PENCEMARAN LINGKUNGAN
INDUSTRI FARMASI (limbah kantong darah)
Potensi industri telah memberikan sumbangan bagi perekonomian Indonesia
melalui barang produk dan jasa yang dihasilkan, namun di sisi lain pertumbuhan
industri telah menimbulkan masalah lingkungan yang cukup serius.
Dari 350 industri terdapat kelompok jenis industri pengolahan
makanan dengan 110 perusahaan, industri kimia/farmasi 70 perusahaan, permesinan
60 perusahaan, tekstil 40 perusahaan, furniture 30 perusahaan dan kelompok
jenis industri kemasan dan lain-lain masing-masing 20 perusahaan, yang umumnya
telah mengupayakan minimisasi air limbah pada proses produksinya melalui
optimalisasi proses (reduce 74,29%), pemakaian kembali sisa air proses
(reuse 8,57%), pemanfaatan kembali air limbah (recycle 8,57%), melakukan
pengambilan kembali air limbah (recovery 5,71%), sedangkan industri yang
melakukan penerapan ipal ( 42,85%) atau sebanyak 150 industri.
Peningkatan kebutuhan akan obat di Indonesia telah menyebabkan
peningkatan jumlah dan kegiatan industri farmasi. Peningkatan jumlah dan
kegiatan industri farmasi ini tentu saja akan mempengaruhi kehidupan lingkungan
yang bersinggungan langsung maupun berdekatan dengan lokasi industri farmasi
tersebut. Saat ini kurang lebih ada 199 jumlah perusahaan farmasi yang
beroperasi di Indonesia.
Produksi dalam industri farmasi harus mengikuti pedoman yang tertera
dalam CPOB sehingga menghasilkan produk obat yang senantiasa memenuhi
persyaratan mutu yang telah ditetapkan sesuai dengan tujuan penggunaannya.
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam proses produksi meliputi pengadaan bahan
awal, pencemaran silang, penimbangan dan penyerahan, pengembalian, pengolahan,
kegiatan pengemasan, pengawasan selama proses produksi, dan karantina bahan
jadi.
Pencemaran lingkungan bukan hal yang asing lagi di telinga kita.
Pencemaran lingkungan adalah suatu proses atau keadaan dimana komposisi dan
keadaan lingkungan secara langsung atau tidak langsung mengalami perubahan
akibat suatu aktivitas manusia, sehingga peruntukkannya pun menjadi berubah
pula. Pencemaran dapat menimbulkan dampak dan resiko terhadap kesehatan
manusia, keseimbangan ekologi, kualitas bahan, dan estetika/keindahan. Untuk
mengatasi hal ini, diperlukan pengetahuan yang cukup dan tepat agar hal ini
tidak menimbulkan masalah berkepanjangan.
Limbah
di Industri Farmasi
Berdasarkan karakteristik produk yang dihasilkan, industri farmasi
berbeda dengan industri yang lain, sekalipun dengan industri kimia. Produk yang
dihasilkan mempunyai nilai terapetik bagi manusia dan atau hewan. Berdasarkan
jenis dan produk yang dihasilkan, industri farmasi dibagi menjadi industri
farmasi sintesis kimia, industri farmasi ekstraksi bahan alam, industri farmasi
fermentasi, industri farmasi formulasi/sediaan farmasi, dan riset dan
pengembangan (R&D).
Limbah yang dihasilkan oleh suatu industri farmasi dapat berupa senyawa
asam, basa, garam dan katalis (logam berat, sianida, dll), pelarut-pelarut, air
limbah berupa air pencucian bahan dan peralatan, deterjen, ampas bahan alam
yang digunakan, uap pelarut, medium fermentasi, sel dan misel dalam bentuk
padat, produk yang gagal dan terbuang, tumpahan bahan-bahan, debu (dari
pencampuran dan pencetakan tablet), bahan kemasan yang tak terpakai, dan
lain-lain.
Limbah
dari Kantong Darah
Penggunaan phthalate dalam
produk-produk peralatan medis telah merevolusi teknik penyimpanan dan
pentransfusian darah kepada pasien. Kantong
darah yang terbuat dari PVC dengan phthalate (DEHP atau DOP) sebagai
plasticizer (pelunak) telah menggantikan penggunaan botol-botol dari gelas
semenjak tahun 1950-an. Kantong darah PVC yang bersifat transparan, kuat, mudah
disterilisasi, tahan goncangan dan tahan banting serta fleksibel hingga saat
ini tetap menjadi pilihan utama untuk penyimpanan dan mendistribusian darah
kepada pasien yang memerlukannya. Kantong darah PVC mampu menggandakan masa
simpan darah dari 21 hari jika menggunakan bahan lain menjadi 42 hari.
Menggunakan kantong darah dari PVC, darah dapat disimpan jauh lebih lama, yang
merupakan kontribusi ini sangat penting artinya dalam mengurangi tekanan
terhadap banyaknya permintaan darah.
Dari data BPS tahun 2011 penduduk Indonesia
kurang lebih ada 240 juta jiwa. Standar stok darah nasional yang ditetapkan
oleh WHO adalah dua persen dari jumlah populasi nasional. Palang Merah
Indonesia (PMI) menargetkan 4,8 juta kantong darah tiap tahunnya. Jumlah ini
sesuai dengan standar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Di Indonesia, kurang
lebih 3,5 juta kantong darah dikumpulkan tiap tahunnya artinya indonesia masih
kekurangan sekitar 1,3 juta kantong
darah lagi untuk sesuai dengan standar rekomendasi penyimpanan kantong darah
dari WHO.
Dari banyaknya jumlah kantong darah yang dikumpulkan pertahunnya maka
dapat diperkirakan beberapa tahun kedepannya jika proses pengolahan limbah
kantong darah tidak dapat di maksimalkan maka limbah kantong darah tersebut
akan menimbulkan banyak dampak negatif buat lingkungan sekitarnya. Limbah
kantong darah termasuk dalam limbah klinik rumah sakit dimana limbah kantong
darah merupakan limbah yang dihasilkan selama pelayanan pasien secara rutin oleh pembedahan dan di unit-unit resiko tinggi. Limbah
ini mungkin berbahaya dan mengakibatkan resiko tinggi infeksi kuman (misalnya :
HIV) dan populasi umum dan staf Rumah
Sakit. Oleh karena itu perlu diberi label yang jelas sebagai limbah beresiko tinggi.
Pengolahan
Limbah Kantong Darah
Teknologi pembakaran (incineration
) adalah alternatif yang menarik dalam teknologi pengolahan limbah.
Insinerasi mengurangi volume dan massa limbah hingga sekitar 90% (volume) dan
75% (berat). Teknologi ini sebenarnya bukan solusi final dari sistem pengolahan
limbah padat karena pada dasarnya hanya memindahkan limbah dari bentuk padat
yang kasat mata ke bentuk gas yang tidak kasat mata.
Inicerator merupakan
salah satu alat yang biasa digunakan untuk memusnahkan limbah seperti kantong
darah. Keuntungan
menggunakan incinerator adalah dapat mengurangi volume sampah, dapat membakar
beberapa jenis sampah termasuk sampah B3 (toksik menjadi non toksik, infeksius
menjadi non infeksius), lahan yang dibutuhkan relatif tidak luas, pengoperasinnya
tidak tergantung pada iklim, dan residu abu dapat digunakan untuk mengisi tanah
yang rendah. Sedangkan kerugiannya
adalah tidak semua jenis sampah dapat dimusnahkan terutama sampah
dari logam dan botol, serta dapat menimbulkan pencemaran udara bila tidak
dilengkapi dengan pollution control
berupa cyclon (udara berputar) atau bag filter (penghisap debu). Hasil
pembakaran berupa residu serta abu dikeluarkan dari incinerator dapat
menimbulkan zat toksik seperti dioksin.
Dioksin merupakan zat
yang sangat beracun. Zat ini merupakan penyebab kanker dan melemahkan fungsi
lever, serta mengurangi sistim kekebalan tubuh seseorang. Hanya satu gram saja,
dioksin dikatakan dapat menewaskan atau mencederai 10 ribu orang. Namun
kini, sebuah teknologi baru telah dikembangkan untuk memecahkan dioksin yang
menyusahkan ini, yakni dengan memaparinya dengan cahaya dan mengubahnya menjadi
sesuatu yang tidak berbahaya. Salah satu caranya dengan menggunakan alat
seperti titanium oksida.
Titanium Oksida merupakan senyawa yang banyak digunakan dalam pembuatan
cat. Jika dikenai pada cahaya, terutama sinar ultra violet, maka senyawa
tersebut akan bereaksi dengan oksigen di udara, dan dapat memecahkan
materi-materi organik. Peralatan baru tersebut memanfaatkan sifat Titanium
Oksida ini. Alat ini dipasang pada pipa gas buangan fasilitas pembakar sampah
atau incinerator. Bila sampah dibakar, maka dioksin di dalam gas yang melalui
pipa itu akan diurai menjadi karbon dioksida dan air, dengan mengenai Titanium
Oksida dalam alat itu dengan sinar ultra violet.
Dengan menggunakan
silika gel (bahan penyerap kelembaban), para ilmuwan telah berhasil menggunakan
Titanium dioksida untuk mengurai dioksin. Silika gel tersebut yang berdiameter
3 mm dan permukaannya dilapisi oleh Titanium Oksida digunakan pada alat
tersebut. Permukaan silika gel ini memiliki banyak lubang, sehingga memperbesar
luas permukaannya, dan itu akan menarik dioksin terus menerus dengan daya serap
yang besar. Dioksin yang diserap ke dalam silika gel tersebut kemudian diurai
oleh Titanium Oksida yang dikenai pada sinar ultra violet. Hal yang
menguntungkan, silika gel tembus pandang sehingga cahaya dapat menembusnya dan
menyebabkan reaksi kimia di seluruh tempat. Oleh karena itu, hal ini dapat
memecahkan dioksin dengan keandalan tinggi lebih dari 99 persen. Peralatan yang
baru dikembangkan ini sangat mudah untuk dipasangkan pada fasilitas pembakar
sampah/incinerator yang sudah ada. Dan juga teknologi baru ini ramah
lingkungan. Alat ini hanya perlu memaparkan Titanium dioksida pada sinar ultra
violet, jadi biaya operasinya hampir dapat dikatakan sangat rendah.