Powered By Blogger

Total Tayangan Halaman

Sabtu, 27 September 2014

Anestetik Umum

BAB I
PENDAHULUAN
Asal kata Anestesi (pembiusan; berasal dari bahasa Yunani An- “tidak, tanpa” dan aesthetos, “persepsi, kemampuan untuk merasa”), secara berarti suatu tindakan menghilangkan rasa sakit ketika melakukan pembedahan dan berbagai prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh. Istilah anastesi digunakan pertama kali oleh Oliver Wendel Holmes Sr pada tahun 1846. Obat yang digunakan dalam menimbulkan anesthesia disebut sebagai anestetik dan kelompok ini dibedakan dalam anestetik umum dan anestetik lokal. Bergantung pada dalamnya pembiusan, anestetik umum dapat memberikan efek analgesia yaitu hilangnya kesadaran, sedangakn anastetik lokal hanya menimbulkan efek analgesia. Anestesi umum bekerja disusunan saraf pusat, sedangkan anastetik lokal bekerja langsung pada serabut saraf di perifer.
Anestesi umum (General Anestesia) disebut pula dengan nama Narkose Umum (NU). Anastesi umum adalah tindakan meniadakan nyeri secara sentral disertai hilangnya kesadaran dan bersifat reversibel. Anestesi umum yang sempurna menghasilkan ketidaksadaran, analgesia, relaxasi otot tanpa menimbulkan resiko yang tidak di inginkan dari pasien.
Dengan anastesi umum, akan diperoleh triad (trias) anastesia, yaitu :
-          Hipnosis (tidur)
-          Analgesia (bebas dari nyeri)
-          Relaksasi otot
Hipnosis didapat dari sedatif, anestesi inhalasi (halotan, enfluran, isofluran, sevofluran). Analgesia di dapat dari N2O, analgetika narkotik, NSAID tertentu. Obat-obat tertentu misalnya thiopental hanya menyebabkan tidur tanpa relaksasi atau analgesia, sehingga hanya baik untuk induksi. Hanya eter yang memiliki trias anastesia.  Karena anastesi modern saat ini menggunakan obat-obat selain eter, maka trias anastesi di peroleh dengan menggabungkan berbagai macam obat. Eter menyebabkan tidur, analgesia dan relaksasi, tetapi karena baunya tajam dan kelarutannya dalam darah tinggi sehingga agak mengganggu dan lambat (meskipun aman) untuk induksi. Sedangkan relaksasi otot didapatkan dari obat pelemas otot (muscle relaxant). Relaksasi otot diperlukan untuk mengurangi tegangnya tonus otot sehingga akan mempermudah tindakan pembedahan. Obat-obat opium seperti morfin dan petidin akan menyebabkan analdesia dengan sedikit perubahan pada tonus otot atau tingkat kesadaran. Kobinasi beberapa teknik dan obat dapat dipergunakan untuk mencapai tujuan ini kombinasi ini harus dipilih yang paling sesuai untuk pasien. Tujuan anastesi umum adalah menjamin hidup pasien, yang memungkinkan operator melakukan tindakan bedah dengan leluasa dan meghilangkan rasa nyeri.



TINJAUAN PUSTAKA
1.      Defenisi anestesik umum
Anestesia umum adalah tindakan meniadakan nyeri secara sentral disertai hilangnya kesadaran dan bersifat pulih kembali (reversibel). Komponen anesthesia yang ideal terdiri:
1.      Hipnotik
2.      Analgesia
3.      Relaksasi otot
Keadaan anestesi berbeda dengan keadaan analgesia, yang didefinisikan sebagai tidak adanya nyeri. Keadaan ini dapat ditimbulkan oleh agen narkotika yang dapat menghilangkan nyeri sampai pasien sama sekali tidak sadar. Sebaliknya, barbiturate dan penenang tidak menghilangkan nyeri sampai pasien sama sekali tidak sadar.
Tanda-tanda dan tingkat anestesi. Anastesik mendepresi SSP secara perlahan, yang dapat dibagi menjadi 4 tahap:
a.       Tahap I atau analgesia
Tahap ini ditandai dengan berkurangya respon terhadap nyeri perasaan enak atau euforia dan hilangnya kesadaran (tidur).
b.      Tahap II atau delirium
Fase ini juga disebut excitement karena terjadi perangsangan simpatik. Yaitu terjadi peningkatan tekanan darah, kecepatan denyut jantung, pernafasan dan tonus otot. Dalam fase ini dapat terjadi aritmia jantung namun karena adanya depresi hipotalamus menyebabkan masuk pada fase III.
c.       Fase III
Dalam fase ini tindakan pembedahan dilangsungkan. Dalam tahap ini terjadi depresi SSP yang dalam terapi fungsi jantung dan pernafasan kembali normal disertai reflek spinal terhambat oleh otot skelet relaksasi.
d.      Fase IV
Fase IV atau paralisis medula, ini terjadi kalau over dosis, yaitu terjadi hambatan pusat jantung dan pernafasan di medula.
2.      Penggolongan anastesi
Anestesi umum dibagi menurut bentuk fisiknya yaitu anastetik inhalasi dan intravena.
1.      Anastesik inhalasi
Obat anastesik yang pertama kali dikenal dan digunakan untuk membantu. pembedahan ialah N2O. Dalam dunia moderen anastesik inhalasi yang umum digunakan untuk praktek klinik adalah N2O, halotan, enfluran, isofluran, desfluran, dan sevofoluran. Agen ini dapat diberikan dan diserap secara terkontrol dan cepat karena diserap serta dikeluarkan melalui paru-paru.  Sebagian besar gas anestetik dikeluarkan lagi oleh paru-paru sebagian lagi dimetabolisme oleh hepar dengan sistem oksidasi sitokrom P450. Sisa metabolisme yang larut dalam air dikeluarkan melalui ginjal.
a.       N2O (gas gelak, nitrous oxide, dinitrogen monoxida)
N2O dikemas dalam bentuk cair, dalam silinder warna biru 9000 liter atau 1800 liter dengan tekanan 750 psi atau 50 atm. Pemberian anastesik dengan N2O harus disertai O2 minimal 25%. Gas ini bersifat anastesik lemah, tetapi analgesiknya kuat sehingga sering digunakan untuk mengurangi nyeri menjelang persalinan. Jarang digunakan sendiri tetapi dikombinasikan dengan salah satu cairan anestesik lain.
b.      Halotan
Merupakan anestetik golongan hidrokarbon yang berhalogen. Halotan menjadi standar bagi anastesik lain yang kini banyak dipakai karena zat inilah semua itu dikembangkan. Halotan merupakan anastesik yang kuat dengan efek analgesik yang lemah. Induksi dan tahapan anastesia dilalui dengan mulus, dan pasien segera bangun setelah anestetik dihentikan. Halotan secara langsung menghambat otot jantung dan otot polos pembuluh darah serta menurunkan aktifitas saraf simpatik. Penurunan tekanan darah terjadi akibat 2 hal, yaitu (1) depresi langsung pada miokard dan (2) dihambatnya refleks baroresptor terhadap hipotensi. Eksresi halotan umumnya melalui paru, hanya 20% yang dimetabolisme dalam tubuh untuk kemudian dibuang melalui urin dalam bentuk asam trifluoro asetat, trifluoroetanol, dan bromida.
c.       Enfluran
Enfluran adalah anestetik eter berhalogen yang tidak mudah terbakar. Enfluran menyebabkan fase induksi anestesia yang relatif lambat. Kadar yang tinggi menyebabkan depresi kardiovaskuler dan perangsangan SSP, untuk menghindari hal ini enfluran diberikan dalam kadar rendah bersama N2O. Enfluran menyebabkan relaksasi otot rangka lebih baik dari pada halotan, sehingga dosis obat pelumpuh otot nondepolarisasi harus diturunkan. Sebagian besar enfluran dieksresi dalam bentuk utuh melalui paru-paru, 2-10% dimetabolisme di hati menghasilkan ion fluor. Ion F- hasil metablosme enfluran ternyata tidak membahayakan ginjal sehingga masih dipandang aman untuk pasien yang fungsi ginjalnya menurun, kecuali pada pasien yang juga mendapat isoniazid. Eksresi F- meningkat pada urin basah. Enfluran bisa menyebabkan efek samping paska pemulihan berupa menggigil karena hipotermia, gelisah, delerium, mual, atau muntah.
d.      Isofluran
Merupakan halogenasi eter yang pada dosis anestesik atau sub anestesik dapat menurunkan laju metabolisme otak terhadap oksigen, tetapi meniggikan aliran darah otak dan tekanan intrakranial, namun hal ini dapat dikurangi dengan teknik anestesia hiperventilasi, sehingga banyak digunakan untuk bedah otak.
e.       Sevofluran
Merupakan anastesik inhalasi baru yang membrikan induksi dan pemulihan lebih cepat dari pendahulunya. Sayangnya, zat tidak stabil secara kimiawi bila terpajan absroben CO2, sevofluran akan terurai menghasilkan zat bersifat nefrotoksik. Metabolismenya di hatipun menghasilkan ion fluor yang juga merusak ginjal. Oleh karena itu kedudukan sebagai zat anestetik inhalasi belum jelas.
2.      Anestesik intravena
Pemakaian obat anestetik intravena, dilakukan untuk : induksi anestesia, induksi dan pemeliharaan anesthesia bedah singkat, suplementasi hypnosis pada anesthesia atau tambahan pada anelgesia regional dan sedasi pada beberapa tindakan medik atau untuk membentu prosedur diagnostik misalnya tiopental, ketamin dan propofol. Untuk anestesia intravena total biasanya menggunakan propofol. Anestesia intravena ideal membutuhkan kriteria yang sulit dicapai oleh hanya satu macam obat yaitu larut dalam air dan tidak iritasi terhadap jaringan, mula kerja cepat, lama kerja pendek, cepat menghasilkan efek hypnosis, mempunyai efek analgesia, disertai oleh amnesia pascaanestesia, dampak yang tidak baik mudah dihilangkan oleh obat antagonisnya, cepat dieliminasi oleh tubuh, tidak atau sedikit mendepresi fungsi respirasi dan kardiovaskuler, pengaruh farmakokinetik tidak tergantung pada disfungsi organ, tanpa efek samping (mual-muntah), menghasilkan pemulihan yang cepat. Untuk mencapai tujuan diatas, kita dapat menggunakan kombinasi beberapa obat atau cara anestesi lain. Kombinasi beberapa obat mungkin akan saling berpotensi atau efek salah satu obat dapat menutupi pengaruh obat yang lain.
Keuntungan anestesi intravena lebih dapat diterima pasien, tahap yang tidak sadar lebih cepat dan lebih menyenangkan bagi ahli anestesi. Oleh karena itu, agen intravena dapat digunakan sendiri untuk menimbulkan anestesi.
Kekurangan anestesi intravena paling menonjol yaitu terjadi induksi cepat dan depresi cerebrum yang jelas, seperti terlihat pada gangguan pernapasan yang mengharuskan digunakannya ventilasi dan ketidakstabilan  hemodinamik. Agen induksi intravena biasanya digunakan bersama dengan anestesi inhalasi lain untuk mendapatkan analgesia yang memadai dan dengan relaksan otot untuk mendapatkan operasi yang optimum.
1.      Barbiturat
Barbiturat bekerja menghambat pusat pernafasan di medula oblongata. Tidal volume menurun dan kecepatan nafas meninggi dan kebutuhan oksigen badan berkurang, curah jantung sedikit menurun. Barbiturat berefek menghambat pusat pernafasan dimedula oblongata. Barbiturat tidak menimbulkan sensitisasi jantung terhadap katekolamin. Contoh disini ialah penthotal atau sodium thiopenton ialah obat anestesi intravena yang bekerja cepat (short acting).
2.      Propofol
Propofol menyebabkan penurunan resistensi vaskuler sistemik dan juga tekanan darah. Relaksasi otot polos disebabkan oleh inhibisi simpatik. Efek negatif inotropik disebabkan inhibisi uptake kalsium intraseluler. Tergantung dosis, propofol dapat menyebabkan depresi nafas dan apnoe sementara pada beberapa pasien setelah induksi IV. Metabolisme propofol tejadi di hati (lebih cepat dari pada eliminasi thiopental) tetapi klirens totalnya lebih besar dari aliran darah hati yang menunjukkan bahwa ada eliminasi ekstra hepatik. Sifat ini menguntungkan untuk pasien dengan gangguan metabolisme hati. Kelebihan propofol ialah bekerja lebih cepat dari pada thepental dan kurang menyebabkan mual-muntah pascabedah.
3.      Benzodiazepin
Benzodiazepin yang digunakan sebagai anastetik ialah diazepam, lorazepam dan midazolam. Dengan dosis untuk induksi anastesia, kelompok obat ini menyebabkan tidur, mengurangi cemas, dan menimbulkan amnesia anterograd, tetapi tidak berefek analgesik. Benzodiazepin juga digunakan untuk medikasi praanastetik (sebagai neurolepanalgesia) dan untuk mengatasi konvulsi yang disebabkan oleh anastetik lokal.
4.      Opioid
Opioid (morfin, petidin, fentanil dan sufentanil) untuk induksi diberikan dosis tinggi. Opioid tidak menggangu kardiovaskular, sehingga banyak digunakan untuk induksi pasien dengan kelainan jantung. Untuk anestesia opioid digunakan fentanil dosis induksi 20-50 mg/kg dilanjutkan dengan dosis rumatan 0,3-1 mg/kg/menit. Pentanil, sulfentanil, alventanil dan remiventanil adalah opioid yang lebih banyak digunakan dibanding morfin karena menimbulkan analgesia anastesia yang lebih kuat dengan depresi nafas yang lebih ringan. Bila opioid diberikan dengan dosis lebih besar atau berulang selama pembedahan, sedasi dan depresi nafas dapat berlangsung lebih lama, ini dapat diatasi dengan nalokson.
3.      Efek Samping Samping Obat Anastesi Umum
a.       Pada SSP
Beberapa obat anastesi merangsang kelenjar pituitari yang dapat meningkatkan sekresi anti diuretik hormon (ADH). Hal ini menyebabkan retensi urin setelah pembedahan efek ini teutama terjadi pada lansia.
b.      Pada jantung
Dapat merangsang timbulnya aritmia.
c.       Pada bronkus
Anastesi yang diberikan secara inhalasi dapat menyebabkan iritasi pada mukosa saluran pernafasan dan kelenjar liur. Iritasi menyebabkan sekresi mukus meningkat, batuk dan kontraksi laring pada pasien yang tidak sadar.
d.      Pada GI
Mual dan muntah adalah efek samping yang paling umum selain konstipasi setelah tindakan pembedahan.
e.       Pada Hati
Halotan dan enfluran bersifat hepatotoksik, pemberian berulang dapat menyebabkan nekrosis hepar.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar