BAB I
PENDAHULUAN
Asal kata Anestesi (pembiusan; berasal dari bahasa Yunani An-
“tidak, tanpa” dan aesthetos, “persepsi, kemampuan untuk merasa”), secara
berarti suatu tindakan menghilangkan rasa sakit ketika melakukan pembedahan dan
berbagai prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh. Istilah
anastesi digunakan pertama kali oleh Oliver Wendel Holmes Sr pada tahun 1846.
Obat yang digunakan dalam menimbulkan anesthesia disebut sebagai anestetik dan
kelompok ini dibedakan dalam anestetik umum dan anestetik lokal. Bergantung
pada dalamnya pembiusan, anestetik umum dapat memberikan efek analgesia yaitu
hilangnya kesadaran, sedangakn anastetik lokal hanya menimbulkan efek
analgesia. Anestesi umum bekerja disusunan saraf pusat, sedangkan anastetik
lokal bekerja langsung pada serabut saraf di perifer.
Anestesi umum (General Anestesia) disebut pula dengan nama
Narkose Umum (NU). Anastesi umum adalah tindakan meniadakan nyeri secara
sentral disertai hilangnya kesadaran dan bersifat reversibel. Anestesi umum yang
sempurna menghasilkan ketidaksadaran, analgesia, relaxasi otot tanpa
menimbulkan resiko yang tidak di inginkan dari pasien.
Dengan anastesi umum, akan diperoleh triad (trias) anastesia,
yaitu :
-
Hipnosis (tidur)
-
Analgesia (bebas dari nyeri)
-
Relaksasi otot
Hipnosis didapat dari sedatif, anestesi inhalasi (halotan,
enfluran, isofluran, sevofluran). Analgesia di dapat dari N2O,
analgetika narkotik, NSAID tertentu. Obat-obat tertentu misalnya thiopental
hanya menyebabkan tidur tanpa relaksasi atau analgesia, sehingga hanya baik
untuk induksi. Hanya eter yang memiliki trias anastesia. Karena anastesi modern saat ini menggunakan
obat-obat selain eter, maka trias anastesi di peroleh dengan menggabungkan
berbagai macam obat. Eter menyebabkan tidur, analgesia dan relaksasi, tetapi
karena baunya tajam dan kelarutannya dalam darah tinggi sehingga agak
mengganggu dan lambat (meskipun aman) untuk induksi. Sedangkan relaksasi otot
didapatkan dari obat pelemas otot (muscle relaxant). Relaksasi otot diperlukan untuk
mengurangi tegangnya tonus otot sehingga akan mempermudah tindakan pembedahan.
Obat-obat opium seperti morfin dan petidin akan menyebabkan analdesia dengan
sedikit perubahan pada tonus otot atau tingkat kesadaran. Kobinasi beberapa
teknik dan obat dapat dipergunakan untuk mencapai tujuan ini kombinasi ini
harus dipilih yang paling sesuai untuk pasien. Tujuan anastesi umum adalah
menjamin hidup pasien, yang memungkinkan operator melakukan tindakan bedah
dengan leluasa dan meghilangkan rasa nyeri.
TINJAUAN PUSTAKA
1.
Defenisi
anestesik umum
Anestesia umum adalah tindakan meniadakan nyeri secara
sentral disertai hilangnya kesadaran dan bersifat pulih kembali (reversibel).
Komponen anesthesia yang ideal terdiri:
1.
Hipnotik
2.
Analgesia
3.
Relaksasi otot
Keadaan anestesi berbeda dengan keadaan analgesia, yang
didefinisikan sebagai tidak adanya nyeri. Keadaan ini dapat ditimbulkan oleh
agen narkotika yang dapat menghilangkan nyeri sampai pasien sama sekali tidak
sadar. Sebaliknya, barbiturate dan penenang tidak menghilangkan nyeri sampai
pasien sama sekali tidak sadar.
Tanda-tanda
dan tingkat anestesi. Anastesik mendepresi SSP secara perlahan, yang dapat
dibagi menjadi 4 tahap:
a.
Tahap I atau
analgesia
Tahap ini ditandai dengan berkurangya respon terhadap
nyeri perasaan enak atau euforia dan hilangnya kesadaran (tidur).
b.
Tahap II atau
delirium
Fase ini juga disebut excitement karena terjadi perangsangan simpatik. Yaitu terjadi
peningkatan tekanan darah, kecepatan denyut jantung, pernafasan dan tonus otot.
Dalam fase ini dapat terjadi aritmia jantung namun karena adanya depresi
hipotalamus menyebabkan masuk pada fase III.
c.
Fase III
Dalam fase ini tindakan pembedahan dilangsungkan.
Dalam tahap ini terjadi depresi SSP yang dalam terapi fungsi jantung dan
pernafasan kembali normal disertai reflek spinal terhambat oleh otot skelet
relaksasi.
d.
Fase IV
Fase IV atau paralisis medula, ini terjadi kalau over
dosis, yaitu terjadi hambatan pusat jantung dan pernafasan di medula.
2.
Penggolongan anastesi
Anestesi umum dibagi menurut bentuk fisiknya yaitu
anastetik inhalasi dan intravena.
1.
Anastesik
inhalasi
Obat anastesik yang pertama kali dikenal dan digunakan
untuk membantu. pembedahan ialah N2O. Dalam dunia moderen anastesik
inhalasi yang umum digunakan untuk praktek klinik adalah N2O,
halotan, enfluran, isofluran, desfluran, dan sevofoluran. Agen ini dapat
diberikan dan diserap secara terkontrol dan cepat karena diserap serta
dikeluarkan melalui paru-paru. Sebagian
besar gas anestetik dikeluarkan lagi oleh paru-paru sebagian lagi dimetabolisme
oleh hepar dengan sistem oksidasi sitokrom P450. Sisa metabolisme yang larut
dalam air dikeluarkan melalui ginjal.
a.
N2O
(gas gelak, nitrous oxide, dinitrogen monoxida)
N2O dikemas dalam bentuk cair, dalam
silinder warna biru 9000 liter atau 1800 liter dengan tekanan 750 psi atau 50
atm. Pemberian anastesik dengan N2O harus disertai O2
minimal 25%. Gas ini bersifat anastesik lemah, tetapi analgesiknya kuat
sehingga sering digunakan untuk mengurangi nyeri menjelang persalinan. Jarang
digunakan sendiri tetapi dikombinasikan dengan salah satu cairan anestesik
lain.
b.
Halotan
Merupakan anestetik golongan hidrokarbon yang
berhalogen. Halotan menjadi standar bagi anastesik lain yang kini banyak
dipakai karena zat inilah semua itu dikembangkan. Halotan merupakan anastesik
yang kuat dengan efek analgesik yang lemah. Induksi dan tahapan anastesia
dilalui dengan mulus, dan pasien segera bangun setelah anestetik dihentikan.
Halotan secara langsung menghambat otot jantung dan otot polos pembuluh darah
serta menurunkan aktifitas saraf simpatik. Penurunan tekanan darah terjadi
akibat 2 hal, yaitu (1) depresi langsung pada miokard dan (2) dihambatnya
refleks baroresptor terhadap hipotensi. Eksresi halotan umumnya melalui paru,
hanya 20% yang dimetabolisme dalam tubuh untuk kemudian dibuang melalui urin
dalam bentuk asam trifluoro asetat, trifluoroetanol, dan bromida.
c.
Enfluran
Enfluran adalah anestetik eter berhalogen yang tidak
mudah terbakar. Enfluran menyebabkan fase induksi anestesia yang relatif
lambat. Kadar yang tinggi menyebabkan depresi kardiovaskuler dan perangsangan
SSP, untuk menghindari hal ini enfluran diberikan dalam kadar rendah bersama N2O.
Enfluran menyebabkan relaksasi otot rangka lebih baik dari pada halotan,
sehingga dosis obat pelumpuh otot nondepolarisasi harus diturunkan. Sebagian
besar enfluran dieksresi dalam bentuk utuh melalui paru-paru, 2-10%
dimetabolisme di hati menghasilkan ion fluor. Ion F- hasil
metablosme enfluran ternyata tidak membahayakan ginjal sehingga masih dipandang
aman untuk pasien yang fungsi ginjalnya menurun, kecuali pada pasien yang juga
mendapat isoniazid. Eksresi F- meningkat pada urin basah. Enfluran
bisa menyebabkan efek samping paska pemulihan berupa menggigil karena
hipotermia, gelisah, delerium, mual, atau muntah.
d.
Isofluran
Merupakan halogenasi eter yang pada dosis anestesik
atau sub anestesik dapat menurunkan laju metabolisme otak terhadap oksigen,
tetapi meniggikan aliran darah otak dan tekanan intrakranial, namun hal ini
dapat dikurangi dengan teknik anestesia hiperventilasi, sehingga banyak
digunakan untuk bedah otak.
e.
Sevofluran
Merupakan anastesik inhalasi baru yang membrikan
induksi dan pemulihan lebih cepat dari pendahulunya. Sayangnya, zat tidak
stabil secara kimiawi bila terpajan absroben CO2, sevofluran akan
terurai menghasilkan zat bersifat nefrotoksik. Metabolismenya di hatipun
menghasilkan ion fluor yang juga merusak ginjal. Oleh karena itu kedudukan
sebagai zat anestetik inhalasi belum jelas.
2.
Anestesik
intravena
Pemakaian obat anestetik intravena, dilakukan untuk :
induksi anestesia, induksi dan pemeliharaan anesthesia bedah singkat,
suplementasi hypnosis pada anesthesia atau tambahan pada anelgesia regional dan
sedasi pada beberapa tindakan medik atau untuk membentu prosedur diagnostik
misalnya tiopental, ketamin dan propofol. Untuk anestesia intravena total
biasanya menggunakan propofol. Anestesia intravena ideal membutuhkan kriteria
yang sulit dicapai oleh hanya satu macam obat yaitu larut dalam air dan tidak
iritasi terhadap jaringan, mula kerja cepat, lama kerja pendek, cepat
menghasilkan efek hypnosis, mempunyai efek analgesia, disertai oleh amnesia
pascaanestesia, dampak yang tidak baik mudah dihilangkan oleh obat
antagonisnya, cepat dieliminasi oleh tubuh, tidak atau sedikit mendepresi
fungsi respirasi dan kardiovaskuler, pengaruh farmakokinetik tidak tergantung
pada disfungsi organ, tanpa efek samping (mual-muntah), menghasilkan pemulihan
yang cepat. Untuk mencapai tujuan diatas, kita dapat menggunakan kombinasi beberapa
obat atau cara anestesi lain. Kombinasi beberapa obat mungkin akan saling
berpotensi atau efek salah satu obat dapat menutupi pengaruh obat yang lain.
Keuntungan anestesi intravena lebih dapat diterima
pasien, tahap yang tidak sadar lebih cepat dan lebih menyenangkan bagi ahli anestesi.
Oleh karena itu, agen intravena dapat digunakan sendiri untuk menimbulkan
anestesi.
Kekurangan anestesi intravena paling menonjol yaitu
terjadi induksi cepat dan depresi cerebrum yang jelas, seperti terlihat pada
gangguan pernapasan yang mengharuskan digunakannya ventilasi dan
ketidakstabilan hemodinamik. Agen
induksi intravena biasanya digunakan bersama dengan anestesi inhalasi lain
untuk mendapatkan analgesia yang memadai dan dengan relaksan otot untuk mendapatkan
operasi yang optimum.
1.
Barbiturat
Barbiturat bekerja menghambat pusat pernafasan di
medula oblongata. Tidal volume menurun dan kecepatan nafas meninggi dan
kebutuhan oksigen badan berkurang, curah jantung sedikit menurun. Barbiturat
berefek menghambat pusat pernafasan dimedula oblongata. Barbiturat tidak
menimbulkan sensitisasi jantung terhadap katekolamin. Contoh disini ialah
penthotal atau sodium thiopenton ialah obat anestesi intravena yang bekerja
cepat (short acting).
2.
Propofol
Propofol menyebabkan penurunan resistensi vaskuler
sistemik dan juga tekanan darah. Relaksasi otot polos disebabkan oleh inhibisi
simpatik. Efek negatif inotropik disebabkan inhibisi uptake kalsium
intraseluler. Tergantung dosis, propofol dapat menyebabkan depresi nafas dan
apnoe sementara pada beberapa pasien setelah induksi IV. Metabolisme propofol
tejadi di hati (lebih cepat dari pada eliminasi thiopental) tetapi klirens
totalnya lebih besar dari aliran darah hati yang menunjukkan bahwa ada
eliminasi ekstra hepatik. Sifat ini menguntungkan untuk pasien dengan gangguan
metabolisme hati. Kelebihan propofol ialah bekerja lebih cepat dari pada
thepental dan kurang menyebabkan mual-muntah pascabedah.
3.
Benzodiazepin
Benzodiazepin yang digunakan sebagai anastetik ialah
diazepam, lorazepam dan midazolam. Dengan dosis untuk induksi anastesia,
kelompok obat ini menyebabkan tidur, mengurangi cemas, dan menimbulkan amnesia
anterograd, tetapi tidak berefek analgesik. Benzodiazepin juga digunakan untuk
medikasi praanastetik (sebagai neurolepanalgesia) dan untuk mengatasi konvulsi
yang disebabkan oleh anastetik lokal.
4.
Opioid
Opioid (morfin, petidin, fentanil dan sufentanil)
untuk induksi diberikan dosis tinggi. Opioid tidak menggangu kardiovaskular,
sehingga banyak digunakan untuk induksi pasien dengan kelainan jantung. Untuk anestesia
opioid digunakan fentanil dosis induksi 20-50 mg/kg dilanjutkan dengan dosis
rumatan 0,3-1 mg/kg/menit. Pentanil, sulfentanil, alventanil dan remiventanil
adalah opioid yang lebih banyak digunakan dibanding morfin karena menimbulkan
analgesia anastesia yang lebih kuat dengan depresi nafas yang lebih ringan.
Bila opioid diberikan dengan dosis lebih besar atau berulang selama pembedahan,
sedasi dan depresi nafas dapat berlangsung lebih lama, ini dapat diatasi dengan
nalokson.
3. Efek Samping
Samping Obat Anastesi Umum
a.
Pada SSP
Beberapa obat anastesi merangsang kelenjar pituitari
yang dapat meningkatkan sekresi anti diuretik hormon (ADH). Hal ini menyebabkan
retensi urin setelah pembedahan efek ini teutama terjadi pada lansia.
b.
Pada jantung
Dapat merangsang timbulnya aritmia.
c.
Pada bronkus
Anastesi yang diberikan secara inhalasi dapat
menyebabkan iritasi pada mukosa saluran pernafasan dan kelenjar liur. Iritasi
menyebabkan sekresi mukus meningkat, batuk dan kontraksi laring pada pasien
yang tidak sadar.
d.
Pada GI
Mual dan muntah adalah efek samping yang paling umum
selain konstipasi setelah tindakan pembedahan.
e.
Pada Hati
Halotan dan enfluran bersifat hepatotoksik, pemberian
berulang dapat menyebabkan nekrosis hepar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar