Powered By Blogger

Total Tayangan Halaman

Kamis, 10 Juli 2014

INTERAKSI OBAT PADA PROSES METABOLISME


Interaksi obat adalah kejadian di mana suatu zat mempengaruhi aktivitas obat. Efek-efeknya bisa meningkatkan atau mengurangi aktivitas, atau menghasilkan efek baru yang tidak dimiliki sebelumnya. Interaksi bisa terjadi antara obat dengan obat, obat  dengan makanan, obat dengan herbal, obat dengan mikronutrien, dan obat injeksi dengan kandungan infuse.
Karena kebanyakan interaksi obat memiliki efek yang tak dikehendaki, umumnya innteraksi obat dihindari karena kemungkinan mempengaruhi prognosis. Namun, ada juga interaksi yang sengaja dibuat, misal pemberian probenesid dan penisilin sebelum penisilin dibuat dalam jumlah besar. Contoh interaksi obat yang kini digunakan untuk memberikan manfaat adalah pemberian bersamaan karbidopa dan levodopa (tersedia sebagai karbidopa/levodopa). Levodopa adalah obat antiParkinson dan untuk menimbulkan efek harus mencapai otak dalam keadaan tidak termetabolisme. Bila diberikan sendiri, levodopa dimetabolisme di jaringan tepi di luar otak, sehingga mengurangi efektivitas obat dan malah meningkatkan risiko efek samping. Namun, karena karbidopa menghambat metabolisme levodopa di perifer, lebih banyak levodopa mencapai otak dalam bentuk tidak termetabolisme sehingga risiko efek samping lebih kecil.

Mekanisme Interaksi Obat

Pemberian suatu obat (A) dapat mempengaruhi aksi obat lainnya (B) dengan satu dari dua mekanisme berikut:
1.      Modifikasi efek farmakologi obat B tanpa mempengaruhi konsentrasinya di cairan jaringan (interaksi farmakodinamik).
2.      Mempengaruhi konsentrasi obat B yang mencapai situs aksinya (interaksi farmakokinetik).
a.       Interaksi ini penting secara klinis mungkin karena indeks terapi obat B sempit (misalnya, pengurangan sedikit saja efek akan menyebabkan kehilangan efikasi dan atau peningkatan sedikit saja efek akan menyebabkan toksisitas).
b.      Interaksi ini penting secara klinis mungkin karena kurva dosis-respon curam (sehingga perubahan sedikit saja konsentrasi plasma akan menyebabkan perubahan efek secara substansial).
c.       Untuk kebanyakan obat, kondisi ini tidak ditemui, peningkatan yang sedikit besar konsentrasi plasma obat-obat yang relatif tidak toksik seperti penisilin hampir tidak menyebabkan peningkatan masalah klinis karena batas keamanannya lebar.
d.      Sejumlah obat memiliki hubungan dosis-respon yang curam dan batas terapi yang sempit, interaksi obat dapat menyebabkan masalah utama, sebagai contohnya obat antitrombotik, antidisritmik, antiepilepsi, litium, sejumlah antineoplastik dan obat-obat imunosupresan.
Menurut jenis mekanisme kerja, interaksi obat dibedakan menjadi 2 bagian :
a)      Interaksi secara farmasetik (inkompatibilitas)
Interaksi farmasetik atau disebut juga inkompatibilitas farmasetik bersifat langsung dan dapat secara fisik atau kimiawi, misalnya terjadinya presipitasi, perubahan warna, tidak terdeteksi (invisible), yang selanjutnya menyebabkan obat menjadi tidak aktif. Contoh: interaksi karbcnisilin dengan gentamisin terjadi inaktivasi; fenitoin dengan larutan dextrosa 5% terjadi presipitasi; amfoterisin B dengan larutan NaCl fisiologik, terjadi presipitasi.
b)      Interaksi farmakodinamik.
Interaksi ini hanya diharapkan jika zat berkhasiat yang saling mempengeruhi bekerja sinergis atau antagonis pada suatu reseptor, pada suatu organ membran atau pada suatu rangkaian pengaturan. Jika sifat-sifat farmakodinamika yang kebanyakan dikenal baik, dari obat-obat yang diberikan secara bersamaan diperhatikan interaksi demikian dapat berguna secara terapeutik apabila menguntungkan atau dapat dicegah apabila tidak diinginkan.
Pada prinsipnya interaksi obat dapat menyebabkan dua hal penting. Yang pertama, interaksi obat dapat mengurangi atau bahkan menghilangkan khasiat obat, baik melalui penghambatan penyerapannya atau dengan mengganggu metabolisme atau distribusi obat tersebut di dalam tubuh. Yang kedua, interaksi obat dapat menyebabkan gangguan atau masalah kesehatan yang serius, karena meningkatnya efek samping dari obat-obat tertentu. Risiko kesehatan dari interaksi obat ini sangat bervariasi, bisa hanya sedikit menurunkan khasiat obat namun bisa pula fatal.
c)   Interaksi Farmakokinetika
Interaksi obat bisa ditimbulkan oleh berbagai proses, antara lain perubahan dalam farmakokinetika obat tersebut, seperti Absorpsi, Distribusi, Metabolisme, dan Ekskresi (ADME) obat. Kemungkinan lain, interaksi obat merupakan hasil dari sifat-sfat farmakodinamik obat tersebut, misal, pemberian bersamaan antara antagonis reseptor dan agonis untuk reseptor yang sama.
a.       Interaksi pada proses absorpsi
Mekanisme interaksi yang melibatkan absorpsi gastrointestinal dapat terjadi melalui beberapa  cara: (1) secara langsung, sebelum absorpsi; (2) terjadi perubahan pH cairan gastrointestinal; (3) penghambatan transport aktif gastrointestinal; (4) adanya perubahan flora usus,  (5) efek makanan, dan (6) motilitas saluran cerna.
1.      Interaksi langsung; yaitu terjadi reaksi/pembentukan senyawa kompleks antar senyawa obat yang mengakibatkan salah satu atau semuanya dari macam obat mengalami penurunan kecepatan absorpsi. Contoh: interaksi tetrasiklin dengan ion Ca2+, Mg2+, Al2+ dalam antasid yang menyebabkan jumlah absorpsi keduanya turun.
2.      Perubahan pH
Interaksi dapat terjadi akibat perubahan harga pH oleh obat pertama, sehingga menaikkan atau menurukan absorpsi obat kedua. Contoh: pemberian antasid bersama penisilin G dapat meningkatkan jumlah absorpsi penisilin G
3.      Mekanisme interaksi melalui penghambatan transport aktif gastrointestinal misalnya grapefruit juice, yakni suatu inhibitoprotein transporter uptake pump di saluran cerna akan menurunkan bioavailabilitas beta-bloker dabeberapa antihistamin (misalnya, fexofenadinjika diberikan bersama-sama.  Pemberian digoksibersama inhibitor transporter efflux pumpglikoprotein (a.l. ketokonazol, amiodaronequinidin) akan meningkatkan kadar plasmdigoksin  sebesar 60-80% dan menyebabkaintoksikasi (blokade jantung derajat-3) menurunkan ekskresinya lewat empedu, dapat menurunkan sekresinya oleh sel-sel tubulus ginjaproksimal
4.      Adanya perubahan flora usus, misalnya akibat penggunaan antibiotika berspektrum luas yang mensupresi flora usus dapat menyebabkan menurunnya konversi obat menjadi komponen aktif. Efek makanan terhadap absorpsi terlihat misalnya pada penurunan absorpsi penisilin, rifampisin, INH, atau peningkatan absorpsi HCT, fenitoin, nitrofurantoin, halofantrin, albendazol, mebendazol karena pengaruh adanya makanan.
5.      Makanan juga dapat menurunkan metabolism lintas pertama dari propranolol, metoprolol, dan hidralazine sehingga bioavailabilitas obat-obat tersebut  meningkat, dan makanan berlemak meningkatkan absorpsi obat-obat yang sukar larut dalam air seperti griseovulvin dan danazol
6.      Motilitas saluran cerna. Pemberian obat-obat yang dapat mempengaruhi motilitas saluan cerna dapat mempegaruhi absorpsi obat lain yang diminum bersamaan. Contoh: antikolinergik yang diberikan bersamaan dengan parasetamol dapat memperlambat parasetamol.

b.      Interaksi pada proses distribusi
Di dalam darah senyawa obat berinteraksi dengan protein plasma. Seyawa yang asam akan berikatan dengan albumin dan yang basa akan berikatan dengan α1-glikoprotein. Jika 2 obat atau lebih diberikan maka dalam darah akan bersaing untuk berikatan dengan protein plasma,sehingga proses distribusi terganggu (terjadi peingkatan salah satu distribusi obat kejaringan). Contoh: pemberian klorpropamid dengan fenilbutazon, akan meningkatkan distribusi klorpropamid.
Mekanisme interaksi yang melibatkan proses distribusi terjadi karena pergeseran ikatan protein plasma. Interaksi obat yang melibatkan proses distribusi  akan bermakna klinik jika: (1) obat indeks memiliki ikatan protein sebesar > 85%, volume distribusi (Vd) obat < 0,15 I/kg dan memiliki batas keamanan sempit; (2) obat presipitan berikatan dengan albumin pada tempat ikatan (finding site) yang sama dengan obat indeks, serta kadarnya cukup tinggi untuk menempati dan menjenuhkan binding-site nya. Contohnya, fenilbutazon dapat menggeser warfarin (ikatan protein 99%; Vd = 0,14 I/kg) dan tolbutamid (ikatan protein 96%, Vd = 0,12 I/kg) sehingga kadar plasma warfarin dan tolbutamid bebas meningkat. Selain itu, fenilbutazon juga menghambat metabolisme warfarin dan tolbutamid.
c.       Interaksi pada proses metabolism
Banyak interaksi obat disebabkan oleh perubahan dalam metabolisme obat. Satu sistem yang terkenal dalam interaksi metabolisme adalah sistem enzim yang mengandung cytochrome P450 oxidase. Sebagai contoh, ada interaksi obat bermakna antara sipfofloksasin dan metadon. Siprofloksasin dapat menghambat cytochrome P450 3A4 sampai sebesar 65%. Karena ini merupakan enzim primer yang berperan untuk memetabolisme metadon, sipro bisa meninggikan kadar metadon secara bermakna
d.   Interaksi pada proses eliminasi
1.   Gangguan ekskresi ginjal akibat kerusakan ginjal oleh obat. jika suatu obat yang ekskresinya melalui ginjal diberikan bersamaan obat-obat yang dapat merusak ginjal, maka akan terjadi akumulasi obat tersebut yang dapat menimbulkan efek toksik. Contoh: digoksin diberikan bersamaan dengan obat yang dapat merusak ginjal (aminoglikosida, siklosporin) mengakibatkan kadar digoksin naik sehingga timbul efek toksik.
2.   Kompetisi untuk sekresi aktif di tubulus ginjal Jika di tubulus ginjal terjadi kompetisi antara obat dan metabolit obat untuk sistem trasport aktif yangsama dapat menyebabkan hambatan sekresi. Contoh: jika penisilin diberikan bersamaan probenesid maka akan menyebabkan klirens penisilin turun, sehingga kerja penisilin lebih panjang.
3.   Perubahan pH urin. Bila terjadi perubahan pH urin maka akan menyebabkan perubahan klirens ginjal. Jika harga pH urin naik akan meningkatkan eliminasi obat-obat yang bersifat asam lemah, sedangkan jika harga pH turun akan meningkatkan eliminasi obat-obat yang bersifat basa lemah. Contoh: pemberian pseudoefedrin (obat basa lemah) diberikan bersamaan ammonium klorida maka akan meningkatkan ekskersi pseudoefedrin. Terjadi ammonium klorida akan mengasamkan urin sehingga terjadi peningkatan ionisasi pseudorfedrin dan eliminasi dari pseudoefedrin juga meningkat.

Interaksi Obat pada Proses Metabolisme
Interaksi pada proses metabolisme merupakan kasus yang paling banyak terjadi,  dimana sekitar 50-60% obat yang digunakan dalam terapi dapat slaing berinteraksi pada enzim yang sama. Diantara enzim metabolisme yang lebih banyak terlibat adalah enzim-enzim mikrosomal pada fase-1, yaitu yang melakukan proses oksidasi, reduksi, dan hidroksilasi obat khususnya isoform CYP3A. enzim CYP lainnya juga terlibat dalam interaksi obat, namun presentasinya lebih kecil dibandingkan keterlibatan CYP3A. ada dua mekanisme interaksi pada enzim metabolisme-inhibisi dan induksi enzim, dan hal ini dapat terjadi di saluran usus dan hati sebagai organ-organ utama metabolisme obat. Efek inhibisi atau induksi enzim terhadap obat lain akan bermakna klinik.
1.      Jika inhibitor atau induser diberikan dalam waktu  yang cukup misalnya beberapa hari untuk inhibitor, dan lebih dari satu minggu untuk inducer untuk menampakkan aksinya. Normalisasi enzim ke keadaan semula setelah penghentian inhibitor atau inducer memerlukan waktu yang relative lebih cepat untuk inhibitor, dan lebih lama untuk induser enzim-tergantung beberapa lama induksi enzim berlangsung.
2.      Jika inhibitor atau induser diberikan dengan dosis besar (refaltif terhadap jumlah enzim), akan mempengaruhi aktivitas enzim memetabolismee secara signifikan.
3.      Tergantung beberapa jenis enzim yang terlibat dalam metabolisme obat . jika suatu obat (substrat) hanya dimetabolismee oleh satu jenis enzim saja, maka inhibisi atau induksi enzim tersebut akan memberikan efek yang signifikan terhadap obat. Misalnya atorvastatin dimetabolismee oleh CYP3A, dan inhibisi enzim oleh itrakonazol menyebabkan AUC atorvastatin meningkat 3-4 kali lipat.
4.      Penyesuaian kembali dosis obat, setelah diubah ketika proses inhibisi dan induksi berlangsung, amat diperlukan untuk mencegah kegagalan terapi.
5.      Efek inhibisi atau induksi enzim metabolisme terhadap hasil terapi sulit diperkirakan jika terjadi pada pemetabolismee lambat, cepat, atau ultra cepat (poor, extensive, dan ultra rapid metabolizer). Selain itu, karena kapasitas metabolisme dipengaruhi berbagai variabel (usia, jenis kelamin, kehamilan, genetic, jenis, dan intensitas patologi) maka manifestasi klinik juga akan tergantung seberapa besar pengaruh variabel-variabel tersebut terhadap enzim metabolisme.
Metabolisme obat terdiri dari 2 jalur utama dari proses biokimia yang berbeda, yaitu metabolisme fase I dan fase II. Sedangkan pengaruh terhadap “CYP-mediated metabolism” adalah mekanisme utama dari interaksi dua obat satu sama lainnya. Interaksi ini diakibatkan oleh pemacuan biosintesis atau penghambatan akitifitas enzim yang terlibat dalam metabolisme fase I.

Interaksi obat dengan makanan

            Interaksi antara obat & makanan dapat terjadi ketika makanan yang kita makan mempengaruhi obat yang sedang kita gunakan, sehingga mempengaruhi efek obat tersebut. Interaksi antara obat & makanan dapat terjadi baik untuk obat resep dokter maupun obat yang dibeli bebas, seperti obat antasida, vitamin dll.
            Kadang-kadang apabila kita minum obat berbarengan dengan makanan, maka dapat mempengaruhi efektifitas obat dibandingkan apabila diminum dalam keadaan perut kosong. Selain itu konsumsi secara bersamaan antara vitamin atau suplemen herbal dengan obat juga dapat menyebabkan terjadinya efek samping.
·         Beberapa contoh interaksi obat dan makanan
Tidak semua obat berinteraksi dengan makanan. Namun, banyak obat-obatan yang dipengaruhi oleh makanan tertentu dan waktu Anda memakannya. Berikut adalah beberapa contohnya:
  • Jus jeruk menghambat enzim yang terlibat dalam metabolisme obat sehingga mengintensifkan pengaruh obat-obatan tertentu. Peningkatan pengaruh obat mungkin kelihatannya baik, padahal tidak. Jika obat diserap lebih dari yang diharapkan, obat tersebut akan memiliki efek berlebihan. Misalnya, obat untuk membantu mengurangi tekanan darah bisa menurunkan tekanan darah terlalu jauh. Konsumsi jus jeruk pada saat yang sama dengan obat penurun kolesterol juga meningkatkan penyerapan bahan aktifnya dan menyebabkan kerusakan otot yang parah. Jeruk yang dimakan secara bersamaan dengan obat anti-inflamasi atau aspirin juga dapat memicu rasa panas dan asam di perut.
  • Kalsium atau makanan yang mengandung kalsium, seperti susu dan produk susu lainnya dapat mengurangi penyerapan tetrasiklin.
  • Makanan yang kaya vitamin K (kubis, brokoli, bayam, alpukat, selada) harus dibatasi konsumsinya jika sedang mendapatkan terapi antikoagulan (misalnya warfarin), untuk mengencerkan darah. Sayuran itu mengurangi efektivitas pengobatan dan meningkatkan risiko  trombosis (pembekuan darah).
  • Kafein meningkatkan risiko overdosis antibiotik tertentu (enoxacin, ciprofloxacin, norfloksasin).Untuk menghindari keluhan palpitasi, tremor, berkeringat atau halusinasi, yang terbaik adalah menghindari minum kopi, teh atau soda pada masa pengobatan.

Interaksi obat dengan obat

Interaksi Famakokinetik
1.      Interaksi pada proses absorpsi
Interaksi dala absorbs di saluran cerna dapat disebabkan karena
a.       Interaksi langsung yaitu terjadi reaksi/pembentukan senyawa kompleks antar senyawa obat yang mengakibatkan salah satu atau semuanya dari macam obat mengalami penurunan kecepatan absorpsi.
Contoh: interaksi tetrasiklin dengan ion Ca2+, Mg2+, Al2+ dalam antasid yang menyebabkan jumlah absorpsi keduanya turun.
b.      Perubahan Ph
Interaksi dapat terjadi akibat perubahan harga pH oleh obat pertama, sehingga menaikkan atau menurukan absorpsi obat kedua.
Contoh: pemberian antasid bersama penisilin G dapat meningkatkan jumlah absorpsi penisilin G
c.       Motilitas saluran cerna
Pemberian obat-obat yang dapat mempengaruhi motilitas saluan cerna dapat mempegaruhi absorpsi obat lain yang diminum bersamaan.
Contoh: antikolinergik yang diberikan bersamaan dengan parasetamol dapat memperlambat parasetamol.
2.      Interaksi pada proses distribusi
Di dalam darah senyawa obat berinteraksi dengan protein plasma. Seyawa yang asam akan berikatan dengan albumin dan yang basa akan berikatan dengan α1-glikoprotein. Jika 2 obat atau lebih diberikan maka dalam darah akan bersaing untuk berikatan dengan protein plasma,sehingga proses distribusi terganggu (terjadi peingkatan salah satu distribusi obat kejaringan).
Contoh: pemberian klorpropamid dengan fenilbutazon, akan meningkatkan distribusi klorpropamid.
3.      Interaksi pada proses metabolisme
a.       Hambatan metabolisme
Pemberian suatu obat bersamaan dengan obat lain yang enzim pemetabolismenya sama dapat terjadi gangguan metabolisme yang dapat menaikkan kadar salah satu obat dalam plasma, sehingga meningkatkan efeknya atau toksisitasnya.
Cotoh: pemberian S-warfarin bersamaan dengan fenilbutazon dapat menyebabkan mengkitnya kadar Swarfarin dan terjadi pendarahan.
b.      Inductor enzim
Pemberian suatu obat bersamaan dengan obat lain yang enzim pemetabolismenya sama dapat terjadi gangguan metabolisme yang dapat menurunkan kadar obat dalam plasma, sehingga menurunkan efeknya atau toksisitasnya.
Contoh: pemberian estradiol bersamaan denagn rifampisin akan menyebabkan kadar estradiol menurun dan efektifitas kontrasepsi oral estradiol menurun.
4.      Interaksi pada proses eliminasi
a.       Gangguan ekskresi ginjal akibat kerusakan ginjal oleh obat
jika suatu obat yang ekskresinya melalui ginjal diberikan bersamaan obat-obat yang dapat merusak ginjal, maka akan terjadi akumulasi obat tersebut yang dapat menimbulkan efek toksik.
Contoh: digoksin diberikan bersamaan dengan obat yang dapat merusak ginjal (aminoglikosida, siklosporin) mengakibatkan kadar digoksin naik sehingga timbul efek toksik.
b.      Kompetisi untuk sekresi aktif di tubulus ginjal
Jika di tubulus ginjal terjadi kompetisi antara obat dan metabolit obat untuk sistem trasport aktif yangsama dapat menyebabkan hambatan sekresi.
Contoh: jika penisilin diberikan bersamaan probenesid maka akan menyebabkan klirens penisilin turun, sehingga kerja penisilin lebih panjang.
c.       Perubahan pH urin
Bila terjadi perubahan pH urin maka akan menyebabkan perubahan klirens ginjal. Jika harga pH urin naik akan meningkatkan eliminasi obat-obat yang bersifat asam lemah, sedangkan jika harga pH turun akan meningkatkan eliminasi obat-obat yang bersifat basa lemah.
Contoh: pemberian pseudoefedrin (obat basa lemah) diberikan bersamaan ammonium klorida maka akan meningkatkan ekskersi pseudoefedrin. Terjadi ammonium klorida akan mengasamkan urin sehingga terjadi peningkatan ionisasi pseudorfedrin dan eliminasi dari pseudoefedrin juga meningkat.
Inhibisi enzim metabolisme
Merupakan mekanisme utama dari interaksi obat pada fase metabolisme yang mampu mengakibatkan pengaruh klinik yang signifikan. Inhibisi enzim menurunkan kecepatan metabolisme obat, yang kemudian dapat meningkatkan jumlah obat dalam tubuh yang berdampak terjadinya akumulasi dan berpotensi mengakibatkan efek toksik. Bersifat reversibel - irreversibel. Penghambatan Reversibel dapat dikelompokkan pada mekanisme inhibisi kompetitif, noncompetitif, atau uncompetitif. Penghambatan enzim secara kompetitif ditandai dengan terjadinya kompetisi antara substrat dan inhibitor pada sisi aktif enzim yang sama. Penghambatan enzim secara nonkompetitif tidak dapat diatasi dengan peningkatan konsentrasi substrat. Pada inhibisi noncompetitive, inhibitor terikat pada bagian lain dari enzim, yang dapat mengakibatkan komplek enzim substrat tidak dapat menghasilkan produk hasil metabolisme. Penghambatan secara uncompetitive terjadi ketika inhibitor terikat pada sisi aktif komplek enzim substrat yang belum jenuh (jarang terjadi). Pada irreversible inhibition, ”bentuk intermediate” dari ikatan adalah berupa ikatan kovalen dengan CYP protein atau pada komponen heme, yang dapat mengakibatkan inaktifasi yg bersifat permanen. ontoh dari irreversible inhibitors adalah antibiotik macrolide (erythromycin and troleandomycin), yang dapat menghambat secara irreversibel CYP3A4 dengan membentuk komplek inhibitor-metabolit yg sangat stabil.

Induksi enzim metabolisme
Induksi biosintesis enzim akan meningkatakan clearence (intestinal dan heppar) dari obat yang dimetabolisme oleh enzim yang dipacu, yang selanjutnya akan mepengaruhi konsentrasi dalam plasma. Pada banyak kasus, peningkatan biosintesis enzim diakibatkan oleh peningkatan transkripsi genetik dari enzim yang dipacu melalui aktifasi nuclear reseptor. Rifampin sering digunakan sebagai model/prototype dalam penelitian interaksi obat, terutama untuk obat-obat yang dimetabolisme oleh CYP3A4, yang kemudian untuk diamati profil metabolismenya. Contoh efek klinik signifikan yang dihasilkan oleh interaksi obat akibat peacuan enzim ini adalah resiko kegagalan terapi dan berkembangnya resistensi virus pada pasien HIV yang diterapi dengan protease inhibitor (ritonavir/CYP3A4 substrate) dan efavirenz (CYP3A4 inducer) tanpa penyesuaian dosis.
Profil Kurva Kadar Obat Dalam Darah karena Pengaruh Induksi dan Inhibisi Enzim
 









Penatalaksanaan Interaksi Obat

Langkah pertama dalam penatalaksanaan interaksi obat adalah waspada terhadap pasien yang memperoleh obat-obatan yang mungkin dapat berinteraksi dengan obat lain. Langkah berikutnya adalah memberitahu dokter dan mendiskusikan berbagai langkah yang dapat diambil untuk meminimalkan berbagai efek samping obat yang mungkin terjadi. Strategi dalam penataan obat ini meliputi :
1.      Menghindari kombinasi obat yang berinteraksi.
Jika risiko interaksi obat lebih besar daripada manfaatnya, maka harus dipertimbangkan untuk memakai obat pengganti.
2.      Menyesuaikan dosis
Jika hasil interaksi obat meningkatkan atau mengurangi efek obat, maka perlu dilaksanakan modifikasi dosis salah satu atau kedua obat untuk mengimbangi kenaikan atau penurunan efek obat tersebut.
3.      Memantau pasien
Jika kombinasi obat yang saling berinteraksi diberikan, pemantauan diperlukan.
4.      Melanjutkan pengobatan seperti sebelumnya
Jika interaksi obat tidak bermakna klinis, atau jika kombinasi obat yang berinteraksi tersebut merupakan pengobatan yang optimal, pengobatan pasien dapat diteruskan tanpa perubahan (Fradgley, 2003).
  
DAFTAR PUSTAKA

Jung D. 1985. Clinical Pharmacokinetics. Moduls Yogyakarta
Melader A, Dabielson K, Schereten B, et al. Enhancement by food of Canrenone biovailability form spironolactone. Clin Pharmacol Ther 199; 22:100-103. 
Mutschler, E., 1985, Dinamika Obat Farmakologi dan Toksikologi, 88-93, Penerbit ITB, Bandung
Sulistia, dkk, 2007, Famakologi dan Terapi, 862-872, UI Press, Jakarta

1 komentar:

  1. interaksi proses obat pada interaksi metabolisme

    BalasHapus