A. PENDAHULUAN DAN DEFENISI
INTERAKSI OBAT
Interaksi obat adalah
situasi di mana
suatu zat memengaruhi
aktivitas obat, yaitu
meningkatkan atau menurunkan efeknya, atau menghasilkan efek baru yang tidak
diinginkan atau direncanakan. Interaksi dapat terjadi antar-obat atau antara
obat dengan makanan serta
obat-obatan herbal. Secara
umum, interaksi obat
harus dihindari karena
kemungkinan hasil yang buruk
atau tidak terduga.
Interaksi obat tidak
hanya terjadi antar
obat. Namun juga dapat terjadi antar
obat dengan makanan.
Banyak orang yang
menganggap remah terhadap hal
ini padahal, hal
ini sangat perlu
diperhatikan. Ada obat -obat
tertentu yang jika berinteraksi dengan
makanan, akan meningkatkan
kinerja obat namun
ada juga jenis obat yang
jika bereaksi dengan
makanan tertentu dapat
menurunkan kerja obat
dalam tubuh, bahkan dapat
meningkatkan toksisitas bagi
tubuh.
Interaksi obat
adalah perubahan efek suatu obat akibat pemakaian obat lain (interaksi
obat-obat) atau oleh makanan, obat
tradisional dan senyawa kimia lain.
Interaksi obat yang signifikan dapat terjadi jika dua atau lebih obat digunakan
bersama-sama.Interaksi obat dan
efek samping obat
perlu mendapat perhatian.
Sebuah studi di Amerika
menunjukkan bahwa setiap
tahun hampir 100.000 orang harus masuk rumah sakit atau harus
tinggal di rumah
sakit lebih lama
dari pada seharusnya,
bahkan hingga terjadi kasus kematian karena
interaksi dan/atau efek samping obat. Pasien yang dirawat di rumah sakit sering
mendapat terapi dengan
polifarmasi (6-10 macam
obat) karena sebagai
subjek untuk lebih dari
satu dokter, sehingga
sangat mungkin terjadi
interaksi obat terutama yang dipengaruhi tingkat keparahan penyakit
atau usia.
Interaksi obat
secara klinis penting
bila berakibat peningkatan
toksisitas dan/atau pengurangan
efektivitas obat. Jadi perlu diperhatikan terutama bila menyangkut obat dengan
batas keamanan yang
sempit (indeks terapi
yang rendah), misalnya
glikosida jantung, antikoagulan
dan obat-obat sitostatik. Selain itu juga perlu diperhatikan obat -obat yang
biasa digunakan bersama-sama.
Kejadian
interaksi obat dalam klinis sukar diperkirakan karena :
a)
Dokumentasinya masih sangat kurang
b)
Seringkali lolos dari pengamatan, karena
kurangnya pengetahuan akan mekanisme dan kemungkinan terjadi
interaksi obat. Hal
ini mengakibatkan interaksi
obat berupa peningkatan
toksisitas dianggap sebagai reaksi
idiosinkrasi terhadap salah satu obat, sedangkan interaksi
berupa penurunakn efektivitas
dianggap diakibatkan bertambah parahnya penyakit pasien
c)
Kejadian
atau keparahan interaksi
obat dipengaruhi oleh
variasi individual, di
mana populasi tertentu lebih peka misalnya pasien geriat ric atau
berpenyakit parah, dan bisa juga
karena perbedaan kapasitas
metabolisme antar individu.
Selain itu faktor penyakit tertentu terutama gagal
ginjal atau penyakit hati yang parah dan faktor -faktor lain (dosis besar, obat
ditelan bersama-sama, pemberian kronik).
B. MEKANISME
INTERAKSI OBAT
Interaksi diklasifikasikan berdasarkan
keterlibatan dalam proses
farmakokinetik maupun farmakodinamik. Interaksi farmakokinetik ditandai
dengan perubahan kadar plasma obat,
area di bawah
kurva (AUC), onset
aksi, waktu paro
dsb. Interaksi farmakokinetik diakibatkan oleh
perubahan laju atau
tingkat absorpsi, distribusi,
metabolisme dan ekskresi.
Interaksi farmakodinamik biasanya
dihubungkan dengan kemampuan
suatu obat untuk mengubah
efek obat lain
tanpa mengubah sifat-sifat
farmakokinetiknya. Interaksi farmakodinamik meliputi aditif (efek obat A
=1, efek obat B = 1, efek kombinasi keduanya = 2), potensiasi (efek A = 0, efek
B = 1, efek kombinasi A+B = 2), sinergisme (efek A = 1, efek B = 1, efek
kombinasi A+B = 3) dan antagonisme (efek
A = 1, efek B = 1, efek kombinasi A+B = 0). Mekanisme yang terlibat dalam
interaksi farmakodinamik adalah perubahan efek pada jaringan atau reseptor.
Mekanisme interaksi obat:
1. Interaksi
Farmakokinetika
Dapat
terjadi pada berbagai tahap meliputi absorbsi, distribusi, metabolisme,
atau ekskresi.
a.
Absorbsi saluran pencernaan meliputi kecepatan dan jumlah.
Dipengaruhi oleh
formulasi farmasetik termasuk
bentuk sediaan, pKa
dan kelarutan obat dalam lemak disamping pH, flora bakteri,
dan aliran darah dalam organ pencernaan
(meliputi usus besar, usus halus, usus 12 jari dan lambung).
Setelah
obat bebas masuk ke peredaran darah, kemungkinan mengalami proses – proses
sebagai berikut :
1.
Obat disimpan dalam depo jaringan.
2.
Obat terikat oleh protein plasma terutama
albumin.
3.
Obat aktif yang dalam bentuk bebas berinteraksi
dengan reseptor sel khas dan menimbulkan respon biologis.
4.
Obat mengalami metabolisme dengan beberapa jalur
kemungkinan yaitu :
a.
Obat yang mula-mula tidak aktif, setelah
mengalami metabolisme akan menghasilkan senyawa aktif, kemudian berinteraksi
dengan reseptor dan menimbulkan respon biologis ( bioaktivasi).
b.
Obat aktif akan dimetabolisis menjadi metabolit
yang lebih polar dan tidak aktif, kemudian diekskresikan (bioinaktivasi).
c.
Obat aktif akan dimetabolisis menghasilkan
metabolit yang bersifat toksik (biotoksifikasi).
5.
Obat dalam bentuk bebas langsung diekskresikan
b .Ikatan obat protein (pendesakan
obat) meliputi obat bebas/ aktif dan obat terikat / tidak aktif.
c. Metabolisme hepatik meliputi induksi
enzim (penurunan konsentrasi obat) dan inhibisi enzim (peningkatan konsentrasi
obat).
d. Klirens ginjal meliputi peningkatan
ekskresi (penurunan konsentrasi obat) dan penurunan ekskresi (peningkatan
konsentrasi obat). Reseptor obat adalah suatu makromolekul jaringan sel hidup
mengandung gugus fungsional atau atom atom terorganisasi, reaktif secara kimia
dan bersifat khas, yang dapat berinteraksi secara terpulihkan dengan molekul
obat yang mengandung gugus fungsional khas, menghasilkan respon biologis
tertentu.
2. Interaksi Farmakodinamika
Meliputi sinergisme kerja obat,
antagonisme kerja obat, efek reseptor tidak langsung, gangguan cairan dan
elektrolit. Pasien yang rentan terhadap
interaksi obat :
a. Individu usia
lanjut
b. Minum lebih
dari 1 macam obat
c. Mempunyai
gangguan fungsi ginjal dan hati
d. Mempunyai
penyakit akut
e. Mempunyai
penyakit yang tidak stabil
f. Memiliki
karakteristik genetik tertentu
g. Ditangani lebih
dari 1 dokter.
C. INTERAKSI OBAT DAN
MAKANAN
Makanan
merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi interaksi obat. Pengaruh
makanan terhadap kerja obat masih sangat kurang. Karena itu, pada banyak bahan
obat masih belum jelas bagaimana pengaruh pemberian makanan pada saat yang sama
pada kinetika obat. Pada sejumlah senyawa makanan menyebabkan peningkatan,
penundaan, dan penurunan absorbsi obat (Mutschler, 1999). Makanan dapat
berikatan dengan obat, sehingga mengakibatkan absorbsi obat berkurang atau
lebih lambat. Sebuah contoh diskusi tentang makanan yang berikatan dengan obat
adalah interaksi tetrasiklin dengan produk-produk dari susu. Akibatnya adalah
penurunan konsentrasi tetrasiklin dalam plasma. Oleh karena adanya efek
pengikatan ini, maka tetrasiklin harus dimakan satu jam sebelum atau 2 jam
sesudah makan dan tidak boleh dimakan dengan susu (Hayes et al., 1996).
1. Tipe interaksi antara obat dan makanan
Informasi agar pasien meminum obat
dengan air putih, obat diminum sebelum atau sesudah makan merupakan hal yang
penting. Informasi penting karena hubungan antara makanan dengan obat
memiliki pengaruh besar terhadap pengobatan dan pemeliharaan kesehatan.
Obat dan makanan saling berinteraksi, obat dapat mempengaruhi makanan khususnya
status nutrisi pasien begitupun sebaliknya makanan dapat mempengaruhi efek
terapi obat pada pasien.
Tipe
interaksi antara obat dan makanan ada dua yaitu interaksi makanan terhadap obat
dan interaksi obat terhadap makanan. Interaksi makanan dengan obat terjadi jika
makanan berada bersama dengan obat dalam saluran pencernaan sehingga memberikan
pengaruh terhadap bioavailabilitas, farmakokinetik, farmakodinamik, serta
efikasi terapi obat yang digunakan. Keberadaan makanan mempengaruhi efikasi
terapi karena kehadiran makanan dalam saluran cerna atau peredaran darah dapat
meningkatkan atau menurunkan laju absorpsi dan metabolisme obat. Sedangkan
Interaksi obat terhadap makanan terjadi karena penggunaan obat berpengaruh
secara signifikan pada metabolisme dan bioavailabilitas makanan atau
nutrisi dalam tubuh dan mengubah persepsi rasa. Perubahan absorpsi dan
metabolisme makanan menyebabkan perubahan pada status nutrisi seseorang
seperti deplesi mineral, vitamin, atau gangguan berat badan. Nutrisi makanan
diperlukan oleh sistem enzim untuk berfungsi secara normal. Sistem enzim
yang bekerja baik akan membantu metabolisme obat berlangsung dengan baik pula.
Interaksi makanan terhadap obat
Interaksi makanan terhadap obat terdapat
pada tiga fase yaitu fase farmasetika, fase farmakokinetika dan fase farmakodinamik.
Berikut ini penjelasan dari ketiga fase tersebut.
1. Fase farmasetika (disolusi dan disintergasi obat)
Makanan menyebabkan perubahan pada pH
saluran cerna yang berefek terhadap disolusi dan disintergasi obat. Tingkat
keasaman juga akan berefek terhadap kelarutan dan efektivitas obat.
2. Fase farmakokinetika
Makanan memiliki pengaruh terpenting
terhadap absorpsi karena saluran pencernaan merupakan organ terpenting pada
absorpsi obat. Makanan dan kandungan nutrisi di dalam saluran cerna dapat
meningkatkan atau menurunkan absorpsi dan bioavailabilitas obat karena makanan
menyebabkan perubahanan derajat ionisasi, solubilitas, dan pembentukkan chelat
medical. Selain itu, laju pengosongan lambung dipengaruhi oleh komposisi
makanan. Serat dan makanan kaya lemak diketahui menurunkan laju
pengosongan lambung beberapa obat seperti hidralazin diabsorbsi secara
maksimal ketika lambung dalam keadaan kosong. Hal ini berkaitan dengan pH
lambung. Sedangkan obat lain seperti l-dopa, Penicilin-G, dan
digoksin akan terdegradasi dan menjadi tidak aktif pada pH lambung rendah
dalam waktu lama
3. Fase farmakodinamika
Mekanisme kerja obat
dapat berupa aktivitas antagonis atau agonis terhadap fungsi fisiologis dan
metabolik normal tubuh. Contohnya oksidasi untuk membunuh sel tumor
berlawanan ddengan vitamin V yang bersifat antioksidan, Metotreksat mempunyai
struktur yang mirip dengan asam folat sehingga pada kondisi defisiensi folat
Metotreksat bersifat kompetitif dengan protein carier folat.
Interaksi
obat terhadap makanan
Obat dapat
meningkatkan atau menurunkan bioavailabilitas nutrisi makanan. Perubahan status
nutrisi seseorang obat mempengaruhi intake makanan, absorpsi,
metabolisme, ekskresi dari nutrisi makanan. Beberapa nutrisi yang dapat
dipengaruhi obat antara lain folat, piridoksin, Vitamin C, Vitamin D,
Vitamin A, kalsium, dan seng. Obat seperti aspirin, babiturat, primidon, etinil
estradiol, sikloserin, metotreksat berpengaruh terhadap metabolisme folat
fenitoin sehingga dapat menyebabkan defisiensi folat dan anemia
megaloblastik. Hal yang patut diwaspadai adalah efek perubahan nutrisi akibat
penggunaan obat pada lansia, bayi, anak-anak, wanita hamil dan menyusui .
Beberapa obat
menyebabkan anoreksia atau mual muntah akibat rasa dan bau obat. Obat-obat yang
mengubah persepsi rasa alopurinol, griseofulvin, amilocain, sulfasalazine,
amfetamin, lidocain, nifedipin, diltiazem, ampoterisin, blitium, fenitoin, ctm,
ampisilin, metil tiourasil , benzokain, kaptopril. Pada penggunaan obat yang
dapat mengubah persepsi rasa perlu dilakukan modifikasi tampilan makanan
yang dikonsumsi pasien dari segi warna dan rasa. Metilfenidat yang
digunakan dalam terapi hiperaktif anak akan mempengaruhi sistem saraf perifer.
Penggunaan jangka panjang obat ini dapat menghambat pertumbuhan anak.
Maka pada pasien yang menggunakan Metilfenidat diperlukan monitoring gizi.
2. Faktor yang Mempengaruhi Interaksi Obat
dengan Makanan.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi
interaksi obat dan makanan antara lain:
a).
Pengosongan lambung
Pada kasus
tertentu misalnya setelah
pemberian laksansia atau
penggunaan preparat
retard, maka
di usus besarpun dapat terjadi absorpsi
obat yang cukup besar. Karena besarnya peranan
usus halus dalam
hal ini, tentu
saja cepatnya makanan
masuk ke dalam
usus akan amat mempengaruhi
kecepatan dan jumlah obat yang diabsorpsi. Peranan jenis makanan juga
berpengaruh besar di
sini. Jika makanan
yang dimakan mengandung
komposisi 40% karbohidrat, 40%
lemak dan 20% protein maka walaupun pengosongan lambung akan mulai terjadi
setelah sekitar 10 menit. Proses pengosongan ini baru berakhir setelah 3 sampai
4 jam.
Dengan ini selama 1 sampai 1,5 jam
volume lambung tetap konstan
karena adanya prosesproses sekresi.
Tidak saja
komposisi makanan, suhu
makanan yang dimakanpun
berpengaruh pada kecepatan
pengosongan lambung ini. Sebagai contoh makanan yang amat hangat atau amat dingin akan
memperlambat pengosongan lambung.
Ada pula peneliti
yang menyatakan pasien yang gemuk
akan mempunyai laju pengosongan lambung yang lebih lambat daripada pasien normal.
Nyeri yang hebat
misalnya migren atau
rasa takut, juga
obat -obat seperti
antikolinergika (missal atropin,
propantelin), antidepresiva trisiklik
(misal amitriptilin, imipramin)
dan opioida (misal petidin, morfin)
akan memperlambat pengosongan lambung. Sedangkan percepatan
pengosongan lambung diamati
setelah minum cairan
dalam jumlah besar, jika tidur
pada sisi kanan (berbaning pada sisi kiri akan mempunyai efek sebaliknya,)
atau pada penggunaan
obat seperti metokiopramida atau
khinidin. Jelaslah di
sini bahwa makanan mempengaruhi
kecepatan pengosongan lambung,
maka adanya gangguan
pada absorpsi obat karenanya tidak dapat diabaikan.
b). Komponen makanan
Efek perubahan dalam
komponen-komponen makanan :
1. Protein
(daging, dan produk susu)
Sebagai contoh,
dalam penggunaan Levadopa
untuk mngendalikan tremor
pada penderita Parkinson.
Akibatnya, kondisi yang diobati mungkin tidak terkendali dengan baik.
Hindari atau makanlah sesedikit mungkin makanan berprotein tinggi (Harknoss,
1989).
2. Lemak
Keseluruhan dari
pengaruh makan lemak
pada metabolisme obat
adalah bahwa apa saja
yang dapat mempengaruhi
jumlah atau komposisi
asam lemak dari
fosfatidilkolin mikrosom
hati dapat mempengaruhi
kapasitas hati untuk
memetabolisasi obat. Kenaikan fosfatidilkolin atau
kandungan asam lemak
tidak jenuh dari
fosfatidilkolin cenderung
meningkatkan metabolism obat
(Gibson, 1991). Contohnya
: Efek Griseofulvin
dapat meningkat.interaksi
yang terjadi adalah
interaksi yang menguntungkan
dan grieseofluvin sebaiknya dimakan
pada saat makan
makanan berlemak seperti
daging sapi, mentega,
kue, selada ayam, dan kentang goreng (Harkness, 1989).
3.
Karbohidrat
Karbohidrat tampaknya
mempunyai efek sedikit
pada metabolism obat,
walaupun banyak makan glukosa,
terutama sekali dapat
menghambat metabolism barbiturate,
dan dengan demikian memperpanjang
waktu tidur. Kelebihan
glukosa ternyata juga mengakibatkan berkurangnya
kandungan sitokrom P-450
hati dan memperendah
aktivitas bifenil-4-hidroksilase (Gibson, 1991). Sumber karbohidrat:
roti, biscuit, kurma, jelli, dan lainlain (Harkness, 1989).
4.
Vitamin
Vitamin merupakan
bagian penting dari
makanan dan dibutuhkan
untuk sintesis protein dan
lemak, keduanya merupakan
komponen vital dari
system enzim yang memetabolisasi obat.
Oleh karena itu
tidak mengherankan bahwa
perubahan dalam level vitamin, terutama defisiensi,
menyebabkan perubahan dalam kapasitas memetabolisasi obat.
Contohnya :
a.
Vit A dan vit B dengan antacid, menyebabkan penyerapan vitamin berkurang.
b.
Vit C dengan besi, akibatnya penyerapan besi meningkat.
c.
Vit D dengan fenitoin (dilantin), akibatnya efek vit D berkurang.
d.
Vit E dengan besi, akibatnya aktivitas vit E menurun.(Harkness, 1989)
5. Mineral
Mineral merupakan
unsur logam dan
bukan logam dalam
makanan untuk menjaga kesehatan yang
baik. Unsur –
unsure yang telah
terbukti mempengaruhi metabolisme
obat ialah: besi, kalium,
kalsium, magnesium, zink,
tembaga, selenium, dan
iodium. Makanan yang tidak
mengandung magnesium juga
secara nyata mengurangi
kandungan lisofosfatidilkolin,
suatu efek yang
juga berhubungan dengan
berkurangnya kapasitas
memetabolisme hati. Besi
yang berlebih dalam
makanan dapat juga
menghambat metabolisme obat. Kelebihan
tembaga mempunyai efek
yang sama seperti
defisiensi tembaga, yakni berkurangnya
kemampuan untuk memetabolisme
obat dalam beberapa
hal. Jadi ada level
optimum dalam tembaga
yang ada pada
makanan untuk memelihara metabolism obat dalam tubuh
(Gibson, 1991).
c).
Ketersediaan hayati
Penggunaan obat
bersama makanan tidak hanya
dapat menyebabkan perlambatan absorpsi tetapi
dapat pula mempengaruhi
jumlah yang diabsorpsi
(ketersediaan hayati obat bersangkutan). Penisilamin
yang digunakan sebagai
basis terapeutika dalam
menangani reumatik, jika digunakan
segera setelah makan,
ketersediaan hayatinya jauh
lebih kecil dibandingkan jika
tablet tersebut digunakan
dalam keadaan lambung
kosong. Ini akibat adanya pengaruh laju pengosongan
lambung terhadap absorpsi obat (Gibson, 1991).
3. Fase-Fase Dalam Interaksi Obat dengan
Makanan beserta Contoh dan Mekanisme Interaksi Obat dengan Makanan
Ada beberapa fase dalam interaksi
obat dengan makanan yaitu:
a. Fase farmasetis
Fase
farmasetis merupakan fase awal
dari hancur dan terdisolusinya
obat. Beberapa makanan dan nutrisi
mempengaruhi hancur dan larutnya obat.
Maka dari itu, keasaman makanan dapat mengubah efektifitas dan
solubilitas obat-obat tertentu. Salah satu obat yang dipengaruhi pH lambung
adalah saquinavir, inhibitor protease pada perawatan HIV.
Ketersediaan hayatinya meningkat
akibat solubilisasi yang diinduksi oleh perubahan pH lambung. Makanan dapat
meningkatkan pH lambung, disisi lain juga dapat mencegah disolusi beberapa obat
seperti isoniazid (INH).
b. Fase farmakokinetik
Fase farmakokinetik adalah
absorbsi, transport, distribusi, metabolisme dan ekskresi obat. Interaksi obat
dan makanan paling signifikan terlibat dalam proses absorbsi. Usus halus, organ
penyerapan primer, berperan penting dalam absorbsi obat. Fungsi usus halus
seperti motilitas atau afinitas obat untuk menahan sistem karier usus halus,
dapat mempengaruhi kecepatan dan tingkat absorbsi obat. Makanan dan nutrien
dalam makanan dapat meningkatkan atau
menurunkan absorbsi obat dan mengubah ketersediaan hayati obat.
Contoh interaksi makanan yang dapat
meningkatkan interaksi obat
NO
|
Nama Obat
|
Mekanisme
|
Aturan minum
|
1
|
Carbamazepin
|
Meningkatkan produksi empedu,
meningkatkan disolusi & absorbsi.
|
Diminum bersama makanan
|
2
|
Diazepam
|
Meningkatkan enterohepatik,
disolusi sekunder pada sekresi asam lambung.
|
Tidak ada
|
3
|
Erythromycin
|
Tidak diketahui
|
Diminum saat makan
|
4
|
Griseofulvin
|
Obat mudah larut dalam lemak,
meningkatkan absorbsi.
|
Diberikan dengan
makanan tinggi lemak atau
disuspensi minyak jagung rendah kontraindikasi.
|
5
|
Hydrochlorothiazid (HCT)
|
Menunda pengosongan lambung,
meningkatkan absorbsi usus halus.
|
Diberikan bersama makanan.
|
6
|
Phenytoin
|
Menunda pengosongan lambung,
Meningkatkan produksi empedu, meningkatkan disolusi & absorbsi.
|
Diberikan pada saat makan
pagi, siang dan malam.
|
Makanan yang mempengaruhi
tingkat ionisasi dan
solubilitas atau reaksi
pembentukan khelat, dapat mengubah absorbsi obat secara signifikan. Misalnya pada reaksi pembentukan khelat pada :
a.
Kombinasi tetracyclin dengan mineral divalen
seperti Ca dalam susu atau antasida. Kalsium akan mempengaruhi absorbsi dari
quinolon.
b.
Reaksi
antara besi (ferro
atau ferri) dengan
tetracyclin, antibiotik fluoroquinolon, ciprofloxacin, ofloxacin,
lomeflox dan enoxacin. Maka dari
itu, ketersediaan hayati ciprofloxacin dan ofloxacin turun masing-masing 52 dan 64 % akibat adanya besi.
c.
Zink
dan fluoroquinolon akan
menghasilkan senyawa inaktif
sehingga menurunkan absorbsi obat
(b).
Kecepatan pengosongan
lambung secara signifikan
mempengaruhi komposisi makanan
yang dicerna. Kecepatan
pengosongan lambung ini
dapat mengubah ketersediaan
hayati obat. Makanan
yang mengandung serat
dan lemak tinggi diketahui
secara normal menunda waktu
pengosongan lambung. Beberapa obat
seperti nitrofurantoin dan
hidralazin lebih baik diserap saat pengosongan lambung tertunda karena tekanan pH rendah di
lambung. Obat lain seperti L-dopa,Penicillin G dan digoxin, mengalami degradasi
dan menjadi inaktif saat tertekan
oleh pH
rendah di lambung
dalam waktu lama. Obat
dieliminasi dari tubuh tanpa
diubah atau sebagai
metabolit primer oleh
ginjal, paru -paru, atau
saluran gastrointestinal
melalui empedu. Ekskresi
obat juga dapat
dipengaruhi oleh diet
nutrien seperti protein dan serat, atau nutrien yang mempengaruhi pH urin.
c. Fase farmakodinamik
Fase farmakodinamik merupakan respon fisiologis dan psikologis
terhadap obat. Mekanisme obat tergantung
pada aktifitas agonis atau antagonis, yang
mana akan meningkatkan atau menghambat metabolisme normal dan
fungsi fisiologis dalam tubuh manusia.
Obat dapat memproduksi efek yang diinginkan dan tidak diinginkan. Aspirin dapat
menyebabkan defisiensi folat jika diberikan dalam jangka waktu lama.
Methotrexat memiliki struktur yang mirip dengan folat vitamin B, hal ini dapat
memperparah defisiensi folat.
Penelanan
tablet dengan air yang cukup atau cairan lain penting untuk beberapa obat
karena jika ditelan tablet tersebut cenderung merusak saluran oesophagus.
Petunjuk pada pasien untuk mencegah iritasi dan atau ulcer pada oesophagus,
tablet atau kapsul obat harus ditelan dengan segelas air oleh pasien dengan posisi
berdiri, misalnya untuk obat-obat seperti analgesik (contohnya
aspirin), NSAID (contohnya Phenylbutazone, oxyphenbutazone, indometacin),
kloralhidrat, emepromium bromida, kalium klorida tetracyclin
(terutamaDoxycyclin).
Obat
diminum dengan atau tanpa makanan. Interaksi obat-makanan dalam saluran
gastrointestinal dapat bermacam- macam dan banyak alasan mengapa makanan dapat
berpengaruh pada efek obat.Contohnya obat mungkin terikat pada komponen
makanan; makanan akan mempengaruhi waktu
transit obat pada usus; obat dapat menguba firstpass metabolism obat dalam usus dan dalam hati;
dan makanan dapat meningkatkan aliran
empedu yang
mampu meningkatkan absorbsi beberapa obat yang larut lemak.
Petunjuk pada pasien untuk mencegah
interaksi tersebut adalah denganmeminum obat dengan segelas air pada saat perut
kosong, misalnya seperti pada obat- obat sefalosporin (kecuali sefradin),
dipyridamol, erythromycin, Isoniazid
(INH), lincomycin, penicillamin, pentaerithritel tetranitrat,
rifampicin, penisilin oral dan tetracyclin. Absorbsi semua penisilin oral
optimal jika diminum pada saat perut kosong dengan segelas air. Pivampicillin
harus diminum bersama makanan karena dapat mengiritasi lambung atau perut.
Tetracyclin kadang kalamenyebabkan mual dan muntah jika diminum pada saat perut
kosong. Meskipun makanan mengurangi
absorbsi tetracyclin tetapi tidak terjadi pada doxycyclin dan minocyclin.
Adanya
makanan juga dapat meningkatkan perubahan bentuk profil serum obat tanpa
mengubah ketersediaan hayati obat. Hal ini terlihat pada studi sefradin, makanan tidak memiliki efek signifikan
terhadap ekskresi urin antibiotik tetapi pada nilai t-max. Beberapa obat yang
diminum bersama susu atau makanan berlemak antara lain alafosfalin,
griseofulvin dan vitamin Sedangkan obat yang tidak boleh diminum bersama susu
antara lain bisacodyl (dulcolax), garam besi, tetracyclin (kecuali doxycyclin
dan minocyclin).
·
Interaksi Obat dan Makanan yang Dapat Menurunkan
Kinerja Sistem Pencernaan.
Interaksi
obat dan makanan yang dapat menurunkan kinerja sistem pencernaan dapat
meliputi interaksi obat
yang menurunkan nafsu
makan, mengganggu pengecapan
dan mengganggu traktus gastrointestinal/ saluran pencernaan.
A.
Obat dan penurunan nafsu makan
Efek samping
obat atau pengaruh
obat secara langsung,
dapat mempengaruhi nafsu
makan.
Kebanyakan stimulan CNS dapat mengakibatkan anorexia. Efek samping obat yang
berdampak pada gangguan
CNS dapat mempengaruhi
kemampuan dan keinginan
untuk makan. Obat-obatan penekan
nafsu makan dapat
menyebabkan terjadinya penurunan
berat badan yang tidak diinginkan dan ketidakseimbangan nutrisi.
B. Obat dan perubahan pengecapan/
penciuman
Banyak obat
yang dapat menyebabkan perubahan
terhadap kemampuan merasakan/
dysgeusia,
menurunkan ketajaman rasa/ hypodysgeusia atau membaui. Gejala-gejala tersebut
dapat mempengaruhi intake
makanan. Obat-obatan yang
umum digunakan dan
diketahui menyebabkan
hypodysgeusia seperti: obat
antihipertensi (captopril), antriretroviral ampenavir, antineoplastik
cisplastin, dan antikonvulsan phenytoin.
C. Obat dan gangguan gastrointestinal
Obat dapat
menyebabkan perubahan pada
fungsi usus besar
dan hal ini
dapat
berdampak pada
terjadinya konstipasi atau
diare. Obat -obatan narkosis
seperti kodein dan morfin dapat menurunkan produktivitas
tonus otot halus dari dinding usus. Hal ini berdampak pada penurunan
peristaltik yang menyebabkan terjadinya konstipasi.
D. Absorbsi
Obat-obatan yang
dikenal luas dapat
mempengaruhi absorbsi zat
gizi adalah obat obatan
yang memiliki efek
merusak terhadap mukosa
usus. Antineoplastik, antiretroviral, NSAID dan sejumlah antibiotik
diketahui memiliki efek tersebut. Mekanisme penghambatan absorbsi tersebut
meliputi: pengikatan antara
obat dan zat
gizi ( drug-nutrient binding) contohnya Fe,
Mg, Zn, dapat
berikatan dengan beberapa
jenis antibiotik; mengubah keasaman lambung
seperti pada antacid
dan antiulcer sehingga
dapat mengganggu penyerapan B12,
folat dan besi; serta dengan cara penghambatan langsung pada metabolisme atau
perpindahan saat masuk ke dinding usus.
D. INTERAKSI OBAT DENGAN TANAMAN BERKHASIAT
Ramuan obat trasisional yang berasal
dari tumbuh-tumbuhan sudah dikenal sejak lama dan hingga kini masih terus
digunakan oleh masyarakat. Dari catatan sejarah diketahui bahwa fitoterapi atau
terapi menggunakan tumbuhan telah dikenal masyarakat sejak masa sebelum masehi.
Hingga saat ini penggunaan tumbuhan atau bahan alam sebagai obat tersebut
dikenal dengansebutan obat tradisional. Menurut defenisi Departemen Kesehatan
RI yang dimaksud dengan obat tradisional adalah obat jadi atau ramuan bahan
alam yang berasal dari tumbuhan, hewan, mineral, sediaan galenik atau campuran
bahan tersebut yang secara tradisional telah digunakan untuk pengobatan
berdasarkan pengalaman.Pada kenyatannya bahan obat tradisional yang berasal
dari tumbuhan porsinya lebih besar dibandingkan yang berasal dari hewan dan
mineral, sehingga sebutan untuk obat tradisional hampir selalu identik dengan
tanaman obat karena sebagian obat tradisional bahan bakunya berasal dari
tanaman obat.
Obat tradisional
(herbal) telah diterima secara luas di hampir seluruh Negara di dunia. Menurut
World Health Organization (WHO), negara-negara di Afrika, Asia dan Amerika
Latin menggunakan obat tradisional (herbal) sebagai pelengkap pengobatan primer
yang mereka terima. Bahkan di Afrika, sebanyak 80% dari populasi menggunakan obat
herbal untuk pengobatan primer (WHO, 2003). Faktor pendorong terjadinya
peningkatan penggunaan obat tradisional di negara maju adalah usia harapan
hidup yang lebih panjang pada saat prevalensi penyakit kronik meningkat, adanya
kegagalan penggunaan obat modern untuk penyakit tertentu diantaranya kanker,
serta semakin luas akses informasi mengenai obat tradisional di seluruh dunia.
WHO merekomendasi penggunaan obat tradisional termasuk obat herbal dalam
pemeliharaan kesehatan masyarakat, pencegahan dan pengobatan penyakit, terutama
untuk kronis, penyakit degeneratif dan kanker. Hal ini menunjukan dukungan WHO
untuk back to nature yang dalam hal yang lebih menguntungkan. Untuk
meningkatkan keselektifan pengobatan dan mengurangi pengaruh musim dan tempat
asal tanaman terhadap efek, serta lebih dalam memudahkan standarisasi bahan
obat maka zat aktif diekstraksi lalu dimurnikan sampai diperoleh zat murni. Di
Indonesia dari tahun ke tahun terjadi peningkatan produksi obat tradisional.
Menurut data Badan Pengawasan Obat
dan Makanan (POM), sampai tahun 2007 terdapat 1.012 industri obat tradisional
yang memiliki izin usaha industri yang terdiri dari 105 industri berskala besar
dan 907 industri berskala kecil. Karena banyaknya variasi sediaan bahan alam,
maka untuk memudahkan pengawasan dan perizinan, maka badan POM mengelompokan
dalam sediaan jamu, sediaan herbal terstandar dan sediaan fitofarmaka.
Persyaratan ketiga sediaan berbeda yaitu untuk jamu pemakaiannya secara empirik
berdasarkan pengalaman, sediaan herbal terstandar bahan bakunya harus
distandarisasi dan sudah diuji farmakologi secara eksperimental, sedangkan
sediaan fitofarmaka sama dengan obat modern bahan bakunya harus distandarisasi
dan harus melalui uji klinik.
Menurut penelitian masa kini,
meskipun obat-obatan tradisional yang pengolahannya masih sederhana
(tradisional) dan digunakan secara turun-temurun berdasarkan resep nenek moyang
adat-istiadat, kepercayaan, atau kebiasaan setempat, memang bermanfaat bagi
kesehatan dan kini digencarkan penggunaannya karena lebih mudah dijangkau
masyarakat, baik harga maupun ketersediaannya. Obat tradisional pada saat ini
banyak digunakan karena menurut beberapa penelitian tidak terlalu menyebabkab
efek samping, karena masih bisa dicerna oleh tubuh. Beberapa perusahaan
mengolah obat-obatan tradisional yang dimodifikasi lebih lanjut. Bagian dari
Obat tradisional yang bisa dimanfaatkan adalah akar, rimpang, batang, buah,
daun dan bunga. Bentuk obat tradisional yang banyak dijual dipasar dalam bentuk
kapsul, serbuk, cair, simplisia dan tablet. Khasiat alamiah dan kemurnian
obat-obatan tradisional seringkali “dinodai” oleh pihak-pihak yang tidak
bertanggungjawab terutama produsen obat tradisional yang hanya mencari
keuntungan finansial saja tanpa memperhatikan kemurnian dan resiko dari
kandungan obat tradisional. Banyak dari para produsen dengan sengaja mencampur
kandungan herbal dari obat tradisional dengan obat modern yang secara kimiawi
jika dosisnya tidak tepat akan berbahaya.
Tumbuhan obat merupakan salah satu
ramuan paling utama produk-produk obat herbal. Tanaman obat adalah bahan yang
berasal dari tanaman yang masih sederhana, murni, belum diolah. tumbuhan obat
adalah: Tanaman atau bagian tumbuhan yang digunakan menjadi bahan obat
tradisional atau obat herbal, bagian tanaman yang dipakai untuk bahan pemula
bahan baku obat. Tanaman atau bagian tanaman yang diekstraksi dan ekstrak
tumbuhan tersebut dipakai sebagai obat. Tanaman obat adalah obat tradisional
yang terdiri dari tanaman-tanaman yang mempunyai khasiat untuk obat atau
dipercaya mempunyai khasiat sebagai obat. Di mana khasiatnya diketahui dari
hasil penelitian dan pemakaian oleh masyarakat.
Perbedaan
Obat Kimiawi Dan Obat Herbal
Obat
Kimiawi :
1.
Lebih diarahkan untuk
menghilangkan gejala-gejalanya saja.
2.
Bersifat sympthomatis
yang hanya untuk mengurangi penderitaannya saja.
3.
Bersifat paliatif
artinya penyembuhan yang bersifat spekulatif, bila tepat penyakit akan sembuh,
bila tidak endapan obat akan menjadi racun yang berbahaya.
4.
Lebih diutamakan untuk
penyakit-penyakit yang sifatnya akut (butuh pertolongan segera) seperti asma
akut, diare akut, patah tulang, infeksi akut dan lain-lain.
5.
Reaksi cepat, namun
bersifat destruktif artinya melemahkan organ tubuh lain, terutama jika dipakai
terus-menerus dalam jangka waktu lama.
6.
Efek samping yang bisa
ditimbulkan iritasi lambung dan hati, kerusakan ginjal, mengakibatkan lemak
darah.
7.
Reaksi terhadap tubuh
cepat.
Obat Herbal :
1. Diarahkan
pada sumber penyebab penyakit dan perbaikan fungsi serta organ-organ yang
rusak.
2. Bersifat
rekonstruktif atau memperbaiki organ dan membangun kembali organ-organ,
jaringan atau sel-sel yang rusak.
3. Bersifat
kuratif artinya benar-benar menyembuhkan karena pengobatannya pada sumber
penyebab penyakit.
4. Lebih
diutamakan untuk mencegah penyakit, pemulihan penyakit-penyakit komplikasi
menahun, serta jenis penyakit yang memerluakan pengobatan lama.
5. Reaksi
lambat tetepi bersifat konstruktif atau memperbaiki dan membangun kembali
organ-organ yang rusak. Efek samping hampir tidak ada, asalkan diramu oleh herbalis
yang ahli dan berpengalaman.
Interaksi yang merugikan dari pencampuran bahan obat herbal,
dari mekanisme interaksi yang terjadi.
-
Penghambatan absorbsi
Penggunaan bahan penyusun ramuan yang
mengandung tanin misal teh, buah jati belanda, kayu rapat. Tanin akan bereaksi
dengan protein dan membentuk senyawa yang melapisi dinding usus. Keadaan
tersebut akan menghambat absorpsi kandungan zat aktif lain, misal protein,
vitamin, mineral. Bahkan pada dosis besar bisa menimbulkan konstipasi atau
malnutrisi.
-
Pengurangan waktu transit di usus
Penggunaan bahan penyusun ramuan yang
mengandung Antrakinon atau serat larut air akan mengurangi waktu transit obat
lain dalam usus. Antrakinon bersifat laksansia yaitu mempermudah pengeluaran
feses. Contoh tanaman yang mengandung antrakinon adalah senna dan lidah buaya.
Sedangkan serat larut air bersifat bulk laxative, yaitu juga mempercepat
keluarnya feses. Tanaman yang memiliki serat larut air adalah biji daun sendok.
Jika bahan obat lain
dicampur dengan tanaman di atas maka waktu transit di usus berkurang, feses
cepat dikeluarkan, kesempatan absorpsi zat aktif berkurang dan efak
farmakologinya akan berkurang.
Contoh
Interaksi Obat Herbal-Obat Konvesional
- Echinacea,
jika digunakan lebih dari 8 minggu dapat menyebabkan hepatotoksisitas dan
karena itu tidak boleh digunakan dengan obat-obatan lain yang bersifat
hepatoksik, seperti steroid anabolik (yang sering dipakai pegulat),
amiodarone (obat aritmia jantung), methotrexate (antikanker), dan
ketoconazole (antijamur). Namun, Echinacea tidak memiliki 1,2 jenuh cincin
necrine, sehingga sifat hepatotoksik dihubungkan dengan alkaloid
pyrrolizidin.
- Obat
NSAID, dapat meniadakan kegunaan feverfew dalam pengobatan sakit kepala
migrain.
- Feverfew,
bawang putih, biloba, jahe, dan ginseng dapat mengubah waktu pendarahan
dan tidak boleh digunakan bersamaan dengan natrium warfarin. Selain itu,
ginseng dapat mengakibatkan sakit kepala, tremulousness, episode manic
pada pasien yang diobati dengan sulfat phenelzine. Ginseng juga tidak boleh
digunakan dengan estrogen atau kortikosteroid karena kemungkinan efek
aditif.
- Karena
mekanisme kerja wort St John belum pasti diketahui, penggunaan bersamaan
dengan inhibitor monoamine oxidase (MAOI) dan inhibitor reuptake serotonin
selektif (SSRI) tidak disarankan.
- Valerian
tidak boleh digunakan bersamaan dengan obat tidur karena sedasi berlebihan
dapat terjadi.
- Kyushin,
licorice, pisang, akar uzara, hawthorn, dan ginseng dapat mengganggu
digoksin.
- Evening
primrose oil dan borage tidak boleh digunakan dengan antikonvulsan karena
mereka mungkin melemahkan ambang kejang.
- Shankapulshpi,
suatu sediaan Ayurvedic, dapat menurunkan kadar fenitoin serta mengurangi
khasiat obat.
- Kava
bila digunakan dengan alprazolam bisa mengakibatkan koma.
- Imunostimulan
(misalnya, Echinacea dan zinc pada sediaan Imboost force) tidak harus
diberikan dengan imunosupresan (misalnya, kortikosteroid dan siklosporin).
- Asam
tannic yang ada pada beberapa tumbuhan (misalnya, wort St John dan
Sawpalmetto) dapat menghambat penyerapan zat besi.
- Kelp
sebagai sumber yodium dapat mengganggu pada terapi penggantian tiroid.
- Licorice
dapat mengimbangi efek farmakologis dari spironolactone.
- Banyak
jamu (misalnya, karela dan ginseng) dapat mempengaruhi tingkat glukosa
darah dan tidak boleh digunakan pada pasien dengan diabetes mellitus.
Contoh
lain interaksi obat konvensional dengan tanaman berkhasiat atau produk herbal
Nama
Herbal
|
Indikasi
Medis
|
Golongan
obat konvensional yang berpotensi interaksi
|
Bawang putih
(Allium sativum
L.)
|
Anti bakteri dan jamur,
mempertahankan sistem imunitas, melawan infeksi oportunitis, (IO) termasuk
herpes virus, sitomegalovirus, kriptosporidiosis (kripto), dan organisme
mikobakteri atau kandida, mengurangi tingkat kolesterol dan trigliserid yang
tinggi, mengurangi
kemampuan darah untuk membeku, antihipertensi.
|
Saquinavir : dapat
mengurangi tingkat saquinavir dalam darah rata-rata 51%, sehingga pada
pengobatan HIV, potensi terjadinya resistensi terhadap obat tersebut.
Warfarin
: sebaiknya dihindari oleh orang yang memakai obat antitrombosit atau anti
pembeku.
|
Seledri
(Apium graveolens Linn, Apiaceae)
|
Diuretik,
antihipertensi
|
Hidrochlorothiazide
(HCT) dan furosemide : penggunaan bersama-sama dapat mengakibatkan turunnya
cairan tubuh dan kadar ion tubuh sehingga menurunkan keseimbangan.
|
Daun senna
(Cassia angustifolia Vahl.)
|
Diuretik
|
Thiazid,
adrenokortikosteroid atau Liquiritiae Radix : dapat memacu timbulnya ketidak
seimbangan elektrolit.
|
Biji kopi
|
Stimulansia
|
Barbital : efek
sedatif dari barbital akan berkurang karena terjadi efek penetralan.
|
Temulawak
(Curcuma xanthorrhiza Roxb.)
|
Penambah nafsu
makan
|
Parasetamol : dapat memicu terjadinya
kerusakan hati (hepatotoksisitas).
|
Bayam
|
Sumber zat besi
|
Tetrasiklin : menurunkan efek dari tetrasiklin karena
terbentuknya kompleks khelat sehingga absorbsinya menurun.
|
Kava-kava
|
Antikonvulsan
|
Barbital dan obat-obat lain yang bekerja pada sistem
saraf pusat : hilangnya kesadaran dan disorientasi.
|
Kayu manis
|
Corrigen saporis
|
Captopril dan obat-obat tekanan darah tinggi lainnya :
efek tekanan darah tinggi tidak mungkin dilawan akibatnya tekanan darah
tinggi tidak terkendali dengan baik.
|
Cabe (capsicum)
|
Menghambat
kontraksi otot-otot rahim
|
Antidepresan jenis IMAO (eutonyl, marplan, nardil,
parnate) : kombinasi obat ini dengan cabe atau makanan lain yang mengandung
tiramin dapat menaikkan tekanan darah dengan nyata, akibatnya sakit kepala
berat, demam, gangguan penglihatan, bingung yang mungkin diikuti oleh
pendarahan otak.
|
Jeruk nipis
|
Sumber vitamin C,
batuk, demam.
|
Pil KB (mycroginon dan pil-pil KB lainnya) : terjadi
pengikatan kembali komponen hormon dari pil KB pada saat konsumsi jeruk nipis
(vitamin C) dihentikan, akibatnya resiko hamil dapat meningkat. Pendarahan
merupakan tanda terjadinya interaksi.
|
DAFTAR
PUSTAKA
Fradgley,
S., 2003. Interaksi Obat, dalam Aslam, M., Tan, C.K., Prayitno, A., Farmasi
Klinis; Menuju Pengobatan Rasional dan Penghargaan Pilihan Pasien, Universitas
Surabaya, Elex Media Komputindo, Jakarta, 120-130.
Harkness Richard, 1989. Interaksi Obat. Penerbit ITB: Bandung.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar