineral) yang belum diolah atau telah diolah dengan cara sederhana dan belum berupa zat kimia.
 Menurut Depkes 1989, parameter mutu simplisa meliputi susut pengeringan, kadar air, kadar abu, kadar abu tidak larut asam, kadar sari larut air, kadar sari larut etanol serta kadar senyawa identitas. Identikasi simplisia dilakukan dengan memeriksa pemerian dan melakukan pengamatan simplisia baik secara makroskopik maupun secara mikroskopik.

B.          Ekstraksi

Ekstraksi adalah proses penarikan komponen/zat aktif dari suatu campuran padatan dan/atau cairan dengan menggunakan pelarut tertentu. Proses ini merupakan langkah awal yang penting dalam penelitian tanaman obat, karena preparasi ekstrak kasar tanaman merupakan titik awal untuk isolasi dan pemurnian komponen kimia yang terdapat pada tanaman (Mandal et al., 2007).
Pelarut yang digunakan tidak bercampur atau atau hanya bercampur sebagian dengan campuran padatan atau cairan. Dengan kontak yang intensif, komponen aktif pada campuran akan berpindah ke dalam pelarut. Pemilihan pelarut merupakan faktor yang menentukan dalam ekstraksi. Pelarut yang digunakan dalam ekstraksi harus dapat menarik komponen aktif dari campuran. Hal-hal penting yang harus diperhatikan dalam memilih pelarut adalah selektivitas, sifat pelarut, kemampuan untuk mengekstraksi, tidak bersifat racun, mudah diuapkan, dan harganya relatif murah (Gamse, 2002).
Perendaman suatu bahan dalam pelarut dapat meningkatkan permeabilitas dinding sel dalam 3 tahapan, yaitu masuknya pelarut ke dalam dinding sel tanaman dan membengkakkan sel, kemudian senyawa yang terdapat dalam dinding sel akan terlepas dan masuk ke dalam pelarut, diikuti oleh difusi senyawa yang terekstraksi oleh pelarut keluar dari dinding sel. Berdasarkan fase yang terlibat, terdapat 2 jenis ekstraksi, yaitu ekstraksi cair-cair dan ekstraksi padat-cair. Pada ekstraksi padat-cair terjadi pemindahan komponen dari padatan ke pelarut melalui 3 tahapan, yaitu difusi pelarut ke pori-pori padatan, pelarutan solute oleh pelarut di dalam pori tersebut, dan pemindahan larutan dari pori menjadi larutan ekstrak. Proses ekstraksi padat-cair sangat dipengaruhi oleh banyak faktor, di antaranya waktu ekstraksi, suhu yang digunakan, pengadukan, dan banyaknya pelarut yang digunakan (Harborne, 1996).
Ekstraksi bahan alam, terutama yang akan digunakan untuk obat, dapat dilakukan dengan cara perebusan, penyeduhan, maserasi, perkolasi, atau cara lain yang sesuai dengan sifat bahan alam yang diekstraksi. Selain itu, cara dan prosedur ekstraksi yang dilakukan mengacu pada Farmakope Indonesia atau cara lain yang disetujui oleh Direktur Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan (Supriadi, 2008).
Sampel yang akan diekstraksi dibuat serbuk untuk memperluas daerah penarikan komponen kimia, sehingga pada proses ekstraksi kontak antara pelarut dengan sampel lebih efektif dan senyawa dapat terekstrak dengan optimal. Proses pembuatan serbuk dapat mempengaruhi kualitas ekstrak sehingga perlu dilakukan dengan hati-hati. Tujuan dari penghalusan sampel ini adalah agar luas permukaannya menjadi lebih besar sehingga semua senyawa metabolit sekunder yang terdapat pada sampel terekstrak lebih sempurna. Maserasi merupakan suatu metode ekstraksi sampel cara dingin (tanpa pemanasan) yang dilakukan dengan menggunakan pelarut, disertai dengan beberapa kali pengadukan pada temperatur ruang. Metode maserasi tidak menggunakan pemanasan, sehingga pengaruh negatif akibat pemanasan terhadap senyawa termolabil yang mungkin terdapat dalam daun dan buah jambu biji dapat dihindari. Hasil ekstraksi (maserat) berupa ekstrak kental berwarna hijau kecoklatan kemudian disaring dan dilakukan pemekatan. Pemekatan berarti peningkatan jumlah partial solute (senyawa terlarut) hingga terbentuk ekstrak yang pekat atau kental, sehingga tidak terdapat lagi pelarut dalam ekstrak. Pemekatan dilakukan dengan bantuan rotary evaporator. Rotary evaporator digunakan agar proses pemekatan menjadi lebih cepat serta pelarut yang digunakan dapat diperoleh kembali sehingga lebih efisien (Mesah, 2013).
Efektifitas suatu ekstraksi dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti: jenis pelarut, kehalusan bahan, lama ekstraksi, perbandingan bahan dengan pelarut, konsentrasi pelarut dan teknik ekstraksi yang digunakan (Manoi dan Ntalini, 2008). Hal ini dikarenakan semakin lama waktu ekstraksi kontak pelarut dengan contoh akan semakin sering, sehingga dimungkinkan kurkuminoid lebih banyak yang terekstraksi.
Dalam suatu pemisahan yang ideal oleh ekstraksi pelarut, seluruh zat yang diinginkan akan berakhir dalam suatu pelarut sedangkan zat-zat yang tidak diinginkan berada pada pelarut yang lain. Ekstraksi ganda merupakan salah satu teknik pemisahan yang lebih akurat dibandingkan ekstraksi tunggal. Pengambilan senyawa organik metabolit sekunder yang terdapat pada bahan alam padat yang lebih umum menggunakan metode sokletasi. Pada prinsipnya metode sokletasi menggunakan suatu pelarut yang mudah menguap dan dapat melarutkan senyawa organik yang terdapat dalam bahan alam tersebut. Metode sokletasi mempunyai keunggulan dari metode lain, karena melalui metode ini penyaringan dilakukan beberapa kali dan pelarut yang digunakan tidak habis (didinginkan melalui pendinginan) dan dapat digunakan lagi setelah hasil isolasi dipisahkan (Distantina, Sperisa ; Wulan, Dwi Hastuti Asta, 2002) .
Dalam suatu ekstraksi, pelarut yang berbeda akan menghasilkan ekstrak yang sifatnya berbeda pula. Perbedaan tersebut dapat dilihat dari segi jenis zat aktif yang dilarutkan, sifat farmakologis dari zat aktif, maupun dari segi stabilitas bahan ekstrak dan potent (kekerasan/kekuatan) bahan obat pada cendawan Aphanomyces sp. (Ansel, 1989).

C.         Kromatografi Lapis Tipis

Teknik kromatografi lapis tipis (KLT) merupakan suatu cara pemisahan komponen senyawa kimia di antara dua fase, yaitu fase gerak dan fase diam. Teknik tersebut hingga saat ini masih digunakan untuk mengidentifikasi senyawa-senyawa kimia, karena murah, sederhana, serta dapat menganalisis beberapa komponen secara serempak. Teknik standar dalam melaksanakan pemisahan dengan KLT diawali dengan pembuatan lapisan tipis adsorben pada permukaan plat kaca. Tebal lapisan bervariasi, bergantung pada analisis yang akan dilakukan (kualitatif atau kuantitatif) (Hayani dan Sukmasari, 2005).
Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dikembangkan oleh Izmailoff dan Schraiber pada tahun 1983. KLT merupakan bentuk kromatografi planar, selain kromatografi kertas dan elektroforesis. Pada kromatografi lapis tipis, fase diamnya berupa lapisan yang seragam (uniform) pada permukaan bidang datar yang didukung oleh lempeng kaca, pelat aluminium, atau pelat plastik (Rohman,2007). Prinsip kromatografi yaitu Hidrokarbon jenuh terjerap sedikit atau tidak sama sekali, karena itu ia bergerak paling cepat (Stahl, 1985).
Teknik Kromatografi Lapis Tipis (KLT) menggunakan suatu adsorben yang disalutkan pada suatu lempeng kaca sebagai fase stasionernya dan pengembangan kromatogram terjadi ketika fase mobil tertapis melewati adsorben itu. Seperti dikenal baik, kromatografi lapis tipis mempunyai kelebihan yang nyata dibandingkan kromatografi kertas karena nyaman dan cepatnya, ketajaman pemisahan yang lebih besar dan kepekaannya tinggi (Pudjaatmaka, 1994).
Perbedaan senyawa satu dengan yang lainya terlihat dari besarnya bercak  yang tampak, makin besar bercak diidetifikasikan dengan makin tinggi kadar senyawa tersebut, selanjutnya selain dari warna bercak perbedaan dapat dilihat dari ketinggian lokasi bercak yang diukur dengan harga RF yaitu perbandingan antara tinggi bercak dengan jarak eluen (Yuliani dkk., 2006). Menurut Sutrisno (1986), untuk menyimpulkan hasil kerja dari KLT ini dapat dikatakan bahwa senyawa aktif tidak selalu tampak sebagai bercak khas, bercak khas ini disebabkan oleh adanya zat identitas.

D.         Penentuan Kadar menggunakan UV-Vis

Spektrofotometri UV-Visibel merupakan metode spektrofotometri yang didasarkan pada adanya serapan sinar pada daerah ultraviolet (UV) dan sinar tampak (Visibel) dari suatu senyawa. Senyawa dapat dianalisis dengan metode ini jika memilikii kemampuan menyerap pada daerah UV atau daerah tampak. Spektrofotometri UV-Vis adalah anggota teknik analisis spektroskopik yang memakai sumber REM (radiasi elektromagnetik) ultraviolet dekat (190-380 nm) dan sinar tampak (380-780 nm) dengan memakai instrumen spektrofotometer. Spektrofotometri UV-Vis melibatkan energi elektronik yang cukup besar pada molekul yang dianalisis, sehingga spektrofotometri UV-Vis lebih banyak dipakai untuk analisis kuantitatif dibandingkan kualitatif.
Senyawa yang dapat menyerap intensitas pada daerah UV disebut dengan kromofor, sedangkan untuk melakukan analisis senyawa dalam daerah sinar tampak, senyawa harus memiliki warna (Fatimah, 2003). Sumbangan analisis spektrofotometri sinar UV dan tampak dalam identifikasi sangat bermanfaat terutama untuk analisis gugus yang mengandung kromofor pengabsorbsi (Gandjar, 1997).
Larutan senyawa berwarna mampu menyerap sinar tampak yang melalui larutan tersebut. Jumlah intensitas sinar yang diserap tergantung pada macam yang ada di dalam larutan, konsentrasi panjang jalan dan intensitas sinar yang diserap dinyatakan dalam Hukum Lambert yang sudah dijelaskan di atas.Warna zat yang menyerap menentukan panjang gelombang sinar yang akan diserap, warna yang diserap merupakan warna komplemen dari warna yang terlihar oleh mata (Khopkar, 1990 ).
Menurut hukum Lambert-Beer, serapan berbanding lurus terhadap ketebalan sel yang disinari. Menurut hukum Beer, yang hanya berlaku untuk cahaya monokromatik dan larutan yang sangat encer, serapan berbanding lurus dengan konsentrasi (banyak molekul zat). Kedua hukum ini dapat dinyatakan satu dalam hukum Lambert-Beer, sehingga dapat diperoleh serapan berbanding lurus terhadap ketebalan sel dan konsentrasi. Jadi dengan hukum Lambert-Beer konsentrasi dapat dihitung dari ketebalan sel dan serapan. Absorptivitas merupakan suatu tetapan dan spesifik untuk setiap molekul pada panjang gelombang dan pelarut tertentu (Sirait, 2009).
Dengan menggunakan penentuan kadar konsentrasi, suatu senyawa dilakukan dengan membandingkan kekuatan serapan cahaya oleh larutan contoh terhadap terhadap larutan standar yang telah diketahui kunsentrasinya. Terdapat dua cara standar adisi , pada cara yang pertama dibuat dahulu sederetan larutan standar, diukur serapannya, kemudian tentukan konsentrasinya dengan menggunakan cara kalibrasi. Cara yang kedua dilakukan dengan menambahkan sejumlah larutan contoh yang sama kedalam larutan standar (Hendayana dkk, 2001).

E.          Penentuan Gugus Fungsi dengan Spektrofotometri Infra Red

Jika suatu radiasi gelombang elektromagnetik mengenai suatu materi, maka akan terjadi suatu interaksi, diantaranya berupa penyerapan energi (absorpsi) oleh atom-atom atau molekul-molekul dari materi tersebut. Absorpsi sinar ultraviolet dan cahaya tampak akan mengakibatkan tereksitasinya elektron sedangkan absorpsi radiasi inframerah, energinya tidak cukup untuk mengeksitasi elektron, namun menyebabkan peningkatan amplitudo getaran (vibrasi) atom-atom pada suatu molekul (Fessenden, 1997).
Hal yang sangat unik pada penyerapan radiasi gelombang elektromagnetik adalah bahwa suatu senyawa menyerap radiasi dengan panjang gelombang tertentu bergantung pada struktur senyawa tersebut. Absorpsi khas inilah yang mendorong pengembangan metode spektroskopi, baik spektroskopi atomik maupun molekuler yang telah memberikan sumbangan besar bagi dunia ilmu pengetahuan terutama dalam usaha pemahaman mengenai susunan materi dan unsur-unsur penyusunnya. Salah satu metode spektroskopi yang sangat populer adalah metode spektroskopi FTIR (Fourier Transform Infrared), yaitu metode spektroskopi inframerah yang dilengkapi dengan transformasi Fourier untuk analisis hasil spektrumnya. Metode spektroskopi yang digunakan adalah metode absorpsi, yaitu metode spektroskopi yang didasarkan atas perbedaan penyerapan radiasi inframerah. Absorbsi inframerah oleh suatu materi dapat terjadi jika dipenuhi dua syarat, yaitu kesesuaian antara frekuensi radiasi inframerah dengan frekuensi vibrasional molekul sampel dan perubahan momen dipol selama bervibrasi (Chatwal, 1985).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar