A.
Simplisia
Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat
yang belum mengalami pengolahan apapun juga dan kecuali dinyatakan lain berupa
bahan yang dikeringkan (Dirjen POM, 1999). Menurut Material Medika (MMI, 1995),
simplisia dapat digolongkan dalam tiga kategori, yaitu:
Simplisia nabati. Simplisia nabati adalah simplisia yang
berupa tanaman utuh, bagian tanaman atau eksudat tanaman. Eksudat adalah isi
sel yang secara spontan keluar dari tanaman atau isi sel yang dengan cara
tertentu dipisahkan dari tanamannya dan belum berupa zat kimia.
Simplisia hewani. Simplisia hewani adalah simplisia yang
berupa hewan atau bagian hewan zat-zat berguna yang dihasilkan oleh hewan dan
belum berupa zat kimia murni.
Simplisia pelikan (mineral). Simplisia pelikan adalah
simplisia yang berupa bahan-bahan pelican (mineral) yang belum diolah atau
telah diolah dengan cara sederhana dan belum berupa zat kimia.
Menurut Depkes 1989, parameter
mutu simplisa meliputi susut pengeringan, kadar air, kadar abu, kadar abu tidak
larut asam, kadar sari larut air, kadar sari larut etanol serta kadar senyawa
identitas. Identikasi simplisia dilakukan dengan memeriksa pemerian dan
melakukan pengamatan simplisia baik secara makroskopik maupun secara
mikroskopik.
B.
Ekstraksi
Ekstraksi adalah proses penarikan komponen/zat aktif dari
suatu campuran padatan dan/atau cairan dengan menggunakan pelarut tertentu.
Proses ini merupakan langkah awal yang penting dalam penelitian tanaman obat,
karena preparasi ekstrak kasar tanaman merupakan titik awal untuk isolasi dan pemurnian
komponen kimia yang terdapat pada tanaman (Mandal et al., 2007).
Pelarut yang digunakan tidak bercampur atau atau hanya bercampur
sebagian dengan campuran padatan atau cairan. Dengan kontak yang intensif,
komponen aktif pada campuran akan berpindah ke dalam pelarut. Pemilihan pelarut
merupakan faktor yang menentukan dalam ekstraksi. Pelarut yang digunakan dalam
ekstraksi harus dapat menarik komponen aktif dari campuran. Hal-hal penting
yang harus diperhatikan dalam memilih pelarut adalah selektivitas, sifat pelarut,
kemampuan untuk mengekstraksi, tidak bersifat racun, mudah diuapkan, dan harganya
relatif murah (Gamse, 2002).
Perendaman suatu bahan dalam pelarut dapat meningkatkan
permeabilitas dinding sel dalam 3 tahapan, yaitu masuknya pelarut ke dalam dinding
sel tanaman dan membengkakkan sel, kemudian senyawa yang terdapat dalam dinding
sel akan terlepas dan masuk ke dalam pelarut, diikuti oleh difusi senyawa yang terekstraksi
oleh pelarut keluar dari dinding sel. Berdasarkan fase yang terlibat, terdapat
2 jenis ekstraksi, yaitu ekstraksi cair-cair dan ekstraksi padat-cair. Pada
ekstraksi padat-cair terjadi pemindahan komponen dari padatan ke pelarut
melalui 3 tahapan, yaitu difusi pelarut ke pori-pori padatan, pelarutan solute oleh
pelarut di dalam pori tersebut, dan pemindahan larutan dari pori menjadi
larutan ekstrak. Proses ekstraksi padat-cair sangat dipengaruhi oleh banyak
faktor, di antaranya waktu ekstraksi, suhu yang digunakan, pengadukan, dan
banyaknya pelarut yang digunakan (Harborne, 1996).
Ekstraksi bahan alam, terutama yang akan digunakan untuk
obat, dapat dilakukan dengan cara perebusan, penyeduhan, maserasi, perkolasi,
atau cara lain yang sesuai dengan sifat bahan alam yang diekstraksi. Selain
itu, cara dan prosedur ekstraksi yang dilakukan mengacu pada Farmakope
Indonesia atau cara lain yang disetujui oleh Direktur Jenderal Pengawasan Obat
dan Makanan (Supriadi, 2008).
Sampel yang akan diekstraksi dibuat serbuk untuk memperluas
daerah penarikan komponen kimia, sehingga pada proses ekstraksi kontak antara
pelarut dengan sampel lebih efektif dan senyawa dapat terekstrak dengan
optimal. Proses pembuatan serbuk dapat mempengaruhi kualitas ekstrak sehingga
perlu dilakukan dengan hati-hati. Tujuan dari penghalusan sampel ini adalah
agar luas permukaannya menjadi lebih besar sehingga semua senyawa metabolit
sekunder yang terdapat pada sampel terekstrak lebih sempurna. Maserasi
merupakan suatu metode ekstraksi sampel cara dingin (tanpa pemanasan) yang
dilakukan dengan menggunakan pelarut, disertai dengan beberapa kali pengadukan
pada temperatur ruang. Metode maserasi tidak menggunakan pemanasan, sehingga
pengaruh negatif akibat pemanasan terhadap senyawa termolabil yang mungkin
terdapat dalam daun dan buah jambu biji dapat dihindari. Hasil ekstraksi
(maserat) berupa ekstrak kental berwarna hijau kecoklatan kemudian disaring dan
dilakukan pemekatan. Pemekatan berarti peningkatan jumlah partial solute (senyawa
terlarut) hingga terbentuk ekstrak yang pekat atau kental, sehingga tidak
terdapat lagi pelarut dalam ekstrak. Pemekatan dilakukan dengan bantuan rotary evaporator. Rotary evaporator digunakan agar proses pemekatan menjadi lebih
cepat serta pelarut yang digunakan dapat diperoleh kembali sehingga lebih
efisien (Mesah, 2013).
Efektifitas suatu ekstraksi dipengaruhi oleh beberapa faktor
seperti: jenis pelarut, kehalusan bahan, lama ekstraksi, perbandingan bahan dengan
pelarut, konsentrasi pelarut dan teknik ekstraksi yang digunakan (Manoi dan
Ntalini, 2008). Hal ini dikarenakan semakin lama waktu ekstraksi kontak pelarut
dengan contoh akan semakin sering, sehingga dimungkinkan kurkuminoid lebih
banyak yang terekstraksi.
Dalam suatu pemisahan yang ideal oleh ekstraksi pelarut,
seluruh zat yang diinginkan akan berakhir dalam suatu pelarut sedangkan zat-zat
yang tidak diinginkan berada pada pelarut yang lain. Ekstraksi ganda merupakan
salah satu teknik pemisahan yang lebih akurat dibandingkan ekstraksi tunggal. Pengambilan
senyawa organik metabolit sekunder yang terdapat pada bahan alam padat yang
lebih umum menggunakan metode sokletasi. Pada prinsipnya metode sokletasi
menggunakan suatu pelarut yang mudah menguap dan dapat melarutkan senyawa
organik yang terdapat dalam bahan alam tersebut. Metode sokletasi mempunyai
keunggulan dari metode lain, karena melalui metode ini penyaringan dilakukan
beberapa kali dan pelarut yang digunakan tidak habis (didinginkan melalui
pendinginan) dan dapat digunakan lagi setelah hasil isolasi dipisahkan (Distantina,
Sperisa ; Wulan, Dwi Hastuti Asta, 2002) .
Dalam suatu ekstraksi, pelarut yang berbeda akan menghasilkan
ekstrak yang sifatnya berbeda pula. Perbedaan tersebut dapat dilihat dari segi
jenis zat aktif yang dilarutkan, sifat farmakologis dari zat aktif, maupun dari
segi stabilitas bahan ekstrak dan potent (kekerasan/kekuatan) bahan obat pada
cendawan Aphanomyces sp. (Ansel, 1989).
C.
Kromatografi Lapis Tipis
Teknik kromatografi lapis tipis (KLT) merupakan suatu cara
pemisahan komponen senyawa kimia di antara dua fase, yaitu fase gerak dan fase
diam. Teknik tersebut hingga saat ini masih digunakan untuk mengidentifikasi
senyawa-senyawa kimia, karena murah, sederhana, serta dapat menganalisis
beberapa komponen secara serempak. Teknik standar dalam melaksanakan pemisahan
dengan KLT diawali dengan pembuatan lapisan tipis adsorben pada permukaan plat
kaca. Tebal lapisan bervariasi, bergantung pada analisis yang akan dilakukan
(kualitatif atau kuantitatif) (Hayani dan Sukmasari, 2005).
Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dikembangkan oleh Izmailoff
dan Schraiber pada tahun 1983. KLT merupakan bentuk kromatografi planar, selain
kromatografi kertas dan elektroforesis. Pada kromatografi lapis tipis, fase
diamnya berupa lapisan yang seragam (uniform) pada permukaan bidang datar yang
didukung oleh lempeng kaca, pelat aluminium, atau pelat plastik (Rohman,2007).
Prinsip kromatografi yaitu Hidrokarbon jenuh terjerap sedikit atau tidak sama
sekali, karena itu ia bergerak paling cepat (Stahl, 1985).
Teknik Kromatografi Lapis Tipis (KLT) menggunakan suatu
adsorben yang disalutkan pada suatu lempeng kaca sebagai fase stasionernya dan
pengembangan kromatogram terjadi ketika fase mobil tertapis melewati adsorben
itu. Seperti dikenal baik, kromatografi lapis tipis mempunyai kelebihan yang
nyata dibandingkan kromatografi kertas karena nyaman dan cepatnya, ketajaman
pemisahan yang lebih besar dan kepekaannya tinggi (Pudjaatmaka, 1994).
Perbedaan senyawa satu dengan yang lainya terlihat dari
besarnya bercak yang tampak, makin besar
bercak diidetifikasikan dengan makin tinggi kadar senyawa tersebut, selanjutnya
selain dari warna bercak perbedaan dapat dilihat dari ketinggian lokasi bercak
yang diukur dengan harga RF yaitu perbandingan antara tinggi bercak dengan
jarak eluen (Yuliani dkk., 2006). Menurut Sutrisno (1986), untuk menyimpulkan
hasil kerja dari KLT ini dapat dikatakan bahwa senyawa aktif tidak selalu
tampak sebagai bercak khas, bercak khas ini disebabkan oleh adanya zat
identitas.
D.
Penentuan Kadar
menggunakan UV-Vis
Spektrofotometri UV-Visibel merupakan metode spektrofotometri
yang didasarkan pada adanya serapan sinar pada daerah ultraviolet (UV) dan
sinar tampak (Visibel) dari suatu senyawa. Senyawa dapat dianalisis dengan
metode ini jika memilikii kemampuan menyerap pada daerah UV atau daerah tampak.
Spektrofotometri UV-Vis adalah anggota teknik analisis spektroskopik yang
memakai sumber REM (radiasi elektromagnetik) ultraviolet dekat (190-380 nm) dan
sinar tampak (380-780 nm) dengan memakai instrumen spektrofotometer.
Spektrofotometri UV-Vis melibatkan energi elektronik yang cukup besar pada
molekul yang dianalisis, sehingga spektrofotometri UV-Vis lebih banyak dipakai
untuk analisis kuantitatif dibandingkan kualitatif.
Senyawa yang dapat menyerap intensitas pada daerah UV disebut
dengan kromofor, sedangkan untuk melakukan analisis senyawa dalam daerah sinar
tampak, senyawa harus memiliki warna (Fatimah, 2003). Sumbangan analisis
spektrofotometri sinar UV dan tampak dalam identifikasi sangat bermanfaat
terutama untuk analisis gugus yang mengandung kromofor pengabsorbsi (Gandjar,
1997).
Larutan senyawa berwarna mampu menyerap sinar tampak yang
melalui larutan tersebut. Jumlah intensitas sinar yang diserap tergantung pada
macam yang ada di dalam larutan, konsentrasi panjang jalan dan intensitas sinar
yang diserap dinyatakan dalam Hukum Lambert yang sudah dijelaskan di atas.Warna
zat yang menyerap menentukan panjang gelombang sinar yang akan diserap, warna
yang diserap merupakan warna komplemen dari warna yang terlihar oleh mata (Khopkar,
1990 ).
Menurut hukum Lambert-Beer, serapan berbanding lurus terhadap
ketebalan sel yang disinari. Menurut hukum Beer, yang hanya berlaku untuk
cahaya monokromatik dan larutan yang sangat encer, serapan berbanding lurus
dengan konsentrasi (banyak molekul zat). Kedua hukum ini dapat dinyatakan satu
dalam hukum Lambert-Beer, sehingga dapat diperoleh serapan berbanding lurus
terhadap ketebalan sel dan konsentrasi. Jadi dengan hukum Lambert-Beer
konsentrasi dapat dihitung dari ketebalan sel dan serapan. Absorptivitas
merupakan suatu tetapan dan spesifik untuk setiap molekul pada panjang
gelombang dan pelarut tertentu (Sirait, 2009).
Dengan menggunakan penentuan kadar konsentrasi, suatu senyawa
dilakukan dengan membandingkan kekuatan serapan cahaya oleh larutan contoh
terhadap terhadap larutan standar yang telah diketahui kunsentrasinya. Terdapat
dua cara standar adisi , pada cara yang pertama dibuat dahulu sederetan larutan
standar, diukur serapannya, kemudian tentukan konsentrasinya dengan menggunakan
cara kalibrasi. Cara yang kedua dilakukan dengan menambahkan sejumlah larutan
contoh yang sama kedalam larutan standar
(Hendayana dkk, 2001).
E.
Penentuan Gugus Fungsi
dengan Spektrofotometri Infra Red
Jika suatu radiasi gelombang elektromagnetik mengenai suatu
materi, maka akan terjadi suatu interaksi, diantaranya berupa penyerapan energi
(absorpsi) oleh atom-atom atau molekul-molekul dari materi tersebut. Absorpsi sinar
ultraviolet dan cahaya tampak akan mengakibatkan tereksitasinya elektron sedangkan
absorpsi radiasi inframerah, energinya tidak cukup untuk mengeksitasi elektron,
namun menyebabkan peningkatan amplitudo getaran (vibrasi) atom-atom pada suatu
molekul (Fessenden, 1997).
Hal yang sangat unik pada penyerapan radiasi gelombang
elektromagnetik adalah bahwa suatu senyawa menyerap radiasi dengan panjang
gelombang tertentu bergantung pada struktur senyawa tersebut. Absorpsi khas
inilah yang mendorong pengembangan metode spektroskopi, baik spektroskopi
atomik maupun molekuler yang telah memberikan sumbangan besar bagi dunia ilmu
pengetahuan terutama dalam usaha pemahaman mengenai susunan materi dan
unsur-unsur penyusunnya. Salah satu metode spektroskopi yang sangat populer
adalah metode spektroskopi FTIR (Fourier Transform
Infrared), yaitu metode spektroskopi inframerah yang dilengkapi dengan
transformasi Fourier untuk analisis hasil spektrumnya. Metode spektroskopi yang
digunakan adalah metode absorpsi, yaitu metode spektroskopi yang didasarkan atas
perbedaan penyerapan radiasi inframerah. Absorbsi inframerah oleh suatu materi
dapat terjadi jika dipenuhi dua syarat, yaitu kesesuaian antara frekuensi radiasi
inframerah dengan frekuensi vibrasional molekul sampel dan perubahan momen
dipol selama bervibrasi (Chatwal, 1985).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar