Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut sehinggga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan menggunakan pelarut cair. Senyawa aktif yang terdapat dalam berbagai simplisia dapat digolongkan kedalam golongan minyak atsiri, alkaloida, falvonoida dan lain-lain. Dengan diketahuinya senyawa aktif yang dikandung simplisia akan mempermudah pemilihan pelarut dan cara ekstraksi yang tepat (Ditjen POM, 2000).
Ekstrak adalah sediaan kering, kental atau cair dibuat dengan menyari simplisia nabati atau hewani menurut cara yang cocok. diluar pengaruh matahari langsung (Ditjen POM, 1979).
Metode Ekstraksi
Metode ekstraksi dapat dilakukan dengan beberapa cara:
1. Maserasi
Maserasi adalah proses ekstraksi simplisia yang paling sederhana, menggunakan pelarut yang cocok dengan beberapa kali pengadukan pada temperatur ruangan (kamar) (Ditjen POM, 2000). Maserasi digunakan untuk menyari zat aktit yang mudah larut dalam cairan penyari, tidak mengandung stirak, benzoin dan lain-lain. Maserasi pada umumnya dilakukan dengan cara merendam 10 bagian serbuk simplisia dalam 75 bagian cairan penyari (pelarut) (Ditjen POM, 1986).
2. Perkolasi
Perkolasi adalah ekstraksi yang dilakukan dengan mengalirkan pelarut melalui serbuk simplisia yang telah dibasahi. Prosesnya terdiri dari tahap pengembangan dan perkolasi sebenarnya (penetesan/penampungan ekstrak) secara terus menerus sampai diperoleh ekstrak (perkolat) yang jumlahnya 1-5 kali bahan.
3. Refluks
Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik. Umumnya dilakukan pengulangan pada residu pertama sampai 3-5 kali sehingga dapat termasuk proses ekstraksi sempurna.
4. Sokletasi
Sokletasi adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru yang umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga teijadi ekstraksi yang berkelanjutan dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik.
5. Digesti
Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinu) pada temperatur yang lebih tinggi dari temperatur ruangan (kamar) yaitu secara umum dilakukan pada temperatur 40-50°C.
6. Infus
Infus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur pemanasan air (bejana infus tercelup dalam air penangas air mendidih), temperatur terukur (96-98°C) selama waktu tertentu (15-20 menit).
7. Dekok
Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama dengan temperatur titik didih air (30 menit).
8. Destilasi Uap
Destilasi uap adalah ekstraksi senyawa menguap (minyak atsiri) dari bahan (segar atau simplisia) dengan uap air berdasarkan peristiwa tekanan parsial. Senyawa menguap akan terikut dengan fase uap air dari ketel secara kontinu dan diakhiri dengan kondensasi fase uap campuran (senyawa kandungan menguap ikut terdestilasi) menjadi destilat air bersama senyawa kandungan yang memisah sempurna atau memisah sebagian (Ditjen POM, 2000).
—– SEMOGA BERMANFAAT —–
REFERENSI
Ditjen POM. (1979). Farmakope Indonesia, edisi III. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Halaman. 9, 755, 902
Ditjen POM. (1986). Sediaun Galenik. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Halaman. 10-11.
Ditjen POM. (2000). Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Cetakan Pertama. Jakarta: Departeman Kesehatan RI. Halaman. 10-12.
Berbagi ilmu itu bukan soal "Bisa atau tidak",, tapi "Mau atau tidak"..~ ^_^
Rabu, 17 Desember 2014
Kamis, 02 Oktober 2014
PENENTUAN TEGANGAN PERMUKAAN
A.
Tujuan Percobaan
Tujuan percobaan ini adalah untuk
mengenal dan membiasakan diri dengan konsep dan pengukuran tegangan muka
B.
Landasan Teori
Tegangan permukaan adalah gaya persatuan panjang yang harus diberikan sejajar pada permukaan
utuk mengimbangi gaya tarikan ke dalam. Gaya tegangan permukaan mempunyai
satuan dyne/cm dalam sistem cgs. Tegangan
antar muka adalah gaya perstuan panjang yang terdapat pada antarmuka dua fase
cair yang tidak bercampur dan seperti tergangan permukaan mempunyai satuan
dyene/cm. Tegangan antarmuka selalu lebih kecil daripada tegangan permukaan
karena gaya adhesif antara dua fase cair yang membentuk suatu antar muka adalah
lebih besar daripada bila suatu fase cair dan suatu fase gas berada
bersama-sama. Jadi, bila dua cairan bercampur dengan sempurna, tidak ada
tegangan antar muka yang terjadi (Martin, dkk., 1993).
Tegangan pennukaan merupakan sifat permukaan suatu zat
cair yang berperilaku layaknya selapis kulit tipis yang kenyal atau lentur
akibat pengaruh tegangan. Pengaruh tegangan tersebut disebabkan oleh adanya
gaya tarik-menarik antarmolekul di pennukaan zat cair tersebut (Indarniati,
2008).
Metode yang paling umum untuk mengukur tegangan permukaan
adalah kenaikan atau penurunan dalam pipa kapiler, yaitu:
γ = d r g l/ 2
dimana d adalah kerapatan cairan, r adalah jari-jari kapiler, l adalah
panjang cairan yang ditekan atau yang akan naik, dan g adalah konstanta gravitasi
(Dogra, 1990).
Penentuan tegangan permukaan dan tegangan antar muka dapat
dilakukan melalui 2 cara, yaitu:
1.
Metode Kenaikan Kapiler (Giancoli, 2001).
Tegangan permukaan diukur dengan melihat ketinggian
air/cairan yang naik melalui suatu kapiler. Metode kenaikan kapiler hanya dapat
digunakan untuk mengukur tegangan permukaan tidak bisa untuk mengukur tegangan
antar muka.
2.
Metode Tensiometer Du-Nouy (Giancoli, 2001).
Metode cincin Du-Nouy bisa digunakan untuk mengukur
tegangan permukaan ataupun tegangan antar muka. Prinsip dari alat ini adalah
gaya yang diperlukan untuk melepaskan suatu cincin platina iridium yang
dicelupkan pada permukaan sebanding dengan tegangan permukaan atau tegangan
antar muka dari cairan tersebut.
Sifat antar muka atau tegangan permukaan suatu cairan
penting untuk membuat emulsi, gel atau krem. Banyak obat yang dibuat dalam
bentuk emulsi dan untuk bisa mempertahankan emulsi ini hingga saatnya
dikonsumsi, tentu saja diperlukan pengetahuan tentang teori pembuatan emulsi.
Demikian pula untuk gel atau krem sehingga gel atau krem tidak mencair pada
saat dikemas dan tidak berjamur karena lembab maka diperlukan senyawa pengatur
tegangan muka atau koloid pelindung sebagai penstabil koloid (Widjajanti,
Endang, 2009)
.
C.
Alat Dan Bahan
1.
Alat
Alat yang digunakan
adalah:
·
Pipa kapiler
·
Piknometer 10 ml
·
Gelas kimia 100 ml,
250 ml
·
Pipet ukur 10 ml
·
Neraca analitik
·
Filler
·
Statif dan klem
2.
Bahan
Bahan yang digunakan adalah:
·
Akuades
·
Methylen Blue 0,01%
D.
Cara Kerja
1.
Penentuan Berat Jenis
Akuades
|
Methylen
Blue 0,01%
|
-
dimasukkan
dalam piknometer
-
ditutup
-
ditimbang
-
dicatat
hasilnya
-
ditentukan
bobot jenis
|
ρ akuades = 0,985 gr/ml
|
ρ akuades = 0,986 gr/ml
|
Akuades
|
Methylen
Blue 0,01%
|
-
dimasukkan dalam gelas kimia 250 ml
-
dicelupkan pipa kapiler
-
dibiarkan cairan merambat naik
-
diukur ketinggian cairan
h akuades = 0,7 cm
h methylen blue = 0,9 cm
E.
Hasil Pengamatan
1. Data Pengamatan
Zat cair
|
Massa zat + piknometer
|
Massa zat
|
Kerapatan
|
Tinggi kenaikan
|
Akuades
Methylen blue
|
21,29 gram
21,30 gram
|
9,85 gram
9,86 gram
|
1,004 gr/ml
1,002 gr/ml
|
0,7 cm
0,9 cm
|
2. Data Perhitungan
Dik. Massa piknometer kosong = 11,44 gram
Massa piknometer + akuades = 21,29 gram
Massa piknometer + methylen blue = 21,30 gram
h akuades = 0,7 cm
h methylen blue = 0,9 cm
Dit. Tegangan gabungan = …..?
Penyelesaian.
·
Massa akuades = 21,29
– 11,44 = 9,85 gram
ρ akuades = 9,85 /10 =
0,985 gr/ml
·
massa methylen blue =
21,30 – 11,44 = 9,86 gram
ρ methylen blue = 9,86 /10 = 0,986 gr/ml
·
Tegangan gabungan =
(h1x ρ1)/(h2 x ρ2)
= (0,7 x 0,985)/(0,9 x
0,986)
= 0,776 gram/cm
F.
Pembahasan
Tegangan permukaan adalah gaya persatuan panjang yang harus diberikan sejajar pada permukaan
utuk mengimbangi gaya tarikan ke dalam. Gaya tegangan permukaan mempunyai
satuan dyne/cm dalam sistem cgs.
Dalam percobaan ini metode yang digunakan adalah metode
kenaikan kapiler, dimana prinsip kerjanya dengan mencelupkan pipa kapiler ke
dalam cairan dan mengukur kenaikan cairan tersebut. Bila suatu tabung kapiler
diletakkan dalam suatu cairan di sebuah beker, biasanya cairan itu naik ke pipa
sampai ketinggian tertentu. Hal ini disebabkan bilamana kekuatan adhesi antara
molekul-molekul cairan dan dinding kapiler lebih besar daripada kohesi antara
molekul-molekul cairan sehingga cairan itu membasahi dinding kapiler. Tapi
dalam percobaan ini tidak dilakukan pengukuran tegangan permukaan karena tidak
diketahuinya jari-jari dari pipa kapiler, jadi yang dilakukan hanya mengukur
tegangan gabungan dengan membandingakan tegangan permukaan aquades dengan
methilen blue.
Pertama-tama aquades dan methilen blue ditentukan bobot
jenisnya dengan menggunakan piknometer 10 ml, didapatkan bobot jenis aquades
dan methilen blue sebesar 0,985 gr/ml dan 0,986 gr/ml. Setelah didapatkan bobot jenisnya maka selanjunya mengukur kenaikan
aquades dan methilen blue dengan
menggunakan pipa kapiler dan didapatkan kenaikannya 0,7 cm aquades dan 0,9 cm
metilen blue. Dari hasil tersebut dapat dikatan metilen blue memiliki tegangan
permukaan yang lebih besar dibanding dengan aqudes. Terlihat dari hasil
pengukurannya dengan menggunakan pipa kapiler, kenaikan dari metilen blue tidak
jauh berbeda dengan kenaikan dari aquades, hal ini desebabkan karena metilen
blue amat encer serta konsentrasinya kecil dimaana larutan metilen blue dibuat
dari padatan yang kemudian dilarutkan dalam aquades dengan volume tertentu
itulah sebabnya bobot jenis dan tinggi kenaikan metilen blue pada pipa kapiler,
hampir sama dengan aquades. Dari data yang diperoleh tegangan gabungan dapat
ditentukan, yaitu dengan membandingkan tegangan permukaan akuades dengan
methylen blue. Tegangan gabungan sebesar 0,776.
G.
Kesimpulan
Berdasarkan percobaan yang telah
dilakukan, Tegangan permukaan adalah gaya persatuan panjang yang harus
dikerjakan sejajar permukaan untuk mengimbangi gaya tarikan kedalam pada
cairan. Prinsip kerja metode kenaikan kapiler adalah pengukuran tegangan permukaan
dengan melihat ketinggian air/cairan yang naik melalui suatu kapiler. Dari data
yang diperoleh tegangan gabungan dapat ditentukan, yaitu dengan membandingkan
tegangan permukaan akuades dengan methylen blue. Tegangan gabungan sebesar 0,776.
DAFTAR PUSTAKA
Dogra, SK dan S. Dogra. 1990. Kimia
Fisik dan Soal-soal. Universitas Indonesia. Jakarta.
Giancoli, DC. 2001. Fisika Jilid I. Penerbit
Erlangga. Jakarta.
Indarniati, dan Ermawai, FU. 2008. “Perancangan Alat Pengukur Tegangan
Permukaan Dengan Induksi Elektromagnetik”, Jurnal,
Vol 4(1). Universitas negeri
Surabaya. Surabaya
Martin, Alfred., Swarbrick, J.,
Cammarata, A. 1990. Farmasi Fisik
Edisi ketiga. UI-Press. Jakarta.
PENENTUAN BERAT MOLEKUL POLIMER DENGAN VISKOMETER OSTWALD
PERCOBAAN II
A.
Tujuan
Untuk menentukan berat molekul polimer dengan menggunakan viskometer
ostwald.
B.
Landasan Teori
Kitosan pertama kali ditemukan oleh
ilmuwan Perancis, Ojier, pada tahun 1823. Ojier meneliti kitosan hasil ekstrak
kerak binatang berkulit keras. Kitosan merupakan jenis polimer alam yang
mempunyai bentuk rantai linier, sebagai produk deasetilasi kitin melalui proses
reaksi kimia menggunakan basa kuat. Kitosan
adalah poly-D-glukosamine (tersusun lebih dari 5000 unit glukosamin dan
asetilglukosamin) dengan berat molekul lebih dari satu juta dalton, merupakan dietary
fiber (serat yang bisa dimakan) kedua setelah selulosa (Muzarelli, 1988).
Viskositas (kekentalan) adalah
salah satu sifat fisik suatu cairan atau materi cair. Vikositas juga merupakan
hambatan terhadap aliran suatu cairan yang didefenisikan sebagai rasio antara
tegangan geser (shear stress) terhadap
laju geser (shear rate) (Astawan, et al., 2000). Kekentalan merupakan
sifat cairan yang berhubungan erat dengan hambatan untuk mengalir. Beberapa
cairan ada yang dapat mengalir cepat, sedangkan lainnya mengalir secara lambat.
Cairan yang mengalir cepat seperti air, alkohol dan bensin mempunyai viskositas
kecil. Sedangkan cairan yang mengalir lambat seperti gliserin, minyak castor
dan madu mempunyai viskositas besar. Jadi viskositas tidak lain menentukan
kecepatan mengalirnya suatu cairan (Sutiah, et
al., 2008).
Viskositas terbagi tiga jenis yaitu
viskositas spesifik (ηsp ), kinematik, dan intrinsik (η). Viskositas
spesifik dihitung berdasarkan perbandingan antara kecepatan aliran suatu
larutan dengan pelarutnya. Berat molekul kitosan diukur berdasarkan viskositas
instrinsik (η). Larutan kitosan dibuat dalam variasi konsentrasi dalam pelarut
asam asetat lalu dimasukkan ke dalam viskometer. Data yang diperoleh dipetakan
pada grafik ηsp /C terhadap C. Viskositas intrinsik adalah titik pada grafik
yang menunjukkan nilai C=0. Berat molekul ditentukan berdasarkan persamaan
Mark-Houwink [η] = K Ma (Hwang,
1997).
Pemilihan vikometer. Berhasil
tidaknya penentuan dan evaluasi sifat-sifat rheologis dari suatu sistem
tertentu bergantung pada pemilihan metode peralatan yang tepat. Cara menentukan
viskositas suatu zat menggunakan alat yang dinamakan viskometer. Ada beberapa
tipe viskometer yang biasa digunakan antara lain. Viskometer Ostwald,
viskometer bola jatuh, viskometer “Cup” dan “Bob”, viskometer Stomer, dan
viskometer Kerucut dan Lempeng (Martin dkk, 1993).
C.
Alat dan Bahan
1. Alat
Alat yang digunakan dalam percobaan ini yaitu:
·
Botol semprot
·
Filler
·
Viskometer Ostwald
·
Pipet ukur 10 ml
·
Stopwatch
2. Bahan
Bahan
yang digunakan yaitu:
·
Asam asetat 2%
·
Kitosan 0.2%, 0,4%, 0,6% dan 0,8%
1.
D.
Prosedur Kerja
As.
Asetat
|
Kitosan
0,4%
|
Kitosan
0,6%
|
Kitosan
0,8%
|
Kitosan0,2%
|
-
Dipipet 10 ml
-
Dimasukkan dalam vikometer
Ostwald
-
Diisap sampai garis m (garis
atas)
-
Dibiarkan mengalir sampai garis
n
-
Dicatat waktu alirnya
-
Dilakukan triplo
-
Dihitung η-nya (viskositas intrinsik)
-
Dihitung ηsp
dan ηred
-
Dihitung MV
menggunakan persamaan Mark-Howkins
|
5807,64 x 105 D
|
E. Hasil Pengamatan
·
Data pengamatan
Konsentrasi
(g/ml)
|
t1
|
t2
|
t3
|
t
rata-rata
|
ηr
|
ηsp
|
ηred
|
0.002
|
8.92
|
9
|
9.02
|
8.98
|
1.48
|
0.48
|
24
|
0.004
|
13.8
|
13.7
|
13.6
|
13.7
|
2.26
|
1.26
|
63
|
0.006
|
14.8
|
14.6
|
14.5
|
14.63
|
2.41
|
1.41
|
70.5
|
0.008
|
18.4
|
18.2
|
17.8
|
18.13
|
2.99
|
1.99
|
99.5
|
Asam
asetat 2% (Pelarut)
|
5.71
|
6.29
|
6.18
|
6.06
|
-
|
-
|
-
|
·
Kurva Konsentrasi (C) vs Viskositas reduksi (ηred)
ηred
|
C
|
·
Perhitungan
y = 11700x + 5.75
ηred = Km [η]2
C + [η]
persamaan
Mark-Hauwink
[η]
= K Ma
log [η] = log
K + a log M
log
5.75 = log 1.81 10-3
+ 0.93 log M
0.759 = -2.742 + 0.93 log M
log
M =
M = Inv log 3.764
M = 5807,64 105 D
F. Pembahasan
Sturuktur polimer kitosan
Kitosan merupakan jenis polimer alam yang mempunyai bentuk rantai
linier, sebagai produk deasetilasi kitin melalui proses reaksi kimia
menggunakan basa kuat. Kitosan adalah poly-D-glukosamine (tersusun lebih dari
5000 unit glukosamin dan asetilglukosamin) dengan berat molekul lebih dari satu
juta dalton, merupakan dietary fiber (serat yang bisa dimakan) kedua
setelah selulosa.
Pada praktikum ini dimana untuk menentukan berat molekul dari
polimer kitosan dengan menggunakan vikometer Ostwald. Viskometer adalah suatu
alat yang digunakan untuk mengukur viskositas dari suatu larutan. Penggunakan
viskometer Ostwald karena metode penggunaannya lebih sederhana dan cepat, serta
viskometer Ostwald hanya digunakan untuk baham-bahan yang memiliki tipe aliran
Newton. Prinsip kerja dari vikometer Ostwald yaitu ditentukan dengan mengukur
waktu yang dibutuhkan bagi cairan tersebut untuk lewat antata dua tanda ketika
ia mengalir karena gravitasi melalui suatu tabung kapiler vertikal. Langkah
pertama yaitu dengan mengukur waktu alir dari pelarut (asam asetat) dan kitosan
dengan berbagai konsentrasi (2%. 4%, 6% dan 8%). Pengukuran waktu alir pelarut
dan kitosan ini dilakukan sebanyak tiga
kali kemudian dihitung t rata-ratanya. Kemudian ditentukan nilai ηr, ηsp dan ηred. Untuk mendapatkan
berat molekul kitosan maka nilai dari [η] harus diketahui. Nilai [η]
didapatkan dengan
memplot ηred vs konsentrasi tiap kitosan dan didapatkan
persamaan garisnya y = 11700x + 5,75 dengan membandingkannya dengan persamaan
Heygin maka didapatkan nilai [η] adalah 5,75,
nilai dari [η] dimasukkan dalam
persamaan persamaan Mark-Hauwink dan didapatkan berat
molekul kitosan 5807,64 105 D.
Dari kurva yang didapatkan dengan memplot Konsentrasi (C) vs Viskositas (ηred) terlihat semakin tinggi konsentrasi semakin tinggi pula
viskositasnya hal ini terjadi karena
semakin tinggi konsentrasinya maka jumlah molekul zat terlarutnya semakin besar
sehingga akan mempengaruhi waktu alirnya pada viskometer Ostwald. Zat terlarut
yang memiliki konsentrasi tinggi akan memiliki gaya tekan dinding lebih besar
dibanding dengan konsentrasi kecil.
G.
Kesimpulan
Dari hasil percobaan yang dilakukan maka dapat ditarik kesimpulan
molekul polimer yang didapatkan dengan menggunakan viskometer Ostwalad adalah 5807,64
105 D
DAFTAR PUSTAKA
Astawan, Made,
dkk. 2000. “Analisis Sifat Reologi Gelatin Dari Kulit Ikan Cucut” Jurnal. Jurnal, teknologi dan Industri
Pangan, Vol. XII, No. 1 Th. 2000
Hwang JK, SP Hong, CT Kim. 1997. Effect of molecular weight
and NaCl concentration on dilute solution properties of chitosan. J Food Sci
Nutr 2: 1-5
Martin, Alfred., Swarbrick,
J., Cammarata,
A. 1990. Farmasi
Fisik Edisi ketiga. UI-Press. Jakarta.
Muzzarelli, RAA.
1997. Depolymerization of chitins and
chitosans with hemicellulase, lysozyme, papain, and lipases. Di Dalam RAA.
Muzzarelli dan MG Peter (ed). Chitin Handbook. European Chitin Soc, Grottamare.
Sutiah, K, dkk. 2008. “Studi kualitas minyak goreng dengan Parameter
viskositas dan indeks bias”, Berkala
Fisika Vol 11 ,No.2, April 2008, hal 53-58. FMIPA UNDIP
Langganan:
Postingan (Atom)